TAKDIR (Komplet)

By Rex_delmora

317K 21.8K 1.7K

Mencintai kamu bagaikan bernafas buat aku, bagaimana mungkin aku mampu berhenti - ALVIAN HEZA MARDIKA Mencint... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH EMPAT
Dua Puluh Lima (END)
EXTRA
OPEN PO VERSI BARU TAKDIR (SERPIHAN SESAL)

DUA PULUH TIGA

13.1K 850 42
By Rex_delmora

Dalam laut dapat diduga dalam hati tak dapat diterka, sifat seseorang tak dapat disangka setiap perkataan seseorang mengandung makna yang tidak bisa tertebak.

***

Tetesan embun pagi menyejukkan jiwa. Sisa pergulatan semalam masih membekas di dalam raga. Seulas senyum membuat hati tenang. Udara pagi yang masih terasa sejuk dan bersih, membuat pikiran semua orang jernih. Prilly menghirup dalam-dalam udara pagi ini. Tangan kekar melingkar di perutnya, ciuman bibir terasa lembut mendarat di bahu kanannya yang terbebas dari alas.

"Pagi Sayang," sapa suami Prilly terdengar sangat lembut dan pelan.

"Pagi, Honey." Entah apa yang Prilly pikirkan, namun dia sangat merasakan kenyamanan yang sudah lama hilang darinya.

Seseorang itu memutar tubuh Prilly, lalu merengkuh pinggangnya hingga tak ada celah di antara mereka.

"Apa kamu bahagia?" Jemari itu mengelus pipi Prilly lembut.

"Iya, aku bahagia Honey." Al tersenyum sangat manis seakan dia tak ada beban dan tak ada rasa sedih di dalam hidupnya sekarang.

"Lanjutkan kebahagiaanmu di sini, karena kebahagiaanmu juga kebahagianku." Prilly tersenyum melihat wajah berkilau Al yang menenangkan baginya.

"Aku sangat mencintaimu Honey," ucap Prilly lalu memeluk Al erat.

"Aku juga sangat mencintaimu Sayang." Al membalas pelukan Prilly.

Hingga terdengar tangisan seorang balita mengusik telinga Prilly. Perlahan Prilly melepas pelukannya dan membuka mata. Prilly menghela nafas dalam saat menyadari itu hanyalah bunga tidur. Ali-lah yang semalaman memeluknya bukanlah Al. Tangisan El membuat Prilly harus bangun. Prilly menyibak selimut dan membiarkan Ali masih tertidur lelap. Dia menali rambutnya asal lalu membuka pintu kamar.

"Mbak Bie, kenapa El nangis?" tanya Prilly sambil menuruni anak tangga.

"Ini Non, mau mimik susu, saya buatkan di botol nggak mau," adu Ebie lalu Prilly mengambil alih El dari gendongan Ebie.

"Oh, El sudah biasa tiap pagi cari nenennya Mbak Bie," seru Prilly berjalan ke kursi lalu mengeluarkan buah dada sebelah kirinya.

El masih terdengar sesenggukan lalu langsung melahap puting Prilly.

"Ya maaf, saya pikir nenennya El masih di pegang Tuan Ali. Ya sudah, saya berniat mau bikinin dia susu di botol," ujar Ebie setengah menggoda Prilly lalu berjalan ke dapur.

Prilly hanya tersenyum mendengar kata Ebie tadi. Prilly melihat El menyusu sangat lahap. Dia membelai kepala El lembut, tatapan mata El selalu tertuju di wajah cantik mamanya.

"Mama semalam habis ketemu Papa Al. Dia tanya, 'apa Mama bahagia?' Lalau Mama jawab kalau kita bahagia sekarang," ujar Prilly berusaha bercerita kepada El.

El melepas puting Prilly dan seakan dia mengerti apa yang sedang Prilly katakan. Dari tatapan El, Prilly tahu dia menuntut penjelasan.

"Papa Al sudah bahagia di sana. Dia melihat kita di sini, Papa juga selalu menjaga kita dari rumah Allah. El jangan bandel ya, Nak. Nurut apa kata Mama dan Papa Ali. Papa Al pasti bangga punya anak sepintar El." Prilly memberi pengertian untuk El.

El tersenyum lalu kembali menghisap puting Prilly. Saat Prilly masih sibuk memperhatikan El, Ali yang baru saja terbangun berjalan menuruni anak tangga.

"Kok nggak mandi sekalian?" tanya Prilly memperhatikan Ali sedang mengambil air putih di lemari es.

"Haus, air minum di kamar habis," jawab Ali lalu mengambil gelas.

"Non, ini mau di masak apa?" tanya Ebie menunjukan ikan filet.

"Di panggang aja Bie, kasih sedikit garam dan manggangnya jangan pakai minyak, pakai sedikit mentega," ujar Prilly sambil menutup kancing bajunya karena El sudah selesai menyusu.

Prilly menggendong El berjalan ke dapur. Ali sudah selesai minum lalu mengambil El dari gendongan Prilly dan mengajaknya pergi ke kamar.

"Sayurannya seperti biasa, cuma di rebus sama garam dikit." Ebie memang sudah tahu betul bagaimana keluarga kecil ini selalu memperhatikan makanan yang akan mereka konsumsi.

Mengingat penyakit yang pernah Ali derita dan belajar dari pengalamannya dulu saat bersama Al membuat Prilly sekarang terbiasa dengan menu sehat.

"Iya, Bie. Aku mandi dulu ya. El biar aku yang mandiin." Prilly menyusul Ali dan El ke kamar mereka.

Saat Prilly membuka pintu terlihat Ali sudah menemani El bermain di atas ranjang tempat pergulatan mereka semalam. Prilly tersenyum sambil menghampiri ranjangnya.

"Honey lihatlah anakmu, dia juga sangat bahagia bisa berada di samping Ali." Prilly membatin memperhatikan Ali dan El tertawa hingga terpingkal-pingkal saat Ali menggelitikinya.

"Pa, sudah jangan digitukan nanti El bisa ngompol," tegur Prilly sambil membereskan bantal dan guling.

Ali menghentikan gelitikannya namun sepertinya El justru yang menggoda Ali, ingin membalas menggelitikinya. Namun tak berpengaruh, karena tangan mungil El tak terasa di tubuh kekar Ali. Tak hentinya gelak tawa memenuhi kamar membuat hati Prilly ikut bahagia.

"Sudah ... Papa ajak El mandi. Kita bersiap ke kantor. Katanya kamu ada meeting di kantor?" tukas Prilly menarik selimut dan bed cover untuk dibereskan.

Ali mengangkat El dari atas ranjang, bukannya masuk ke dalam kamar mandi, mereka justru pindah bermain di sofa. Sudah menjadi pemandangan biasa bagi Prilly. Hampir setiap pagi, dia selalu harus mengomel dan cerewet karena ketika Ali sudah bersama El tak henti-hentinya mereka bercanda membuat pekerjaan lainnya terlupakan.

"Papa ... El, mandiiii!" seru Prilly mulai gemas melihat perintahnya yang tadi tak di acuhkan Ali dan El.

"Sebentar," bantah Ali masih asyik bercanda dengan El.

"Papa, nanti kita ke kantor terlambat. Belum nanti kamu antar aku sama El dulu." Prilly selesai membereskan tempat tidur lalu berkacak pinggang menatap Ali dan El tajam.

"Iya ... iya Mama bawel." Ali segera mengangkat El sambil terkikik entah apa yang mereka tertawakan.

Prilly menghela nafas dalam setelah Ali dan El masuk ke dalam kamar mandi.

"Harus menyiapkan ekstra kesabaran menghadapi mereka," gerutu Prilly sambil mencari baju ganti untuk El dan Ali di lemari.

Inilah kebahagiaan yang telah menyelimuti keluarga kecil mereka setiap hari. Amarah dan rasa sebal bukan lagi menjadi masalah namun sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka.

***

Ini foto El sekarang Auntie. Hihihi

"Papa ... El, ayo turun, kita sarapan," teriak Prilly dari ruang makan, membuat Ebie menahan tawa. Karena hal itu sudah menjadi pemandangan biasa baginya, melihat majikannya berteriak setiap pagi.

Apa lagi kini perutnya yang mulai membuncit membuat Prilly lebih mudah emosi.

"Non, nggak capek setiap pagi teriak begitu? Sekalian aja pakai toa masjid, biar sekomplek denger," cerca Ebie berlalu ke dapur meninggalkan Prilly menyiapkan sarapan di meja makan.

"Kalau perlu besok aku beli sendiri, Mbak Bie," saut Prilly menanggapi perkataan Ebie tadi.

Ebie tertawa keras di dapur terdengar hingga ke ruang makan, membuat Prilly ikut tersenyum menghangatkan hatinya.

"Pagi Mama bawel," seru anak laki-laki yang baru saja turun dari tangga bersama Ali, yang sudah rapi dengan seragam merah putih.

"Kalian itu setiap pagi, harus ya, selalu buat Mama teriak dulu baru turun sarapan." Prilly mulai mengomel kepada El dan Ali.

Kini usia El sudah menginjak 10 tahun, dan Prilly juga mengandung anak keduanya dari Ali. Sudah menjadi melodi indah di telinga Ali dan El saat Prilly mengomeli mereka dan menggerutu seperti segerombolan puluhan lebah. Ali dan El tak pernah tersinggung apa lagi marah karena omelan Prilly. Justru mereka menjadikan omelan Prilly itu menjadi bahan candaan dan hal itu terkadang membuat Prilly semaki mengomel.

"Mama, itu kalau nggak ngomel sehari rasanya rumah sepi," ujar Ali di sela omelan Prilly.

"Oh, jadi Papa sama El lebih seneng Mama tiap hari ngomel. Iya?" kata Prilly sambil melayani mereka di meja makan.

Ali dan El saling memandang, berkomunikasi lewat tatapan mereka. Lalu mereka berdiri memeluk Prilly bersamaan.

"Tapi, kita sayang sama Mama," ujar Ali dan El serentak membuat emosi Prilly melebur seketika musnah.

Tawa Prilly menggelegar memenuhi ruang makan saat mendengar suami dan anaknya berkata manja. Dengan merajuk seperti itu, Prilly dapat seketika meluluhkan hatinya agar tak berlarut terbawa amarah. Ali dan El selalu bisa kompak dalam hal apa pun. Membuat Prilly tak merasakan perbedaan di antara mereka.

Ali sangat menyayangi El, seperti darah dagingnya sendiri. El juga sudah tahu bahwa Ali bukanlah ayah biologisnya. Ali dan Prilly selalu memberikan pengertian untuk El tentang kenyataan hidup ini, walau El masih tergolong anak kecil tapi dia cukup pintar dan dapat memahami keadaan yang ada saat ini. Prilly selalu mengingatkan El agar disetiap sujutnya pada Sang pencipta, dia selalu kirimkan surat untuk papanya yang sudah berada di dalam pangkuan Tuhan. Tak pernah lelah El selalu berdoa untuk Al, dengan cara itu El dapat merasa dekat dengan Al.

"Kalian cepat habiskan sarapannya," seru Prilly melepas pelukan Ali dan El.

Akhirnya mereka pun menghabiskan sarapannya. Saat usia kandungan Prilly menginjak 5 bulan, satu bulan yang lalu, Ali sudah melarangnya masuk ke kantor. Ali ingin Prilly benar-benar menyiapkan diri untuk kelahiran anak keduanya. Ali tak ingin membuat Prilly stres karena itu akan sangat berisiko, apa lagi di usia Prilly yang sudah lebih dari 35 tahun.

"Ma, besok kita ke makam Papa Al ya?" seru El di sela sarapan mereka.

"Iya, pulang sekolah kita ke makam." Prilly tersenyum sangat manis karena mereka tak pernah lupa, untuk satu Minggu sekali El selalu rajin mengunjungi makam Al.

"Besok Papa pulang awal, kita ke makam Papa Al bersama, gimana?" tanya Ali sambil mengelap bibirnya dengan tissue karena sarapannya sudah habis lebih dulu daripada El dan Prilly.

"Okey, lebih seru kita rame-rame datangnya," seru El girang dan lebih bersemangat.

"Habiskan sarapannya," titah Ali sambil mengelus kepala El lembut.

Prilly yang melihat hal itu membayangkan, jika yang ada di posisi Ali sekarang adalah Al, betapa sempurna kebahagiaannya.

"Yeaa, aku sudah selesai makan," pekik El membuyarkan lamunan Prilly.

Ali tersenyum bahagia melihat El yang sudah besar dan menjadi anak cerdas dan pintar. Itu semua warisan yang luar biasa dari Al.

"Pinter anak, Papa." Ali mengacak rambut El pelan.

"Aku mau ambil tas dulu." El berlari ke kamarnya untuk mengambil tas.

Ali memandang Prilly yang memperhatikan El sangat lincah menaiki tangga.

"Ma, bagaimana kendungan kamu?" tanya Ali lembut sambil mengelus pipi Prilly.

"Al hamdulillah, sehat dan janinnya sesuai perkembangan usia kandungan. Semoga lahirannya nanti lancar ya, Pa," ujar Prilly menggenggam tangan Ali dan mengelus lembut dengan ibu jarinya.

"Jangan di mainin begitu, berdiri nanti," seru Ali yang bulu romanya memang sudah mulai berdiri karena merasa geli bercampur nikmat.

"Ihs, si Papa baru juga di gituin, masa udah berdiri," cerca Prilly sambil beranjak dari duduknya memberesi piring-piring yang kotor.

"Maklum dong Ma, kan udah dua malam kita nggak main," bantah Ali membuat Prilly melepas tawanya yang mengirinya berjalan ke dapur.

Ali mengikuti Prilly ke dapur, lalu memeluk Prilly dari belakang. Saat Prilly sedang mencuci piring sisa mereka sarapan tadi.

"Burung aku belum makan Ma, tanaman aku yang di sini juga belum di siram." Ali berbisik lirih di telinga Prilly sambil mengelus perut buncit istrinya.

"Pulang dari kantor nanti kita kasih makan burung Papa dan kita siram tanaman Papa, okey?" jawab Prilly sambil memutar tubuhnya hingga kini mereka saling berhadapan.

"Ya udah, Papa pulang awal. Kerja sampai siang aja ya?" rajuk Ali manja merengkuh pinggang Prilly.

"Jangan Pa, kamu pimpinan di perusahaan, jadi kamu jangan sembarangan begitu. Kerjakan sampai selesai semua pekerjaan di kantor baru nanti kamu pulang tidak membawa beban." Prilly merapikan letak dasi Ali yang sedikit miring.

Mata Ali tertuju pada bibir ranum nan merah milik Prilly. Perlahan Ali memajukan wajahnya dan menempelkan bibirnya di atas permukaan bibir Prilly. Kenyal, lembut dan lembab terasa di antara mereka. Prilly memegang tengkuk Ali saat sang suami mulai melumat bibirnya, sangat lembut dan penuh penghayatan. Prilly membalas lumatan Ali, hingga terdengar decapan keluar dari ciuman mereka. Ebie yang tak sengaja melihat dari ambang pintu belakang, hanya tersenyum dan kembali ke belakang menunggu majikannya selesai bersilat lidah.

"Owalah ... nasib adoh seko pacar, sarapan pagi di kasih yang live. Nggak kuat hati hayati, Bang," seru Ebie dibuat sok sedih sambil menepiskan tubuhnya di tembol belakang rumah.

Ali perlahan melepas ciumannya dan melihat wajah Prilly yang berseri cantik dan menenangkan.

"Makin berdiri dan udah keras," ujar Prilly menyentuh bagian sensitif Ali.

Ali tersenyum manis ke arah Prilly sambil mengelap bibir Prilly yang basah karena ulahnya.

"Jangan dipegang terus, makin sakit kalau kamu sentuh." Ali melepas sentuhan tangan Prilly pada area sensitifnya yang memang sudah sangat keras dan terasa sesak.

"Ya udah, sana berangkat. Kasihan El sudah menunggu pasti." Prilly memutar tubuh Ali dan mendorongnya seperti mereka sedang bermain kereta-keretaan, permainan anak-anak jaman dulu.

Benar kata Prilly, ternyata El sudah siap dan duduk manis di ruang tamu menunggu papanya.

"Sudah siap jagoan Papa?" seru Ali membantu El berdiri.

"Sudah dong, Pa." El berdiri membereskan buku yang tadi dia baca saat menunggu Ali. Prilly mengantar mereka sampai di mobil yang terparkir di pelataran rumah.

"Papa hati-hati nyetirnya," pesan Prilly lembut.

"Iya," jawab Ali mencium kening Prilly singkat lalu masuk ke dalam mobil.

Prilly berlutut menyamakan tinggi badannya dengan El. Prilly membenarkan kerah El.

"Belajar yang rajin ya sayang, jadilah anak yang dapat di banggakan," seru Prilly membelai wajah El menghangatkan hati putra pertamanya.

"Pasti Ma, El akan meneruskan perusahaan Papa Al. El akan sekolah yang tinggi seperti Papa dan El akan menggantikan Papa kelak," seru El mantap membuat Prilly tersenyum melihat tekat yang kuat di diri El. Saat melihat El seperti ini wajah Al selalu terbesit di otak Prilly.

Kecerdasannya, kepiawaiannya, kecekatannya dan perhatiannya Al menurun kepada El. Itu salah satu yang membuat Prilly merasakan El adalah duplikat Al. Namun sepertinya sifat dingin dan tak acuh Al tak menurun di diri El. Berbeda dengan Al, El lebih ceria dan ramah menuruni sifat Ali. Mungkin itu karena didikan Ali selama ini.

"I love you, Ma." El mencium kedua sisi pipi Prilly dan terakhir keningnya membuat hati Prilly berdesir hangat hingga ke seluruh tubuhnya.

"I love you too, El." Prilly membalas ciuman pada kening El.

Prilly pun berdiri dan membukakan pintu mobil, membantu El masuk.

"Mama hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa telepon Papa." Ali berpesan sebelum dia melajukan mobilnya.

"Iya ... ya Pa."

Ali segera melajukan mobilnya, El melambaikan tangan dan di balas Prilly. Hingga mobil merah mengkilap milik Ali ke luar dari pagar rumah. Prilly menghela nafas dalam lalu masuk ke dalam rumah.

Tuhan tak akan membiarkan hambanya selalu merasa sedih, karena takdir-Nya sudah terencana indah untuk setiap umat-Nya. Takdir Tuhan selalu indah pada waktunya.

#########

Maminya Melon

Masihkah kalian setia menunggu?
Semoga saja ya masih sabar menunggu.

Dua part lagi menuju ending ya?
Makasih untuk vote dan komennya.
Miss you ....
Muuuuaaaahhhhhh

Continue Reading

You'll Also Like

17.3K 976 19
[COMPLETED] "Tubuh ini akan musnah pada waktunya. Apa pun yang terlihat oleh mata, akan tiada. Tapi tidak dengan cinta. Cinta tidak bisa dilihat, cuk...
43K 3.1K 9
Bae Suzy, seorang gadis berparas cantik yang dipaksa menikah oleh pamannya sendiri, dengan seorang namja yang memiliki segalanya. Oh sehun, namja t...
465K 18K 47
Takdir yang membawa gadis cantik selalu kena hukuman setiap harinya dari kakak lelaki nya sendiri, karena kenakalan nya dan memiliki sahabat yang sam...
134K 5.7K 54
COMPLETED ✅ SEQUEL of Married You (KJD) Mature Content 🔞🔞 Disarankan membaca Married You dulu ya 😉😉