LOVE STORY

By serafindaph

35.6K 862 36

Seandainya saja dirinya bisa berpaling, pasti ia akan berpaling pada Mario, pemuda tampan yang notabenenya se... More

2
3
4
5
6
7a
7b
8
9a
9b -Ending-
Epilog (1)
Epilog (2)

1

12.1K 104 1
By serafindaph

Love comes when I’m totally missing you…

Pagi ini cukup cerah mengingat tahun ini musim hujan masih mendominasi setiap harinya. Dengan satu tangan menyisir rambut, seorang gadis manis membuka jendela besar kamarnya sambil terus bersenandung merdu.

Just a little while longer I wanna pray… Can't get You off my mind so I say… Thank You Lord, just for loving me…”

“Dek ! Buruan dong ! Jangan nyanyi terus !” Teriak seorang pemuda sambil mengetuk pintu kamarnya keras-keras. Membuatnya memutar bola mata kesal.

Dengan gerakan cepat, Racha –gadis manis itu– melempar sisir keasalnya dan memasang kacamata full-frame putih miliknya, tak lupa ia menyambar tas ransel berwarna soft purple yang sudah ia siapkan kemarin malam. Kemudian ia bergegas cepat menuju meja makan yang mungkin sudah dipenuhi anggota keluarganya.

“Pagi semuanya !” Sapanya. Kemudian duduk di samping kakak laki-laki pertamanya yang dari tadi menggedor-gedor pintu kamarnya.

“Kamu lama banget sih keluarnya. Ngapain aja coba di baby room mu itu ?” Sewot kakak perempuannya sambil mengambil ayam bakar madu buatan bundanya tercinta.

“Biasa, Kak ! Kayak nggak ngerti dek Racha aja.” Racha hanya menjulurkan lidahnya kepada Listy –kakak perempuannya– seolah mengejek karena Tian –Saudara kembar Listy sekaligus kakak laki-laki keduanya– lebih membelanya.

“Kamu nanti berangkatnya bareng kakak loh, Dek. Jadi cepetin dikit ya makanmu.” Racha hanya mengangguk sambil tersenyum memamerkan lesung pipi yang berupa garis dan menyerupai kumis kucing di kedua tulang pipinya.

Racha merasa ia adalah gadis paling beruntung di dunia karena memiliki keluarga utuh yang mampu melengkapi dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Ayahnya yang tegas namun mampu membuatnya dan ketiga kakaknya merasa aman. Bundanya yang cerewet tapi lembut penuh perhatian. Kak Riko yang mampu melindunginya dan kedua kakak kembarnya dengan tangan-tangan kokohnya. Kak Listy yang cerewetnya lebih heboh dari Bundanya plus jutek, tapi perhatiannya benar-benar ekstra pada dirinya. Kak Tian yang selalu menjadi penengah kalau Kak Listy dan dirinya mulai terlibat adu mulut.

Benar-benar beruntung dirinya !

“Buruan berangkat gih. Kamu nanti terlambat lagi.” Ujar ayahnya memecah keheningan yang kemudian disambut dentingan sendok dan garpunya dengan piringnya.

“Udah ? Ayo buruan !”

“Racha sekolah dulu ya Bun, Ayah.” Ucapnya sambil mencium tangan kedua orang tuanya. “Racha duluan, Kak.” Tambahnya sambil mencium pipi kedua kakaknya kemudian menyambar kotak bekalnya.

“Bilangin Kak Riko, Dek ! Ati-ati bawa motornya !”

“Iya-iya kaaaak ! Assalamualaikuuum !” Teriaknya sambil berlari menyusul kakaknya yang sudah menyalakan mesin motor kesayangannya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Racha menatap punggung kakaknya yang semakin menghilang membelah jalanan ramai kota Surabaya. Ia baru saja sampai di depan gerbang sekolahnya. Salah satu SMA kawasan di kota ini.

“Rachaaa ! Di liatin mulu sih dari tadi. Tenang, Cha. Nggak ada yang berani ngambil kakakmu yang cuuaaakep setengah mati itu kok ! Kan ada aku.” Sapa seorang gadis sambil menyenggol lengan Racha yang masih menatap punggung kakaknya sampai tak terlihat lagi.

Racha terkekeh geli dengan lelucon sahabatnya. Kemudian merangkulnya untuk masuk bersama ke kelas mereka di gedung kelas dua belas.

“Iya deh, ada yang setia banget nunggu Kak Riko.”

“Tapi tumben kok Kak Riko yang nganter ?”

“Katanya sih lagi butuh banyak oksigen sebelum wisudanya dimulai. Aneh banget deh ! Biasanya kalo mau di wisudakan seneng. Kalo dia, jadi lebih gila dari sebelumnya !”

“Masa sih ? Palingan juga nggodain kamu sama Kak Listy.”

“Ini lebih parah, Sin ! Masa dia juga nggodain si Kitty!”

“Hah ?! Kitty ? Kucingnya tetanggamu itu ?” Racha hanya mengangguk keras, membuat poninya ikut bergoyang lembut mengikuti gerakan kepalanya. “Tau gitu mending godain aku aja kali !”

Racha kontan tertawa keras menanggapi lelucon sahabatnya ini. Gokil abis !!

“Hari ini aku mau main kerumahmu seharian aja deh ! Biar kena efek gilanya Kak Riko.”

“Ide bagus tuh, Sin. Daripada kakakku godain kucing Persia punya orang.”

Farascha Jasmine Devonne. Gadis yang memiliki perpaduan gen sempurna dari ayahnya yang merupakan orang Jawa keturunan Belanda-China dengan bundanya yang merupakan blasteran Indo–Prancis-Russia. Dan perpaduan gen itu yang membuat fisik Racha dan saudara-saudaranya tak memiliki celah untuk dicela ataupun di jatuhkan. Nyaris sempurna !

Hanya saja, kesempurnaan Racha lebih menonjol dengan kecantikan Indonesia yang dipoles sedikit dengan sentuhan blasteran Eropa. Kulit Racha kuning langsat, kulit khas wanita Indonesia. Rambutnya hitam dan lebat. Mata orientalnya yang bulat, beriris mata cokelat gelap dan dihiasi dengan lingkaran biru dongker di tepinya. Hasil sempurna dari perpaduan mata ayahnya dan bundanya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Racha meletakkan kepalanya kasar ke meja berlapis kaca di hadapannya berkali-kali. Ia berasa ingin memecah kepalanya sendiri setelah menikmati sepuluh butir soal fisika kelas dua belas. Gila ! Semester awal aja kayak gitu ! Gimana UNAS nanti ya ?

Kemudian gadis manis ini mengedarkan mata ke penjuru kelas. Melihat apakah teman-temannya juga merasa gila setelah menikmati ulangan yang nggak nanggung tingkat kerumitannya. Dan tatapannya berhenti pada sahabatnya yang duduk tepat di bangku sampingnya.

“Kenapa, Sin ?” Tanya Racha was-was melihat wajah sahabatnya memerah. Ibarat teko yang sudah siap meledak karena saking panasnya.

“AKU GILAAA !!!!” teriaknya yang membuat kelas hening seketika.

“AKU JUGAAA, SIIIN !!!” Balas Racha sambil kembali menghempaskan kepalanya ke meja kembali.

Sedetik setelahnya terdengar sorak teman-temannya yang ternyata memiliki perasaan yang sama dengan dirinya dan sahabatnya itu. “KITA JUGAAA !!!”

Pening. Bored.  Serasa dunianya yang indah itu dibalik seketika setelah menjajal uji coba yang diberikan guru fisikanya dengan kerumitan tingkat khusus.

“Sin. Lapangan basket, yuk!” Ajaknya pelan.

“Males jalannya. Lagi panas tau, Cha!”

“Nggak papa lagi ! Biar kulit kita jadi eksotis!” Candanya yang membuat Sindy menggerutu tak menentu. Racha sih oke-oke aja kulitnya berubah warna menjadi cokelat eksotis. Toh itu juga impiannya sedari kecil. Tapi apa daya? Meski ia sudah berjemur di terik matahari karena main basket dan renang, kulitnya tetap kuning langsat!

“Ayo deh. Daripada lihat kamu mirip banget kayak orang gila ! Mana japitnya pake tutup bolpoin lagi !”

Racha hanya tertawa. Menunjukkan lesung di kedua pipinya yang berupa garis dan menyerupai kumis kucing dipipinya. Membuat Sindy tiba-tiba menarik kedua sisi pipinya ganas.

“Ih ! Bikin gemes deeeh!”

“Sindy, sakiiit!” Ujarnya sambil berusaha melepaskan kedua tangan Sindy yang menarik pipinya erat. “Gila!! Panas banget tau!” Kontan Racha menatap dirinya di kaca mejanya dan mengelus pipinya pelan. “Ayo buruan!”

“Wih merah banget, Cha! Kamu jadi kayak Jeng Kelin itu loh!”

Ia hanya cemberut habis-habisan mendengarkan ejekan Sindy karena warna merah di pipinya tak kunjung hilang. Dengan sebal ia balik mencubit pipi sahabatnya itu.

“Rasain nih!” Balasnya sambil tertawa.

“Eh! Aku juga bisa, nih!”

“Farascha, Sindiana!” Sontak Racha dan Sindy menoleh ke sumber suara. Racha melebarkan mata bulatnya dan menurunkan tangannya dari pipi sahabatnya itu setelah mendapati wali kelasnya sedang menatap heran kearahnya. “Apa-apaan kalian?! Apalagi kamu, Farascha!” Mendengar namanya disebut dengan intonasi seperti itu, Racha semakin dalam menundukkan wajahnya.  “Apa-apaan kamu? Cepat lepas tutup bolpoin itu di rambutmu!”

Dengan gerakan cepat Racha menatap wali kelasnya heran lalu memegang puncak kepalanya dan mendapati tutup bolpoin yang ia gunakan untuk mengikat poninya saat ulangan. Astaga, ia lupa melepasnya ! Kemudian ia menariknya cepat. Membuat poninya jatuh menutupi kening datarnya.

“Maaf bu, kami permisi.” Racha dan Sindy beringsut kembali ke kursinya dan mempersilakan wali kelasnya masuk sambil membawa seorang entah siapa ia tak begitu memperhatikan. Yang jelas, seorang pemuda –yang sepertinya akan menjadi penghuni baru– itu mampu membuat seisi kelasnya gaduh. Mirip pasar Wonokromo waktu rame-ramenya!

“Selamat siang, anak-anak! Maaf sebelumnya sudah mengganggu istirahat kalian.”

“Siang Buuu!”

“Siang ini, ibu membawa teman baru untuk kalian. Silakan, Nak. Perkenalkan dirimu!”

“Nama saya Mario Jeremy. Saya dari Bandung.”

Racha yang sengaja menikmati alunan lagu Determinate yang menjadi soundtrack film Lemonade Mouth melirik ke arah Sindy yang tiba-tiba melemparinya kertas. Menatap sahabatnya dengan tatapan bingung.

Waaah ! Keren banget deh si Mario !

Lesung di pipinya yang berupa garis itu muncul saat mendapati sahabatnya tengah terkagum-kagum dengan pemuda yang akan menjadi teman sekelasnya selama beberapa bulan kedepan.

Mario ? Ceritanya kamu udah berpaling dari Kak Riko ? Bilangin ah !

Senyumnya tak kunjung hilang saat mendapati Sindy cemberut gara-gara balasannya. Malah bertambah heboh dengan kekehannya.

“Jangan dong, Cha! Kan aku belum ngomong ke Kak Riko kalo aku suka kakakmu !” Kontan ia tertawa geli mendengar alibi sahabatnya itu. Gokil gila !

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Suara si oranye bundar begitu menggema di setiap sudut lapangan basket indoor di sekolahnya. Terlihat seorang gadis sedang asyik mendribble si oranye bundar di temani sahabatnya yang menungguinya di bangku penonton.

Penampilannya sudah tak bisa dikenali sebagai siswa sekolahnya yang notabenenya memiliki peraturan sangat ketat. Disiplin ! Beberapa bagian kemejanya keluar dari posisi semula, dasi sudah ia longgarkan, dan satu kancing teratas sudah terbuka. Benar-benar mirip seorang berandalan ! Urakan !

“Racha ! Kamu mau main basket apa nyanyi, seh !?” Protes Sindy. Bermain basket sambil bersenandung ? Such of freak thing ! Bener-bener nggak nyambung menurutnya. Basket dan menyanyi adalah hal yang membutuhkan konsentrasi tinggi.

“Yee ! Kok sewot, seh !?” Balasnya dengan logat Suroboyoan yang sudah melekat dan mendarah daging padanya sambil melakukan lay up untuk memasukkan bola basketnya ke dalam ring. “Kan suaraku nggak bikin pecah telinga apa jendela rumah orang !”

“Iya bener ! Tapi yang liat itu loh ! Bingung !” Racha hanya tersenyum mendengarkan omelan Sindy tentang dirinya.

“Kapan-kapan aku mau buat kamu lebih bingung daripada ini ! Bawa mikropon sambil main basket !” Ujarnya sambil tertawa. Membuat seisi ruangan penuh dengan suara tawanya.

“Let the music groove you… Let the melody move you… Feel the beat and just let go… Get the rhythm into your soul… Let the music take you.”

Alunan lagu Turn up the Music itu mengalun indah dari bibirnya. Ia bernyanyi sambil terus memainkan bola basket yang ia pinjam dari ruang basket ini dan sesekali menggerakkan badannya mengikuti alunan lagu yang ia senandungkan.

Begitu lama, sampai akhirnya tatapannya terfokus pada objek di bawah ring basket di seberang.  Seorang pemuda berkulit cokelat bersih yang tengah menatapnya intens dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celananya dan menyandarkan diri ke tiang ring.

Kemudian tatapannya beralih pada Sindy yang tengah menatap pemuda itu juga dengan tatapan kaget sekaligus kagum. Dengan berat hati, Racha memutar haluan untuk tetap bermain meskipun dengan satu ring. Toh yang bermain hanya dirinya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Mario melangkahkan kakinya ke lapangan basket indoor yang ada di sekolah barunya ini. Sekolah ini benar-benar mampu membuat kakinya gempor setelah menelusuri setiap jengkal fasilitas yang dimiliki. Mulai dari ruang musik, ruang lukis, auditorium, lapangan upacara, lapangan sepak bola, kolam renang indoor, dan akhirnya lapangan basket indoor yang biasanya juga digunakan untuk voli dan badminton.

Terdengar jelas suara pantulan bola yang menggema. Semakin dekat, semakin jelas. Tak hanya suara pantulan bola basket yang terdengar, semakin dekat ia bisa mendengarkan senandung merdu perempuan.

Seru dong yang main cewek !

Tapi otaknya segera menepis pemikiran itu, mungkin saja ada siswi yang menunggui pacarnya yang sedang bermain basket. Setia juga ! Pikirnya sambil tersenyum kecil. Namun, senyuman itu memudar saat melihat gadis berambut pendek –sebahu– yang memainkan bola basket  dengan lihai.

Nggak mungkin dong, dia main sambil nyanyi ! Tatapannya terfokus pada gadis yang rambut panjangnya di kuncir ekor kuda sedang duduk di bangku penonton di seberang. Bibir gadis itu terkatup. Kakinya melangkah cepat ke ring di sebelahnya untuk memastikan gadis itu tidak bermain basket sambil menyanyi semerdu ini.

Matanya terbelalak maksimum saat mendapati gadis itu bermain basket, bernyanyi, sekaligus menggerakkan badannya mengikuti alunan lagu yang ia nyanyikan. Gadis itu…

FARASCHA !

Ia tersenyum lebar. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan menyandarkan tubuhnya ke tiang ring. Di tatapnya tajam mata teduh yang tengah menatapnya bingung.

“Ehm ! Gue boleh jadi lawan sparing elo ?” Tanyanya saat gadis itu berbalik badan dan melakukan lay up. Begitu manis tapi pasti.

Terlihat gadis itu menatapnya heran. Kemudian mengangguk dan melakukan chest pass kearahnya. “Nama lo Farascha ?” Tanyanya sambil mendribble bola pemberian gadis manis itu.

“Racha aja. Kamu ?” Balasnya. Mario kontan terbelalak mendengarnya. Gadis ini benar-benar tak memperhatikannya saat ia memperkenalkan dirinya di depan kelas.

“Mario. Tapi kalo kepanjangan lo bisa panggil gue Rio.”

Dilihatnya gadis itu manggut-manggut membuat rambut pendeknya yang ujungnya bergelombang itu begerak mengikuti gerakan kepalanya. “Dari Jakarta ya ? Kok pake gue-elo!”

Kontan Mario melongo. Tak habis pikir dengan gadis ini. Benar-benar diluar tebakannya! “Bukan, gue dari Bandung !”

Ucapannya membuat Racha menghentikan permainannya dan menatapnya. “Bandung?” Mario hanya mengangguk pasti. “Oh !” Dengan gerakan cepat gadis itu sudah merebut bola di tangannya dan memasukannya ke dalam ring dengan tembakan three-point ! Keren asli !

“Kalo lo ? Asli Surabaya ?” Racha mengangguk pasti sambil terus mendribble bola basket. “Tapi kok kayaknya lo ada wajah blasteran deh.

Gadis itu hanya tersenyum simpul sebagai balasnya sambil menatap temannya yang tengah berdiri di bangku penonton. “Ayo ikutan sparing !”

Beberapa detik Mario menatap Racha intens, membuatnya semakin masuk ke dalam pesona gadis itu. Gadis berkaca mata itu benar-benar berparas cantik ! Meskipun penampilannya sekarang benar-benar urakan, tapi itu malah membuatnya semakin manis dan seksi !

Sparing, gundulmu itu ! Kakakmu nelpon nih, udah di depan !” Balasnya. Sedangkan Racha hanya tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.

Kemudian Racha menatapnya dan berjalan ke arahnya masih dengan senyum yang melekat. Okay, kali ini ia benar-benar terpesona dengan gadis ini ! “Sparingnya kapan-kapan aja, ya ? Aku udah di jemput ! Mau makek ?” Tanyanya sambil menunjukkan bola basket tepat dihadapannya.

“Eh, nggak kok. Gue juga mau pulang ! Nggak seru kalo main sendiri.”

“Oke, aku duluan ya, Mario !” Kemudian ia berlari kecil sambil mendribble bola basketnya ke arah temannya yang sudah menyodorkan tas ungu yang mungkin miliknya. Dengan gerakan cepat, Racha melepas japit yang ada di poninya kemudian memasangkan di rambut temannya dengan hati-hati.

Sedetik kemudian gadis itu sudah berada di ruang kecil tempat perlengkapan olahraga di dekat pintu keluar. Dengan sigap ia berlari menyusul Racha yang sudah hilang di balik pintu besar yang merupakan akses masuk lapangan basket indoor ini.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Farascha !” Teriak seseorang dari belakang. Kontan Racha dan Sindy yang tengah tertawa langsung menghentikan kegiatan mereka dan menoleh ke belakang.

Begitu tahu ada Mario yang tengah berjalan cepat ke arah mereka, Sindy langsung merah padam. Jangan-jangan dia denger lagi apa yang kita omongin ! Racha hanya terkekeh geli melihat ekspresi sahabatnya ini.

“Ya ?” Tanya Racha begitu pemuda berparas tampan itu berdiri tepat di hadapannya dan Sindy.

“Gue boleh minta nomer hape lo, nggak ?” Tanyanya yang membuat Sindy melotot habis-habisan.

Racha hanya mengacak rambut belakangnya pelan. “Emm… sorry, aku nggak hafal nomor hape ku. Kalau kamu mau, minta aja nomernya Sindy. Dia hafal banget! Aku duluan ya! Udah dijemput, nih!”

“Eh, Racha! Kok aku ditinggal, seh!” Teriak Sindy yang langsung tancap gas mengikuti sahabatnya yang sudah duluan pergi. “Aku juga duluan ya, Mario!”

Sedangkan Mario hanya melongo habis-habisan. Secara tidak langsung, gadis itu sudah menolak untuk memberikan nomor ponselnya.

Di Bandung, tanpa perlu susah-susah, pemuda ini dengan mudah mendapatkan nomer teman-teman gadisnya. Sepertinya ia harus ekstra kerja keras dalam mendapatkan kata ‘tertarik’ untuknya dari bibir mungil Racha !

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Ehm, permisi Kak. Mau numpang Tanya, boleh?” Tanya Racha pada seorang pemuda yang tengah menunduk menatap Ipod abu-abu yang ia genggam dan menopangkan dirinya di sebuah pohon Kamboja Bali yang sepertinya sudah cukup tua jika dilihat dari besarnya pohon.

Mata beriris abu-abu terang itu menatapnya tajam. Seolah mengunci tatapan matanya. Racha mencoba untuk mengalihkan pandangannya dari tatapan yang mampu membuatnya menahan diri untuk tidak terus-terusan menatapnya.

Blank ! Ia menggigit bibir bawahnya erat. Sepertinya pemuda berparas tampan yang tengah menatapnya tajam itu sudah menghipnotisnya dengan sekali kontak mata. Membuat tatapannya mengunci manik mata abu-abu terang di hadapannya ini. “Emm… Itu, gitarnya punya Kakak bukan?” Tanyanya lagi sambil menunjuk hard box gitarnya.

“Bukan.” Jawabnya singkat dan padat. Tatapan tajamnya masih tertuju tepat pada manik matanya. Seolah ingin membuat lawan kontaknya ini ciut tak berkutik lagi.

“Kalo gitu, permisi buat lihat ya, Kak.” Mencoba melepas tatapannya yang masih terkunci pada pemuda yang tengah menatapnya bingung itu, Racha langsung berlutut untuk mengecek hard box gitar yang bersandar di pohon di samping pemuda itu.

Farascha Devonne. Racha menghela nafas. Ia lega setelah menemukan namanya yang ditulis dengan ukiran berbelit di bagian samping dan di dalam hard box gitarnya. Ia pun membuka hard box gitarnya dan mendapati gitar akustik-elektrik keluaran Ovation model Al DiMeola Signature dengan tipe 1769-ADII. Gitar putih dengan ukiran besar namanya yang bewarna ungu sepanjang badan gitar sampai bagian headstock.

“Gimana, Cha? Ketemu?” Terdengar suara  teman-temannya dar kejauhan. Racha langsung berdiri sambil memeluk gitar kesayangannya dan menatap teman-temannya.

“Keteemmmuuuu!” Balasnya heboh sambil berlari menuju teman-temannya. Tak perduli ia dianggap aneh dengan mahasiswa di universitas ini. Yang penting gitar kesayangannya ketemu ! Namun, langkahnya terhenti. Ia melupakan sesuatu. Ia berbalik arah dan berjalan mendekati pemuda yang masih menatapnya tajam dalam diam.

“Em.. Makasih kak. Maaf ya tadi udah ngganggu. Permisi kak.” Ucap Racha sambil menatap pemuda itu kemudian pergi. Berlari menyusul teman-temannya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Cha, Dek Racha! Dek Rachaaaa!!!” Kontan Racha langsung terduduk dari tidurnya. Matanya mengerjap cepat.  Ia menatap Kak Listy yang tengah duduk di pinggir ranjangnya.

Ranjang ?! Ia langsung melihat sekelilingnya. GOD !

“Kak Listy bikin mimpi Racha kabur tuh!”Listy hanya terkekeh mendengar keluhan adik permpuan satu-satunya itu.

“Emang mimpi apa, seh? Pangeranmu dari Bandung itu?” Godanya yang sukses membuat adiknya ini mengangguk malu sambil menggigit bibirnya. “Ecieee… Buruan gih! Mimpinya dilanjut nanti aja ya, Cha. Sekarang udah jam enam loh!”

“Baru juga jam enam.” Balasnya sambil menggeliat. Merenggangkan otot-ototnya. “JAM ENAM?!” Terlihat mata oriental Racha yang bulat semakin melebar setelah ucapan Listy barusan. Dengan gerakan cepat, Racha langsung berdiri dari ranjangnya yang super empuk dan nyaman itu.

“Yeee ! Kenapa Kak Listy baru bangunin Racha ! Kan tau sendiri Racha mandinya lama, makannya lama, terus belum lagi macetnya kalo berangkat siang !” Gerutunya sambil berlari ke kamar mandi yang ada di lantai dua rumahnya. Di antara kamarnya dan Tian. Sedangkan Listy hanya terkekeh geli melihat ulah adiknya yang masih polos itu.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Gadis ini menghempaskan tubuhnya ke kursi biru yang empuk dan meletakkan tasnya di laci meja. Nafasnya masih kacau setelah berlari dari gerbang sekolah yang sudah ditutup tiga perempatnya.

“Tumben, Cha?” Tanya Sindy yang tiba-tiba sudah duduk di samping mejanya dengan kursi yang ia tarik dari mejanya sendiri.

“Tadi aku kesiangan. Nggak ngerti kenapa deh.” Balasnya sambil mengatur nafasnya yang masih kacau. Kemudian menelangkupkan kepalanya ke kedua tangannya di meja. “Penyakit malesku kumat lagi kayaknya!”

“Cha.” Terdengar suara lirih Sindy memanggilnya pelan. Bahkan sangat pelan. “Cha.”

“Hmm?!” Responnya sambil mengangkat kepala sebal dan berniat memberi sahabatnya responnya yang lebih ganas. Belum kepalanya menoleh untuk menatap Sindy. Tatapannya terfokus pada uluran tangan besar dan terlihat sangat kokoh di hadapannya.

Mata bulatnya terlihat semakin lebar setelah mengetahui siapa pemilik tangan yang terlurur di hadapanya. Pemuda tampan yang sedang tersenyum ke padanya. Matanya mengerjap.

Nggak mungkin, Kak Bandung itu kesini! Pasti efek mimpiku tadi! Dengan kuat, ia menggelengkan kepalanya. Kemudian menatap lagi pemuda di hadapannya itu.

Helaan nafas terdengar setelah matanya benar-benar menangkap sosok di hadapannya bukanlah seorang pemuda yang ia temui di universtas tempat kakaknya menimba ilmu itu.

“Kenapa, Mar?”

Terlihat pemuda itu mengerutkan keningnya heran. “Mar?”

“Iya. Mar. Namamu Mario, kan ?”

Sontak pemuda itu tertawa keras. Menarik uluran tangannya dan menahan perutnya yang bergejolak geli gara-gara panggilan ‘Mar’ untuknya.

“Ehm! Mar ya? Boleh juga. Gue anggap itu panggilan sayang dari lo buat gue!” Balasnya sambil tersenyum lebar.

Kontan Racha dan Sindy ternganga. Heran sekaligus kaget. Pemuda ini benar-benar diluar nalar. Dilihatnya pemuda itu masih tersenyum dan mengulurkan tangannya lagi.

“Kemarin kan lo bilang lo nggak hafal nomer hape lo, kan?” Tanya Mario dan Racha hanya mengangguk pelan sambil menatap sahabatnya. “Lo bawa hape nggak?” Racha hanya mengangguk lagi. Kini gadis manis ini menatapnya dengan sorot mata yang memancarkan kebingungan di balik kacamata full frame putih miliknya. “Gue pinjem hape lo!”

“Hah?! Buat apa?”

“Kan gue belum dapet nomer hape lo, Farascha!”

“Emang penting ya?”

“Buat gue?” Tanyanya sambil menarik salah satu sudut bibirnya untuk membentuk seringai kecil untuk gadis manis di hadapannya ini. Kemudian Mario menunduk dan mencondongkan dirinya. Mendekat ke arah Racha. “Penting banget dong, sayang!”

Kontan Racha melotot sekaligus melongo dengan ungkapan Mario barusan. Ia dapat merasakan bahwa wajahnya benar-benar panas. Dan mungkin sekarang sudah memerah.  Dengan gerakan cepat, ia mendorong kuat-kuat dada Mario dan berdiri. Ia mendongak. Menatap pemuda ini dengan seringai yang menunjukkan gigi gingsulnya.

“Sayang?” Tanya Racha sambil terkekeh geli. “Sayang gundulmu iku! Ayo, Sin!” Tambahnya penuh penekanan. Kemudian menyeret Sindy yang masih ternganga di tempatnya. Meninggalkan kelasnya yang hening setelah terjadi peperangan antara dirinya dan Mario somplak itu!

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Astagaaa ! Sepertinya hari ini ia harus banyak-banyak ber-istighfar untuk menghadapi makhluk asing dari Bandung itu. Bukannya apa-apa. Kelakuannya semakin menjadi-jadi setelah bad accident yang dilakukannya itu.

Memanggilnya dengan kata-kata aneh yang mau tak mau memaksa orang-orang di sekelilingnya berpikiran buruk terhadapnya. Sampai-sampai tadi Dio –mantan kapten basket putra sekaligus teman laki-laki yang dekat dengannya– menanyakan hubungan antara dirinya dan si Mario somplak itu.

Racha menghela nafas.  Ia tak habis pikir. Ada-adanya pemuda somplak seperti itu. Wajah Mario yang begitu menyebalkan muncul di baying-bayang otaknya. Ingin sekali ia menonjok pemuda itu sampai wajahnya remuk tak karuan. Tapi berhubung ia tak memiliki alasan kuat untuk menghabisi Mario, jadi ia hanya harus menahan semua emosi agar tidak memengaruhi anggota badannya untuk bergerak.

Namun, kalau diperhatikan lamat-lamat. Sedikit-banyak si Mario itu mirip dengan pemuda yang sudah menyita perhatiannya saat di Bandung. Rambutnya yang sedikit kecokelatan, rahangnya yang tegas, bibirnya yang tipis, dan hidung mancungnya. Hanya saja ada yang terlewatkan. Mario tidak memiliki tatapan tajam yang mampu membuatnya bergetar itu. Tatapan elang yang dimiliki pemuda yang ia temui di Bandung saat ia study tour. Lagi pula warna iris Mario hitam, bukan abu-abu terang.

Tanpa sadar senyumnya tercetak jelas di bibirnya. Pemuda itu. Mampu membuatnya merasakan kagum. Mungkin kagum yang sangat berlebihan. Saking berlebihannya, ia merasa ia benar-benar ingin bertemu lagi. Ya, meskipun itu sangat…

Impossible !

Entah mengapa ia bisa mengagumi pemuda manis itu. Yang jelas-jelas jika dibanding kakaknya, kakaknya lebih tampan darinya. Namun, pemuda itu berhasil membuatnya terpaku.  

Pemuda itu memiliki warna kulit yang sedari kecil sudah menjadi impiannya –yaitu kulit cokelat bersih yang eksotis– dan pemuda itu memiliki tatapan tajam yang mampu membuatnya bergetar dalam sekali kontak mata.

Aduuh ! Kok aku jadi gila gini, seh ? Ia gulung-gulung diatas ranjangnya dengan gerakan cepat dan mengacak rambut sebahunya dengan kasar. Kemudian meraih gitar kesayangannya dan segera menuju tempat pertapaannya.

“All I hear is raindrops falling on the rooftop… Ooh baby, tell me why’d you have to go… ‘Cause this pain I feel it won’t go away… And today I’m officially missin’ you.”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tadaaa :D Disamping ada gambarnya Farascha loh :D

Continue Reading

You'll Also Like

837K 40.5K 46
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
600K 7.5K 29
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
30.2M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
4.7M 173K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...