My Perfect CEO

By Talinaa_

17M 725K 10.2K

Dihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Te... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
????
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36 - The End
Extra part-1
Extra part-2 (END)
SEQUEL

Bab 14

369K 17.5K 391
By Talinaa_

"Tidak tidak tidak, kau tidak boleh tidur di sini."

"Lalu kau tega membiarkanku tidur di sofa? Dengan keadaanku yang seperti ini?" Celin mengamati tubuh Vano yang terlihat mengenaskan, memang seharusnya lelaki itu harus tidur di tempat yang nyaman mengingat keadaannya. Tapi haruskah di ranjang Celin? Bahkan di apartemennya hanya ada 1 kamar saja. Kenapa Vano tidak menyewa hotel saja di luar sana. Celin yakin bahwa Vano tidak akan jatuh miskin hanya karena menginap satu hari di hotel.

"Argghh, oke untuk malam ini saja. Kau boleh tidur di ranjangku."

"Kau mau kemana?" tanya Vano saat melihat Celin mengambil salah satu bantal dari ranjangnya.

"Aku yang akan tidur di sofa," jawabnya sambil menuju sofa yang ada di pojok kamar. Mungkin akan sedikit tidak meyakinkan karena sofanya pasti tidak akan bisa memuat seluruh tubuhnya yang cukup tinggi. Tapi dia tidak punya pilihan bukan.

"Kenapa tidak tidur saja di ranjang, bersamaku. Aku yakin ranjangmu masih cukup untuk menampung kita berdua." Celin membalikkan tubuhnya reflek dan membelakkan matanya. Vano yang tersenyum miring sepertinya mengerti apa yang dipikiran Celin.

"Apa? Kau takut aku akan macam macam denganmu? Apa menurutmu dengan tangan dan kakiku yang seperti ini aku bisa berbuat seperti itu? Mungkin jika keadaanku sehat aku akan melakukannya tapi untuk kali ini aku akan berusaha menahannya." Vano mengedipkan matanya dan kemudian dia merasakan timpukan bantal berada di wajahnya.

"Kau gila. Tutup mulutmu dan tidur saja. Atau kau boleh meninggalkan tempat ini." Celin segera mengambil bantal yang telah dilempar kearah Vano dan membalikkan badannya. Wanita itu merasakan panas yang menjalar di pipinya setelah mendengar perkataan Vano.

Ingat Cel, dia adalah buaya darat. Jangan termakan godaannya.

Vano terkekeh, dan segera menaiki ranjang Celin. Cukup kesusahan karena dia harus meletakkan kruknya , tapi melihat reaksi celin yang langsung berbaring di sofa sepertinya wanita itu tidak mau membantunya.

"Selamat malam," ucap Vano dan langsung mematikan lampu di atas nakas.

***

Celin terbangun dengan punggung yang sakit. Dia bersumpah tidak akan mau lagi tidur di sofa jika akhirnya akan seperti ini.

Celin terduduk dan melihat tubuhnya yang hangat di bawah selimut.

Selimut? Seingatnya tadi malam dia tidak memakai selimut. Saat mengingat sesuatu Celin langsung menolehkan kepalanya kearah ranjang dan tidak menemukan siapa siapa disana.

"Van ...." Celin membuka pintu kamarnya dan memanggil orang yang telah menginap dengan sangat tidak sopan di rumahnya.

Lalu dia melihat Vano yang sedang mengamati sesuatu dengan serius.

"Apa yang kau lihat?"

Celin melihat bahwa fokus Vano ternyata di sekumpulan foto berfigora yang menunjukkan masa kecil Celin dulu. Ada yang masih di taman kanak kanak. Ada Celin yang menaiki sepeda hias waktu SD dan juga foto wisuda SMP, SMA sampai perguruan tinggi.

Tapi satu hal yang mengusik Vano, dalam foto itu Celin tidak menunjukkan raut bahagia dan selalu sendiri. Saat mereka makan malam dulu, Martha bilang bahwa paman bibinya adalah wali dari Celin. Lalu apa orang tuanya sudah meninggal? Sejak kapan? Tapi Vano tidak ingin menanyakannya secara langsung, dia tidak tahu bagaimana sikap Celin nantinya saat dia terlalu ingin tahu tentang kedua orang tuanya.

"Kau baru bangun? Bahkan di wajahmu masih ada kotoran dan liur yang mengering. Kau tidak mencuci wajahmu?" Pipi Celin memerah menahan malu. Sebegitu buruknya kah wajahnya hari ini? Dengan cepat Celin menutupi wajah dengan kedua tangannya dan segera berlari menuju kamar mandi.

Vano menahan senyumnya, dan tidak lama suara Celin terdengar menulikan pendengaran.

"Vano ...." Pintu kamar mandi terbuka dan munculah wajah Celin yang sudah basah "Kau membohongiku."

Sontak Vano tertawa melihat itu. Apalagi ekspresi Celin yang memajukan bibirnya dan pergi begitu saja dari di depannya membuat dia benar benar terlihat lucu.

"Diam." Terdengar teriakan Celin yang tidak digubris oleh Vano.

"Aku bilang diam. Kau ini."

Tawa Vano terhenti saat bel apartemen Celin berbunyi. Membuat Celin yang entah tadi pergi kemana berjalan di depannya dengan terang terangan membuang muka saat bertatapan dengan Vano yang malah membuat laki laki itu terkekeh.

Vano mengikuti Celin dari belakang yang sedang membuka pintu apartemennya dan terlihatlah wajah Diane . Memang tadi Vano sudah menghubungi Diane tapi tidak dia sangka wanita itu lebih cepat dari perkiraannya.

"Oh halo selamat pagi. Aku ingin membawa orang tidak berguna di belakangmu itu untuk pergi. Kau tahu, aku harus mendapat ocehan dari Mamanya sepanjang hari karena dengan tega dia menjadikanku tumbal atas masalahnya dan setelah itu dengan kurang ajar menyuruhku menjemput di pagi buta seperti ini," sindir Diane dengan terang terangan yang membuat Celin bingung untuk menanggapi karena berada di tengah tengah dua orang itu.

"Kau ini benar benar." Vano sedikit terkekeh dan berjalan melaui Celin, dia membisikkan sesuatu pada Diane yang membuat wanita itu membelakkan matanya dengan jengkel dan melenggang pergi menuju lift.

"Kenapa dia pergi?"

"Tidak apa. Nah sekarang ...." Vano berbalik dan berhadapan dengan Celin yang berada sangat dekat di depannya.

"Aku harus pergi."

"Syukurlah."

"Hei ..., tidak sopan." Vano mendekatkan wajahnya ke arah samping kepala Celin dan berbisik,
"terimakasih dan Jangan rindu denganku ya, sayang." Lalu dengan cepat Vano mencium pipi Celin dan berbalik pergi sambil berjalan kesusahan dengan kruknya.

Celin membatu. Sebenarnya dia ingin membalasnya dengan menjegal kruk orang itu agar jatuh tapi saat dia sadar, Vano sudah berada di dalam lift sambil tetap menyungging senyum menjengkelkannya yang membuat Celin ingin mencokel matanya.

Celin memegang dadanya. Sangat cepat. Wanita itu menarik nafasnya dan menetralkan jantungnya. Jika begini dia bisa terkena serangan jantung dalam waktu dekat. Celin menutup pintu dan segera beranjak tapi kemudian bel nya berbunyi dan entah apa yang membuatnya yakin tapi dia merasa bahwa Vano yang berada di luar sana.

"Ada apa lagi Van?" Celin harus menelan ludahnya saat mendapati Vino yang berdiri di depannya dengan mengangkat salah satu alisnya.

"Eh ... Vino. Masuklah." Vino mengikuti Celin masuk dari belakang.

"Jadi benar kakakku kemarin menginap di sini?" Sedikit jeda dari Celin, tapi kemudian dia mengangguk dengan ragu.

"Dasar orang itu. Merepotkan saja. Aku bertemu dengannya di lift dan kepercayaanku meningkat bahwa dia baru saja dari apartemenmu."

Celin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu pergi ke dapur dan membawa dua cangkir teh. Dia tidak tahu angin apa yang membuat Vino datang ke apartemennya, karena laki laki itu sebenarnya masih mendiamkannya karena hal yang terjadi di rumah sakit seminggu lalu.

"Kau juga," bentak Vino yang membuat Celin sedikit kaget . Wanita itu lalu mengambil duduk di depan Vino.

"Kenapa?"

"Tidakkah kau tahu kalau aku tidak bisa marah lama lama denganmu? Aku kesal denganmu karena telah menyembunyikan berita yang menggembirakan, bagaimana tidak? Kau akan jadi kakak iparku dan tidak berniat memberitahuku? Jahat sekali sahabatku ini." Vino mengambil cangkir tehnya dan bersender sambil menatap tajam Celin yang salah tingkah.

"Bukan begitu Vin. Perjodohan itu belum pasti dan aku tidak ingin memberitahumu hal hal yang belum terjamin. Lagipula cepat atau lambat kau juga akan tahu sendiri."

"Oke baiklah, kali ini ku maafkan lagi," tekan Vino. "Sekarang cepat pergi."

"Apa?" Apa maksud Vino menyuruhnya pergi? Bukankah jika harus pergi dialah orang yang pantas melakulan itu mengingat ini adalah apartemennya?

"Maksudku cepat pergi mandi dan pakai baju. Aku disini untuk menjemputmu kerja." Celin baru menyadari bahwa Vino memang sudah siap dengan setelan jas mahalnya. Kemudian Celin tersenyum serba salah dan segera berlari memasuki kamar mandinya.

Vino melihat punggung Celin hingga hilang tertutup pintu, lalu dia menghela nafas.

Yah ini memang yang harus dia lakukan.

Ini jalan yang akan dia pilih. Melihat dengan berani Vano yang menginap di apartemen Celin sepertinya kakaknya itu juga sudah menentukan jalan yang dipilihnya.

Lebih baik begini bukan. Tidak ada pertikaian ataupun perselisihan. Hanya menunggu waktu saja untuk mengubur perasaannya, mungkin sedikit pengalihan tidak buruk. Dan mungkin dari awal Celin memang bukan untuknya.

***

"Oke selesai." Vino melihat Celin yang sudah rapi dengan setelan kerjanya. Dengan gerakan singkat, Vino menunjuk sofa di depannya menyuruh Celin untuk duduk, dan wanita itu menurut.

"Sebenarnya aku juga ingin mengatakan sesuatu." Vino merogoh saku dalam jas nya dan mengambil benda yang sangat dikenal Celin, dengan santai Vino melemparkan benda itu ke meja di hadapannya .

"Mungkin kau tidak ingat. Tapi acaranya malam ini. Kau akan pergi bersamaku, tidak ada tapi," lanjut Vino yang disambut dengan kebungkaman Celin. Wanita itu terus melihat undangan cantik di hadapannya, undangan Davian. Mungkin dulu dia akan menjerit, berteriak, menangis atau mencaci maki pria yang namanya terpampang di sana . Tapi entah kenapa Celin sudah tidak sesakit dulu. Dia memang benci bahkan sangat benci dengan Davian, tapi bukan berarti dia masih mencintainya. Detakan jantungnya sudah bukan milik pria itu, kalau begitu siapa yang sudah mencuri debarannya?

"Hei Cel? Kau melamun? Jangan bilang kau tidak siap."
Celin tergugah dan langsung melihat manik Vino yang terlihat khawatir.

"Oh jangan khawatir. Aku akan ikut. Meskipun aku tidak diundang, tapi aku ingin menunjukkan siapa Celin yang sekarang. Karena dia sekarang bukanlah yang segalanya untukku." Celin tersenyum percaya diri dan Vino sedikit lega akan itu. Hanya sedikit, karena mungkin wanita di depannya akan menemukan lagi hal yang dikatakan segalanya itu, tidak lama lagi.

***

Continue Reading

You'll Also Like

14.8M 561K 55
"Pernikahan ini terjadi karena aku hamil." -Bella Elyana ** Bella Elyana, gadis belia yang masih duduk di bangku SMA dan merupakan anak tunggal dari...
1.5M 81.2K 58
[Cold Devil Series] #3 dalam chiklit, sabtu, 7 & 17 April 2018 [CERITA MASIH LENGKAP DAN DI HAPUS SEBAGIAN BESOK] "Bos ih! Kalo saya ntar bilang sorr...
5.7M 275K 51
Cerita ini bisa membuatmu gila!! Hati-hati jadi SARJANA BUCIN🚫🚫 [Follow dulu sebelum baca] *** Ini tentang Ana si gadis polos dan pekerja keras. Da...
3.5M 36.8K 32
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...