Couldn't Back

De eMikoe

212K 13.7K 217

- Clarissa Permata Wardana - Dia yang akhirnya harus sendiri karena ditinggalkan orang-orang yang dicintain... Mais

-1-
-2-
-3-
-4-
-5-
-7-
- 8 -
-9-
-10- (REV)
-11- (REV)
- 12 -
- 13 -
- 14 -
- 15 END -
- 16 Extra -

-6-

11.1K 870 8
De eMikoe

Sorry Typo... ^_^


Magenta POV

Akhirnya aku menginjakkan kakiku di tempat yang selama ini sangat aku rindukan. Tempat yang selalu aku hindari, namun hatiku ingin sekali berada di sini. Aku merindukannya. Aku merindukan mereka. Aku merindukan Mommy. Ini mengingatkanku saat aku masih tinggal berdua dengan Mommy. Dimana saat Mommy selalu ada di sisiku dan membuatku lupa arti kehadiran seorang Daddy dalam hidupku. Sampai akhirnya seorang pria yang mengaku Daddy datang dan menawarkan cinta untuk kami berdua. Aku tidak kekurangan sedikitpun cinta dari mereka. Bahkan mereka memberi lebih padaku, apalagi seorang adik yang sangat cantik dan lucu. Membuatku lengkap berada di dalam keluarga itu. Kalau bukan karena kata-kata Ica, mungkin selamanya aku tidak akan menginjakkan kakiku di negeri ini lagi. Karena bidadari itu yang telah menyadarkanku bahwa selama ini aku dikelilingi oleh cinta.

"Ingin bertemu siapa Pak?" tanya seorang resepsionis perusahaan yang aku bangun bersama Daddy. Terlihat jelas wajah tersipu malunya saat menatapku. Dan itu hal yang sudah biasa bagiku.

"Pak Davis," jawabku singkat membuatnya langsung menghubungi sekretaris Daddy.

Benar. Sudah hampir enam bulan sejak aku tidak bertemu lagi dengan Ica. Dan itu membuatku sangat merindukannya. Tapi sungguh kedatanganku ke sini bukan karena Ica yang sudah sering aku ketahui kabarnya dari orang suruhanku yang katanya dia sudah bekerja sebagai sekretaris kedua Daddy. Kedatanganku murni karena aku ingin bertemu Daddy, menanyakan kabar Mommy sebelum aku menemui Mommy terlebih dulu. Aku takut Mommy akan shock saat melihat kedatanganku yang tiba-tiba.

"Maaf dengan Bapak siapa?" tanya resepsionis itu lagi padaku. Aku yakin dia tidak mengenalku, karena saat kepergianku meninggalkan perusahaan ini, aku tidak pernah bertemu dengannya.

"Magenta." Kali ini bukan hanya resepsionis itu saja yang menatapku penuh tanya. Karena tidak sedikit dari para wanita itu mencoba mendekat ke arah resepsionis, dimana aku masih berdiri menunggu kepastian dari resepsionis itu.

"Anda diminta untuk datang ke ruangan Beliau, Pak!" ucap resepsionis itu setelah menutup sambungan telepon.

"Baiklah!" Aku segera beranjak pergi meninggalkan tempat yang sangat tidak nyaman ini.

"Biar saya antar, Pak!" tawar resepsionis itu sebelum aku jauh meninggalkannya.

"Tidak usah! Saya tahu dimana ruangannya," ucapku dingin.

Sebenarnya aku bisa saja langsung ke ruangan Daddy, hanya saja aku tidak yakin Daddy ada di ruangannya atau tidak. Apalagi bukan hanya perusahaan ini yang Daddy pegang. Masih ada beberapa anak perusahaan dan perusahaan yang Daddy bangun sejak dulu yang masih dalam pantauan Daddy. Karena itu aku menghampiri meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan Daddy.

"Magenta?"

Seseorang menyapaku dengan suara yang sangat aku rindukan. Dia benar-benar bidadariku. Bidadari yang sedang menungguku di depan pintu surga. Itu hanya bayanganku yang berlebihan. Dia masih tampak cantik dengan wajah itu, apalagi ditambah sedikit make up yang menyempurnakan kecantikannya.

Aku berjalan menghampirinya dan langsung memeluknya erat. Aku merindukannya. Sungguh benar-benar merindukan wanita ini. Kalau bisa aku ingin membawanya pergi dan menjadikan wanita ini seutuhnya milikku. Hanya milikku.

"Aku merindukanmu, Ca!" ucapku masih memeluknya. Menghirup dalam wangi tubuhnya yang selalu jadi canduku.

"Aku juga, Genta! Tapi bagaimana kamu bisa datang ke sini?" tanya Ica mencoba melepas pelukanku, tapi aku tidak ijinkan. Aku masih ingin menghirup wangi tubuhnya.

"Dengan pesawat," jawabku asal.

"Tidak lucu!" suara Ica terdengar lucu. Dia yang seperti inilah yang sangat aku rindukan.

"Ehheem!" suara seseorang mengganggu aktifitasku. Dan aku membenci gangguan ini. Apa orang itu tidak tahu kalau aku masih ingin berlama-lama memeluknya? Aku rasa orang itu memang tidak tahu. Karena sedetik kemudian Ica mendorongku dari pelukan hingga membuat tubuhku mundur beberapa langkah ke belakang.

"Maaf Pak Davis! Ini tidak seperti yang anda bayangkan," ucap wanitaku gugup. Wanitaku? Senangnya kalau dia benar-benar menjadi wanitaku.

"Jadi begini tingkahmu?" tanya Daddy entah kepadaku atau Ica, tapi aku lihat seringai muncul di bibirnya.

"Maaf, Pak!" kali ini Ica terlihat takut, wajahnya sudah menunduk dalam.

"Hentikan, Dad!! Dad membuatnya ketakutan!" ucapku setelah melihat senyum Daddy terpampang jelas di depanku. Daddy mengerjainya, mengerjai wanitaku.

"Setelah sekian lama hanya kata itu yang keluar dari bibir Si Brengsek ini!!" tunjuk Daddy sambil meninju pelan lenganku. "Dasar anak durhaka!" Daddy memelukku.

"Dad? Apa maksudnya?" tanya Ica terkejut setelah melihat adeganku dipeluk Daddy.

"Kamu ingat ceritaku saat kita di kafe dulu? Aku mengikuti saranmu," ucapku pelan mendekati wajahnya.

"Ehem!! Dasar anak muda! Tidak lihat ada seseorang di sini!" tegur Daddy saat melihatku seperti ingin mencium Ica. Aku tersenyum menanggapi ucapan Daddy, sedangkan Ica sudah menunduk malu. Oh... Lucunya wajah itu.

"Pulang kerja tunggu aku ya!" pintaku sebelum Ica beranjak pergi menyiapkan minuman untukku yang diminta Daddy ke ruangannya.

**

"Ruangan ini tidak pernah berubah. Sudah berapa lama semenjak aku pergi Dad?" komentarku melihat seisi ruangan Daddy yang dulunya adalah ruanganku.

"Mommy-mu yang meminta tidak merubah ruangan ini. Bahkan Daddy tidak diijinkan untuk menyentuh barangmu di rumah."

"Bagaimana kabar Mommy, Dad?"

"Jadi dia alasan kamu kembali?" Daddy tidak menjawab pertanyaanku.

"Iya!"

"Jadi karena wanita itu kamu kembali?"

"Karena ucapannya Dad. Dia yang telah menyadarkanku betapa penting dan berartinya keluarga. Terlebih karena ucapannya aku jadi khawatir tentang Mommy."

"Kalau begitu kapan kamu akan membawanya ke rumah?" tanya Daddy.

"Setelah aku bertemu Mommy dan menjadikannya kekasihku." Sudah lama aku tidak bercerita seperti ini dengan Daddy. Aku merindukannya. Dan beruntungnya Daddy tidak mempermasalahkan kepergianku selama ini. Aku yakin, Daddy sudah tahu dimana keberadaanku dan sedang menungguku kembali.

"Sebelum kita membahas Mommy-mu. Dad ingin bahas sesuatu tentang pekerjaan," wajah Daddy terlihat serius.

"Setelah jabatan Daddy kamu pegang, aka nada seorang MG baru yang akan membantumu. Dia juga mulai bekerja sesuai dengan masuknya kamu sebagai CEO menggantikan Daddy. Enam bulan lalu dia datang kemari dan memantau kinerja karyawan lainnya, jadi Daddy harap kamu bisa bekerja sama dengannya," pinta Daddy.

"Selama dia tidak mengganggu pekerjaanku dan mengacaukan perusahaan ini, aku akan senang bekerja dengannya."

"Tidak akan mungkin. Dia dikenal sebagai pegawai terhebat di Amerika. Karena itu Daddy memintanya untuk membantumu. Ya... walaupun Daddy tahu, tanpa bantuan siapapun kamu bisa mengembangkan perusahaan ini."

"Baiklah! Aku akan dengan senang hati bekerja dengannya. Tapi... bagaimana dengan kabar Mommy, Dad?" tanyaku lagi.

"Sepertinya jumpa kangenmu dengan Ica harus ditunda terlebih dulu. Karena akhir-akhir ini, Mommy-mu sering mengeluh sakit kepala. Mungkin karena terlalu banyak memikirkanmu diwaktu senggangnya. Beruntungnya anak Daveeta selalu menemani neneknya, jadi Mommy-mu sedikit terhibur dengan celotehan anak kecil."

"Semoga Mommy tidak memukulku karena aku tidak pernah menghubunginya!" gumamku berharap.

"Daddy harap dia membunuhmu!" balas Daddy bergumam dengan seringainya.

**

Pintu rumahku sudah terbuka lebar. Bukan aku yang membukanya, melaikan Daddy yang perlahan masuk tanpa suara tapak kaki. Sebenarnya yang baru kembali ke rumah ini aku atau Daddy? Kenapa harus Daddy yang datang sembunyi-sembunyi. Dan bodohnya aku, mengikuti langkah Daddy, sambil memegang belakang kemeja Daddy. Sungguh aku takut kali ini. Takut akan reaksi Mommy saat melihat kehadiranku. Ini yang selalu aku dan Daddy lakukan dulu saat sembunyi-sembunyi menutupi penampilanku yang berantakan setelah bermain bola dengan Daddy.

"Sayang! Apa yang kamu lakukan?" Aku mendengar suara yang sangat aku rindukan sudah ada di hadapanku. Buru-buru aku menyembunyikan diriku di balik tubuh Daddy yang sama besarnya denganku. Di usia yang sudah tidak muda lagi, Daddy masih memiliki tubuh atletis. Pantas saja dulu Mommy sering bertengkar dengan Daddy kalau ada wanita lain yang coba mendekati Daddy.

"Oh... Honey!! Aku pulang!!" teriak Daddy ingin beranjak memeluk Mommy dengan tangannya yang sudah terbuka lebar. Buru-buru aku menahan kemejanya, agar tidak memeluk Mommy. Bagaimana bisa Daddy meninggalkanku begitu saja yang masih bersembunyi di balik tubuhnya?

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Daddy tidak suka pada apa yang aku lakukan.

"Siapa itu, Sayang?" terdengar suara Mommy yang merdu. Suara yang aku rindukan. Panggilan yang aku rindukan. Senyuman yang aku rindukan. Aku selalu merindukannya. Sungguh.

"Hai, Mom!!" ucapku pelan-pelan keluar dari persembunyianku.

"Genta!! Ya Tuhan! My Sun!!" Mommy menutup mulutnya menahan tangis. Air mata sudah keluar dari kedua mata coklatnya yang indah.

"Yes Mom! I'm your Sun." Begitulah Mommy dulu sering memanggilku. Aku berjalan menghampirinya dan memeluknya erat. Aku rindu pelukan Mommy.

"Apa aku mengkhayal lagi?" gumam Mommy terdengar olehku. Apa sebegitu seringnya Mommy berkhayal melihatku sehingga saat kita bertemu sekarang Mommy mengiranya ini hanya sebuah khayalan??

"It's real, Mom! It's me, your Sun!" Aku menatap Mommy sambil menghapus jejak air yang mengalir dari kedua pipi Mommy.

"Aaaau!" teriakku nyeri, Mommy mencubit pipiku.

"Kamu benar-benar Mentari Mommy!" ucap Mommy menciumi pipiku. Seluruh wajahku sudah basar dengan air mata Mommy yang tidak henti-hentinya mengalir. Aku bahagia. Sungguh bahagia.

"Eheeem!! Sepertinya ada yang belum mendapatkan jatah peluk! Apa sekarang Daddy sudah dilupakan?" tanya Daddy menyadarkan aku dan Mommy yang masih meluapkan rindu dalam pelukan. Daddy selalu mengganggu kesenanganku saja. Tadi saat di kantor dan sekarang?

"Carilah pelukan lain selain di sini! Yang ini hanya milik Daddy!" ucap Daddy sambil memisahkan aku dari pelukan Mommy. Mommy hanya tertawa melihat aku dan Daddy yang memperebutkan pelukannya. Kebiasaan kami berdua tidak pernah hilang, walau waktu telah memisahkan kita cukup lama.

"Tapi aku kan sudah lama tidak memeluk Mommy!" protesku.

"Salahmu sendiri! Kenapa pergi terlalu lama? Lagipula bukankah kamu sudah punya seseorang yang bisa kamu peluk tadi? Saat di kantor?" ucap Daddy menyeringai. Dan Mommy sudah siap mengintrogasikanku dengan wajah penuh tanyanya itu. Pasti pertemuan kali ini akan lebih banyak pertanyaan Mommy dibanding rasa rindunya kepadaku. Aaah! Daddy memang selalu bisa membuat Mommy seperti ini.

TBC


Continue lendo

Você também vai gostar

35.8K 3.4K 33
Hanara Kay Zoe wanita cantik yang tidak percaya dengan cinta. Suatu hari memutuskan untuk ikut tour keliling korea Selatan. Ia pikir tour kali ini ak...
339K 26.5K 29
Samira sama sekali tidak mengira dirinya akan mendapat kejutan berupa kehamilan yang sudah berusia enam minggu di pernikahannya yang baru dua bulan...
Breakup De Jo

Literatura Feminina

226K 18.7K 63
Letnan Hera tidak pernah menyangka jika kepindahannya ke Iswahjudi akan mempertemukannya dengan sosok laki-laki yang ternyata mirip dengannya. -- Men...
Rimba & Rinjani De shacha

Ficção Adolescente

503 69 15
[COMPLETED] Rimba itu montirnya kampus. Motor rusak, dia yang benerin. Pagar rusak, dia lagi yang benerin. Genteng bocor? Itu sih gampang! Mobil mo...