OBSESSION

By slay-v

99.9K 10.2K 6K

Bethany Chance dan Aimee Parker. Mereka gadis berusia 17 tahun yang sekilas terlihat seperti remaja pada umum... More

OBSESSION
CAST
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 30 (2)
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 34 (2)
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 36 (2)
Chapter 37
Chapter 37 (2)
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Epilog
Author's Notes
Random Part
Bonus Chapter: Through The Dark
Bonus Chapter: After
Bonus Chapter
Bonus Chapter: Tough Guys

Chapter 13

1.5K 192 58
By slay-v

( Author's Pov )

Sent: April 6th 2015, 18.07

To: aimalik_98@gmail.com

Aimee, aku dan Greyson baru saja tiba di London. Aku tahu kau juga ada disini. Kirimkan alamat tempatmu menetap jadi kami berdua dapat mengunjungimu.

[ next e-mail ]

Sent: April 6th 2015, 22.56

To: aimalik_98@gmail.com

Aimee! Aku dan Greyson bertemu the lads! Dan disaat yang sama aku menyaksikan Zayn diculik. Ini buruk. Hei, balas emailku dan jangan buat aku khawatir!

[ next e-mail ]

Sent: April 7th 10.17

To: aimalik_98@gmail.com

Kau tidak akan percaya ini. Pagi tadi aku, Greyson dan Liam sarapan bersama di café. Tapi yang buruk, kami bertiga nyaris mati karena ditembak. Bahkan ...

Beth menarik rambutnya pasrah ketika membaca satu persatu e-mail yang telah Ia kirimkan kepada Aimee. Dari banyaknya e-mail, Aimee sama sekali tidak membalasnya. Ini membuat Beth khawatir. Dan sebenarnya semalam, dia dan Greyson pun berusaha menghubungi ponsel Aimee beberapa kali, namun tidak aktif. Lalu Louis mengatakan pada Beth dia tahu sebuah program melacak ponsel seseorang melalui nomor ponselnya. Jadi mereka bertiga pun mencoba melacak Aimee, serta Zayn, tentunya melalui nomor ponsel mereka.

Namun hasilnya nihil. Yang mereka dapatkan adalah pemberitahuan bahwa "nomor yang dicari tidak tersedia".

Mereka sudah mirip mata-mata—itu kata Greyson. Tapi siapa peduli? Mereka melakukannya demi Aimee dan Zayn. Beth juga yang lainnya akan melakukan apapun agar mereka berdua ditemukan.

Beth menoleh, membaca waktu di jam beker di sisi kasurnya. Pukul tujuh pagi. Ia segera bangkit, mengambil handuknya lalu masuk ke kamar mandi. Beth ingin membuatkan sarapan sebelum Greyson, Niall, Louis, Harry dan Liam bangun. Setidaknya selama dia disini, hanya itu yang bisa Ia lakukan.

***

"Sudah selesai? Kalian mau tambah porsinya, tidak?" tanya Beth saat melihat sebagian besar dari mereka telah menghabiskan makanan di piringnya masing-masing.

"Tidak usah, B," kata Niall sambil menyenderkan punggungnya ke kursi. Ia meraih segelas air di sisi piringnya dan meneguknya, "aku sudah menambah dua kali tadi, sebenarnya."

"Kebiasaan," Harry melempari selada kepada Niall, lalu dibalas dengan lemparan potongan tomat. Namun Harry berhasil menghindar hingga tomat itu mendarat di rambut Greyson.

"Astaga! Aku baru saja keramas!" keluh Greyson kesal.

Liam mengabaikan kehebohan yang ditimbulkan teman-temannya. Ia menyambar piring-piring sarapan Greyson, Niall, Harry, Louis, Beth serta miliknya untuk dibawa ke wastafel. "Beth, biarkan aku yang mencuci piring."

"Oke," Beth menghindar dari wastafel. Ia memerhatikan Niall, Greyson dan Harry yang beradu mulut di saat Louis masih tenang duduk di sisi Greyson sambil memainkan ponselnya. Beth merasa tengah memerhatikan anak-anaknya yang hiperaktif tengah bertengkar.

Keramaian itu tertunda saat pesawat telepon di dinding dapur mengeluarkan suara deringan keras yang mengganggu. Beth baru saja akan berjalan menuju benda itu saat Louis berdiri dan mengangkat tangannya, "biar aku saja, B. Kau sudah memasak tadi. Beristirahatlah."

Beth tersenyum singkat. Ia duduk di sofa ruang keluarga. Ia merasakan gadis batinnya yang hanya diam dengan wajah merah padam, seperti menahan segala emosi yang Ia rasakan sekarang agar tidak meledak-ledak. Girang, gembira, senang dan perasaan positif lainnya. Beth mungkin sering membayangkan dan berharap kalau suatu hari dia akan bertemu dengan mereka—Louis, Niall, Liam dan Harry. Tapi tinggal di basecamp dan sarapan bersama? Itu di luar ekspetasinya.

Louis menyambar gagang telepon, lalu menyender di dinding saat menempelkan benda tersebut ke sisi telinga kanannya. "Hello," sapanya singkat. "Disini Louis."

"Louis! Kebetulan sekali. Aku memang harus berbicara denganmu. Ini Simon Cowell."

Sepasang mata Louis melebar. "Simon!" Ia memekik dengan suara nyaring. Sengaja agar menarik perhatian Liam, Niall dan Harry. Usahanya berhasil karena kini ketiga sahabatnya itu menoleh padanya. "Kaget mendengarmu menelepon, Si. Well, setelah yang kami alami selama dua hari ini," Louis merespon ucapan Simon dengan sarkastik. Masa bodoh dia akan memarahiku.

"Louis, ayolah. Aku tidak tahu masalahnya sampai sebesar ini! Kukira ini hanya leluconmu."

"Tidak. Ini bukan lelucon! Zayn benar-benar diculik, Liam nyaris mati karena ditembaki, kami pun dikejar mobil misterius sampai Harry pingsan karena syok, dan kejadian gila lainnya. Oh, apa kau tahu rumah Zayn diserang tempo hari?"

"Ya, ya. Aku mengetahui semuanya. Jadi, begini," Simon mendehem sebentar sebelum berbicara lagi. "Soal polisi, kami sudah membereskannya. Mereka tidak akan memberitahu apapun kepada media."

"Lalu?" Louis memainkan kabel telepon dengan jarinya. Ia ingin sekali menutup telepon karena muak mendengar seluruh ucapan Simon. Namun di sisi lain, Ia penasaran. "Bagaimana Zayn? Juga nasibku dan teman-temanku?"

"Ya, soal Zayn ... kau tahu? Sejak dia dengan resmi keluar band, dia sama sekali tidak mengontak kami. Mengontak kalian pun tidak, bukan? Jadi ..."

Louis menahan emosinya. Ia tahu apa yang akan dikatakan Simon. "Asshole," umpat Louis berang. Ia memijat keningnya keras, merasa kesal dan tak percaya di saat yang sama.

"... jadi, Zayn bukan tanggung jawab management lagi, Louis. Kami tidak tahu menahu soal nasibnya sekarang. Dan bisa saja saksi gadis asing itu salah, bukan? Bisa saja dia salah lihat."

Sudah kuduga! Louis menggelengkan kepalanya seraya tertawa meremehkan. "Pertama, nama gadis asing itu adalah Beth. Bethany Chance. Sekarang, dia dan sepupunya pun—Greyson Chance—menjadi incaran para kriminal itu! Jadi, mereka menginap di basecamp sampai situasi aman. Dan menurut ceritanya, aku tahu betul dia tidak salah lihat! Lagi pula aku memang sempat lihat mobil Zayn melaju cepat meninggalkan café!"

"Apa?! Mereka tinggal di rumahmu? Kau tidak berfikir untuk membicarakan dengan kami dulu, Louis?!"

"Untuk apa?! Kalian pun tak peduli dengan Zayn! Kalian tak peduli dengan keselamatan kami!"

"Louis Tomlinson, berani-beraninya kau—"

"Fuck you."

Beth, Liam, Niall, Harry dan Greyson tercengang mendengar ucapan Louis. Mereka menatap Louis tak percaya saat Ia melangkah kembali ke meja makan, dan duduk di sisi Greyson dengan penuh kekesalan.

"Kau sadar apa yang baru kau lakukan tadi, bukan?" kata Harry was was. "Simon bisa—"

"Aku tahu!" Louis tampak frustasi. "Tapi kalau kau jadi aku, apa yang akan kau katakan? Mereka memang tidak peduli! Mereka tidak memikirkan keselamatan kita! Untung saja Ayah Beth berbaik hati mengirimkan kita senjata untuk perlindungan. Kalau saja tidak, kita sudah berada di peti mayat sekarang."

Aku tidak terkejut sama sekali, batin Beth santai. Untung saja Ayah mau membantu mereka juga. Ayahku memang yang terbaik.

"Ting tong."

"Oh, siapa tahu itu paket senjata!" pekik Liam bersemangat. Ia mematikan keran wastafel dan mengelap tangannya dengan serbet, kemudian dengan langkah lebar berlari menuju pintu utama.

"Ada rencana tidak, hari ini?" tanya Greyson seraya melipat kedua tangannya. "Mau mencari Aimee atau Zayn?"

"Aimee," kata Niall cepat. "Kemarin kita sudah mencari tahu tentang Zayn. Sekarang, coba kita cari Aimee. Mungkin Beth, kau bisa menghubungi Ibunya dan menanyakan apa ada sanak keluarganya disini? Siapa tahu—"

"Kita kedatangan tamu."

Dengan bersamaan, Niall, Harry, Louis, Greyson dan Beth menoleh ke pintu ruang makan yang bersambungan dengan ruang keluarga, dimana Liam berdiri disana dengan senyuman masam. Ia datang bersama seseorang yang menguras emosi mereka semalam.

"H-hai, Guys."

"Guys?" Greyson tergelak sarkastik. "We're not your 'guys'."

Louis mengulurkan tangannya kepada Greyson, dan kemudian keduanya saling ber-high five. Ia menoleh kepada si tamu sembari mengatakan burn tanpa suara, menyebabkannya tersenyum masam.

"Hentikan itu," Liam bersedekap, memberikan kelima kawannya tatapan penuh peringatan. "Dia bilang ingin membicarakan suatu hal yang penting."

"Oh, ya? Apa itu?" Beth tersenyum ramah penuh paksaan. Ia bangkit, pindah dari ruang keluarga ke ruang makan. Ia berdiri di sisi kursi tempat Louis duduk.

"Jadi ..." Shahid—ya, tamu yang datang adalah Naughty Boy a.k.a Shahid Khan. Ia sebenarnya merasa ragu untuk mengikuti akal sehat-nya yang menyuruh untuk menemui keenam orang yang baru bermasalah dengannya kemarin. Tapi, karena sudah terjadi, Ia pun harus melanjutkannya. "Aku terlalu menyebalkan kemarin hingga melupakan persoalan penting kalau Zayn diculik."

"Lanjutkan," kata Harry tanpa menatap Shahid. Ia lebih memilih memotong pancake-nya dari pada melihat wajah pria gempal di hadapannya sekarang.

"Dan, aku ingin bertanya," Shahid mulai serius. Ia mendekap tangannya dan menatap Liam, Greyson, Beth, Harry, Louis dan Niall satu persatu. "Aku akhir-akhir ini sibuk mengurus karir Zayn ke depannya hingga kami jarang berkomunikasi. Aku pun terkejut sekali mendengar dari kalian kalau Zayn diculik."

Keenam orang didepannya terdiam, malah melirik satu sama lain.

"So?" Greyson mengerutkan dahinya. Tidak mengerti maksud dari ucapan Shahid. "Maksudmu?"

Shahid meremas jemarinya, memikirkan kata yang tepat untuk diucapkan. "Kenapa kalian berfikir aku tahu keadaan Zayn?"

Pertanyaan Shahid membuat keenam orang di depannya tercengang. Bahkan Niall langsung menjatuhkan garpu di atas piring, menyebabkan suara dentingan yang tidak enak didengar. Ia berdehem sebentar sebelum melirik Shahid penuh keheranan.

"Shahid, maaf, tapi itu pertanyaan bodoh," Niall berkomentar dengan sarkastik sesaat setelah menelan pancake dari mulutnya. "Tentu saja kami berfikiran seperti itu."

"Yeah, I know but why?" ulang Shahid dengan penuh kebingungan.

"Karena kau sahabat barunya," Liam menyahut cepat. Suaranya begitu datar, begitu pun ekspresinya yang menatap Shahid dengan agak sinis. "Bukankah aku benar?"

Louis dan Beth saling bertatapan dengan mulut membulat, seakan tak percaya dengan hal yang dikatakan Liam. Tapi, hei, sebenarnya ucapan Liam pun benar. Shahid adalah sahabat baru Zayn. Dia tidak salah, bukan? Liam mengatakan hal yang sejujurnya.

Shahid merasa nyali-nya menciut karena perkataan Liam. Ia tersenyum masam. Diam-diam, Ia merasa bersalah. "Tidak," Shahid memaksakan sebuah senyuman ramah. Tapi gagal. Ia justru menunjukkan raut wajah kecewa. "Aku bukanlah sahabat yang baik seperti kalian."

Dan entah untuk keberapa kalinya, mereka terdiam.

Beth menggeleng. Ia merasa ini salah. Ucapan Shahid tadi seakan dengan sengaja diucapkan agar memengaruhinya, juga Greyson, Harry, Liam, Niall dan Louis. "Syukurlah kau mengetahuinya."

Liam membelalak. "Bethany!"

"Sst," Beth mengangkat jari telunjuknya, meminta Liam diam. Ia kemudian maju, sedikit mendekat kepada Shahid. "Maaf, Shahid. Tapi aku tidak dapat mempercayaimu begitu saja. Tidak setelah apa yang kau lakukan kepada kami."

"Aku tahu," Shahid merespon cepat. "Aku melakukan hal brengsek yang menyebabkan tidak mendapati kepercayaan dari kalian. Tapi kumohon, untuk sekali ini saja. Dengarkan aku, please? Demi Tuhan, aku tidak mengetahui apapun tentang diculiknya Zayn. Bahkan aku pertama kali tahu dari kalian. Jadi, aku ingin sekali membantu kalian mencarinya."

"What?" Harry memekik heran.

"Kau dengar aku, Harry. Aku ingin mencari Zayn juga. Aku ingin membantu kalian," kata Shahid dengan memohon. "Aku memang bukan sahabat yang baik, tapi dia tetaplah sahabatku. Kumohon."

Tidak ada yang menyahut. Tidak ada yang tahu bagaimana cara menjawabnya. Butuh beberapa saat untuk memikirkan jawaban yang tepat, dan hal itu dikatakan Liam. Mau tak mau, kelima kawannya yang lain menerimanya walaupun masih merasa ragu.

***

Di hari yang sama ...

'One Direction dan Greyson Chance Dalam Bahaya?'

Semua terjadi sejak tanggal 7 April pagi hari, ketika kami mendapati musisi Greyson Chance dan Liam Payne dari One Direction berada di kafe tengah kota di sisi Ibis Hotel. Tak lama seorang gadis yang ternyata adalah sepupu dari Greyson Chance bernama Bethany, bergabung dengan mereka. Mereka tampak berbincang serius sampai sekelompok orang mulai menembaki kafe dan diduga mereka mengincar ketiga orang tersebut.

Di hari yang sama pun, terjadi peristiwa penembakan oleh senjata besar dengan sasaran sebuah kamar hotel di Ibis Hotel, yang setelah di ketahui adalah kamar tempat Greyson Chance dan Bethany Chance menginap. Juga mobil seorang personel One Direction, Louis Tomlinson pun meledak karena dipasangi bom oleh orang tak dikenal. Dari semua peristiwa membahayakan yang terjadi di hari yang sama ini, polisi berpendapat bahwa Harry Styles, Louis Tomlinson, Liam Payne, Niall Horan, Greyson Chance dan Bethany Chance menjadi incaran sebuah komunitas kriminal yang telah lama dicari oleh kepolisian London.

Zayn nyaris memuntahkan bubur yang tengah disantapnya karena membaca sebuah artikel di koran yang tergeletak di atas meja. Ia dengan segera meneguk air di gelas sebelum tersedak.

"Kau berlebihan. Tenangkan dirimu, Pakistan," cibir Aimee. Ia baru saja keluar kamarnya, sambil menyisir rambutnya yang setengah basah dengan jari. "Dan habiskan makan malammu itu."

"Berlebihan?" Zayn memekik kesal karena komentar Aimee. Ia berdiri, membanting koran di hadapan Aimee kemudian menunjuk sebuah artikel yang membahas keempat sahabatnya. "Lihat ini. Apa ini perbuatanmu?"

Aimee mengerutkan dahinya. Ia bersikap enteng, berdiri menyender ke meja seraya tersenyum kepada Zayn. "Ya." Aimee menunjuk foto Beth dan Greyson di halaman tersebut. "Lihat ini? Mereka sahabatku. Namanya Bethany dan Greyson Chance. Mereka bersepupu. Dan ..." ucap Aimee dengan begitu tenang. "Mereka berdua telah berkumpul dengan empat mantan bandmates-mu. Jadi, sejauh ini rencanaku berjalan lancar."

"Rencana apa lagi?!"

"Kau tahu jawabannya jangan berpura-pura bodoh."

Sepasang mata Zayn membelalak. Ia menggertak kesal, "kau gila jika rencanamu adalah membunuh mereka, Aimee. Kalau Beth dan Greyson adalah sahabatmu, lalu One Direction adalah idolamu, kenapa kau merencanakan ini semua?" seru Zayn dengan suara keras hingga terdengar serak. "Sahabat macam apa kau, hah?"

Aimee malah tertawa. Ia menggelengkan kepalanya sebelum menoleh kepada Zayn yang duduk disebelahnya. "Tak kusangka kau begitu munafik. Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu padamu?" sahut Aimee dengan enteng.

Zayn sadar kalau Ia termakan ucapannya sendiri. Namun Ia tak mau terlihat salah di mata Aimee. "Berhenti menyudutkanku, Gadis," kata Zayn datar. Ia menatap tajam sepasang mata biru milik Aimee yang kini menatapnya lekat. "Kau sama saja. Kau bilang aku melukai mereka tapi kau pun melukai Greyson dan Beth. Kau sangat tidak tahu diri."

Aku tahu, Aimee berbatin getir. Ia menahan ekspresinya agar tidak terlihat sedih. "Kau tahu, aku terkejut saat kau memotong habis rambutmu," kata Aimee berbasa-basi. Padahal gadis batinnya sudah menjerit tidak rela dan rasanya ingin menempelkan lagi potongan rambut Zayn kembali ke kepalanya. "Hebat."

Zayn mendecak tidak peduli. Ia menghela nafas sebelum menoleh kepada gadis di sampingnya, "menurutmu apa Perrie mau kembali padaku lagi?" tanya Zayn, terdengar lirih bahkan nyaris berbisik.

Namun gadis dengan rambut cokelat kepirangan itu masih dapat mendengar ucapan Zayn. Dahinya berkerut, heran sekaligus terkejut karena Zayn menanyakan hal itu padanya. Ini membuatnya bimbang. "Itu tergantung padamu apakah mau selalu bertingkah brengsek atau berubah," akhirnya itu saja yang bisa Ia katakan. "Tapi kau sudah pernah mengkhianatinya jadi ... Entahlah."

"Dari jawabanmu ... kurasa maksudmu tidak."

Aimee mengangkat kedua bahunya. "Kau yang memutuskan. Masalahnya adalah kalau kau masih mencintainya, namun Perrie tidak, kau tidak dapat berbuat apapun lagi. Kau tahu sendiri cinta itu tidak bisa dipaksakan," lanjut Aimee datar.

Aimee menyadari apa yang baru saja Ia katakan. Gadis batinnya pun kini tengah menggeleng tak percaya dan menampar dirinya agar sadar.

Hei, bukankah kau harus bersikap dingin? Kenapa kini kau malah memberi nasehat percintaan yang konyol kepada Zayn?

Zayn menoleh kaget ketika Aimee menariknya berdiri dari kursi secara paksa. "Kembali ke kamarmu," perintah Aimee.

"Ada apa denganmu? Kau tahu, kau sungguh bipolar. Kau tadi menasehatiku dan kini kau menjadi menyebalkan, lagi," komentar Zayn keheranan. "Kau menyembunyikan sesuatu, Aimee."

Aimee memutar bola matanya, tampak masa bodoh. "Terserah padamu, Sherlock. Sekarang, patuhi ucapanku dan masuklah ke kamar!" Aimee memerintah Zayn untuk kedua kalinya. Kini lebih tegas dan galak.

Zayn berteriak karena Aimee mendorongnya kasar memasuki kamar. Sebelum Ia berbalik dan protes, Aimee langsung menutup pintunya, tak lupa menguncinya sebelum Zayn sempat mendobraknya. Ia mengabaikan teriakan penuh amarah dari Zayn, lalu kembali menuju kamarnya.

Tenang, dan kontrol emosi-mu, batin Aimee dengan resah. Ia duduk di atas kasurnya dengan pasrah. Tangannya bergerak ke wajahnya, mengusapnya agak kasar karena merasa frustasi atas banyak hal yang Ia fikirkan. Ini pertama kalinya Ia melakukan ini semua dan tentu, rasanya menegangkan.

Gadis itu meraih laptopnya di atas meja dan meletakkannya di atas bantal merah. Ia membuka sebuah akun e-mail. Disana, tertera sebuah e-mail baru yang membuat senyuman Aimee muncul.

Sent: Wednesday, April 8th 2015. 09.45.

Bos, kami gagal menangkap mereka semalam setelah keenam orang itu keluar dari club. Jadi, kami menyusun rencana lainnya agar salah satu dari mereka datang dan hendak memberitahu informasi yang telah kita incar sejak dua hari yang lalu. Tetapi kami ingin meminta persetujuan Bos terlebih dahulu. –Frank

Aimee membaca e-mail di atas seraya memilin rambutnya yang terurai ke depan, nyaris menghalangi pandangannya. Kemudian Ia membaca e-mail balasan di bawahnya.

Sent: Wednesday, April 8th 2015, 09.54

Rencana apa itu? –N.N

Aimee berfikir dengan perasaan ingin tahu yang sangat. Kira-kira, apa rencana mereka? Jarinya mengetuk meja kayu, menimbulkan suara ketukan kecil di dapur yang sepi. Ketika Ia mendengar suara notifikasi tanda e-mail masuk dari laptop, Ia segera kembali memfokuskan pandangannya pada layar benda elektronik tersebut.

Sent: Wednesday, April 8th 2015. 09.57,

[ This user sends you a picture ]

Aimee tersenyum puas.

"Ini akan menyenangkan."

***

I think the next chapter will be interesting too, ma friend.


Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
1.2M 167K 26
[Fantasy & (Minor)Romance] Seluruh umat manusia tahu kenyataan bahwa volume air di bumi semakin naik dan menenggelamkan satu persatu pulau di dataran...