Jimin's Love Circle

By Magic_R

39.5K 3.5K 501

Jimin yang diperebutkan banyak pria. Kira-kira siapa yang akan dipilihnya? Warning! BxB, Boys Love, Jimin!uke... More

Give up? Yeah, I'm give up
My Second Kiss! ><
A Person from the Past
Tae or Kook?
Side Story, "My Past"
Side Story, "My Past" Pt.2
My Past pt.3
I Choose... Him
This Complicated Love Story T-T
An Accident
For Now, I'm Here. For You
Happy Ending? Really?

Confused

9.3K 520 50
By Magic_R

Author: Kim_Hyo

Cast: Park Jimin, Jeon Jeongkook, Kim Tae Hyung, Min Yoon Gi

Pair: KookMin, VMin, YoonMin, Slight!VKook

Genre: School Life, Comedy Romance, Friendship, Romance

Length: Belum terdeteksi(?)

Rating: T (Aman :v )

uke!Jimin, seme!TaeHyung seke!YoonGi seme!Jeongkook + seke!Jeongkook --> yang terakhir menurut Tae Hyung.

Jimin's Love Circle

Jimin terdiam di tempatnya. Memandang sebuah amplop warna biru yang tersimpan dalam lokernya, tanpa ada rasa exited sedikitpun. Dulu sih, ia merasa sangat senang mendapat surat cinta seperti ini. Apa lagi dari murid yang sangat popular di sekolah ini. Tapi masalahnya adalah...

Ini sudah satu tahun, dan orang itu seperti tak mengenal lelah untuk memberikannya surat cinta. Padahal, sudah jelas Jimin menyukai orang lain. Ia bahkan telah menolak pria itu secara kasar--karena cara halus tak mempan, namun hasilnya sama saja. Memang kepala batu, pikirnya. Dengan cepat, Jimin ambil amplop itu, meremukkannya tanpa ada niat membaca, dan segera membuangnya ke belakang tubuhnya sembarang.

"Surat cinta lagi?" pria berambut merah strawberry itu bertanya, dengan tangannya yang baru saja menutup lokernya kembali. Ya, loker mereka memang bersebelahan. Membuat Jimin merasa sangat bersyukur karena ia bisa terus dekat dengan pria itu, bahkan hanya untuk mengambil sebuah buku saat pergantian pelajaran sekali pun. "Seperti biasa, Tae." Jimin menjawab tak acuh, lalu menutup lokernya.

Tae Hyung, sahabatnya sejak pertama masuk sekolah ini satu tahun lalu, hanya dapat menggelengkan kepalanya pelan. "Dan kau menolaknya lagi? Padahal dia itu populer. Kutanya, siapa sih perempuan yang bisa menolak pesona seorang Min Yoon Gi? Bahkan banyak juga para pria bottom yang ingin berdampingan dengannya. Kau menyia-nyiakan kesempatan emasmu."

Jimin terdiam, memandang datar Tae Hyung, dan setelahnya tersenyum tipis. "Karena yang kusukai itu kau, Tae. Bukankah kau tahu itu?" jawaban yang selalu Tae Hyung dengar setiap hari, dan bodohnya, ia justru membawa Jimin ke dalam percakapan ini. Ugh, sebenarnya Tae Hyung tidak ingin menyakiti Jimin.

"Dan kau menyukai Jeongkook, 'kan? Aku sudah hafal responmu," ok, kali ini Jimin yang bicara. Dan Tae Hyung tersenyum miris, memandang Jimin yang mulai melangkah menuju kelas mereka berikutnya. Ia pun segera melangkah, dengan satu tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana.

"Tapi Jeongkook menyukaimu. Miris, bukan?" ucapnya, yang membuat Jimin semakin cepat melangkah.

Sungguh, topik ini membuat kepalanya terasa ingin pecah. Mereka semua berada dalam posisi yang tidak menyenangkan. Cinta yang tak terbalas. Dan itu menyebalkan, menurut Jimin.

Jimin's Love Circle

Bel pertanda berakhirnya waktu sekolah berbunyi. Membuat para siswa segera berhambur keluar kelas. Ada yang langsung pulang, ada juga yang langsung mengunjungi temannya untuk berkumpul bersama, dan ada juga yang terpaksa tertahan di kelasnya dengan wajah ditekuk. Untuk yang terakhir, hanya berlaku pada Jimin dan Tae Hyung.

"Jiminnie! Kita pulang bersama?" suara itu, suara milik seorang murid kelas satu, yang tanpa aba-aba apapun tiba-tiba saja berada di depan kelas Jimin dan Tae Hyung. Sukses membuat Jimin dan Tae Hyung terdiam di tempat, tepat satu langkah sebelum lolos dari ambang pintu. "Aku seniormu, bodoh! Dasar tidak sopan!" sungut Jimin tak terima, memandang datar pria dengan nametag "Jeon Jeongkook" di dada kirinya.

Bodohnya, wajah datar si pria pendek--coret--manis ini justru membuat darah Jeongkook semakin berdesir hangat, dan justru terlihat sangat imut di matanya. Membuat kedua tangannya tergerak begitu saja, mencubit kedua pipi gembil Jimin. "Aduh... kau benar seniorku? Kenapa imut sekali?" gemasnya, membuat Jimin segera berusaha menjauhkan tangan Jeongkook dari pipinya.

"Chim, aku pulang duluan." Tae Hyung segera melangkah pergi, meninggalkan Jimin yang terdiam seketika, dan Jeongkook yang masih asyik mencubiti pipinya. Tunggu! Jimin bahkan baru ingat di sampingnya tadi masih ada Tae Hyung. "Lepas!" Jimin tiba-tiba membentak dan menarik kasar tangan Jeongkook dari pipinya. Dan Jeongkook pun terdiam, memandang Jimin yang sepertinya tengah menahan emosi.

Pria berambut hitam kelam itu berdehem sesaat, lalu balas memandang Jeongkook. "Kau tahu bahwa Tae menyukaimu, bukan?" Jimin bertanya dan Jeongkook mengangguk. Kali ini ekspresi Jeongkook berubah menjadi datar. Sungguh, ia tidak suka jika Jimin mulai membahas masalah perasaan Tae Hyung padanya. "Maka dari itu, jangan berbuat seperti tadi jika Tae ada di sekitarku! Dan menurutku... akan lebih baik jika Tae saja yang kau tawari untuk pulang bersama," Jimin menunduk, menyelesaikan kalimatnya dengan nada yang terdengar lirih. Jemari tangannya sibuk memelintir ujung jas sekolahnya sendiri. Jimin sudah terlalu lelah dengan semua ini. Mungkin akan lebih baik, jika ia menyerah saja. Bukan begitu? Setidaknya ia bisa kehilangan satu orang yang mengejarnya, dan tetap bersama dengan Tae Hyung sebagai sahabat.

"Tidak!" Jeongkook menjawab cepat, lalu menarik dagu Jimin untuk dapat berpandangan langsung dengannya. "Yang aku sukai--tidak, cintai itu Jiminnie, bukan senior Tae Hyung. Dan kau pun tahu, bukan? Cinta tidak bisa dipaksakan. Maka dari itu, aku tidak bisa tiba-tiba berusaha berpaling pada senior Tae Hyung." Jimin terdiam dan Jeongkook tersenyum.

Jeongkook rasa, ia telah menang dalam hal menakhlukkan hati--

"Kalau begitu, hal yang sama juga berlaku padamu, tuan Jeon!"

--Jimin.

Kali ini, giliran Jeongkook yang terdiam dan Jimin tersenyum. "Yang aku sukai--tidak, cintai itu Tae Hyung, sahabatku, bukan dirimu. Dan kau pun tahu, bukan? Cinta tidak bisa dipaksakan. Maka dari itu, aku tidak bisa tiba-tiba berusaha berpaling padamu." Perkataan yang benar-benar sama, dan Jimin menyeringai kecil, sebelum pergi meninggalkan Jeongkook yang masih mematung di depan kelasnya.

Baiklah, Jeongkook merasa ia terkena senjata makan tuan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jimin pikir, setelah perkataan menyakitkan--menurutnya--yang ia ucapkan tadi, Jeongkook akan berhenti mengejarnya. Dan ternyata, hal itu salah besar. Terbukti dari adanya pria jangkung itu yang masih setia berjalan di samping Jimin, dengan tatapannya yang lekat terarah pada Jimin. Ugh, sungguh membuat Jimin terganggu! Masalahnya, Jimin bukanlah tipe orang yang senang sembarang menyakiti orang lain hanya karena ia sedang kesal.

Well, meskipun sebenarnya ia ingin sekali menendang bokong Jeongkook sejak tadi.

Baru saja Jeongkook ingin berucap, tiba-tiba saja sebuah motor sport hitam berhenti di samping mereka. Lebih tepatnya, trotoar yang menjadi tempat mereka berjalan saat ini. Ah, sebelum pria itu sempat melepas helm pun, Jimin sudah tahu siapa dia. "Tidak ingin pulang bersama dengan ku, Chimmie?" nah, senyuman semanis gula itulah yang benar-benar membuat Jimin hafal.

Jeongkook menatap tajam Yoon Gi, sedangkan Yoon Gi hanya tersenyum remeh. Dan Jimin? Ia tengah berpikir. Kalau biasanya ia hanya diam dan mengabaikan ajakan Yoon Gi sampai akhirnya ia berhenti di halte dan segera menaiki bus apa pun itu--kadang itu membuatnya harus berhenti di halte selanjutnya dan menaiki bus lain karena bus tadi bukan arah menuju rumahnya--untuk menghindari Yoon Gi, kali ini ia memilih untuk--

"Hm, untuk hari ini!"

--menerima ajakan Yoon Gi. Bukan tanpa alasan, sih. Ia hanya sedang malas terus bersama dengan Jeongkook. Nah, berterimakasih pada jawaban Jimin, kedua bola mata Jeongkook tumbuh menjadi lebih besar. "Ji-Jiminnie, kau pasti bercanda!" ujarnya, memandang tak percaya Jimin yang kini menerima helm pemberian Yoon Gi.

"Bocah, dia itu seniormu!" sahut Yoon Gi sedikit menyindir, berhasil membuat tatapan tajam Jeongkook kembali tertuju padanya.

"Sudahlah! Aku duluan, Jeongkook-ssi!" pamit Jimin seraya menaiki motor sport Yoon Gi. Jimin sebenarnya merutuk dalam hati. Kenapa juga motor sport harus tak memiliki pegangan di bagian samping ataupun belakang motor? Jimin terpaksa harus mengikuti modus Yoon Gi, 'kan? Namun begitu, Jimin hanya memegang kedua bahu Yoon Gi, agar pria itu tak menyalahartikan bahwa dirinya telah menerima Yoon Gi.

Yoon Gi tersenyum miring, sebelum kembali menyalakan mesin motornya, dan melajukan motornya membelah jalanan kota Seoul.

Well, meninggalkan Jeongkook yang mengepalkan kedua tangannya kesal. "Lihat saja, pada akhirnya aku yang akan mendapatkan Jiminnie!"

Jimin's Love Circle

Jimin menjatuhkan bokongnya ke kasur ukuran satu orang miliknya, lalu bersandar pada kepala ranjang. Mengalungkan handuk yang tadi ia jadikan alat untuk mengeringkan rambutnya, lalu melirik sebuah bingkai foto yang terpajang di nakas samping ranjangnya. Di sana, terdapat dirinya dan Tae Hyung. Sekitar enam bulan lalu, saat mereka baru mau menginjak kelas dua.

Tepat sebelum Jeongkook datang dan sedikit merusak persahabatan mereka.

Jimin masih sangat ingat, ketika dirinya dan Tae Hyung menjadi salah satu panitia MOS--karena mereka masuk OSIS, dan itu pertama kalinya mereka melihat Jeongkook. Saat itu, Tae Hyung langsung berkata bahwa dirinya tertarik pada Jeongkook. Katanya, pria itu terlihat sangat imut. Padahal, di mata Jimin, Jeongkook yang berkeringat justru terlihat sangat manly.

Ya, meskipun begitu, tetap saja Jimin lebih banyak memperhatikan Tae Hyung.

Awalnya, Jimin merasa biasa saja. Karena setahunya, Tae Hyung memang selalu berpikir tak sejalan dengan orang lain. Sampai pada hari terakhir MOS, tiba-tiba saja Tae Hyung berkata bahwa ia jatuh cinta pada Jeongkook. Nah, saat itu juga, Jimin rasanya ingin berteriak. Ia patah hati, tentu saja. Selama lebih dari enam bulan memendam perasaannya, tiba-tiba saja Tae Hyung berkata bahwa dirinya menyukai orang lain.

Lagi, Jimin tak ingin terlalu mengambil pusing akan hal itu. Dia lebih memilih untuk membiarkan semuanya berjalan sesuai ekspektasi Tae Hyung. Kalau Tae Hyung bahagia, ia juga akan bahagia. Itulah prinsipnya. Tapi, di hari yang sama pula, hal tak terduga justru terjadi.

Para peserta MOS diharuskan menyatakan perasaan mereka pada pembimbing yang berkesan bagi mereka. Dan pembimbing tentu saja murid-murid kelas tiga. Sialnya, Jeongkook justru menyatakan perasaannya pada Jimin, panitia MOS. Dan yang lebih menggemparkan lagi, Jeongkook berani mencium bibirnya saat itu. Hell, itu first kiss Jimin!

Dan pada akhirnya, suasana MOS makin kacau saat Yoon Gi tiba-tiba saja memukuli Jeongkook. Baiklah, pria itu cemburu, tentu saja. Bahkan, sejak Yoon Gi berusaha mendapatkan Jimin di MOS dulu, ia tak pernah berani mencium Jimin. Jeongkook memang benar-benar...

Ting!

Ponselnya yang tiba-tiba bergetar membuat kenangan yang terputar kembali di otaknya sontak terhenti. Diambilnya benda tersebut dan mendapatkan pesan singkat dari seseorang yang... well, sebenarnya sedang ia pikirkan.

From: Alien Kim
Kau benar-benar pulang bersama dengan Jeongkook tadi?

Sungguh, pesan yang membuat Jimin ingin menelan ponselnya saat itu juga. Ia pikir, Tae Hyung akan menanyakan tentang dirinya seperti "Apa kau sudah makan?" "Kau sedang apa?" dan hal lainnya yang tak berhubungan dengan Jeongkook. "Jeongkook, Jeongkook, Jeongkook. Selalu saja kau membahas dirinya!" keluh Jimin sebelum membalas pesan dari sahabat menyebalkannya itu.

To: Alien Kim
T

idak. Aku pulang bersama senior Yoon Gi.


Baru saja Jimin berniat bangkit untuk menaruh kembali handuknya di kamar mandi, ponselnya kembali bergetar. Terpaksa, ia urungkan niatnya.

From: Alien Kim
Benarkah? Apa itu artinya kau menerima senior Yoon Gi?

Jimin tersenyum kecut. Kentara sekali dia berharap aku benar-benar jadi dengan senior Yoon Gi, pikirnya. Dengan cepat, ia balas kembali pesan tersebut.

To: Alien Kim
D

alam mimpinya. Aku tidak akan pernah menerimanya, Tae. Selama aku masih menyukaimu.


"Kau pikir aku tidak tahu? Kalau aku menerimanya, kesempatanmu bersama Jeongkook akan semakin besar. Dan aku tidak ingin melepasmu begitu saja," gumamnya, dan ia benar-benar bangkit untuk menyimpan kembali handuknya. Lagi pula, ia tahu bahwa Tae Hyung tak akan membalas lagi jika ia sudah mengetik hal seperti tadi.

Ah, berterimakasih pada perkataan Jeongkook tadi siang, kini pemikirannya untuk menyerah telah menghilang.

Jimin's Love Circle

Jimin bingung. Haruskah ia senang karena tak ada surat hari ini?

Tadinya ia berpikir begitu. Tapi, rasanya ini lebih buruk.

Yoon Gi, tiba-tiba muncul di depan kelasnya saat jam pergantian pelajaran dengan satu kotak susu cokelat juga bunga mawar putih. Well, dua hal yang sebenarnya sangat Jimin sukai, namun kali ini ia benci karena berasal dari Yoon Gi. Jimin menyukai bunga? Tentu saja, karena ayahnya memiliki toko bunga dan dari kecil Jimin terbiasa membantu sang ayah mengurus bunga yang mereka tanam sendiri.

Susu? Jangan tanya, karena susu disukai segala umur dan gender.

Jimin tersenyum, mengambil dua benda tersebut dari tangan Yoon Gi lalu mengucapkan, "Terimakasih, senior Min." Hal yang sempat membuat Yoon Gi tersenyum tipis, namun setelahnya ia kembali berekspresi datar. Pria itu, pria berambut hitam dan pendek--coret--manis itu, membuang pemberiannya begitu saja di tempat sampah yang berada tepat di depan kelas Jimin.

"Ternyata kau tidak pernah menyerah, senior!" Jimin tersenyum mengatakannya, lalu menepuk bahu pria berambut dark gray tersebut. "Tapi sayangnya, aku pun tak akan menyerah untuk menolakmu dan mengejar Tae Hyung. Sama seperti yang kau lakukan," Jimin berucap datar, lalu meninggalkan Yoon Gi yang terdiam dengan tangan terkepal kuat.

Yoon Gi sendiri tidak mengerti, kenapa ia ingin sekali menangis?

Setahunya...

Ia itu sangat manly.

Dan pria manly yang ia tahu itu, tak akan menangis hanya karena perkataan kasar seorang pria lainnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Di sinilah Jimin sekarang. Menikmati embusan angin di atap sekolah. Hal yang selalu ia lakukan jika merasa kepalanya hampir pecah dan dirinya ingin menenangkan diri, sendirian. Sebenarnya ia merasa sangat bersalah pada Yoon Gi karena mengatakan hal seperti tadi. Rasanya seperti membunuh seseorang, namun tak secara langsung karena melalui perkataan.

"Hufftt... emosiku jadi tak terkontrol belakangan ini," keluhnya, dan embusan napas berat keluar begitu saja dari bibir penuhnya. Di detik berikutnya, sebuah tepukan pelan pada bahunya berhasil membuat ia menoleh. "Kak Seok Jin?" ucapnya, direspon senyum manis dari pria berambut blonde bernama lengkap Kim Seok Jin ini.

Seorang ketua OSIS dengan rambut mencolok. Well, di Korea Selatan 'kan memang para murid SMA dibebaskan ingin berpenampilan seperti apa. Asalkan sikapnya masih bagus, tak masalah.

"Ada masalah, hm?" tanyanya, dan Jimin mengangguk. Seok Jin sendiri tak perlu bertanya lebih jauh, karena ia sudah tahu masalah yang dihadapi oleh Jimin pasti seputar tiga pria itu. Jimin merupakan anggota OSIS paling rajin. Maka dari itu, ia sangat dekat dengannya. Dan semakin lama, hubungan mereka semakin dekat. Sudah seperti saudara kandung, kalau kalian mau tahu.

Jimin kembali melihat lurus ke depan. Memandang lapangan utama sekolah yang tengah dipakai anak kelas satu untuk kelas olahraga. Seharusnya Jimin sedang berada di kelas dan belajar matematika. Tapi, karena pikirannya yang sedang kacau, Jimin lebih memilih diam di tempat ini. Toh juga, menurutnya diam di kelas akan sama saja. Dia tidak bisa fokus belajar.

Dari sini ia bisa melihat Jeongkook yang tengah melakukan tes dalam materi basket. Melihat dirinya yang melakukan lay up dengan tubuh berkeringat begitu... entah mengapa Jimin jadi merasa kagum sendiri. Dan Seok Jin menyadari itu. "Kau mulai menyukai pria itu?" sebuah pertanyaan yang berhasil membuat Jimin segera menoleh dan menatap datar Seok Jin.

"Hell, no! Tentu saja tidak! Aku hanya kagum," kilahnya yang memang benar adanya. Jimin itu tidak bodoh dan naif. Dia bisa mengetahui dengan baik perasaan seperti apa yang ia berikan pada seseorang. Ia bisa membedakan mana rasa suka, rasa kagum, dan rasa cinta. Maka dari itu, ia tetap berpegang teguh untuk tak menerima Yoon Gi atau pun Jeongkook.

Karena sampai sekarang pun, perasaan cinta Jimin masih ditujukan pada Tae Hyung.

Seok Jin hanya tersenyum lalu mengusap lembut surai hitam Jimin. "Hei, Jim! Dari pada kau mengejar seseorang yang tak mencintaimu, bukankah lebih baik kau menerima seseorang yang mencintaimu?" ucapnya, membuat Jimin terdiam. Setelahnya, Jimin tak mengerti apa yang terjadi. Yang jelas, sesuatu yang basah dan hangat tiba-tiba saja mengalir di pipinya.

Dan suara isak tangispun lolos dari bibir penuhnya.

Membuat Seok Jin tersenyum kecil lalu mendekap Jimin erat. Mengusap surai hitam itu lembut dan juga punggung sempitnya. Ia tak mengatakan apapun, hanya membiarkan Jimin menangis melampiaskan rasa bingung, kesal, dan marahnya melalui air mata. Ia tahu, tak ada satupun kata yang dapat menenangkan Jimin saat ini. Jimin hanya perlu mengeluarkan semua penatnya.

Itu saja.

Dan tepat saat itu juga, seorang pria berdiri dalam diam, memandang Jimin dan Seok Jin yang berpelukan dengan tangan kanan yang masih memegang kenop pintu atap sekolah.

Aneh.

Aku tak suka Jimin menangis dalam dekapan orang lain.

TBC or END?

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 272 18
[REMAKE! Dari cerita dengan judul yang sama dari akunku yang @RaeChimChim] Ketika keinginan Jeon Jungkook untuk menyelamatkan kekasihnya membuat ia h...
7.6K 580 29
Di dalam nya berisikan Cerita pendek tentang Seorang pria manis kesayangan kita semua, ya Tentu saja Hoseok orang nya bagi yang lagi nyari cerita pen...
289K 21K 30
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
82K 5.1K 24
Bagi Jeon Jungkook, cuma Park Jimin yang bisa mengubah dirinya. -BxB -homophobic out! -Ide ku sendiri, jadi maaf kalo ada kesamaan