Empress Kwon

By ikedesyaaa

121K 6.4K 139

Sepasang bayi kembar perempuan dipisahkan oleh takdir yang berbeda. Jika takdir itu diibaratkan tali yang pan... More

PROLOG
ISTANA GEMPAR
KEHAMILAN PERMAISURI DAN LAHIRNYA PUTRA MAHKOTA
KWON DAN MILITER
KWON JATUH CINTA
CHANA MENDAPAT PEMBEKALAN PUTRI MAHKOTA
SELIR AGUNG DI FITNAH
KESEDIHAN CHANA
CHANA BERGURU
TERBUKANYA RAHASIA KWON
PUTRA MAHKOTA NAIK TAHTA
HIDUP BARU SI KEMBAR
KAISAR JATUH CINTA
FESTIVAL TOPENG MUSIM PANAS
CHANA DAN LANG
BULAN BARU
CHANA MENYERANG
DOAKU UNTUK IBU
TERSENYUMLAH
BULAN YANG MEREDUP
AKHIR CERITA CHANA
HIDUP BAHAGIA
SELAMATNYA KWON
KWON HINGGA CHANA

GWEN = KWON

8K 331 2
By ikedesyaaa

Kaisar lama telah berkuasa hampir dua puluh lima tahun. Waktu yang tentu saja tidak singkat. Kerajaan mengalami banyak sekali kemajuan. Meski memiliki kemajuan, hitam dan putih tetap saja mengiringi.

Diperjalanan pemerintahannya selama dua puluh lima tahun itu kerajaan dipimpin Kaisar Zin ke lima mampu melebarkan daerah kekuasaannya ke lima propinsi yang dulunya menjadi wilayah kekuasaan kerajaan sebelah. Kaisar Zin ke lima itu memang terkenal karena birokrasi dan kemampuannya bernegosiasi. Ia memang cakap membuat musuh bertekuk lutut. Terbukti dari siasatnya pula lah kerajaan mampu melebarkan wilayah kekuasaanya, menambah penghasilan pajak bagi negri, sumber pangan yang melimpah karena kebijakannya mewajibkan seluruh rakyat untuk bertani dan menggerakkan perekonomian, serta pengembangan senjata-senjata agar lebih canggih dan lebih banyak membunuh musuh.

Mari kita soroti kehidupan perekonomian negri itu. Komoditi utama andalan negri itu adalah pertanian dan produk tekstil. Namun dari keduanya itu, pertanian lebih diunggulkan, karena dari sisi kebutuhan pangan lebih utama daripada sandang. Hal ini lah yang bisa menjadi celah masuknya orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan lebih tanpa memikirkan orang lain. Sudah lumrah, karena semakin cerdas pemikiran manusa dan semakin berkembangnya teknologi meskipun masih sederhana membuat banyak sekali hal yang harus dipikirkan. Tak hayal kita membutuhkan bantuan orang lain.

Pada tahun ke dua puluh Kaisar ke lima menjabat, ia membentuk sebuah serikat dagang untuk membantunya mengatur harga kebutuhan di pasar karena dirasa jajaran gubernur saja tidak cukup untuk mengendalikan monopoli harga pasar terhadap harga kebutuhan. Ditambah lagi ketika itu negri tengah dilanda paceklik musim panas tidak berkesudahan. Tentu saja itu menjadi hal yang mudah bagi sejumlah oknum untuk mempermainkan harga. Serikat dagang itu bernama Serikat Dagang Ming, dipimpin oleh saudagar kaya dari wilayah Yung bernama To Gon. Kaisar begitu percaya pada saudagar itu. Saudagar itu bukannya orang yang tidak terkenal, orang itu sungguh terkenal hingga pelosok negri karena usaha berdagang kapalnya yang melanglang buana hingga ke barat. Sudah pastinyalah Kaisar percaya kepada kemampuannya.

Ada lima saudagar lain yang dipercaya menjadi tangan kanan Kaisar, diantaranya To Gon dari Yung saudagar kapal, Mien dari Fan saudagar kain, Ba Mal dari Jiang saudagar emas, Dal dari Xing saudagar jati, dan Tian Jin dari Xing saudagar karet. Semuanya adalah saudagar tersohor negri yang memiliki kemampuan berekonomi yang cerdas. Kini, serikat dagang itu telah berjalan selama lima tahun dan ke lima orang tadi belum digantikan oleh siapapun.

Selang lima tahun berjalan, Serikat Dagang Ming cukup memberikan dampak yang positif. Misalnya saja upaya dalam menanggulangi gagal panen karena hama. Begitu petani panen pertama kali, Serikat Dagang Ming memborong beras begitu banyak dengan harga pantas. Beras itu akan kembali dijual apabila stok di pasaran benar-benar habis, tentu saja dengan harga yang sama. Dapat dipastikan Serikat Dagang Ming benar-benar tidak ambil untung dari jual-beli yang dilakukan. Lagi pula pekerjaan yang masing-masing mereka geluti juga masih mampu menopang hidup mereka.

Sebenarnya negara mereka bukanlah Negara yang miskin sumber daya. Banyak ilmuwan-ilmuwan pribumi menggali tanah untuk menemukan apa saja yang bisa dijual. Dalam perkembangannya para ilmuwan banyak yang menemukan emas dan perak, terutama disebelah timur negri dekat perbatasan Hainan yang merupakan wilayah propinsi terluar negri dekat teluk Zhong. Hasil-hasil temuan itu banyak yang dibawa ke istana untuk ditunjukkan kepada Kaisar.

Semenjak emas ditemukan di negri itu, para bangsawan negri dan saudagar-saudagar kaya mulai berburu untuk mencari sumber emas sebanyak-banyaknya. Pun juga kebiasaan di istana banyak berubah. Misalnya tidak lagi menggunakan tembikar untuk alat-alat makan. Mereka mengubah kebiasaan dengan mengganti alat makan mereka menggunakan emas kadar rendah tentu saja atas perintah Kaisar. Mereka juga mengganti pernak-pernik istana terutama perhiasan Permaisuri dan para selir istana.

Zaman begitu cepat berganti. Alat pembayaran juga berubah menjadi kepingan emas, tidak lagi dengan menukar nukar barang. Dari seluruh penjuru negri, emas dari Hainan lah yang bernilai paling tinggi kala itu. Hal itu yang membuat orang-orang kaya menambah budak mereka untuk melakukan penggalian besar-besaran di banyak wilayah Hainan. Bahkan fenomena ini membuat orang-orang yang dulunya bertani beralih profesi menjadi pencari emas karena upah yang jauh lebih tinggi. Banyak sekali dijumpai petani yang mendadak kaya karena perubahan usahanya dari menanam padi menjadi pencari emas.

Keberhasilan itu menulari petani yang lain yang tentu saja tergiur akan harta. Hal ini membuat harga kebutuhan apalagi beras menjadi mahal, namun juga sebanding dengan daya beli masyarakat yang banyak memiliki emas. Agaknya keadaan ini membuat saudagar komoditi selain emas mengalami kecemburuan karena penghasilannya yang turun. Sebut saja anggota Serikat Dagang Ming, saudagar Mien yang mengalami kesulitan hidup karena permintaan dagangan kainnya menurun drastis akibat perburuan emas. Faktanya, kini orang membutuhkan emas, bukan membutuhkan kain. Hal itu tentu saja menjadi tekanan bagi saudagar kain itu. Apalagi yang ia andalkan selain dagang kainnya?

Posisinya sebagai Serikat Dagang Ming yang langsung dibawah Kaisar saja tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi ia harus menghidupi ke tiga anaknya yang beranjak dewasa dan seorang istri. Belum lagi istrinya membuka sebuah balai pendidikan kecil-kecilan untuk kaum wanita di Fan. Bahkan muridnya tak hanya dari Fan saja, tapi juga dari provinsi tetangga seperti Hainan dan Wung. Karena letaknya di Fan, maka dengung pemburuan emas tidak terlalu mengganggu kegiatan belajar mengajar di balai pendidikan itu.

Hari itu kegiatan mengajar dan belajar berlangsung seperti biasa. Istri Mien, Hwasang dibantu kedua putrinya Chin dan Chun mengemasi peralatan mengajar mereka.

Jangan membayangkan balai pendidikan yang megah dan besar, daripada balai sesungguhnya tempat itu lebih pantas disebut pondok karena ukurannya yang hanya enam kali sembilan meter. Chin bergegas membereskan kertas-kertas bekas yang telah digunakan murid-murid tadi. Chun membersihkan sisa-sisa kotoran yang tercecer dilantai. Maklum saja karena sang ibunda tadi memberikan pendidikan bagi anak-anak usia balita. Tentu saja metodenya belajar sambil bermain agar lebih mudah dicerna anak-anak.

Tapi, ada seorang perempuan muda yang membantu mereka. Berambut panjang dan bertubuh tegap sedang tengah membersihkan pekarangan balai itu. "Kwon! Bisa kau buang ini?", ucap Chun. "Baiklah senior". Sosok itu bernama Kwon putri seorang peternak kuda dari Hainan. Ibunya adalah penenun kain yang langsung bekerja pada Hwasang. Kemudian ayahnya adalah peternak kuda rendahan. Ia dibesarkan dalam lingkungan yang sederhana bahkan miskin. Ia tidak mempunyai saudara. Kudanya yang bernama Shang menjadi satu-satunya teman hidup baginya. Dengan setia Shang mendampingi kemanapun Kwon pergi.

Hidup penuh kesusahan tidak membuat Kwon tertekan dan menyerah begitu saja menjadi budak. Meski ibu dan bapaknya memiliki hutang yang tidak sedikit kepada rentenir, sekuat mungkin sang ayah melarangnya menjadi seorang budak. Faktanya banyak anak gadis seusianya yang menjadi budak karena himpitan ekonomi, mulai dari budak rumah tangga, budak anak, dan budak kesenangan batin. Salah seorang teman Kwon bernama Hisa menjadi salah satu korban perbudakan. Namun baru beberapa hari temannya menjadi budak, ia keluar dari rumah majikannya tanpa nafas yang berhembus. Hal itu juga menjadi alasan kenapa Kwon tidak mau menjadi budak senada dengan instruksi ayahnya.

Maka dari itulah, setiap pagi ia menempuh perjalanan Fan-Hainan untuk menimba ilmu. Bukan karena di Hainan tidak ada pendidikan formal, tapi ia tidak punya cukup uang untuk mengenyam pendidikan di Hainan. Hanya ditempat inilah balai pendidikan yang sesuai dengan kantongnya. Setiap hari ia selalu ke Fan untuk menimba ilmu meski tidak ada jadwal untuk anak-anak sebayanya. Ia menjadi murid yang sangat disukai Hwasang karena sikap tekun, ringan tangan, dan ramahnya. Putri-putri Hwasang juga menyukai Kwon.

"Kudengar ibumu sakit, apakah ia sudah sembuh?", tanya Hwasang. "Ibu saya sudah sembuh, Nyonya. Akan secepatnya beliau mengerjakan kain-kain yang Anda minta". "Tidak perlu terburu-buru. Di tengah keadaan begini orang-orang sedang tidak memikirkan satu sama lain". Kwon mencerna ucapan gurunya itu. Dari kalimatnya sangat terasa bahwa gurunya itu tengah mengemban beban yang berat. Apalagi dari tatapan matanya yang tengah menerawang ke atas.

Sebagai penduduk asli Hainan sangat mustahil bila Kwon tidak mengetahui apa yang terjadi di kotanya. Kwon tahu Hainan tengah diubah menjadi tambang emas. Penggalian dilakukan dimana-mana siang dan malam. Agaknya Kwon juga merasakan kegundahan hati gurunya itu. Setelah membersihkan balai pendidikan, Hwasang dan putrinya kembali ke rumahnya, begitu pula Kwon yang langsung menunggang Shang dan melesat cepat kembali ke Hainan. Sesampainya dirumah Hwasang berjalan menuju ruang tengah dengan membawa buku-buku di tangannya. Ia sedikit terkejut ketika mendapati suaminya tengah terduduk sambil menyeruput teh. Hal yang sangat jarang terjadi apalagi di jam kerja begini.

Mien meletakkan cawannya di meja sambil menatap istrinya yang tengah mengemas buku disudut ruangan. "Istriku, sesungguhnya ada yang ingin aku tanyakan padamu", Mien membuka suara. Hwasang bergegas duduk di hadapan suaminya untuk memenuhi etika antara suami dan istri. "Silahkan suamiku". "Ada kemungkinan terburuk yang akan kita hadapi setelah ini. Ku harap kau bisa menerimanya dan membantuku. Demi putra putri kita". Hwasang bukanlah orang bodoh yang masih menerka-nerka maksud ucapan suaminya. Apalagi dengan apa yang mereka alami saat ini, semakin jelas apa maksud ucapan suaminya itu. "Harta kita satu-satunya yang tersisa adalah balai pendidikan yang kau kelola..", Mien menghela napas kemudian melanjutkan "Kita tidak punya pemasukan sama sekali. Aku berniat menjual balai itu kepada Serikat Dagang dengan harga tinggi untuk dijadikan lumbung persediaan. Itu cara yang bisa kita lakukan jika sampai beberapa hari kedepan perekonomian kita tidak membaik. Aku berjanji akan mengganti balai pendidikanmu itu di tempat yang lain jika sudah ada uang untuk membeli".

Hwasang terdiam memikirkan ucapan suaminya itu. Bagaimana lagi caranya membantu perekonomian keluarga tanpa menjual balai pendidikan yang telah hampir sepuluh tahun ia bina. Hari berganti hari, semusim telah mereka lewati. Namun tanda-tanda perbaikan ekonomi masih belum nampak dalam keluarga itu. Dengan sangat berat hati Hwasang menyerahkan balai pendidikannya kepada suami untuk dijual ke Serikat Dagang. Tak hanya itu, Mien juga menjual kediamannya dan pindah ke selatan Fan dan membeli rumah yang lebih sederhana.

Mien bukan lagi saudagar kain, ia mengubah mata pencahariannya menjadi pengerajin emas. Ia memiliki keterampilan merakit emas dan tembaga untuk dijadikan perhiasan. Beberapa hari menempati rumah sederhana itu dan seiring berjalannya waktu Mien menggeluti profesi barunya, kehidupan ekonomi keluarga itu semakin membaik. Hwasang juga membantu dengan menjajakan perhiasan yang telah dibuat suaminya. Mien meski telah jatuh miskin tetap menjadi anggota Serikat Dagang Min, bahkan diawal paceklik keluarganya, Kaisar membantunya dengan memberi modal.

Kwon yang mengetahui sekolahnya menjadi lumbung padi kembali ke Hainan dengan lesu. Ia begitu bimbang bercampur sedikit kecewa kenapa balai pendidikan itu diubah fungsi. Ia mengarungi bukit tinggi pertanda ia sudah dekat dengan rumahnya. Kegaduhan terjadi ketika ia melihat rumahnya didatangi tiga orang pria berbadan tegap persis seperti pesuruh rentenir yang biasa datang ke rumahnya. Bergegaslah ia menuju rumahnya, setelah mengikat Shang di sebuah pohon besar. "Tinggalkan tempat ini!", teriak seorang pria sangar. "Kami tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Ini rumah kami!", ayah Kwon berusaha menghadang. "Dibawah rumah ini ada tumpukan emas. Kami harus segera merobohkan tempat ini dan menjadikannya tambang besar".

Kwon mendengarnya dari luar rumah. Ia bersembunyi dibalik bilik yang menyekat latar dengan bagian tengah rumah. "Jika kalian ingin aku dan keluargaku pergi, beli rumah ini! Bukannya mengusir kami. Kalian ada hak apa huh?". Seorang pria yang tadi berteriak kepada ayah Kwon melemparkan satu karung bantal emas ke lantai. Kwon melihatnya dengan tenang sambil mengamati apa yang akan terjadi. "Itu adalah emas yang kalian butuhkan! Sekarang juga keluar dari tempat ini!". Ayah Kwon kemudian menyuruh ibu Kwon berkemas. "Tapi Kwon belum pulang..". "Apa yang ia lakukan disaat seperti ini ha?". "Ia ke Fan sebentar lagi juga pulang". Pembicaraan itu terdengar oleh tiga pria itu. "Kita tidak bisa menunggu!".

Ayah Kwon memenuhi permintaan pria itu. Ia berbalik untuk mencari Kwon. Namun ketika ia berbalik, pria yang disebelah pria yang berteriak tadi langsung memanah punggung ayah Kwon. Ayah Kwon tersungkur dan tewas seketika. Keadaan menjadi tegang ketika ibu Kwon mencoba membalas pria itu dengan melemparinya dengan tembikar. Tapi dua pria disebelah pria tadi memegangi ibu Kwon kuat dan menyeretnya. Kwon yang melihatnya tidak bisa diam saja. Ia masuk lompat lewat jendela. Kedatangan Kwon membuat perhatian ketiga pria itu teralihkan, hal itu dimanfaatkan dengan baik oleh ibu Kwon dengan menendang kaki pria itu. Kwon juga berusaha menyerang dengan menyabit-nyabitkan pedang milik ayahnya yang tergantung di dinding.

Sejenak mereka bertarung menggunakan senjata masing-masing. Karena usia yang sudah uzur, ibu Kwon makin terhimpit dan menyerah. "Kwon!! Kaburlah!! Lari cepat!!", ucap ibunya mengingatkan ketika tangan seorang pria melingkar di leher ibunya dengan kencang. Kwon tidak punya pilihan lain. Ia kabur lewat pintu dan menuju Shang. Segera ia tunggangi Shang dengan cepat sejauh mungkin dari Hainan. Dengan terisak pelan ia memacu kudanya semakin kencang. Terlintas dibenaknya bagaimana ayahnya terbunuh barusan dan bagaimana upaya ibunya untuk menyelamatkannya. Apa yang sesungguhnya terjadi? Pada awalnya penggalian tambang emas itu berada jauh dari lokasi rumahnya. Kenapa tiba-tiba lokasinya sampai ke rumahnya? Ya Tuhan ia benar-benar tidak tahu apa yang barusan terjadi. Ia kehilangan orang tuanya seketika dan begitu saja. Ia berpikir dan terus berpikir apa yang mungkin terjadi hingga ia kehilangan rumah dan orang tuanya seperti itu.

Dalam perjalanannya itu ia benar-benar tidak memiliki tujuan. Tak tahu harus kemana kaki Shang melangkah. Ia tak punya pilihan lain selain ke Fan, ke balai pendidikan. Meski akan menemui hal nihil, paling tidak ia bisa mendapat informasi dimana Nyonya Hwasang pindah. Sesampainya di balai pendidikan itu, seorang perempuan sedang memindahkan padi-padi yang masih belum dikupas ke dalam. Sambil lirih Kwon menanyakan apakah perempuan itu mengenal pemilik tempat itu sebelumnya, Hwasang. Beruntungnya Kwon perempuan itu tahu kemana pindahnya Hwasang.

Perempuan itu menunjukkan jalan menuju rumah Hwasang yang benar-benar jauh dari balai pendidikan itu. Tak lupa perempuan itu memberi Kwon bekal sebelum ia melanjutkan perjalanannya. Shang melesat cepat karena matahari tengah menuju peraduannya. Ia tak mau berjalan ditengah gelap malam. Namun seberapa cepat Shang berlari, ia tetaplah kuda, bukan sebuah cahaya yang bisa mencapai kecepatan paling maksimal. Malam tengah menuju larut ketika Kwon sampai di rumah gurunya. Terbesit perasaan ragu dalam hatinya. Apakah harus ia merepotkan gurunya lagi, pikirnya. Tapi kali itu Kwon benar-benar sendirian. Ia tidak punya arah tujuan. Keluarga yang menemani seperempat hidupnya juga telah tiada. Mau kemana lagi kalau bukan kepada gurunya?

Kwon mengetuk pintu usang itu pelan. Sekali lagi penuh ragu. Ia menggigit bibir bawahnya. Malam makin pekat dan pastinya makin dingin. Karena dinginnya semakin menusuk tulang, dengan reflek Kwon mengeraskan ketukannya pada pintu berjajar itu. Karena masih belum berhasil, ia pun menggedor-gedor pintu itu. Pintupun terbuka setelahnya. "Kwon?". "Senior...", ucap Kwon berkaca-kaca. Chun yang membukakan pintu langsung mempersilahkan Kwon masuk. Sedikit ia tidak percaya, ia yakin Kwon dari Hainan menuju ke rumahnya itu. Perjalanan yang tidak bisa dikatakan dekat. Chun memberinya baju hangat. Setelah itu membangunkan ibundanya untuk melihat sang tamu.

Hwasang tentu saja sangat terkejut. Malam-malam begitu ia mendapat tamu istimewa. Ia kagum atas keberanian Kwon. Seusianya jarang sekali seorang gadis bepergian jauh, apalagi lintas provinsi seperti itu. "Hamba... tidak bermaksud merepotkan guru. Tapi hamba benar-benar tidak tahu harus kepada siapa hamba meminta pertolongan", lirih Kwon. "Ceritakan apa yang terjadi, muridku". Meluncurlah kisah pilu itu dari bibir Kwon. Bagaimana ia berada di rumah gurunya sekarang, bagaimana orang tuanya terbunuh dan seperti apa usahanya menyelamatkan orang tuanya, semuanya ia ceritakan pada Hwasang dan putrinya itu.

"Mungkin hutang ayah sama banyaknya dengan harga rumah kami", ucap Kwon dengan air mata menetes di pipi kanannya menandakan kesedihan yang mendalam. "Meski begitu mana boleh mereka menyita rumahmu. Apalagi dengan membunuh orang tuamu. Itu lebih tidak masuk akal". "Tentu saja masuk akal. Jika orang tua Kwon melapor kepada Gubernur, mereka akan mendapat masalah besar. Jalan satu-satunya hanyalah membunuh mereka. Praktek leluhur", sanggah Hwasang. "Kau tinggalah dulu disini, gunakan saja kamar putraku. Itu tidak terpakai karna ia sedang di ibu kota membantu ayahnya". "Terima kasih... terima kasih guru". Kwon sangat bersyukur, paling tidak ada yang bisa membantu hidupnya. Setidaknya dengan tempat tinggal ia bisa beristirahat sambil memikirkan apa yang terjadi.

Hwasang menyambut suaminya begitu suaminya itu pulang dari ibu kota. "Sembahku suamiku", ucapnya sambil memberi salam. Mien sedikit kaget dengan anggota baru yang menyambutnya juga. Sejak kapan putriku ada tiga, pikirnya. Setelah itu Mien bergegas menuju kamarnya. Tentunya kamar itu juga kamar istrinya. "Kau tidak membawa serta putra kita suamiku?". "Biarkan Dalyan menimba ilmu militer di istana. Siapa tahu ia menjadi jendral nantinya". Hwasang tersenyum tipis mendengar ucapan suaminya itu. Bisa ia rasakan suaminya tengah menghiburnya. "Ibu mana yang tidak ingin melihat anaknya bersumbangsih bagi negri, tentu aku ingin sekali melihatnya. Tapi rasa rindu ini nampaknya sudah diubun, sayang".

Ada sedikit kekecewaan di wajah Mien mendengar keluh kesah istrinya itu. "Jadi maksudmu kau lebih menginginkan Dalyan dari pada aku, suamimu?". Ekpresi terkejut jelas terukir diwajah Hwasang. "Tentu bukan seperti itu. Maafkan aku suamiku. Aku tidak bermaksud demikian". Mien tersenyum tipis. Ia sungguh paham apa yang menjadi gejolak hati istrinya itu. Putranya itu memang sudah berbulan-bulan tidak menjumpai ibunya. Terakhir ia menjumpainya, bahkan ketika rumahnya masih sebagus istana. "Aku akan membujuknya nanti jika aku pertemu dengannya".

Lega, itulah yang dirasakan Hwasang mendengar kata-kata suaminya. "Istriku, tapi... sejak kapan putri kita ada tiga?". Hwasang lupa mengenalkan Kwon pada suaminya. "Perempuan itu adalah muridku dari balai pendidikan yang lama. Orang tuanya meninggal dan rumahnya dirampas karena ayahnya berhutang banyak. Ia sebatang kara. Boleh kan ia tinggal disini? Aku menyuruhnya menempati kamar Dalyan selama ia masih di ibu kota". "Tentu saja boleh, ditengah kesusahan kita, kita harus tetap membantu orang lain. Lagi pula ia bisa membantumu jika Chin dan Chun sedang belajar. Haha mungkin Dalyan sudah merasakan ada orang sedang menghuni kamarnya makanya ia tak kunjung pulang hahaha". "Ah bahkan dulu ketika kamarnya kosongpun ia juga tidak pulang".

Sementara itu Kwon sedang membantu Chun memasak makanan. Hari itu libur bagi Chun karena aturan balai pendidikan tempat Chun menimba ilmu. Barangsiapa yang memiliki saudara kembar dan mukanya mirip maka mereka harus masuk secara bergantian agar tidak menyusahkan guru yang mengajar mereka. Hal itu juga akan mempengaruhi penilaian. Chun dan Chin memang anak kembar. Mereka beda beberapa menit saja ketika dilahirkan. Meskipun mereka memiliki wajah yang sama, tapi mereka tetap memiliki perbedaan. Chun lebih tinggi beberapa senti dari Chin. Itu yang membedakan mereka. Sepasang anak kembar itu mempunyai kakak laki-laki bernama Mien Dalyan. Kakaknya itu memang memiliki kertarikan di dunia militer. Hal itulah yang membuatnya berkelana jauh mencari ilmu bela diri untuk bela negara. Melihat kecakapannya yang baik, pihak istina mengambilnya menjadi abdi.

Memang sudah menjadi tradisi bagi istana untuk mengambil mana-mana putra terbaik bangsa dari beberapa perguruan militer di negri ini. Mereka mereka akan dijadikan tentara istana, baik itu untuk mengawal, menjaga, atau untuk dikirimkan dalam pertempuran.

"Tuan Mien itu... orangnya seperti apa senior?", tanya Kwon disela-selanya memotong sayuran. "Ayah itu orang yang lembut. Beliau hampir tidak bisa marah kepada ibu dan juga kepada kami". "Berarti kepadaku beliau juga tidak akan marah ya?". "Kalau kepada orang baru aku tidak tahu ya hahahha". "Tapi... entah kenapa sifatnya itu tidak turun kepada kami satupun. Bahkan kepada kakakpun sikap lembut dan taku istri itu tidak nampak", lanjut Chun. "Bagaimana senior bisa tahu, senior Dalyan saja belum menikah. Bisa saja ia sedang berkamuflase". Chun tertawa mendengar celotehan Kwon. "Tapi kau benar, sifat itu bukan tidak ada tapi bisa saja belum terlihat".

Musim telah berganti. Hari demi hari berlalu. Tanpa terasa makin hari makin pula Kwon serasa benar-benar menjadi bagian dari keluarga itu. Hwasang juga menganggapnya sebagai putri sendiri. Itu yang membuat Kwon merasa nyaman tinggal bersama keluarga itu. Ia tidak bisa membalas apa yang diberikan gurunya karna memang ia tak punya apa-apa untuk diberikan. Alhasil ia membalasnya dengan meringankan beban keluarga itu. Membantu bersih-bersih layaknya budak. Tapi keluarga Mien tidak mau menganggap Kwon budak. Maka dari itu sesekali semua orang di rumah itu melarangnya bekerja yang berat-berat. Tapi suatu ketika ia sadar bahwa tidak seharusnya ia bergantung pada keluarga itu terlalu lama. Suatu hari ia juga harus keluar dari rumah itu. Menemukan jati dirinya dan juga mencari tahu kenapa orang tuanya bisa terbunuh. Suatu ketika seperti seakan gayung bersambut mengayun, keluarga Mien ditimpa kesusahan yang lebih lagi. Meski Mien telah beralih profesi sebagai sekertaris istana, tetap saja kebutuhan mereka tidak tercukupi.

Banyak sekali kebutuhan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebut saja pendidikan Chin dan Chun. Karena merekan serupa berbeda, alhasil kebutuhanya juga ganda. Kwon berpikir kebutuhan yang semakin tidak tercukupi itu juga karena hadirnya dirinya di tengah keluarga itu. Gonjang-ganjing itu semakin parah dengan sakitnya Hwasang yang membuatnya tidak bisa bekerja membantu suaminya. Chun tidak bisa diam saja melihat orang tuanya kesusahan. "Aku ingin membantu ibu dan ayah". "Caranya?", tanya Chin adiknya. "Aku akan bekerja menjadi dayang di istana". "Kalau begitu aku juga ikut". "Tidak! Jangan!", suara Chun meninggi. "Kau menyusahkan istana saja jika ikut bergabung. Wajah kita mirip bagaimana jika orang-orang bingung mengenali kita".

Chin menghela napas panjang kecewa. "Kau benar". "Chin, kau tetaplah disini menjaga ibu. Aku akan bicara kepada ibu. Ini juga demi keluarga kita. Ku harap ibu bisa mengijinkanku". Chun langsung menuju ke ruangan ibundanya. Ia bersimpangan dengan Kwon yang sesungguhnya memiliki niat yang sama dengan Chun, yaitu pergi mencari kerja. Tapi bedanya Kwon masih belum tahu akan kemana. Kwon memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka berdua. "Ya Tuhan... apa masalahnya serumit ini hingga kau juga meninggalkan ibu? Cukup ayahmu dan kakakmu saja yang meninggalkan ibu, kau tidak usah nak".

"Tapi bu, ibu butuh pengobatan yang baik agar ibu cepat sembuh. Chin juga butuh pendidikan yang bagus untuk memperbaiki ekonomi kita. Biarkan saja Chun yang membantu ayah dan kakak mencari nafkah, ya bu", mohon Chun sambil berkaca-kaca. Hwasang masih membuang mukanya dari hadapan putrinya. "Ibu aku mohon, hanya bayangkan aku berhasil dan membawa banyak uang untuk ibu dan Chin. Ya?". Hwasang terenyuh mendengar permohonan putrinya itu. Ia bangkit lalu memeluk putrinya erat. Dengan berat hati ia mengijinkan putrinya pergi. Ia sadar ia baru saja membuat keputusan yang berat. Ia tahu bagaimana kerja di istana. Upahnya tidak seberapa tapi paling tidak bisa untuh menambah penghasilan keluarga. Bahkan tunjangan-tunjangan dari petinggi istana seperti Kaisar dan Permaisuri cukup menjanjikan meski upah tidah seberapa.

Sesaat setelah Chun keluar, Kwon masuk ke ruangan gurunya itu. Ia menghaturkan salam lalu duduk di hadapan gurunya. "Kau... juga akan meninggalkanku?". Kwon tersentak mendengarnya. "Bagaimanapun juga hamba tidak bermaksud untuk meninggalkan guru dan senior. Tapi hamba lebih ingin mendampingi senior. Hamba juga berkeinginan untuk mencari kebenaran dan jati diri hamba. Mohon guru mengijinkan hamba untuk menemani senior sampai senior benar-benar aman di istana", haturnya. "Guru, guru percaya pada hamba kan?". Kwon terdiam karna gurunya itu juga terdiam semenjak kata-katanya yang menancap tepat seperti maksudnya. "Baik jika guru belum bisa mengijinkannya, hamba berkenan menunggu sampai guru menyetujui". Kwon bergegas berdiri meninggalkan gurunya. "Kwon...", Hwasang bersuara. "Dampingi putriku".

Continue Reading

You'll Also Like

12.8K 1.6K 48
Dianjurkan membaca terlebih dahulu Kimberly Academy pertama. UPDATE based on life's schedule ^^ 🍃🍃🍃 KIMBERLY ACADEMY SERIES : LOST AND FOUND Kimbe...
8.9K 864 55
"Ava!! kamu punya kekuatan!" Seru Javas. Aku menatap kedua telapak tanganku dan rasanya tidak mungkin kekuatan itu berasal dari tanganku. Aku menggel...
65K 4.7K 42
"Aku tidak pernah mencari masalah. Tapi masalah itu yang selalu mencariku dan sialnya, dia selalu bisa menemukanku"~~Yuzuru. ~"Hidup tak hanya untuk...
5.8K 450 191
21 Oktober 2023 https://www.jjwxc.net/onebook.php?novelid=5174300 皇家级宠爱 Pengarang:飞翼 . . . Raw No Edit Google Translate MTL . . . Tinjauan sing...