Come Home With Me [Lover Seri...

By framadani

405K 11.9K 177

Sudah tersedia di playstore, silahkan untuk baca cerita lengkapnya di sana. Part2 dalam cerita ini akan dihap... More

Come Home With Me
PROLOGUE
CHAPTER 1 : A Day With Me
CHAPTER 2 : Dreaming With Me
CHAPTER 4 : Having Fun With Me
CHAPTER 5 : Deal With Me
CHAPTER 6 : Tie-up With Me
CHAPTER 7 : Connect With Me
CHAPTER 8 : Play With Me
CHAPTER 9 : Stay Here With Me
CHAPTER 10 : Separate With Me
ucapan terima kasih
little questions (need answer)
New INFORMATION

CHAPTER 3 : You With Me

15.2K 1K 11
By framadani

Di hari yang sama. Chrystal sedang berdiri di depan pemanggang kue. Menunggu. Bagaimana adonan yang mentah itu mengeras dan menjadi matang. Beberapa kali Kate memanggilnya namun gadis itu tidak pernah menoleh hingga Kate mengalah dan memilih untuk menghampiri putrinya. Kate adalah seorang ibu yang sempurna. Dia adalah wanita yang tangguh dan selalu melakukan apa yang dia bisa. Hampir semua perilaku yang dilakukan Chrystal Kate yang mengajarkannya. Bayangkanlah bagaimana mengajari gadis itu yang notabene mempunyai pemahaman terbatas harus menyerap semua yang diajarkan Kate. Tetapi Kate selalu menunggu, dia mengingatkan. Itulah yang membuat keluarga yang terdiri dari ibu dan anak ini penuh dengan senyuman.

"Apa kau mau membantuku menanam bunga? Ibu baru saja membeli bibit yang baru," Kate memeluk Chrystal, merangkul bahunya sembari ikut memandang pemanggang. Mencoba mencari tahu apa yang menarik.

"Benarkah?" Chrystal tampak berhenti sejenak untuk merangkai kata, namun senyumnya perlahan mengembang. "Aku akan membantumu ibu,"

"Anak baik." Kate mencium dahi Chrystal penuh cinta sebelum menggiring Chrystal keluar dari toko dan mulai menanam tanaman yang berada di plastic bag.

Dengan semangat mereka berdua menaman bunga sembari mengamati jalanan. Tak jarang pula mereka harus berhenti sejenak, tepatnya Kate harus melayani beberapa pelanggan yang ingin memesan bunga atau membeli kue. Kehidupan sederhana memang menyenangkan jika kita menikmatinya. Chrystal melihat ke arah jalan, tempat dimana kendaraan bermotor melintas. Cukup lama hingga dapat di sebut lamunan. Kate yang baru saja selesai menerima uang untuk bunga mawarnya, kembali menghampiri Chrystal. Gadisnya itu sangat sulit di tebak. Dalam hal ekspresi Chrystal adalah yang terlemah. Tidak ada yang tahu kapan dia sedih jika air mata belum mengalir. Gadis itu selalu tersenyum dan itu menandakan dia bahagia. Tapi sesudahnya tidak ada yang tahu.

"Chrystal kau sedang apa?" Kate memegang bahu Chrystal dan memaksa gadis itu menatapnya.

"Ibu aku tidak melihat mobil Dave," ucapannya begitu polos dan membuat Kate tersakiti. Tidak mungkin pria sempurna seperti Dave akan datang menemuinya lagi. Kate harus bisa membuat gadisnya melupakan pria itu.

"Dave harus bekerja Chrystal, seperti kamu." elak Kate.

"Apa Dave juga menanam bunga?" bagus Chrystal tertarik dan Kate tidak tahu apa lagi yang harus ia katakan.

"Dave bekerja di gedung-gedung yang tinggi itu sayang," kata Kate akhirnya.

"Dave pasti senang, bukan begitu ibu?"

"Ibu tidak tahu. Oh ya, kuenya pasti sudah matang, mau membantuku mengangkatnya?" usaha Kate mengalihkan berhasil.

"Ayo ibu," Chrystal memasuki tokonya dan menggenggam tangan ibunya. Kata berharap hanya hari ini Chrystal mengingat Dave. Walaupun kadang Kate berharap pria itu bisa bersahabat dengan Chrystal, Dave adalah orang pertama yang bisa bercengkerama dengan Chrystal selama 24 jam.

*~*

"Chrystal!" Kate menyusuri semua sisi toko dan rumahnya yang tepat berada di belakangnya. Tetapi dia tidak menemukan gadis itu. Kepala pusing dan ia mulai panik. Kate keluar dan mencari di semua sudut yang biasanya sering ditempati Chrystal. Matanya menyelusuri di seberang jalan dan mendapati Chrystal mengikuti seorang pria berpakaian kantor.

"Chrystal!" Kate berlari setelah memastikan kendaraan mulai senggang dan berlari mengejar gadis itu. Saat jarak mulai terkikis Kate terhenyak ketika Chrystal memanggil pria yang dia ikuti dengan sebutan Dave. Tetapi layaknya pria itu mengacuhkannya. Dengan cepat Kate memegang lengan Chrystal dan menahannya.

"Chrystal itu bukan Dave," Kate bergetar karena merasa bersyukur Chrystal tidak hilang.

"Tapi itu bajunya ibu." Chrystal berbalik dan menatap Kate.

"Dengarkan ibu Chrystal! Jika dia Dave pasti dia akan berbalik dan menyapamu." kata Kate menegaskan. Setitik air mata jatuh dari pelupuk mata Chrystal dan seketika gadis itu terdiam.

"Dave tidak datang," katanya kemudian. Mungkin bibirnya tidak bergetar, wajahnya tidak memerah, napasnya tidak terisak, tetapi air mata menandakan Chrystal sedang sedih.

"maafkan ibu," Kate memeluk Chrystal dan merasa menyesal.

*~*

"Bukankah kau dilarang bekerja?" Victor mengernyitkan dahinya ketika melihat Dave keluar dari lift dan mengabaikan pertanyaannya dan berjalan ke ruangannya. Victor akhirnya mengikuti Dave.

"Ayahmu sendiri yang mengatakan," Victor kembali berkata ketika Dave sudah duduk di kursinya dan menyalakan laptopnya.

"Apa jadwalku hari ini?" Dave mengabaikan perkataan Victor.

"Kau baru saja keluar dari rumah sakit Dave, for God sake!" seru Victor.

"Itu artinya aku sudah sehat," Dave menatap victor sejenak kemudian kembali fokus di laptopnya.

"Baiklah jadwal hari ini adalah kunjungan tahunan dan rapat dengan dewan direksi, juga seharusnya laporan keuangan sebentar lagi datang dan harus di periksa." kata Victor menatap Dave separuh tidak percaya keturunan Lloyd yang ada di depannya itu sangat keras kepala.

"Kau akan mengunjungi beberapa cabang di US dan ayahmu sudah mendahuluimu. Lalu dia juga yang akan menghadiri rapat dengan direksi setelah makan siang. Jadi, kau tidak punya pekerjaan apapun selain duduk dan membaca laporan." Victor duduk, berniat menguji ekspresi yang akan dikeluarkan Dave. Atasannya itu menatapnya terkejut. Seperti dugaannya.

"Nah jangan berteriak dulu, aku ingin berbicara sesuatu." Victor berhenti sejenak berusaha merangkai rencana untuk memperlambat Dave karena ayah Dave sendiri yang memerintahkan dia untuk mengawasi dan memastikan Dave tidak bekerja untuk sementara.

"Apa?" bagus. Pria itu terpancing.

"Bagaimana kalau kita pergi ke clubhouse langgananku, mereka punya gadis baru. Aku masih ingat jika kau harusnya sekarang bersenang-senang dan bercinta, bukan begitu? Jadi aku hanya ingin membantu ... " victor terdiam ketika Dave memukul mejanya, begitu keras hingga menggema di ruang yang luas itu.

"Keluar," nada dingin, pertanda jika Dave sedang dalam puncak emosional. Hanya Victor yang tahu seburuk apa yang akan terjadi jika lelaki pemarah itu mengamuk. Terakhir yang dialami adalah Dave mematahkan laptop dan menghancurkan kaca yang menjadi pembatas antara ruangannya dan lingkungan luar karena proyek yang dikerjakannya tidak berjalan lancar akibat rekan kerjanya yang kurang bersahabat, arsitektur payah, dan menyebabkan kerugian yang harus ditutupi Dave satu tahun penuh.

"Hei jangan terlalu banyak marah, kau bisa meledakkan bolamu." Victor berjalan keluar dan hanya Dave seorang yang berada di ruangan itu.

Dave mengamati pintu yang baru saja tertutup lalu berjalan mendekati kaca dan mengamati pemandangan luar. Tangannya menggenggam baja setinggi pinggang yang ada di depannya dan menumpukkan berat badannya di sana. Matanya menatap ke kanan, tepat dimana toko Chrystal berdiri. Walaupun tidak terlihat karena toko itu kecil tetapi Dave yakin gadis itu ada di sana. Pemandangan saat Chrystal menjadi serpihan kemudian menghilang terus menghantui dirinya, dia tidak tahu kenapa dia terikat dengan Chrystal tetapi gadis itu berpengaruh besar pada kehidupannya.

Bercinta. Pikirannya tiba-tiba teralih. Dengan siapa? Dave sama sekali tidak ingin bercinta dengan wanita murahan atau apapun sejenisnya. Bukan berarti dia tidak pernah bercinta. Saat kuliah semester akhir dia pernah mempunyai kekasih dan mereka bercinta dua kali sebelum perempuan itu berselingkuh darinya dan tentu saja Dave mengusir perempuan itu. Mungkin akan lebih baik jika tidak melakukannya.

Dave berpikir, dia bisa mengambil cuti satu minggu dan berlibur di Eropa atau Asia. Mungkin saja Dave hanya akan berjemur atau berselancar di pantai, dia punya satu kondominium di sana. Itu adalah rencana sempurna daripada dia harus terbang jauh.

Matanya tetap menatap bangunan yang ada di depannya. Beberapa hari setelah Dave keluar dari rumah sakit dia seakan mempunyai keinginan untuk bertemu dengan Chrystal. Shit! Umpatnya tiba-tiba. Dalam satu hari dia memikirkan gadis itu lebih dari satu kali. Saat ini Dave memang benar-benar harus menenangkan diri. Setelah pekerjaannya selesai Dave akan mengambil cutinya.

Dave berjalan keluar dan memasuki lift. Meninggalkan Victor yang berlari menyusulnya. Dia sedang kacau dan tidak ingin lebih kacau karena ocehan Victor. Denting lift terdengar, pertanda Dave sudah sampai di lantai yang dia inginkan. Semua karyawan tampak sudah tahu akan kedatangannya karena mereka menghampirinya dan menyapa lalu sedikit berbasa-basi tentang pekerjaan. Dave mengamati laporan keuangan yang baru saja diulurkan padanya. Semua tampak baik dan terkendali. Dengan berbicara sejenak dengan manajer sebelum pergi, kembali ke ruangannya. Terkadang Dave menyukai kegiatan ini. Singkat dan begitu menyenangkan ketika bersama banyak orang dan membicarakan sesuatu.

Dave membuka ruang kerjanya, tetapi kemudian ia terperanjat ketika melihat ayah duduk di kursi kerja dan membuka beberapa laci dan membaca segala dokumen yang ada di dalamnya.

"Ayah," Dave berkata dan pria setengah abad itu mendongakkan kepalanya.

"Hei boy, lihat apa yang ku temukan? Kau menjalin kerja sama dengan Lilianne Frost dan William Knox. Mereka adalah perusahaan design dan media terbaik yang pernah ku tahu selama hidup. Kurasa kau jauh lebih mahir dariku sekarang." Andrew tampak berucap dengan semangat. Membiarkan Dave kebingungan. "Dan apa ini? 8 mega proyek, 4 cabang baru di Asia, dalam satu tahun dan kau baru saja menerima penghargaan best young entrepreneur di Washington."

"Aku bangga padamu kau tahu. Tetapi setelah kupikir, mungkin itu penyebab utama kau menggila dan tidur selama dua hari," Andrew berdiri dan menggenggam tepian meja. Menggertakkan rahangnya. "Turuti perintahku. Aku sudah mengambilkanmu cuti satu bulan penuh. Aku tidak ingin mendengar kau ke sini dan bekerja. Ajak Anna atau kekasihmu atau yang lain. Bersenang-senanglah Dave, aku bisa mengurus ini."

"Tapi,"

"I got this, Dave. Sekarang kau bisa pergi. Aku menambahkan kartu kredit dan debit milikmu 1 juta dollar dan jet pribadi, pergi dari kantor sekarang." Dave hanya terdiam kemudian menuruti perkataan ayahnya. Itulah apa kehebatan seorang Andrew Lloyd, yang tidak dimiliki Dave. Ketegasannya dalam memerintah tidak dapat dibantahkan. Sedangkan victor meringis melihat Dave keluar dari ruangan.

*~*

Koper telah terkunci rapat. Matanya menatap gaun putih yang terlentang di atas ranjangnya, sisi dirinya berharap bukan hanya gaun itu yang ada di ranjangnya, yang dia harapkan adalah pemilik dari gaun itu. Dave menurunkan kopernya dan mengangkat gaun itu dalam genggamannya, mengembalikannya ke dalam lemari. Satu bulan cuti, bukankah itu terlalu lama. Dia akan mati bosan.

Sejenak Dave berpikir. Victor tidak mungkin menemaninya karena lelaki itu bekerja. Tidak mungkin juga Anna. William, rekan kerja yang seusia dirinya mungkin bisa, tetapi pria itu mempunyai masalah dengan kekasihnya, lagipula siapa yang tahan bersama laki-laki dingin sepertinya. Matanya menatap gaun putih itu lagi, Chrystal, mungkin orang yang tepat. Tetapi gadis itu akan mengancam pengendalian dirinya, sedangkan sisi lain dirinya menginginkannya. Begitu banyak peperangan batin yang Dave alami, sebelum akhirnya memutuskan bahwa dia tidak akan pergi sendiri.

Dave tetap membawa gaun itu beserta kopernya. Menuruni tangga, melintasi ruangan, dan pergi ke garasi sebelum akhirnya dia mengendarai Rovernya. Berniat menghampiri Chrystal, jika saja gadis itu diperbolehkan untuk pergi bersama. Dave meringis saat mengetahui bahwa kemungkinan untuk membawa Chrystal hanya 1 : 100.

Toko itu buka dan Dave melihat Chrystal memasuki toko bersama ibunya. Baju yang dikenakan gadis itu sungguh manis. Sweeter rajut darinya menutupi bagian atas gaun coklat yang dikenakan. Dave turun dan memasuki toko. Matanya langsung bertatapan dengan Chrystal dan dirinya merasakan ketenangan luar biasa.

"Hi. Aku ingin mengembalikan bajumu," kenapa kau begitu bodoh! Sapaan macam apa itu? Dave memaki dirinya sendiri dalam hati sembari mengulurkan gaun yang tampak lunglai dalam genggamannya.

"Dave!" Chrystal sepertinya tidak merespon perkataan Dave. Sedangkan Kate tertegun melihat Dave berada di tokonya. Ini diluar pemikirannya.

"Aku ingin mengembalikan baju ini, bisa kita bicara sebentar?" Dave berkata kepada Kate. Dan wanita itu mengangguk. "Chrystal maukah kau menyelesaikan pekerjaan ibu di dalam."

"Tapi Dave,"

"Dave tidak pergi sayang, ibu berjanji." kata Kate dan menggiring Chrystal ke dapur.

"Silahkan duduklah." Kate menunjuk kursi yang ada di depan rak kaca berisi kue yang berada di sudut ruangan. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Aku ingin mengajak Chrystal berlibur denganku," Kate terperanjat, namun dia tahu Dave belum selesai. "Beberapa hari yang lalu, aku masuk rumah sakit karena kelelahan, aku tertidur selama dua hari. Dan sekarang ayahku menyuruhku cuti."

"Aku turut prihatin, tapi kenapa harus dia? Kau seharusnya memiliki sahabat, atau saudara." kata Kate menarik kursi lain dan duduk di hadapan Dave.

"Sahabatku bekerja dan aku tidak mungkin mengganggunya. Aku punya saudara kembar perempuan dan dia sudah menikah. Lalu, tiba-tiba saja aku teringat Chrystal. Tetapi jika kau tidak mau aku tidak memaksa." Dave meletakkan gaun yang ia genggam di pangkuan Kate dan berdiri.

"Apa kau bisa bersikap lembut padanya?" ucap Kate kemudian.

"Setelah dia menginap bersamaku? Kurasa ya," balas Dave, tampak tidak tahu apa yang dipikirkan Kate.

"Hidupku tidak lama lagi. Aku menderita kanker otak dan aku tidak tahu berapa lama aku akan bertahan. Aku ingin mencari seseorang yang bisa menjaga Chrystal setelah aku." Kate berhenti sejenak. Mengatur pernapasannya, menolak untuk menangis. "Sku berpikir saat Chrystal mencarimu pagi ini, kau tidak akan datang. Tetapi ternyata aku salah,"

"Tunggu? Chrystal mencariku?" potong Dave tampak terkejut dengan fakta baru yang ia dapatkan.

"Ya. Dia masih berpikir untuk menciummu. Bisakah kau berjanji sesuatu padaku?" Dave menganggukkan kepalanya. "jaga Chrystal setelah aku meninggal,"

"Ya," Dave bertekad akan mencari tahu apapun tentang latar belakang keluarga ini. "Aku berjanji."

"Kau boleh mengajaknya. Kurasa kau adalah orang pertama dan terakhir yang bisa bercengkerama dengan Chrystal selain aku." Kate tersenyum dan berharap keputusannya tidak salah.

*~*

Dave merasa lega. Itu yang dia rasakan. Perjalanan menuju bandara masih jauh, jarak dari toko Chrystal ke pusat kota cukup jauh. Sesekali Dave melirik Chrystal yang sedang memakan kue yang berada di pangkuannya dan tersenyum sembari menatap gedung-gedung di luar jendela. Itu adalah pemandangan terindah bagi Dave. Entah bagaimana caranya.

"Dave kita mau kemana?" sejak kapan Dave benar-benar betah dengan gadis polos seperti itu.

"we'll get some vacations," kata Dave dengan senyumannya. Senyum yang muncul ketika Dave bersama Chrystal. Sadar ataupun tidak.

"Liburan?" Dave tampaknya mengerti jika Chrystal tidak paham dengan ucapannya.

"Liburan adalah saat dimana kita berhenti sementara dari pekerjaan dan pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan." Dave menjelaskan. "Kau tidak harus mengerti,"

Chrystal terdiam, begitu juga Dave. Pria itu menggenggam tangan Chrystal dan memberanikan diri untuk menciumnya. Wangi ini sangat dia ingat, lavender dan kue coklat. Dave berangan-angan dia bisa menjilati kulit itu dan menenggelamkan hidungnya untuk waktu yang lama.

"Itu karena kau menciumku waktu itu," Chrystal tersenyum. Dia beranjak dari duduknya dan mendekati Dave lalu mencium rahang pria itu. Sedangkan rasa terkejut tidak dapat dihindari Dave. Sepertinya sepanjang perjalanan mereka akan saling mencium hingga Dave kehilangan kendali.

"Kau wangi Dave," bahasa yang sekarang diketahui Dave artinya gadis itu menyukainya. Kate sempat mengatakan itu padanya atau lebih tepatnya berbisik sebelum mereka berangkat.

Akhirnya setelah memasuki area parkir bandara. Dave menurunkan kopernya. Dia menyatukan bajunya dengan Chrystal karena dia tidak ingin terlalu repot. Sedangkan Chrystal membawa satu keranjang anyaman berisi kotak kue berbagai rasa. Dave sempat berpikir dia sedang berjalan dengan anak kecil.

Mereka duduk dan memasang sabuk. Pesawat mulai terbang, Chrystal memegang erat lengan Dave dengan kedua tangannya. Buku-buku jarinya memutih, Dave membalas ketakutan Chrystal dengan merengkuh gadis itu dalam dekapannya.

"baru pertama kali menaiki pesawat?" Dave berbisik padanya.

Chrystal berpikir sejenak, cukup lama sebenarnya sebelum gadis itu menjawab dengan anggukan dan gumaman kecil. Lalu, sepuluh menit sesudahnya Chrystal tertidur. Dave mengamati wajah polos itu sebelum merendahkan tempat duduk mereka dan ikut tertidur. Tujuan pertama, Paris. Hawa hangat yang tercipta membuat Chrystal sesekali bergumam dan bergerak pelan memanggil Dave. Pria itu tersenyum dalam tidurnya. Dia tidak akan tahu lagi berapa banyak keajaiban yang dimiliki Chrystal yang akan mengejutkannya, lalu membuatnya tersenyum. Dave tidak tahu kapan ini berlangsung, tetapi dia ingin menikmatinya.

Continue Reading

You'll Also Like

232K 11K 29
CERITA DEWASA 🔞 "Badanmu besar, seperti Gorila..." Fuck! Gorila??! Ternyata mulut wanita ini pedas juga! Cara menyampaikannya lembut namun terdenga...
2.1M 17.6K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
112K 4.3K 24
⚠18+ (mengandung kekerasan dan unsur dewasa) Hillary Magdalen adalah seorang gadis remaja biasa yang sama seperti gadis lain, menginginkan ketenanga...
3.1M 173K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...