Jimin's Love Circle

By Magic_R

39.5K 3.5K 501

Jimin yang diperebutkan banyak pria. Kira-kira siapa yang akan dipilihnya? Warning! BxB, Boys Love, Jimin!uke... More

Confused
Give up? Yeah, I'm give up
My Second Kiss! ><
A Person from the Past
Side Story, "My Past"
Side Story, "My Past" Pt.2
My Past pt.3
I Choose... Him
This Complicated Love Story T-T
An Accident
For Now, I'm Here. For You
Happy Ending? Really?

Tae or Kook?

3.2K 325 99
By Magic_R

Author: Kim_Hyo

Cast: Park Jimin, All member BTS, Park Chanyeol, Kim Joon Myeon, Jung Daehyun, Byeon Baekhyeon

Pair: KookMin, VMin, YoonMin(Brother Ship), Slight!VKook, HopeMin, NamMin, NamJin, HopeGa, Hyun Family, ChanMyeon

Genre: School Life, Comedy Romance, Friendship, Family

Length: Chapter

Rating: T (Aman :v )

uke!Jimin, seme!TaeHyung seke!YoonGi, seme!NamJoon, seme!Hoseok, uke!SeokJin, seme!Jeongkook.

"Kau bilang aku harus mencari uke-ku sendiri? Baiklah, kalau begitu."

'Astaga, ini buruk.'

"Oh, baiklah. Kalau begitu, mulai hari ini, kita bersaing."

'Tuhan, kuharap aku bisa ditelan bumi saat ini juga!'

"Maukah kau kembali padaku, Park Jimin?"

"Tidak, terimakasih."

Jimin's Love Circle Chp.5

Jimin masih tak bicara. Sejak kejadian di kantin berjam-jam lalu, Jimin benar-benar tak bicara satu patah kata pun. Ia hanya diam, mendengarkan penjelasan guru, mencatat hal-hal penting, dan begitu seterusnya. Bahkan, Tae Hyung sampai bingung harus mengajak bicara Jimin dengan cara bagaimana lagi. Alasan tentang ia yang meminjam peralatan tulis, menjahilinya, tidak ada yang benar-benar berhasil membuat Jimin kembali seperti sebelum Hoseok tiba-tiba muncul di hadapan Jimin.

Hingga akhirnya, bel pertanda waktu pulang pun berbunyi. Dan keduanya pun kini disibukan dengan kegiatan membereskan peralatan tulis masing-masing. Hebatnya, belum sempat murid-murid keluar dari kelas mengikuti langkah sang guru, seseorang tiba-tiba saja masuk dengan begitu tidak sopan. Berdiri di samping kiri bangku yang digunakan oleh Jimin dan Tae Hyung dan dengan tiba-tiba merobek sesuatu di tangannya.

Tatapannya menusuk lurus ke arah Tae Hyung. "Apa sikapku yang selalu mengabaikanmu juga selalu mengejar Jiminie sama sekali tidak bisa membuatmu sadar, Senior Kim Tae Hyung!?" geramnya, membuat Jimin yang berada di antara keduanya bungkam seketika. Tae Hyung sendiri tampak terkejut akan kejadian ini. Tatapannya tampak balas memandang Jeongkook, namun dengan perasaan berbeda.

Jeongkook menatapnya penuh rasa benci, sedangkan dirinya menatap Jeongkook penuh rasa terkejut.

Bukan, bukan karena kemarahan Jeongkook juga sikapnya yang telah merobek kasar surat cinta pemberian Tae Hyung, namun karena...

Ia sama sekali tak merasakan sesak di dadanya. Memang, Tae Hyung merasa kesal karena Jeongkook telah menghancurkan surat yang telah ia buat kurang dari lima menit–oke, ini bukan waktu yang lama. Tapi, tetap saja, itu artinya Jeongkook sama sekali tak menghargai pemberian Tae Hyung. Benar, 'kan?

Guratan bingung tampak jelas di kening Tae Hyung dan tangan kanannya terlihat menyentuh dada kirinya. 'Aneh, tak ada denyut menyesakkan disini. Kenapa waktu itu aku merasakannya saat Jimin dan Senior Yoon Gi berciuman?' batinnya mulai bertanya-tanya dan ia benar-benar sibuk dengan pikirannya sendiri. Ya, setidaknya sampai perkataan Jeongkook mampu menampar telak relung hatinya.

"Aku benar-benar–sama sekali, tidak pernah menyukaimu, Senior! Yang aku sukai–tidak, cintai itu hanyalah Jiminie! Hanya dia yang bisa membuatku berdebar, membuatku tersenyum seperti orang gila, dan juga sesak saat melihatnya bersama lelaki lain! Hanya Jiminie, tidak ada yang lain termasuk dirimu!" Jeongkook kembali menggeram, membuat Jimin dengan segera berdiri dan mengusap lembut bahu kiri Jeongkook.

"Su-sudahlah, Jeongkook-ah! Mereka melihatnya," ujar Jimin dengan lirikan mata yang menjelajah seisi kelasnya. Oh, berterimakasih pada drama cuma-cuma yang diberikan oleh Jeongkook dan Tae Hyung, kini teman-teman satu kelas Jimin dan Tae Hyung belum ada yang pulang satupun. Dan, oh! Tentu saja Jimin merasa sangat malu! Sudah cukup selama ini Jeongkook selalu berhasil membuatnya digoda teman-teman satu kelasnya, jangan ada hal lain lagi yang membuat seisi kelasnya gempar!

Dan, ya.

Tae Hyung mengerti sekarang. Tepat saat Jimin mulai mengusap lembut bahu Jeongkook, lalu si lelaki yang dieluspun mengalihkan perhatiannya pada Jimin dengan tatapan lembut penuh perasaan, Tae Hyung akhirnya sadar.

"Tidak, Jiminie. Aku masih harus berbicara dengan Senior Tae Hyung. Menurutku ini penting," Jeongkook tersenyum, menurunkan tangan Jimin dari bahunya lalu segera menggenggam erat benda mungil tersebut. Tatapannya kembali ia alihkan pada Tae Hyung, namun kali ini tidak setajam yang tadi. "Dengarkan aku, Senior! Aku merupakan seorang lelaki sejati yang menduduki posisi top. Jadi, jangan pernah menyebutku dengan panggilan-panggilan manis yang kau sebut dalam surat itu dan jangan pernah mengejar ataupun memperhatikanku lagi! Demi Tuhan, carilah lelaki uke-mu sendiri! Masih banyak lelaki lain di luar sana yang benar-benar bertipe bottom," Jeongkook mengakhiri ucapannya dengan genggaman yang semakin mengerat dan hangat pada tangan Jimin.

Tae Hyung masih diam. Tatapannya masih tertuju pada wajah Jeongkook, lalu beralih pada kedua tangan yang saling menggenggam di bawah sana. "Kau bilang aku harus mencari uke-ku sendiri? Baiklah, kalau begitu." Senyuman tampak terukir di bibir tipis Tae Hyung. "Aku akan memilih uke-ku sekarang juga," Tae Hyung segera berdiri, mendekat ke arah keduanya, lalu dengan sigap melepaskan genggaman tangan Jeongkook dan Jimin. "Aku ingin Jimin lah yang menjadi bottom-ku."

Deg!

'Astaga, ini buruk!' batin Jimin mulai memekik. Kedua manik hazel-nya tampak memandang tak percaya pada kedua lelaki di samping kiri dan di hadapannya. Perasaannya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan kembali menimpa hidupnya. Dan kali ini, sepertinya lebih berat. Terbukti dari senyum kecil yang mulai merekah di bibir tipis Jeongkook.

"Oh, baiklah. Kalau begitu, mulai hari ini, kita bersaing."

Nah, benar apa yang ada di pikiran Jimin, 'kan? 'Tuhan, kuharap aku bisa ditelan bumi saat ini juga!' Jimin memejamkan kedua matanya, berharap doanya dalam hati tadi dapat segera terkabul. Demi apapun, Jimin tidak pernah berharap situasi seperti ini bisa menyapa hidupnya. Memang, Jimin pernah benar-benar menyukai Tae Hyung dan berharap Tae Hyung bisa mengatakan hal seperti tadi.

Tapi, itu dulu!

Sekarang perasaannya pada Tae Hyung sudah mulai goyah dan itu semua karena Jeongkook. Dan saat dirinya benar-benar yakin akan memberikan seluruh hatinya pada Jeongkook, tiba-tiba saja Tae Hyung bersikap seperti ini. Mengatakan bahwa ia ingin Jimin lah yang menjadi pendampingnya. Sekarang, Jimin harus bagaimana!?

"Baiklah, aku setuju. Dan akan kupastikan, akulah yang akan Jimin pilih." Tae Hyung menyetujuinya. Berhasil membuat Jimin menahan napas, dan Jeongkook justru terkekeh.

"Maaf, tapi Jiminie sekarang sudah mulai memantapkan hatinya untukku."

"Ah, kalau begitu, akan kubuat Chim kembali jatuh cinta padaku dan melupakan keinginannya untuk memantapkan hati padamu."

"Cih, tapi sayang nya, aku–"

"Hentikan!" akhirnya Jimin bersuara. Kedua tangannya menutup telinga dan kedua maniknya tampak menatap nyalang kedua lelaki itu. "Bolehkah aku berharap petugas rumah sakit jiwa segera datang ke mari dan membawa kalian berdua!? Sungguh, kalian benar-benar gila!" pekiknya frustasi dan segera mengambil ranselnya untuk ia bawa keluar kelas.

Ya, Jimin memang membutuhkan ketenangan, kurasa.

----------Jimin's Love Circle----------

Helaan napas itu kembali terdengar. Membuat seorang lelaki paruh baya yang sedang sibuk dengan masakannya segera menoleh, memandang puteranya yang tampak gelisah dengan ponsel di tangan. "Apa yang membuatmu gelisah, hm?" tanyanya, membawa satu panci samgyeoptang panas ke arah meja. Mendudukkan diri di hadapan sang putera, lalu tersenyum manis.

"Dia tidak membalas pesanku, Papa." Sebuah jawaban yang berhasil membuat Baekhyeon terkekeh lalu menopang dagunya dengan kedua tangan yang ia tautkan.

"Jiminie? Kenapa? Kalian bertengkar?" tanyanya yang segera ditanggapi anggukan pelan kepala Tae Hyung.

"Tapi, kami tidak benar-benar bertengkar. Hanya... ya, kurasa Jimin sedikit kesal karena aku yang baru sadar atas perasaanku, atau... mungkin tentang aku yang bersaing dengan Jeongkook untuk mendapatkannya?" Tae Hyung menjawab dengan ragu. Kedua alisnya menaut dengan pandangan yang lurus menatap layar ponselnya. Layar ponsel yang menampakkan foto dirinya dan Jimin enam bulan lalu.

Ya, foto yang sering sekali Jimin lihat jikalau ia merasa rindu pada Tae Hyung, atau sedih karena memikirkan Tae Hyung.

Mendengar hal ini, Baekhyeon sontak terkekeh. "Aigo... anakku yang satu itu memang benar-benar memiliki banyak penggila, jadi teringat saat aku masih SMA dulu." Baekhyeon mulai mengingat kembali momen-momen SMA nya dulu, membuat Tae Hyung segera memandangnya dengan senyum terpatri di wajah.

"Ya, kalian memang benar-benar mirip. Lebih tepatnya, sifat periang kalian yang benar-benar mirip. Itulah yang mungkin... membuatku merasa selalu nyaman bersama dengan Jimin," ragu, namun Baekhyeon dapat menangkap ketulusan dalam keraguan Tae Hyung. Baekhyeon akhirnya mengusap lembut surai sang putera, menatap Tae Hyung penuh rasa sayang.

"Kau tahu, Tae? Satu-satunya hal yang kutakutkan hanyalah, Jimin yang tidak bisa menerima bahwa kau adalah puteraku."

Dan saat itu pulalah, Tae Hyung kembali berpikir akan tepat atau tidaknya perasaannya untuk Jimin.

Apa kalian pikir, selama ini Tae Hyung benar-benar mencintai Jeongkook?

Tidak. Ia hanya ingin mencoba untuk bisa melupakan Jimin.

Dan tadi siang, merupakan puncak dari perasaan yang ia pendam selama ini. Ia tidak sanggup lagi menahan perasaan gundah yang ia rasakan jika berada bersama Jimin, melihat Jimin menderita, dan juga menyaksikan sendiri bagaimana seorang Park Jimin ingin membuka hatinya untuk pria lain. Sungguh, Tae Hyung tidak ingin melepaskan Jimin. Dan... perkataan Jeongkook padanya berhasil membuatnya tersadar, bahwa ia pun harus memperjuangkan cintanya.

Tapi...

Mengingat perkataan sang ibu...

"Kenapa kalian tidak menyambutku?" suara seseorang berhasil menghancurkan pikiran Tae Hyung tentang Jimin.

"Eoh, sayang? Maaf, tadi aku sedang asyik mengobrol dengan TaeTae." Baekhyeon segera bangkit dan mengambil tas kerja sang suami. Beranjak ke kamar, meninggalkan Daehyun yang kini sudah duduk di samping Tae Hyung.

"Jimin?" tebak sang ayah, hanya diangguki oleh Tae Hyung. Daehyun yang melihat jawaban sang putera akhirnya hanya bisa tersenyum lembut, mengusap kepala sang anak. "Hei, Tae! Kalau kau benar-benar mencintai nya, maka kejar dia!" nasehatnya. Tae Hyung kini menggelengkan kepalanya, merasa ragu akan nasehat sang ayah.

"Tapi, masalah Papa?" sahutnya dan Daehyun kembali tersenyum.

"Ragu membuatmu kalah dengan cara memalukan, Tae. Jika kau memang ingin melepaskannya, maka kau akan kalah dengan cara terhormat. Tapi kalau kau ingin berjuang, maka kesempatan kalahmu akan berkurang. Bukankah kau bilang, Jimin juga menyukaimu? Rasa takutmulah yang membuat Jimin akhirnya menyerah dan berpaling pada lelaki lain."

Benar, semua yang dikatakan sang ayah memang benar.

Jimin mencintainya. Jika saja dari awal dia tidak merasa ragu dan takut akan masa depan mereka ke depannya, mungkin saja, Jimin sekarang sudah menjadi miliknya. Sayangnya, karena ketakutan bodohnya itu, saat ini Jimin justru mulai membuka hatinya untuk Jeongkook.

Pada akhirnya, Tae Hyung kembali menghela napasnya. Mendapat respon kekehan pelan sang ayah yang merasa lucu akan kisah cinta anaknya.

'Dasar anak muda!'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Mata terpejam, kedua telinga tersumbat earphone, dan tubuh yang berbaring di ranjang. Benar-benar posisi yang nyaman untuk seorang Jeon Jeongkook. Kedua tangannya ia gunakan sebagai bantal. Senyumnya tak kunjung lepas seiring dengan ponselnya yang kembali bergetar. Kedua matanya sontak terbuka dan ia pun segera melihat pesan yang ia terima.

From: Yugyeom

Ini sudah enam bulan, Jeon. Kau masih yakin bisa menakhlukan hatinya?

Jeongkook terkekeh, menggerakkan jemarinya dengan lihai untuk membalas pesan sang sahabat.

To: Yugyeom

Tentu saja! Aku bisa melakukannya, dan aku akan mendapatkan mobil hitam mengilapmu itu!

Jeongkook tampak terdiam. Masih memegang ponselnya dengan kedua mata yang memandang lurus langit-langit kamar. Hingga akhirnya, sebuah pesan balasan berhasil membuatnya melihat ke arah ponsel lagi.

From: Yugyeom

Haha! Entah kenapa, aku merasa bahwa sekarang justru kau yang tergila-gila padanya. Hei, Jeon! Ingat perjanjian taruhan kita! Kau jatuh cinta padanya dan motor andalanmu di arena malam akan menjadi milikku! Sedangkan kau sendiri... ya, aku hanya akan memberikanmu mobil bekasku.

Jeongkook terdiam sesaat sebelum tiba-tiba saja sesuatu menarik perhatiannya. Kedua matanya ia tujukan pada satu pasang tuxedo berwarna biru tua, satu pasang tuxedo yang akan ia gunakan di acara pernikahan ayah Jimin esok hari. Selanjutnya, entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja senyumnya terkembang. Dengan cepat ia pun kembali membalas pesan sahabatnya.

To: Yugyeom

Ambil saja motorku! Aku sudah tidak membutuhkannya. Dan... aku pun sudah tak peduli tentang taruhan itu.

Senyum Jeongkook semakin mengembang kala dirasanya ini adalah pilihan yang tepat. Sudah saatnya Jeongkook berhenti berpura-pura di hadapan Jimin. Sudah saatnya ia benar-benar menikmati perasaannya untuk Jimin tanpa takut bahwa ia akan kalah taruhan. Ini sudah resikonya karena telah menggoda seorang Park Jimin yang ternyata begitu menarik perhatiannya.

Bukan hanya secara fisik, namun juga sikap.

Jeongkook kira, Jimin merupakan tipe bottom yang mudah didekati hanya karena dirinya populer. Ia kira, dirinya mampu dengan mudah mendapatkan hati Jimin dan pada akhirnya ia akan memenangkan taruhan yang dibuat sahabat sepermainannya. Ia kira, dirinya mampu dengan mudah menghancurkan perasaan Jimin begitu saja.

Tapi ternyata, ia salah besar. Bahkan sampai saat ini pun, ia belum benar-benar dekat dengan Jimin. Memang, fisik mereka dekat, namun tidak dengan hati mereka. Sampai saat ini, ia belum benar-benar mendapatkan hati Jimin. Jimin memang telah membuka hatinya, namun bukan berarti Jimin benar-benar mencintainya. Membuat Jimin jatuh cinta saja tidak bisa, apa lagi membuat hatinya hancur?

Ck, yang ada dirinya sendiri yang sering dibuat frustasi akibat perilaku acuh tak acuh Jimin.

"Sial sekali, aku justru termakan taruhanku sendiri." Jeongkook mengeluh lalu kembali memejamkan matanya. Meski begitu, senyum tampak terlukis di bibirnya. "Tapi... aku tidak pernah merasa menyesal karena terjatuh pada pesonamu, Jeon Jimin."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Keduanya tampak terdiam. Sama-sama memandang langit-langit kamar dan sama-sama berbaring di ranjang. Sebenarnya itu merupakan single bed, namun entah kenapa Jimin justru memaksa Yoon Gi untuk menginap di rumahnya dan tidur satu ranjang dengannya. Yoon Gi tentu saja menentang–awalnya. Karena ia pikir Jimin sedang gila. Memintanya tidur bersama di atas sebuah single bed.

Tapi, ya... karena tidak tahan melihat wajah imut Jimin, akhirnya Yoon Gi menurut saja. Toh juga, besok kedua orang tua mereka akan menikah, dan menurut Yoon Gi, akan lebih cepat jika Yoon Gi dan Jimin bersiap bersama. Membiarkan sang ibu sendirian di rumah agar dapat bersiap lebih cepat. Persiapan seorang istri 'kan memang lebih lama.

"Di antara Tae Hyung dan Jeongkook, mana yang harus kupilih?" Jimin tiba-tiba saja bertanya, membuat Yoon Gi menoleh dan memandangnya sedikit bingung. Namun setelahnya, ekspresi Yoon Gi berubah biasa.

"Pilih yang kau cintai," jawab Yoon Gi singkat lalu kembali memandang langit-langit kamar Jimin.

"Hm... masalahnya, aku sekarang tidak terlalu yakin dengan perasaanku." Jimin kembali bersuara. Mengundang kembali perhatian Yoon Gi, namun kali ini Yoon Gi memilih untuk tak menoleh sama sekali.

"Bukannya waktu itu kau begitu yakin dengan perasaanmu untuk Tae Hyung?" kali ini giliran Yoon Gi yang bertanya.

"Semuanya berubah, ketika ketulusan Jeongkook menyerang." Gaya bicara Jimin terdengar seperti narasi dalam kartun Avatar Aang, dan hal itu sukses membuat Yoon Gi terkekeh geli. "Dan sekarang, tiba-tiba saja Tae Hyung berkata bahwa dia ingin aku menjadi miliknya. Hell, alien itu menyebalkan sekali! Padahal dia sudah berulang kali menyakitiku," lanjut Jimin dengan nada kesalnya dan Yoon Gi hanya tersenyum kecil.

"Maaf, Jim. Aku tidak bisa membantu. Kaulah yang harus menentukan perasaanmu sendiri, karena kau yang merasakan." Yoon Gi mulai memejamkan matanya dan Jimin hanya melirik ke arahnya sekilas. Embusan napas terdengar keluar dari bibir mungilnya dan ia berniat untuk ikut memejamkan mata. Sayangnya, getaran ponselnya berhasil membuat Jimin mengurungkan niatnya.

Dengan cepat ia buka ponselnya dan menemukan pesan dari... orang itu.

From: Kak Hobi

Hei, Jimin! Kau masih menyimpan nomorku ini, 'kan? Bagaimana kabarmu? Maaf, kurasa... sapaanku tadi pagi kurang berkesan baik di matamu.

Lagi, Jimin mengembuskan napasnya. Membuat Yoon Gi yang baru saja akan tertidur menjadi terusik dan alhasil ia kini memandang Jimin tajam. "Oh, ayolah, Jim! Berhenti menghela napas atau kubuat kau tidak bernapas lagi!" ancamnya, berhasil membuat Jimin bergedik ngeri. Namun, getaran pada ponselnya membuat Jimin kembali mengurungkan niatnya untuk tidur.

From: Kak Hobi

Jimin, sebenarnya... aku masih menyukaimu.

From: Kak Hobi

Tidak, maksudku, mencintaimu.

From: Kak Hobi

Aku tahu ini bodoh, tapi... kuharap kau sekarang sudah berubah.

From: Kak Hobi

Maksudku, perasaanmu padaku.

From: Kak Hobi

Perasaanmu padaku bukanlah lagi hanya perasaan kasihan, namun kau benar-benar tulus menyukaiku. Kuharap... sekarang kau bisa membalas perasaanku.

From: Kak Hobi

Bisakah, kau menyukaiku, Park Jimin?

From: Kak Hobi

Maukah kau kembali padaku, Park Jimin?

"Oh, astaga! Orang itu benar-benar tidak tahu malu!" sungut Yoon Gi, segera merebut ponsel Jimin lalu mengetik pesan balasan untuknya.

To: Kak Hobi

Tidak, terimakasih.

Jimin tampak sedikit menganga saat Yoon Gi mengembalikan ponselnya. Sedangkan Yoon Gi sendiri kini telah berbaring kembali dengan mata terpejam. "Lihat saja, dia tidak akan membalas!" ucap Yoon Gi yakin, dan... ya, selang lima menit berlalu, Hoseok memang tak mengirimi Jimin pesan lagi. Dan demi apapun, Jimin benar-benar merasa berterimakasih pada Yoon Gi.

"Besok, aku akan menraktirmu, Kak! Aku janji!" Jimin segera berbaring kembali dan memejamkan matanya. Gumaman Yoon Gi merupakan hal terakhir yang ia dengar sebelum dirinya benar-benar memasuki alam mimpi.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

2K 95 12
‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️ Jangan salah lapak BL Boy Love B x B Boy x Boy ᵔᵜᵔ SOPE garis keras ☺️ ‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️
1.1K 139 4
Jimin ingin confess ke kak Jungkook, sayangnya, Hoseok salah memberikan nomor telepon sehingga pria mungil itu mendadak menjadi pacar seorang Kim Tae...
3.6K 225 12
JINNAM JANGAN SALPAK 18+ PECINTA JIN TOP SILAHKAN BERKUMPUL!! SLOW UPDATE!! BAHASA NON BAKU!!
6K 765 25
Suatu kesalahan membuatnya harus pergi meninggalkan rumah dan seluruh keluarga serta kenyamanan sebagai seorang tuan muda yang terpandang.. Berkelana...