Couldn't Back

By eMikoe

212K 13.7K 217

- Clarissa Permata Wardana - Dia yang akhirnya harus sendiri karena ditinggalkan orang-orang yang dicintain... More

-1-
-2-
-3-
-4-
-5-
-6-
-7-
- 8 -
-10- (REV)
-11- (REV)
- 12 -
- 13 -
- 14 -
- 15 END -
- 16 Extra -

-9-

10.8K 801 20
By eMikoe

Sorry typo bertebaran!!! 

So, I need your comments. And thanks for reading!!


Magenta POV

Aku sudah kembali dari rumah Daveeta. Senangnya memiliki koponakan cantik yang cerewet. Mirip sekali seperti ibunya saat masih kecil dulu, sebelum kejadian itu terjadi. Sebelum masa kelam itu hadir dalam hidup Daveeta hingga membuatnya berubah dingin dan pendiam. Senangnya melihat Kayla, anak Daveeta yang berusia tiga tahun itu. Walaupun pada akhirnya aku lagi-lagi harus beradu mulut dengan si Kutu Kay yang dari dulu tidak pernah berubah. Masih tengil dan protektif. Tapi aku bahagia melihat kebahagiaan keluarga adikku itu. Dan aku berharap bisa mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan mereka, bersama kekasihku. Orang yang aku cintai. Clarissa.

Ica... Ini sudah jam delapan malam. Masih ada waktu untuk bertemu dengannya. Dan sepertinya tidak akan bisa bertemu lagi dengannya esok hari, karena sudah dipastikan, Mom tidak akan ijinkan aku untuk keluar rumah lagi.

Buru-buru aku mengambil ponselku dan menghubunginya.

"Ica!"

"Ya... ini siapa?" tanyanya setelah akhirnya panggilanku dijawab olehnya.

"Aku, Genta."

"Ada apa, Genta?" tanya suara disana terdengar ceria.

"Apa kamu sedang di rumah saat ini?"

"Iya."

"Kirimkan aku alamat rumahmu sekarang!" pintaku padanya yang terdengar perintah. Aku sudah tidak sabar lagi ingin bertemu berdua dengan wanitaku.

Setelah mematikan panggilanku, tidak lama Ica mengirimkan alamat rumahnya melalui pesan. Dan tanpa menunggu lagi, aku langsung menuju alamat yang tertera di layar ponselku itu. Berharap pertemuan malam ini akan terus berlanjut sampai ke alam mimpi.

**

Clarissa POV

Kenapa Genta meminta alamat rumahku? Apa terjadi sesuatu yang mendesak sampai dia memintanya seperti orang yang terburu-buru. Apa tadi saat bertemu ada yang salah denganku? Sudahlah, aku sudah tidak ingin berpikir lagi hari ini. Cukup Viko yang tadi sudah menguras pikiranku. Membuatku takut akan perasaannya yang masih ada untukku.

Sudah jam sembilan malam dan waktuku untuk tidur. Biarpun ini malam minggu, tetap saja seperti malam biasa untukku. Tidak ada rencana untuk bersenang-senang di malam minggu. Tapi malam-malam begini ada yang memencet bel rumahku.

Aku sedikit berhati-hati melirik siapa yang datang ke rumahku di malam-malam begini. Apalagi aku seorang diri saat ini. Bi Tatik tidak ada di rumah sampai hari Senin nanti. Dulu memang aku berani tinggal sendiri, tapi dulu tidak ada yang tahu kalau rumah ini masih berpenghuni. Karena saat itu aku tinggal seperti hantu di rumah ini.

Aku lihat orang yang sedang berdiri di depan pagar rumahku, masih berusaha terus memencet bel di samping pagar itu. Maklum saja kalau dia tidak bisa masuk dan mengetuk pintu rumahku, karena setiap malam pagar itu akan selalu digembok oleh Bi Tatik ataupun aku.

Aku buru-buru membuka pintu rumahku dan berlari menuju orang yang ada di balik pagar itu. Menatapnya tidak percaya dengan apa yang saat ini menjadi fokus utama penglihatanku.

"Magenta?"

"Hai, Ca!!" Sapanya dengan senyum yang aku rindukan sejak seminggu ini.

"Ada apa malam-malam begini ke rumahku?" Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya. Dan masih saja berdiri di balik pagar tanpa mencoba membukanya.

"Apa aku tidak diijinkan untuk masuk ke dalam rumahmu, Ca?" tanyanya dengan wajah memelas. Mana tega aku membiarkannya berdiri di luar begitu saja. Apalagi dia adalah orang yang dari kemarin aku rindukan.

"Maaf!" Aku cepat-cepat membuka pagar rumahku dan memintanya duduk di depan teras rumah, Sedangkan aku masuk ke dalam, menyiapkan minuman hangat untuknya.

"Maaf, aku tidak bisa memintamu masuk ke dalam rumah karena tidak baik malam-malam membawa pria masuk apalagi aku sendirian sekarang," jelasku pada Genta sambil memberikannya minuman yang tadi aku buatkan untuknya.

"Tidak apa, Ca. Aku juga yang salah, berkunjung malam hari begini."

"Tapi ada apa Genta? Kenapa tiba-tiba kamu ke sini?" tanyaku penasaran sejak tadi.

"Aku merindukanmu, Ca! Dan aku khawatir pria tadi masih bersamamu."

"Pria?" Aku berpikir sejenak. "Viko maksudmu?" Genta hanya mengangguk menjawab pertanyaanku.

"Siapa pria itu?"

"Kamu ingat ceritaku saat di Perth waktu itu? Saat aku kehilangan kedua orang tuaku sebelum beberapa bulan aku mengakhiri hubunganku dengan mantan kekasihku?" Lagi-lagi Magenta menganggukkan kepalanya, tanda dia mengingat ceritaku.

"Dia Viko, mantanku yang aku ceritakan padamu."

"Lalu untuk apa dia datang padamu lagi?"

"Entahlah?" ucapku berbohong. Aku tidak ingin Genta khawatir dengan usaha Viko yang mencoba untuk kembali padaku. "Aku juga baru bertemu lagi dengannya enam bulam lalu, di perusahaanmu."

"Inilah yang aku khawatirkan saat meninggalkanmu jauh dari sisiku, Ca!"

"Apa maksudmu?" tanyaku pada Genta. Dia diam sejenak.

"Apa jawabanmu saat di Perth masih berlaku, Ca?"

"Jawaban apa?"

"Jawaban kalau kamu juga mencintaiku?" Aku menunduk menahan malu saat ingin menjawab pertanyaan ini. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Kamu tahu kenapa aku kembali kesini?" tanya Genta dengan senyumnya. Membuatku melihat kebahagiaan di wajahnya.

"Kenapa?"

"Aku ingin memilikimu seutuhnya. Aku tidak ingin ada pria lain mengganggumu, sedangkan hubungan kita tidak tahu seperti apa. Jadi... maukah kamu mulai saat ini dan seterusnya hanya mencintai pria sepertiku?" tanyanya sambil memegang tanganku.

"Aku mau."

"Jadi mulai hari ini kamu adalah kekasihku. Tidak aku ijinkan kamu mendekati atau didekati pria lain selain aku." Kenapa Genta jadi over protektif seperti ini? Tapi aku senang memiliki pria yang bisa menjagaku. Membuktikan bahwa dia sungguh-sungguh mencintaiku.

"Termasuk Ben," lanjut Genta tiba-tiba.

"Ben?" Kenapa Genta menyebut nama Ben?? Padahal dia tahu kalau Ben tidak ada di sini.

"Ya! Aku tidak suka kamu dekat dengannya saat di Perth." Aku tertawa mendengar ucapannya.

"Dia seperti saudaraku, Genta. Tidak mungkin aku mencintainya."

"Tetap saja dia seorang pria, Sayang! Aku tidak suka."

"Terserah kamu saja." Aku tersenyum mendengar ucapnnya. Aku tidak tahu kalau ternyata Genta bisa begitu kekanakan seperti ini.

"Besok kita ke rumahku. Aku jemput kamu jam sepuluh," ucap Genta kemudian.

"Kenapa?"

"Aku ingin mengenalkanmu pada orang tuaku. Mommy juga memintamu untuk datang ke rumah. Tidak ada penolakan."

"Tapi ini terlalu cepat, Genta."

"Tidak, Sayang! Kamu lupa? Aku menunggumu sudah sangat lama, dan ini waktu yang tepat untuk mengklaimmu sebagai milikku."

"Kamu pikir aku barang!"

"Siapa bilang kamu barang? Kamu itu bidadariku."

"Eeeyyyuuh!" Aku benar-benar ingin muntah mendengar gombalan Genta. Genta hanya tertawa mendengar ucapanku. Dan kamipun tertawa bersama.

**

Author POV

Di belahan bumi yang lain. Seorang pria sedang mengunjungi kediaman kakeknya. Sudah hampir lima tahun dia tidak mengunjungi kakeknya yang saat ini tinggal seorang diri. Hanya ditemani oleh pelayan-pelayan yang jumlahnya mungkin dua puluhan atau lebih. Maklum saja rumah sebesar istana di tempatinya, namun hanya dia pemilik yang masih tersisa.

"Hai, Kek!" sapa pria itu saat mendatangi ruang kerja kakeknya.

"Ben?" tanya kakek itu tidak percaya.

"I'm," jawab pria itu menghampiri kakeknya dan memeluknya.

"Aku tidak percaya kalau kamu sudah sebesar ini. Terakhir kapan kamu ke sini?" tanya kakeknya begitu meneliti keadaan cucu laki-laki satu-satunya.

"Lima tahun lalu, Kek. Sejak pemakaman nenek." Mendengar cucunya mengucapkan nenek, membuat Sang Kakek mengingat kembali akan kehilangan wanita yang dicintainya.

"Maaf, Kek kalau aku mengingatkanmu dengan Nenek."

"Tidak apa. Kemarilah!" ajak Kakeknya ke ruangan keluarga yang sudah sangat berubah bagi Sang cucu saat melihat dekorasinya sejak lima tahun tidak berkunjung ke sana.

"Ini semua?" Ben tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Semua dinding ruangan itu terpajang wajah neneknya. Dari saat muda sampai sebelum neneknya meninggal. Dia tidak percaya kalau kakeknya benar-benar mencintai neneknya.

"Kakek selalu merindukannya. Karena itu Kakek memajang fotonya di ruangan ini."

"Tapi ini...?" Ben berhenti di satu foto berukuran sedang yang terpajang di dinding ruangan.

"Itu nenekmu saat berusia dua puluh tahun. Saat itu Kakek baru beberap bulan mengenalnya dan langsung jatuh cinta padanya."

"Dia..." ucap Ben ragu.

"Kenapa?"

"Nenek mirip sekali dengan temanku, Kek! Saat aku belajar di Perth."

"Maksudmu?"

"Ya...Kek! Clare mirip sekali dengan Nenek."

"Clare?"

"Dia temanku, sudah aku anggap seperti adikku, walaupun usianya lebih tua dariku, kek. Aku tidak percaya bahwa wajah Nenek bisa mirip dengannya."

"Kita bahas itu nanti. Kamu tahu kenapa kakek mengundangmu ke rumah?"

"Tidak, kek! Dad hanya katakan kalau kakek merindukanku dan memintaku ke sini."

"Sebenarnya Kakek ingin memintamu mengurus kerjasama dengan perusaan IT untuk produk baru elektronik kita yang akan dikeluarkan tahun depan."

"Jadi Kakek benar ingin menggunakan software itu untuk produk terbaru kita." Ben sudah tahu rencana kakeknya melalui Daddynya. Karena pembicaraan ini selalu dibahas Daddynya saat mereka makan bersama.

"Ya... Karena itu kakek memintamu memegang kendali perusahaan ini. Dan datang ke Indonesia untuk proses penandatanganan kerjasama kita."

"Indonesia? Bukankah perusahaan itu ada di sini, US? Kenapa harus terbang ke Indonesia?"

"Di sini hanya cabangnya. Dan pemiliknya berada di Indonesia. Karena itu kakek memintamu mengurusnya ke sana."

"Kalau begitu aku bisa bertemu dengan Clare."

"Clare? Wanita yang kamu bilang wajahnya seperti nenekmu?"

"Yups! Dia berkebangsaan Indonesia Kek."

"Apa mungkin dia..." Sang Kakek ingin berucap tapi ragu.

"Dia siapa kek?"

"Apa mungkin dia anak dari Robert? Pamanmu yang kakek usir karena ingin menikahi wanita miskin berasal dari Indonesia," jelas Sang kakek menerawang waktu saat semuanya masih baik-baik saja. Saat anak laki-laki satu-satunya yang menjadi kebanggaannya masih di sisinya. Saat keluarganya masih utuh. Hanya ada dirinya, istrinya, Robert dan Isabella, ibu Ben.

"Kalau itu benar. Berarti Clare adalah sepupuku? Aku akan cari tahu kebenaran ini, Kek."

**

Clarissa POV

Aku berdiri memandang rumah yang besar di hadapanku ini. Ketakutan kini menghampiriku. Aku takut keluarga Genta tidak menyukaiku. Apalagi aku hanya karyawan biasa di perusahaannya. Aku takut mereka berpikir kalau aku hanya menginginkan kekayaan yang mereka miliki.

"Hentikan pikiran dramamu itu!" ucap Genta membuyarkan lamunanku. Bagaimana dia bisa tahu apa yang aku pikirkan?

"Siapa yang berpikir drama?" aku mengelak.

"Wajahmu terlihat jelas bahwa kamu mengkhawatirkan pemikiran kedua orang tuaku."

"Semua orang juga berpikir begitu," aku mencoba untuk membela diri.

"Kamu akan tahu seperti apa orang tuaku." Genta menarik tanganku dan menuntunnya memasuki rumah megah di depanku.

"Mom!!" teriak Genta memanggil Mommynya.

"Berisik sekali kamu!!" Suara Pak Davis membuatku terkejut.

"Hai Dad!!" sapa Genta.

"Siang, Pak Davis!" sapaku ikut-ikutan.

"Oh kamu sudah datang, Ca! Panggil saja Daddy, Ca!" Pak Davis berdiri dan menghampiriku. "Honey!! Turun, Sayang!! Wanita anakmu sudah datang nih!" teriak Pak Davis tidak kalah kencangnya dengan suara Genta saat memanggil Mommynya.

"Dad!! Suara Dad lebih besar daripadaku. Berisik, Dad!!"

"Ini wilayah kekuasaan Daddy! Jadi tidak apa jika Dad teriak sekencang tadi." Mereka berdua terlihat begitu akrab. Membuatku bahagia melihat ayah dan anak ini.

"Oh Ica?? Mana calon mantu Mommy?" Aku tahu kenapa Pak Davis sangat menyayangi istrinya. Wanita di hadapanku ini sangat cantik, lembut, dan terlihat penyayang sekali.

"Siang, Tante!!" sapaku saat Mommy Genta sudah berdiri di hadapanku saat ini.

"Kamu cantik sekali, Sayang!! Panggil aku Mommy!! Mom tidak suka kalau calon mantu Mom memanggil tante." Tapi aku ini baru saja menjalin hubungan dengan Genta. Bagaimana bisa secepat ini aku dianggapnya sebagai calon menantu? Mereka saja belum tentu menyukaiku.

"Mom tahu bagaimana tipe anak Mom! Apa yang dia suka tidak jauh berbeda dengan Mommy. Jadi otomatis Mommy juga menyukaimu." Sepertinya Mommy tahu apa yang aku pikirkan.

"Baik, Mommy! Daddy!" ucapku membiasakan diriku dengan panggilan baru untuk mereka. Dan aku bahagia dengan ini. Seolah aku memiliki keluarga baru.

"Ayo kita makan siang bersama!!" ajak Mommy menuntunku ke arah meja makan.

***TBC***


Continue Reading

You'll Also Like

503 69 15
[COMPLETED] Rimba itu montirnya kampus. Motor rusak, dia yang benerin. Pagar rusak, dia lagi yang benerin. Genteng bocor? Itu sih gampang! Mobil mo...
126K 7K 27
Viola adalah gadis lulusan SMA yang entah kenapa seberuntung itu menempati posisi admin di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang elektronik d...
17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
339K 26.5K 29
Samira sama sekali tidak mengira dirinya akan mendapat kejutan berupa kehamilan yang sudah berusia enam minggu di pernikahannya yang baru dua bulan...