MINE [TAMAT]

By Sitinuratika07

29.7M 1.1M 62.5K

Sudah dibukukan❤️👅 tapi part masih lengkap karena isi di wattpad dan di buku sangat berbeda 🤭 ini cerita pe... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 - Sean's POV
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19 - Chit Chat
Part 20 END \m/
After Wedding :)
SEQUEL- HAPPY ANNIVERSARY ( Repost )
SEQUEL ( Kelvin D. Franklin )
SEQUEL ( Deira D. Franklin )
SEQUEL ( Melvin D. Franklin )
SEQUEL: Special Melvin, kasih sayang Papa❤
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (1)
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (END)
SEQUEL: Abal-abal
SEQUEL - The Couple Goals
Sequel: Aku Padamu, Sean!
Sequel Lanjutan: Aku padamu, Sean!
Sequel lanjutan: Aku padamu, Sean! (versi dua)
Sequel Lanjutan - Aku padamu, Sean! (versi ketiga)
Pengumuman pemenang give away!
Juara 1 - Mine by Octya Celline
Juara 2 - Peleburan Hati by Oksytawulandari
Juara 3 - Oh my God by Syarah
Juara 4 - Jeaolus by Adinda Farah Anisya
Juara 5 - Lingerie by Raudhatul Janah
Juara 8 - The Grand final Konspirasi by Cassandra June
Juara 9 - Heaven of Culinary by FilipiPhoebe
Juara 10 - Happy Birthday my Lovely Husband by Widya Safira W.
MINE READY STOK ❤️

Juara 6 - Day Dream by Raisa Pujia

332K 7.2K 218
By Sitinuratika07

HAPPY READING~~ Tema ini sebelum Tika hamil ya :) heheh berikan vote dan comments untuk apresiasi author kece Raisa :) hehe penyanyi aja ikutan give away tuh. #abaikan

****

Tika’s POV

Ditinjau dari kesunyian dan kesegaran cahaya itu, rupanya fajar baru tiba. Kicauan burung pun ikut menggugah kesadaranku. Sebuah senyuman terbentuk di bibir ini ketika menyadari keberadaan sebuah kepala di depan dadaku bersama sebuah tangan yang memelukku posesif. Secara reflex, tanganku mengusap rambut pemilik kepala ini pelan membuat tangan itu semakin mengeratkan pelukannya kemudian menyadarkan sang pemilik tubuh di hadapanku ini.

“Kau sudah bangun, sayang?” tanyanya dengan mata yang masih tertutup.

“Hmm” gumamku.

“Apakah tidurmu nyenyak?”giliran aku yang bertanya.

“Tentu. Selama kau berada di sampingku, tidurku akan selalu nyenyak sayang. Dan selama bersamamu, tak seharipun aku tidak bahagia. Kehadiranmu mampu menghilangkan kesedihan yang setiap saat dapat kurasakan. Tolong tetaplah seperti ini, jangan pernah berpikir untuk pergi," ucapnya.

Aku tertegun. Kini ia mendongkakkan wajahnya untuk menatapku. Kulihat ketulusan dan kasih sayang yang amat besar dalam mata itu. Sebuah kenangan pedih terbesit dalam pikiranku ketika pertama kalinya ia membawaku ke tempat ini. Hatiku teriris setiap kali mengingat prilaku kasarnya dulu. Aku sangat bersyukur karena ia segera memperlakukanku dengan baik dan membuktikan kesungguhan cintanya.

“Sudah puas mengagumi ketampananku hmm?” ucapnya membuyarkan lamunanku. Tak lupa sebuah senyuman nakal terbentuk di bibirnya. Aku pun ikut menyunggingkan bibirku. 

“Apakah kau masih belum memaafkan perlakuanku dulu? Aku sangat menyesalinya sayang” ujarnya dengan lembut.

“Mungkin aku tidak akan pernah bisa melupakan peristiwa itu, namun aku sudah memaafkannya. Aku tidak akan pernah pergi, Sean. Aku merasa bahwa mendampingimu merupakan suatu keharusan. Kuharap kau pun seperti itu” jelasku.

“Bersama adalah keputusan kita. Setia adalah janji kita. Saling mengerti dan terbuka adalah prinsip kita.  Bagaimana bisa aku meninggalkanmu apabila jiwaku sudah terikat denganmu? Menghirup udara segar bahkan masih terasa sesak tanpa melihatmu. Terima kasih telah menyempurnakan hidupku” ucapnya.

Selanjutnya sebuah bibir mendarat di atas bibirku. Sean pun membenarkan posisinya sehingga sejajar dengan wajahku dan menekan tengkukku untuk memperdalam morning kiss kami. Automatically, aku pun mengalungkan kedua tanganku di lehernya. Kecupan demi kecupan kurasakan di leherku saat tubuhnya berada diatasku, sesekali ia menjilati leherku. Aku pun meremas rambutnya pelan. Kecupan itu pun menjalar hingga kebagian atas dadaku dan akhirnya kembali pada kedua bibirku.

Aku pun melepaskan pangutan kami dengan nafas yang tak beraturan. Sean tetap menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Tanganku terulur mengusap pipinya lembut, ia pun tampak menikmati itu dan memejamkan matanya. Tak lupa, ia mengeratkan pelukannya dan menepis jarak diantara kami.

Kemudian ia kembali menindih tubuhku dan menjilati seluruh permukaan leherku. Ia pun menggeram ketika aku menjambak ramburnya pelan.

“Aku lelah Sean,”

“Tapi aku belum puas sayang” ujarnya dan kembali mengulum bibirku lembut.

“Aku ingin mandi, Sean.”

Ia pun langsung menghentikan kegiatannya dan mengunci pandanganku.

“A..apa?” tanyaku bingung.

“That’s great idea,”

“Apa yang kau bicarakan?” aku semakin bingung.

“Kau sangat lucu dengan ekspresi seperti itu” ujarnya sambil menggigit hidungku pelan.

“Kita lanjutkan di tempat yang kau minta” tambahnya, Sean pun segera bangkit dari atas tubuhku.

“Kyaaa!! Apa yang kau lakukan?!” kataku sedikit berteriak saat Sean menggendongku ala bridal style.

“Bukankah ini yang kau inginkan, sayang?” ujarnya sambil membawaku menuju kamar mandi.

“Ma..maksudku aku ingin mandi sendiri Sean” kataku ketika ia menurunkanku di dalam bath up.

Tampak sebuah kekecewaan di wajahnya. Kemudian ia membelai pipiku lembut.

“Benarkah? Tapi aku sudah disini, sayang. Kau tega mengusirku hmm?”

“Huh? Aku..hmm…kau…mmm..kita..”

“Kita lanjutkan saja, Sayang” bisiknya di telingaku.

Tanpa menunggu persetujuanku, Sean langsung membuka kancingku kemeja putih yang kukenakan secara perlahan, kemudian melemparnya ke sembarang arah. Kini aku hanya mengenakan pakaian dalamku. Tak lama setelah itu, ia segera melepas pakaiannya dan bergabung denganku, tak lupa ia mengisi air dalam bath up. Kenikmatan itu pun kembali kurasakan.

oOo

Aku menyusuri koridor rumah diiringi oleh sebuah tangan yang melingkar dipinggangku. Sean tidak mau melepaskan rangkulan ini walau hanya sedetik. Hingga akhirnya kami sampai di teras rumah. Kini ia merenggangkan pelukannya.

“Aku hanya pergi sebentar” ucapnya lembut.

“It’s okay, take care” pintaku sambil mengalungkan kedua tanganku di lehernya.

“Kaulah yang seharusnya menjaga diri. Maaf hari ini aku tidak dapat menemanimu”

“Never mind. Pulanglah sesegera mungkin”

“Siap Kapten!” lalu diikuti senyum simpulnya.

Kemudian sebuah kecupan mendarat di keningku lalu turun ke kedua mataku, pada hidungku, ke kedua pipiku dan berakhir di bibirku. Sean mengulum bibirku cukup lama. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Ia hanya akan pergi setengah hari namun bertingkah seolah ia akan pergi beberapa minggu.

“Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku” bisikknya sambil memelukku.

“Tidak akan pernah” aku berujar mantap.
Mobil hitam itu pun melaju semakin menjauhi tempatku berpijak.

Ketika mobil itu sudah tak terlihat, aku memutuskan untuk berjalan di taman samping rumah Sean. Aku pun mengisyaratkan pada seorang bodyguard untuk tidak mengikutiku dan memberinya tatapan ‘aku hanya berkeliling sebentar’. Lelaki itu pun mengangguk dan kembali ke tempatnya.

Setelah puas mengelilingi taman, aku pun berjalan menuju rumah. Namun sesuatu menghentikan langkahku dan berhasil menarik perhatianku. Aku pun menoleh kearah sumber suara dan nampak seseorang berdiri di balik sebuah pohon sambil melihat kearahku. Ia mengenakan pakaian serba hitam dan memasang tudung kepalanya sehingga aku tidak dapat melihat wajahnya. Sadar tengah diperhatikan, ia pun beranjak dari tempat tadi dan memasuki hutan.

Entah apa yang merasukiku, tanpa berpikir panjang aku segera mengikuti sosok yang tak kukenal itu. Aku pun mengeratkan sweater yang kukenakan karena suasana dalam hutan ini semakin dingin. Langkahku semakin cepat ketika lelaki itu hampir hilang dari pandanganku. Lalu sebuah akar besar tak terlihat olehku membuatku terjatuh dan menginggalkan luka memar di pergelangan kaki juga luka lecet pada telapak tanganku. Aku segera mendongkakkan kepalaku dan menyadari bahwa sosok lelaki itu benar-benar lenyap dari pandanganku.

Hari semakin gelap, hutan pun semakin mencekam. Aku meringis kesakitan setelah kaki ini kembali menyandung sebuah akar besar. Tanpa kusadari, cairan hangat mulai keluar dari kedua mataku. Sudah dapat kubayangkan betapa murkanya Sean saat aku tidak ada di rumahnya. Apa yang telah kulakukan? Aku kembali membuatnya kecewa. Kini aku tidak dapat melangkah lagi. Aku sungguh tersesat dalam hutan ini.
Aku sempat melihat seseorang datang menghampiriku, aku berusaha menjernihkan penglihatanku namun tidak berhasil karena semuanya menjadi gelap. Aku harap Sean segera datang menyelamatkanku.

oOo

Seberkas cahaya memaksaku untuk membuka kedua penglihatan ini. Aku pun merasakan sebuah tangan mengusapa kepalaku lembut. Aku sungguh takut untuk membuka mata ini, aku takut Sean tidak ada di sampingku.

Tangan kekar itu berhenti mengusap rambutku. Aku tersentak ketika tangan itu menarik pinggangku dan menepis jarak diantara kami. Dengan perlahan, kuberanikan untuk membuka mata ini. Aku pun mendongkak untuk menatap sosok pemilik tubuh dihadapanku ini. Mataku membulat seketika saat melihat lelaki di hadapanku ini.

“Kau baik-baik saja, sayang?” tanyanya lembut.

Aku pun segera memeluknya erat. Dengan cepat kehangatan dan rasa nyaman menjalar keseluruh tubuhku saat ia membalas pelukanku. Lelaki itu mengecup bibirku sekilas lalu kembali menyalurkan kehangatan tubuhnya, bahkan kali ini lebih erat.

“Apa yang terjadi? Mengapa kau tak mendengarkanku?” tanyanya lembut.

“Maaf Sean, akusungguh tak bermaksud meninggalkanmu. Aku hanya… tunggu, bahaimana bisa kau menemukanku?” aku kembali bertanya.

“Apa yang kau bicarakan? Mereka bilang kau tergeletak begitu saja di taman belakang. Aku segera pulang setelah menyelesaikan semuanya. Kau terlihat sangat kesakitan saat itu sayang” jelasnya.

“Ap..ah..” aku pun menyentuh leherku dan kudapati sebuah gigitan di leherku. Tanpa sadar, aku pun mengerenyitkan dahi.

“Em..itu…” Sean nampak gugup.

“Kenapa?”

“Itu…hmm…. Kau tak kunjung sadarkan diri selama lebih dari seminggu. Aku pikir.. aku akan kehilanganmu, tanpa pikir panjang aku segera menghisap darahmu dan berharap kau segera membuka matamu. Tapi itu tak merubah apapun” jelasnya dengan nada khawatir.

Tanpa dipinta, aku pun menceritakan apa yang telah kualami. Sekujur tubuhku terasa sakit namun tak kutemukan setitik luka di permukaan tubuh ini, terkecuali luka gigitan Sean. Sean nampak tak percaya dengan apa yang ku katakan. Karena para bodyguard menemukanku sudah tergeletak di taman belakang. Ini sungguh aneh. Apakah aku bermimpi?

“Berhentilah melakukan hal bodoh. Kaumau membunuhku huh? Aku dapat mati saat itu juga karena menglhawatirkanmu” ujarnya dengan nada yang dibuat kesal.

“Waah suamiku tampak sangat manis saat kesal seperti ini” ucapku sambil mencubit pipinya. Dengan cepat, ia pun memegang tanganku dan menjauhkannya dari kedua pipinya. Tak lupa sebuah senyuman menghiasi wajah tampannya.

“Terima kasih pangeranku”
“Untuk apa?” tanyanya bingung.

“Karena selalu disampingku”

“Itu adalah kewajibanku” lalu ia mencium bibirku sekilas.

“Tunggu, kau berhutang banyak sayang”
Aku pun mengerutkan dahi.

“Kau harus memuaskanku berkali lipat sayang” bisiknya lembut hingga membangunkan bulu kudukku.

“Kyaa! Kau ini menyebalkan!”

“Tapi kau tetap mencintaiku ‘kan?” tanyanya diiringi seringai nakalnya.
Belum sempat aku berbicara, dia telah mengulum bibirku lebih dulu dan memelukku posesif. Tak ada alasan untuk menolak ciumannya bukan? Dengan semangat, aku pun melingkarkan tangan di lehernya kemudian menggigit bibir bawahnya pelan. Kesenangan itu pun kembali aku rasakan.

oOo

Terbangun disaat semua orang berada dibawah alam sadarnya, merupakan kebiasaan baruku akhir-akhir ini. Setelah melihat sosok berpakaian hitam --yang membuatku aku tak sadarkan diri dan ditemukan di taman belakang-- kala itu,  mimpi buruk selalu menjadi bunga tidurku. Tak terkecuali malam ini. Aku terbangun dua detik yang lalu dengan napas tersenggal-senggal bersama keringat yang membasahi beberapa bagian tubuhku.

“Mimpi buruk lagi?” suara bariton khas bangun tidur itu menyadarkanku bahwa aku tidaklah sendiri.

Aku hanya bergumam tanpa mengatakan apapun. Tak ingin aku terlarut memikirkan mimpi yang baru saja kualami, Sean pun kembali menenangkanku. Ia mengeratkan pelukannya dan mengelus rambutku lembut.

“Tenanglah, aku di sini, di sampingmu” bisikknya dan berhasil membuat ia menjadi pusat pandanganku saat ini.

Aku pun membuang napas kasar dan membenarkan posisi menghadapnya. Kulihat mata biru itu menatapku sedih seolah dia merasakan kegelisahanku setiap kubuka mata ini ditengah malam.

“Ya aku merasakannya, Sayang” ucapnya yang berhasil menimbulkan beberapa kerutan di dahiku.

“Tidak perlu terkejut seperti itu, aku dapat mengetahui pikiranmu, ingat?” tambahnya diiringi senyuman yang menenangkan. Sebuah senyum simpul pun terbentuk diwajahku.

“Kau masih saja melakukan itu, huh? Itu privacy, Sean” ujarku sambil mencubit hidungnya pelan.

“Jadi kau ingin bermain rahasia denganku, Mrs. Franklin? Kurasa itu tidak akan mudah” katanya tak mau kalah sambil memperlihatkan senyum jahilnya.

“Memang tidaklah mudah, Mr. Franklin. Jadi tolong bantu aku untuk memudahkannya dan berhenti membaca pikiranku” kataku sambil mengelus rahangnya pelan.

“Hmm kau berusaha menggodaku, Mrs. Franklin? Nampaknya aku dapat membantumu, namun..apa keuntunganngan yang akan kudapatkan kelak?” ujarnya menggodaku kembali.

“Apapun yang kau inginkan” ucapku tak mau kalah.

“Apapun yang kuinginkan?” ulangnya dengan nada nakal.

Dapat kurasakan kini tangannya mulai memasuki pakaianku. Aku pun tersentak kaget dan menghentikan pergerakan tangan itu di punggungku.

“Ini tengah malam, Sean” 

“Lalu?”

“Em…itu..ng… Apa kau tidak lelah?”  tanyaku gelagapan.

“Tidak.pernah” jawabnya dengan penekanan disetiap katanya.

Tanpa menunggu persetujuanku, ia mulai mendekatkan wajahnya. Dengan semangatnya ia menguasai leherku dengan menjilatinya dan menggigit kecil hingga membuaku geli. Lalu kami kembali melanjutkan kegiatan istirahat kami yang sempat terpotong oleh mimpi burukku setelah Sean selesai dengan ‘pekerjaan rumahnya’.

Setelah selesai membersihkan diri, aku pun menghampiri walk in closet lalu berjalan keluar mengenakan kemeja putih polos dengan sebuah celana pendek. Sebelum aku berhasil membuka pintu yang berada dua langkah di depanku, tak sengaja penglihatanku tertuju keluar jendela dan menangkap sosok berjubah hitam yang pernah kulihat tempo hari. Aku pun membulatkan mata dan segera menghampiri Sean yang berada di ruang makan.

Ketika aku berada di sampingnya, lidah ini mendadak kelu, alhasil tak sepatah katapun yang lolos dari mulutku. Sean mengenyit bingung dan nampak sedang mencoba membaca pikiranku. Detik berikutnya, ekspresi terkejut tampak di wajah tampannya dan segera berlari keluar rumah. Tanpa pikir panjang, aku pun mengikutinya.

Sean menampakkan kekecewaannya saat aku berhasil menyusulnya keluar. Nampaknya ia tidak berhasil menemukan sosok berjubah gelap itu. Matanya menggelap, dadanya naik turun tak karuan seperti menahan amarah dan matanya tak henti meneliti sekitar. Setelah menyuruh beberapa penjaga untuk mencari keberadaan sosok itu, ia segera menghampiriku dan menarikku dalam pelukannya.

“Jangan pernah keluar rumah tanpa aku” perintahnya.

Aku hanya menganggukkan kepalaku lalu merenggangkan pelukannya ketika tersadar bahwa kami berada di ruang makan.

oOo

Untuk kesekian kalinya, bunga tidur yang tak menyenangkan itu kembali membangunkanku hingga aku terduduk dengan napas yang tak teratur. Sean pun terlonjak kaget dan menyamakan posisinya di sampingku. Dengan cepat ia memelukku dan mencoba untuk menenangkanku hingga akhirnya kami kembali terlelap.

Kuabaikan sinar mentari yang berusaha memasuki kamarku lewat celah jendela. Aku pun enggan untuk melihat dunia akibat rasa kantuk yang memaksaku untuk mempertahankan posisi ini. Terlebih lagi keberadaan sebuah lengan yang melingkar di tubuhku menambah kenyamanan sekaligus berefek menghangatkan. Namun aku dengan cepat membuka mata ketika bunga tidur itu terbesit dalam benakku.

“Kau sudah bangun?” suara bariton khas bangun tidur itu membuyarkan lamunanku.
Aku membernarkan posisiku dan kini menghadap wajahnya.

“Ada apa, hmm?” tanyanya menatapku lembut. Sebuah kehangatan tersebar pada permukaan wajahku tatkala tangan kekarnya mengusap pipiku pelan. Lalu aku menggeleng pelan.

“Aku ingin mandi” ujarku berusaha mengurai pelukannya.
“Mau kutemani?”  ucapnya menahan tanganku saat aku berada di pinggir tempat tidur.

“Aku bisa sendiri, Sean” kataku meyankinkan.

Makanan yang berada di hadapanku pagi ini terlihat menggiurkan karena merupakan makanan favoritku. Namun makanan itu sama sekali tak kusentuh akibat sesuatu yang mengisi pikiranku hingga menghilangkan selera makananku.
Tak sengaja pandanganku bertemu dengan mata berlensa biru yang ada di hadapanku.  Ia menatapku sendu seraya menampakkan wajah penuh tanya. Aku tidak menghiraukan pandangannya dan mulai menyicipi makananku dengan segan.

“Tidak ada yang perlu kau sembunyikan, Sayang” ujarnya berhasil mengalihkan perhatianku.

“Ng…itu..aku…”

“Ceritakanlah, aku penasaran dengan sesuatu yang berhasil mencuri perhatianmu padaku” tambahnya.

“Aku sedang tidak mood bergurau, Sean”

“Sampai kapan kau akan menyembunyikannya? Apakah kau lupa bahwa aku ini suamimu? Jangan bilang kau juga melupakan tiga janji kita” ujarnya dengan nada serius.

Sean berhasil membuatku tertegun. Ia juga berhasil menyadarkan kebodohanku ini. Hanya karena memikirkan sebuah mimpi yang tak jelas, aku sampai tega mengabaikan seseorang yang menganggapku sebagai sumber kebahagiaannya, yang menganggapku sebagai alasan ia untuk hidup, dan seseorang yang bahkan rela kehilangan semuanya demi aku. Ya, dialah Sean, pendamping hidupku.

“Kau tidak perlu merasa bersalah, Tika”
Lihat? Kini ia memanggilmu tanpa sebutan sayang seperti biasanya. Dengan sabarnya ia menemanimu setiap kau terbangun di malam hari. Dan sekarang kau mengecewakannya. Selamat atas kebodohanmu, Tika! Aku pun merutuki diriku sendiri.

“Aku tidak akan marah bila kau mau membuka mulutmu untuk menceritakannya padaku” jelasnya dingin.

“Tapi….”

“Tak apa bila kau sungkan” kemudian ia berlalu dan menginggalkanku bersama makanan yang telah dingin.

Kubuka pintu ruang kerja Sean perlahan. Tampak seorang yang sangat kukenali sedang berkutat dengan setumpuk kertas di meja kerjanya. Setelah mengumpulkan keberanian, kulangkahkan kaki ini untuk menghampirinya. Ia pun menatapku ketika aku tiba di samping mejanya. Mata itu, mata yang biasanya menyalurkan kehangatan dan kasih sayang kini terlihat sangat lelah. Sebercak kekecewaan pun terlukis jelas disana.

“Mungkin akan terdengar aneh jika aku langsung menceritakan apa yang terjadi” kataku memecah keheningan.
Aku duduk di sebuah sofa yang tak jauh dengan meja kerjanya. Tak lama setelah itu, Sean juga menghampiriku.

“Ceritakan”

“Aku… aku mengandung anakmu Sean” kataku diikuti dengan lengkungan bibirku.
Sean nampak terkejut untuk beberapa detik. Hingga detik berikutnya ia masih menatapku tak peracaya, kemudian tangannya terulur untuk mengelus perutku lembut.

“Be..benarkah?”

“Hmm. Namun aku mendapatkan pertanda buruk” ujarku diikuti kerutan halus di pelipis Sean.

“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu?”

“Mimpi burukku telah menjawab beberapa pertanyaan yang terlintas di benakku, Sean”

“Apa yang kau bicarakan, Sayang?” tanyanya bingung.

“Aku pernah bermimpi kalau aku mengandung anak kita. Dan mimpi itu menjadi nyata. Kemudian bunga tidurku selanjutnya adalah…”

“Lanjutkan Sayang” pinta Sean lembut.

“Seseorang tidak menginginkan anak kita lahir sehingga kelak ia akan mengambil anak kita dan membunuhnya. Aku takut Sean” tambahku.

Tanpa kusadari, butiran air bening lolos keluar dari kedua mataku. Aku telah mendarat dalam dekapan Sean yang langsung mengelus punggungku sayang.

“Itu hanya mimpi, Sayang. Kau tidak usah khawatir, aku akan menjagamu” ujarnya.

“Tapi jika itu hanya sebuah mimpi tidur, akankah mimpi itu terulang hampir setiap malamnya? Setiap malam Sean, mimpi yang sama” aku pun terisak.

“Tenanglah, Sayang. Kalau kamu banyak pikiran akan berefek tidak baik pada anak kita. Kita pasti bisa melaluinya. Aku tidak akan membiarkanmu terluka, Sayang” jelasnya menenangkan.

Seberkas cahaya dari luar berhasil masuk melalui celah-celah jendela kamar ini. Mengejapkan mata adalah kegiatan pertama yang kulakukan agar aku dapat menyesuaikan penglihatan ini dengan pencahayaan ruangan yang tak lagi gelap sepenuhnya.

Hari ini merupakan bulan ke sembilan kehamilanku. Tanpa kusadari, aku tersenyum apabila mengingat perlakuan Sean padaku selama aku mengandung. Perhatiannya bertambah berkali lipat dan dia siaga selalu menemaniku selama 24 jam. Aku pun tidak ingin menyia-nyiakan momen ini. Setiap harinya aku selalu bermanja-ria pada Sean, tak jarang aku mengerjainya untuk menghiburku atau meminta sesuatu yang tak lazim diwaktu yang tak lazim pula. Namun Sean tidak pernah sekali pun mengeluh. Dia memang lelaki sejati hihi.

Kehamilanku ini sungguh tidak seperti kehamilan yang dialami wanita pada umumnya. Terkadang aku merasa perutku ditusuk benda tajam yang menimbulkan kesakitan yang teramat sakit hingga membuatku terisak. Selain itu, sosok berjubah yang dulu pernah kulihat kini lebih sering menampakkan diri. Sean belum pernah berhasil menangkap sosok berjubah gelap itu, ia pun geram. Tak hanya itu, bunga tidur yang kualami makin hari kian semakin aneh lalu menjadi nyata. Hal itu tentu membuatku takut.

“Apa mimpimu akhir-akhir ini, Sayang?” tanya Sean lembut ketika ia melihatku melamun terus sepanjang hari. Entah bangaimana, kemampuan Sean dalam membaca pikiranku tidak bekerja ketika aku memikirkan mimpi itu. Maka dari itu, Sean selalu bertanya apabila mukaku pucat dan pandanganku kosong.

“Sean…anak kita… anak kita kembar tiga” kataku sambil menangis bahagia.
Ekspresi Sean sama persis seperti saat aku memberitahunya bahwa aku mengandung.

“Be..benarkah?”

“Iya Sean. Namun itulah alasan sosok berjubah itu tidak menginginkan kelahiran anak kita”

“Maksudmu?”

“Sosok berjubah itu merupakan tangan kanan seorang penyihir hitam. Penyihir hitam itu memrintah sosok berjubah untuk melenyapkan anak kita karena kelahiran bayi-bayi kita akan mengancam keberadaan si penyihir hitam” jelasku

“Mengapa demikian? Mengapa harus anak kita?”

“Kau ingat? Anak kita diprediksi lahir pada pertengahan bulan ini, pada malam purnama. Bayi manapun yang lahir bersama dua saudaranya di malam purnama, kelak salah satunya akan mampu melenyapkan penyihir hitam itu” tambahku.

“Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi Sayang. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitumu dan anak-anak kita” Sean kembali menenangkan.

“Tapi Sean, aku tahu cara menyelamatkan anak kita dari penyihir itu”

“Ba..bagaimana?”

“Kita harus memiliki kristal biru yang berada di kaki Gunung Mati dan mengenakannya pada ketiga putra kita”

“Aku akan menyuruh penja…”

“Kau yang harus mengambilnya, Sean. Hanya kau yang mampu. Tapi itu terlalu berbahaya” kataku sebelum Sean menyelesaikan perkataannya.

“Apapun akan kulakukan untuk melindungi kau dan ketiga putra kita”

“Tidak Sean, aku tidak..”

Tanpa pikir panjang, Sean langsung memerintahkan beberapa penjaga untuk bersiap menemainya pergi ke Gunung Mati.

“Percayalah padaku, Sayang. Aku akan kembali dengan membawa kristal itu”

“Tapi mimpi itu baru sekali menjadi bunga tidurku. Gunung itu sangat berbahaya Sean”

“Itu sebuah petunjuk,  Sayang. Pasti akan menjadi nyata seperti mimpi sebelumnya”

“Tapi…” lagi-lagi Sean menyela pembicaraanku.

“Sssttt. Bukankah kau ingin melihat bayi kembar kita? Aku akan membuatmu tidak sia-sia telah mengandung bayi kita”

“Berjanjilah kau akan kembali”

“Aku berjanji, Sayang. Aku akan kembali sebelum si kembar melihat dunia” ujarnya.

“Tapi alam waktu dekat ini aku akan melahirkan, Sean”

“Aku akan kembali secepatnya, Sayang. Jaga kondisimu selama aku pergi. Aku sangat mencintaimu. Kalian jangan merepotkan mama kalian, oke?” ucapnya yang kemudian beralih ke depan perutku.
Kini kurasakan kehangatan mengulum bibirku. Lalu Sean mencium keningku lama dan kembali memelukku.
“Aku juga mencintaimu”

oOo

Senja ini merupakan senja ketiga yang kulalui tanpa Sean. Berarti sudah hampir tiga hari ia pergi dan belum kembali. Kepanikanku memuncak ketika hari selanjutnya --dimana Sean sudah pergi-- aku tidak kembali memimpikan tentang Gunung Mati itu, melainkan tidak bermimpi apapun. Ditambah lagi akhir-akhir ini cuaca tidak bersahabat,  tak jarang mentari mengawali hari dengn cerah namun seketika berganti menjadi gelap. Selain itu,    purnama telah tampak sejak kemarin, hal itu turut menambah kecemasanku. Aku sangat mengkhawatirkannya, Tuhan.
Aku kembali terbangun oleh sebuah mimpi buruk. Kini tanpa Sean di sampingku.

“Tunggu, aku mengalami mimpi yang lain. Berarti mimpi sebelumnya itu…..”

Tanpa melanjutkan gumamanku, aku berlari kecil untuk membangunkan para penjaga dan menyuruh mereka untuk mencari Sean secepatnya. Entah bagaimana, mereka segera mematuhiku dan berlalu dengan cepat. Kini aku duduk di sofa sambil mengatur napasku yang tak teratur ditemani seorang pelayan tua di sampingku. Tanpa kusadari aku telah membuat suamiku dalam bahaya. Seharusnya aku menyadari bahwa mimpi itu tidak akan pernah menjadi nyata. Seharusnya aku menyadari bahwa mimpi itu hanya umpan penyihir hitam agar Sean pergi. Aku pun terisak sambil mengelus perutku.

Tiba-tiba aku merasa kesakitan sekaligus ngilu di bagian bawah. Pelayan ini pun terbelalak ketika melihat sesuatu berwarna merah mengalir di kakiku. Ia segera membawaku ke kamar terdekat sambil memanggil pelayan lainnya,  tak lupa ia juga memerintah seseorang untuk memanggilkan dokter.

Kini aku sedang berjuang sendirian, ya sendirian karena Sean tak kunjung datang. Aku pun merasa lega ketika ketiga bayiku berhasil melihat dunia dengan lancar. Namun aku mendengar kegaduhan bersama teriakan di balik pintu kamar tempatku berada. Dan detik selanjutnya, suasana menjadi hening seketika.

Pintu mendadak terbuka dan terbanting dengan keras hingga mengejutkan seluruh penghuni ruangan, tak terkecuali aku. terlihat orang-orang tergeletak tak sadarkan diri di luar sana. Nampaklah wujud yang tak asing lagi di pandanganku. Ia melukai siapa saja yang hendak melindungiku. Kini tersisa kami berdua,  ia berjalan perlahan kearah box bayi putra-putriku yang berada disampingku. Aku berusaha untuk bangkit dan menghalangi ketiga bayiku darinya.

“Tolong jangan mendekat, jangan sentuh bayiku. Aku mohon” ucapku terisak.
Sosok berjubah itu menampakkan seringai kejamnya dan mengabaikan perkataanku. Dengan mudahnya ia menyingkirkanku yang telah susah payah berdiri untuk melindungi bayiku. Ia mendorongku hingga kepalaku membentur samping tempat tidur. Ia pun berhasil berada di samping box bayi, saat ini ia menggendong putra pertamaku yang sudah histeris sedari tadi.

Sungguh, aku kehabisan energi saat ini. Aku bahkan tidak memiliki kekuatan untuk berdiri dan merebut putraku. Sosok berjubah itu pun kembali menampakkan seringai jahatnya ditambah wajahnya yang penuh luka dengan mudahnya membuat bayiku berteriak histeris.

Entah bagaimana seseorang datang tanpa menimbulkan suara dan segera menghampiri sosok berjubah itu. Ia membekuk sosok berjubah itu dan membuat bayiku terjatuh dari tangannya. Seketika aku memiliki kekuatan untuk bergerak sehingga dapat meraih bayiku yang hampir menyentuh lantai.

Mereka berkelahi dengan liar. Kulihat sekilas mata Sean berwarna merah terang pertanda ia sedang marah besar. Dengan mudahnya Sean mencabik leher si jubah hitam hingga ia tergeletak tak sadarkan diri. Selanjutnya, dunia yang kulihat menjadi gelap seketika.

Tangisan bayi berhasil memaksaku untuk membuka mata. Dapat kurasakan tempat tidur ini bergoyang pertanda seseorang hendak bangkit. Setelah mengumpulkan kesadaranku, aku pun berusaha untuk berdiri namun sesuatu menghambatku. Aku pun meringis kesakitan ketika jarum infus di tanganku hampir terlepas.

Detik berikutnya nampak sebuah kepala mengintip dibalik pintu. Setelah melihatku, orang itu menghampiriku sambil menggendong seorang bayi yang kuyakini itu salah satu putraku.

“Are you okay?”

“Apa yang terjadi?” tanyaku ketika ia tiba disampingku.

“Kau tak sadarkan diri selama dua hari” jawabnya sedih.

“Bagaimana bisa?”

“Sudahlah kau tidak perlu tahu, yang penting kau sudah sadar” aku masih memandangnya penuh tanya.

“Tidakkah kau ingin menggendong bayi kita? Lihat dia sangat merindukan mamanya” ujarnya.

Ya Tuhan aku hampir melupakan keberadaan malaikat kecilku ini. Dengan semangat aku mencoba meraihnya dalam gendonganku.

“Kemana dua bayi kita yang lain? Mereka baik-baik saja ‘kan?”

“Mereka sedang tidur disamping kamar kita. Mereka tidak terluka sedikit pun karena mereka memiliki mama yang tangguh sepertimu” jelasnya.

“Tangguh apanya? Aku bahkan membiarkan tangan kotor sosok berjubah itu menyentuh putra kita. Maafkan aku”

Sean langsung membenamkanku pada dadanya seraya mengelus kepalaku lembut.

“Maaf aku telah menjerumuskanmu dalam bahaya”

“Ssssttt tidak usah menyalahkan dirimu, aku sendiri kan yang memaksa untuk pergi. Lagipula seharusnya aku yang patut disalahkan. Suami macam apa yang tidak hadir ketika istrinya berjuang melawan rasa sakit saat melahirkan? Maafkan aku karena tidak ada disana”

“Melihatmu disini bersama bayi-bayi kita dengan keadaan baik aku sudah sangat sangat bahagia” ucapku sambil menatapnya. Ia pun mengecup bibirku sekilas.

“Ingin melihat yang lain?” tawarnya.
Aku pun mengangguk. Setelah Sean meletakkan bayi yang tadi kugendong ke tempat tidurnya, ia kembali lalu melepas jarum infus di pinggung tanganku dan menggendongku menuju kamar buah hati kami. Sean mendudukkanku diatas pangkuannya seraya menghadap ke ketiga box bayi kami.

“Siapakah nama putra putri kita?” tanyaku antusias.

“Mari kuperkenalkan. Ini adalah si Sulung, kuberi nama ia Kelvin. Ini merupakan malaikat kedua, kuberi nama Melvin. Dan yang terakhir adalah malaikat cantik kami yang bernama Deira. Bagaimana menurutmu, Sayang?” jelas Sean.

“Berapa lama kau memikirkan nama-nama indah itu? Kurasa kini namamu kalah kerennya dengan nama mereka” kataku sedikit terkekeh.

Sean mencubit hidungku pelan, “aku senang kau menyukai nama-nama yang kuberikan. Terima kasih telah menghadirkan mereka dalam hidupku”.

“Terima kasih telah menjaga dan membuatku menjadi wanita paling bahagia”

“Aku mencintaimu” tambahku.

“Aku selalu mencintaimu” ujarnya.
Bibir kami pun berpautan tak lama setelah Sean mengatakan itu. Kini kebahagiaan bertubi-tubi menghampiri. Kan kujaga mereka sepenuh jiwaku, kan kusayangi mereka sepenuh hatiku, kan kurawat mereka dengan tulus. Dan aku akan selalu berada disamping mereka apapun yang terjadi hingga Tuhan memanggiku.

The End

Continue Reading

You'll Also Like

4.9M 183K 14
Series #2 Fantasi Damn My Mate Is A Nerd [Baca dulu cerita Mine] Hai, namaku Kelvin. Aku anak pertama dari pasangan teromantis sepanjang massa, sia...
9.4M 339K 29
Dewi Hamerra, adalah salah satu bidadari penghuni Kerajaan Phonix. Ia merupakan Putri dari sang Raja Phonix, Raja Elios. Dewi Hamerra mempunyai par...
1.7M 136K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
115K 9.5K 26
Kehidupan Lan Wangji dan Wei Wuxian di Yun Shen Bu Zhi Chu bersama Putrinya.