MINE [TAMAT]

By Sitinuratika07

29.7M 1.1M 62.5K

Sudah dibukukan❤️👅 tapi part masih lengkap karena isi di wattpad dan di buku sangat berbeda 🤭 ini cerita pe... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 - Sean's POV
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19 - Chit Chat
Part 20 END \m/
After Wedding :)
SEQUEL- HAPPY ANNIVERSARY ( Repost )
SEQUEL ( Kelvin D. Franklin )
SEQUEL ( Deira D. Franklin )
SEQUEL ( Melvin D. Franklin )
SEQUEL: Special Melvin, kasih sayang Papa❤
SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (1)
SEQUEL: Abal-abal
SEQUEL - The Couple Goals
Sequel: Aku Padamu, Sean!
Sequel Lanjutan: Aku padamu, Sean!
Sequel lanjutan: Aku padamu, Sean! (versi dua)
Sequel Lanjutan - Aku padamu, Sean! (versi ketiga)
Pengumuman pemenang give away!
Juara 1 - Mine by Octya Celline
Juara 2 - Peleburan Hati by Oksytawulandari
Juara 3 - Oh my God by Syarah
Juara 4 - Jeaolus by Adinda Farah Anisya
Juara 5 - Lingerie by Raudhatul Janah
Juara 6 - Day Dream by Raisa Pujia
Juara 8 - The Grand final Konspirasi by Cassandra June
Juara 9 - Heaven of Culinary by FilipiPhoebe
Juara 10 - Happy Birthday my Lovely Husband by Widya Safira W.
MINE READY STOK ❤️

SEQUEL: Sean jadi STALKER!?! (END)

428K 16.4K 1.1K
By Sitinuratika07

Langsung aja! Caw~~~

****

Tika's POV

"Berapa menit lagi?" tanya Sean yang duduk di sampingku dan merangkul pundakku itu.

Kami sedang berada di waiting room Bandara Internasional Anchorage. Padahal baru jam 6 pagi. Huh, Sean membangunkanku jam setengah 5 subuh. Bayangkan. Katanya lebih baik pergi pagi-pagi, jadi sampai sana bisa tengah malam nanti.

Aku melihat jam di pergelangan tanganku, "Mungkin sebentar lagi, Sean. Hemm, kenapa kau belum pergi bekerja?" tanyaku iseng-iseng.

"Ini masih pagi sayang. Lagipula aku ingin mengantar kekasihku pergi. Apa salahnya?" jawabnya frontal membuatku pipiku langsung memanas. Bisa saja ishh.

"Cantik sekali," pujinya setelah itu dia mencium pipiku. Argghh, Sean. Kenapa tidak dari dulu saja kau begini?

Sesaat kemudian, bunyi panggilan ke Indonesia terdengar. Aku pun merapikan koper kecilku lalu berdiri, dibantu Sean dia membawakan koperku berjalan menuju petugas.

Tetapi sebelum itu dia menangkup wajahku dan menatap mataku lurus, "Aku menyiapkan sopir pribadi dan kamar hotel kalau kau sudah sampai di Jakarta. Jangan lupa menghubungiku. Jangan nakal disana, Oke." ingatnya. Astaga, pacarku ini perhatian sekali.

"Siap bos!! Ya sudah aku pergi dulu ya!" ucapku sambil menarik koper itu. Aku belum berjalan dua langkah, Sean kembali menahan lenganku. Dia memelukku erat sekali seakan tidak mau melepaskanku pergi. Setelah itu, dia mencium bibirku lama dan lembut membuat lututku sepeti jelly sekarang.

"Hati-hati sayang.." katanya seraya mengelus pipiku. Aku pun tersenyum walaupun bayanganku sudah pergi entah kemana. Sekarang, kalau Sean menciumku di bibir atau pipi atau tempat lainnya, aku seperti merasa terbang. Buuuuuhhh...

"Aku pergi. Dadaaahh.." Aku melambaikan tanganku dan mulai berjalan ke arah petugas yang bertugas mengambil pasport dan tiket pesawat itu. Sean membelikan tiket di kelas bisnis. Padahal di kelas ekonomi juga tidak apa-apa. Terlalu mubazir uang. Ini kan mahal.

Akhirnya aku bisa kembali bertemu teman-teman seperjuanganku. Padahal baru sebulan kemarin aku ke Indonesia bersama Sean, tetapi aku tak memanfaatkan waktu untuk bertemu teman-temanku itu. Yoshh, reunian kali ini aku harus puas tertawa bersama Bastian dkk. Bye, Sean. Sepertinya aku mulai mencintaimu..

****

Sean's POV

"Mau makan apa, Tuan---"

"Jangan panggil namaku." Aku langsung memotong ucapan pramugari itu karena sepertinya dia akan memanggilku Franklin. Aku tak mau kalau Tika sampai tahu aku di sini duduk di belakangnya walaupun tempat yang kami duduki bersebrangan. Dia dikiri, aku dikanan. Dengan posisi ini, aku bisa melihat istriku yang cantik jelita itu lebih leluasa.

"Maafkan saya Sir. Anda mau makan apa?" tanyanya lagi. Aku menggeleng saja.

"Aku tidak lapar." Aku pun melihat Tika bersender di kaca sampingnya sambil memijit pelipisnya. Dia mabuk udara. Selalu pusing kalau kami sedang naik pesawat.

"Bisakah kau memberikan gadis itu segelas anggur? Buat dia tidur," suruhku sambil menunjuk tempat duduk di samping kiriku. Pramugari itu mengikuti arah jariku dan mengangguk.

"Baiklah, Sir." ucapnya lalu pergi. Tak lama kemudian, pramugari itu datang menghampiri Tika dan memberikannya segelas anggur. Tika tak banyak basa-basi lagi, dia meneguk anggur itu sampai habis. Lalu sekitar 10 menit, dia tertidur.

Untung saja dia tidak sadar saat aku masuk ke dalam pesawat tadi. Ya, aku baru masuk lima menit setelah Tika masuk ke dalam pesawat. Dia tidak melihatku saat itu karena sedang membenah diri mencari posisi duduk yang paling nyaman. Aku hanya tertawa pelan saja saat melewatinya. Benar-benar kepolosannya bisa dimanfaatkan.

Perjalanan menuju Jakarta menempuh dua kali transit. Pertama di Seoul dan kedua di Dubai. Sepanjang perjalanan ini pula Tika selalu tertidur. Dia terbangun kalau mau makan atau ke toilet saja. Dan anehnya, sampai saat ini juga dia belum menyadari keberadaanku. Bahkan dia tidak pernah menoleh ke belakang kursinya. Aku harusnya berterima kasih mempunyai kekasih yang matanya tidak jelalatan. Iya kan?

Pukul 2 dini hari, aku sudah sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Tika berjalan sempoyongan karena masih mengantuk terus saja menarik kopernya keluar. Aku terus menahan diri supaya tidak mendekatinya, tidak mengambil kopernya itu dan apalagi aku sangat ingin menggendong tubuhnya itu sekarang. Kasihan sekali istriku.

"Nyonya Franklin?" ucap salah satu sopir pribadi yang kupesan dari agensi terkemuka di Jakarta kemarin. Sopir pribadi itu langsung mengenal wajahnya dan dengan sigap mengambil koper kecil miliknya. Nah, kalau kerjanya gesit seperti itu kan bagus.

"Pak, jangan panggil Nyonya Franklin dong. Aku masih gadis tau! Panggil Tika aja," rengutnya.

Sejujurnya aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan barusan soalnya Tika bicara full Indonesia sekarang. Tapi kalau mendengar ada Franklin-Franklin pasti dia sedang protes dengan panggilan nyonya tadi. Hei, kau sudah bersuami! Dan suamimu itu aku. Tentu saja harus dipanggil Nyonya Franklin.

"Maaf saya tidak berani, Nyonya. Ayo saya antar ke hotel," balas Sopir itu. Tika pun mengerucutkan bibirnya lucu dan masuk ke dalam mobil BMW spesial pesananku. Aku tak mau wanitaku itu naik mobil abal-abal.

Setelah Tika pergi, ada seorang pria berpakaian hitam-hitam mendekatiku. Ya, dia pengawal pribadiku selama di Indonesia. Namanya Jono, berasal dari Tanggerang tetapi bahasa Inggrisnya lancar seperti orang asing pada umumnya. Itulah mengapa dia di utus langsung dari agennya untuk menemaniku selama di Jakarta. Dia juga-lah yang memasang CCTV di kamar hotel Tika tadi pagi, karena aku yang menyuruhnya. Aku memesan kamar yang berseberangan dengan kamar Tika. Katakanlah aku brengsek atau apa, yang jelas aku tak mau gadisku itu kenapa-kenapa nanti.

"Pergi sekarang Sir?" tanyanya. Aku pun mengangguk. Dia menuntunku berjalan menuju mobil di depan bandara itu dan membukakan pintu untukku.

"Ya, langsung menuju hotel." jawabku. Jono menjawab dengan formil dan mobil pun melaju seperti biasanya.

Malam di Jakarta tak seubahnya dengan di Amerika. Walaupun jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, tetap saja banyak muda mudi pergi kesana kemari entah mau kemana. Bahkan terkadang di salah satu titik, ada banyak sekali wanita-wanita berpakaian modis dan sexy-sexy. Aku tak tahu mereka sedang apa dan aku juga tidak peduli.

Sesampainya di kamar hotel, aku langsung mengecek handphone-ku yang sudah terhubung dengan CCTV di kamar Tika. Terlihat gadis cantik dan kecil itu telah tertidur damai di kamarnya dengan masih memakai baju tadi. Sepertinya dia masih terkena jet lag.

Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Selamat tidur sayang. Mungkin nanti malam aku akan menyelinap lagi ke kamarmu dan memelukmu seperti biasa.

****

Tika's POV

Hoaaaaammmmmmm... Aku menguap lebar-lebar sehabis bangun tidur. AC di kamar ini terlalu dingin, brrr ... Soalnya aku lupa semalam untuk mematikannya. Aku masih tidak menyangka Sean bakal memesan kamar hotel bintang lima seperti ini, padahal aku bisa saja menumpang di rumah Bibi Mira di Kemayoran. Huh, boros uang! Disini pasti mahal, aku jamin. Tapi tidak apa-apalah tidak enak juga tiba-tiba datang ke rumah Bibi eh langsung mau menginap. Kan apalah apalah.

Hari ini aku free, soalnya reuniannya besok. Jadi apa yang harus kulakukan ya? Ahh iya, aku harus mengabari Bastian dulu kalau aku sudah sampai di Jakarta. Tapi apa bisa mengirim pesan dengan masih nomor Anchorage seperti ini? Coba saja deh.

Aku pun segera mengirim pesan ke nomor Bastian yang menelponku kemarin.

Bas, gue sudah di Jakarta.

Send.

Ehh bisa, terkirim pula. Kok aneh ya? Kok bisa sih? Hemmm.. Apa mungkin nomorku dispesialkan? Kan operator ini juga salah satu usaha keluarga Sean. Maybe yes, maybe no. Aku tak tahu dan aku tak mengerti. Beberapa menit kemudian terdengar balasan pesan dari Bastian.

Syukur deh kunyuk. Hahaha, oh ya reuniannya di majuin jadi hari ini soalnya besok Rangga mau ke Padang lagi. Loe belom tau kan? Dia kerja disana.

What? Rangga kerja di Padang? Bew jadi apa? Eh ngomong-ngomong Rangga itu mantan pacarku kelas 10 dulu, cinta monyet lah. Pacaran aja cuma sebulan. Hahahha.

Tapi tunggu dulu!? Untung saja aku sudah sampai pagi ini, kalau aku belum sampai juga, aku ditinggal dong. Beuhh jahat!!

Oke deh. Siap, tunggu gue di rumah Pitik. See you Bas!

GAK USAH SOK KEREN DEH!

Aku pun tertawa lepas melihat pesan Bastian yang terakhir. Pasti wajahnya alay banget pas ngetik SMS tadi. Hahaha.

Yeyeyeye, tidak jadi dong nganggur hari ini. Aku pun segera mengambil handuk bersih yang sudah disiapkan oleh pihak hotel itu dan berjalan menuju kamar mandinya. Sebelum itu aku kembali di kagetkan bunyi hp-ku yang berdering keras. Siapa sih?

Oh my God!! Sean!!

Astaga, aku benar-benar lupa mengabarinya kalau aku sudah sampai. Wuaaa dia pasti marah.

"Hallo Sean," sapaku ragu. Aku mendengar bunyi tuuuut sebentar. Apa dia barusan me-loadspeaker-kan suaraku atau dia tadi sedang memakai headset?

"Sayang, apa yang sedang kau lakukan?"

"Hah, apa yang sedang kulakukan?" Aku mengulang pertanyaan Sean yang kurasa aneh itu. Tumben sekali dia menanyakan aku lagi apa.

"Ya sayang. Sekarang kau lagi apa?" tanyanya dengan suara lembut. Astaga, Sean sedang apa disana ya? Kalau disini jam 7 pagi, di Anchorage jam berapa? Nanti ku cek ahh.

"Aku mau mandi. Mau pergi jam setengah 9 nanti. Kata Bastian, reuniannya jadi hari ini," jawabku. Terdengar Sean menghela nafas disana.

"Sayang, aku tak suka kau menyebut nama pria lain kalau lagi bersamaku. Jangan ulangi, oke."

LEBAY!!!

"Baiklah Sean, ya sudah. Aku mandi dulu ya,"

"Ya,"

Tut tut tut.

Cuma 'Ya' saja? Hellooooo~~~ Sean aneh! Biasanya dia bilang loveyou atau missyou, kok ini cuma Ya sih? Agghh menyebalkan! Setidaknya lebih manis sedikit apa, kita kan sedang berada di benua berbeda Sean..

Dasar Jahat!

***

Sean's POV

Aku tertawa lepas melihat reaksi Tika yang kesal setengah mati karena aku hanya menjawab Ya tadi. Biasanya sebelum menutup telepon, aku mengucapkan kata-kata cinta terlebih dahulu, itulah kenapa Tika bisa kesal seperti itu. Apakah dia sudah mulai tanda-tanda ada rasa denganku?

Aku berharap iya. Semoga iya.

Ngomong-ngomong, kenapa matahari sangat bersinar silau dikota ini padahal baru jam 7.15 WIB? Memang berbeda sekali rasanya kalau sedang di Anchorage. Pukul 11 siang saja masih terlihat mendung. Dulu aku pernah bertanya dengan Tika, kenapa di Indonesia sangat panas dan terlalu padat? Aku mudah berkeringat kalau sudah disini. Tika malah menjawab,

Indonesia itu memang seperti ini, pagi-pagi saja sudah dihangatkan oleh Matahari. Itulah kenapa orang sini semuanya ramah semua. Bisa menghangatkan satu sama lain.

Apa hubungannya? Harus ku akui, istriku itu memang agak loading lambat.

Setelah menyuruh Jono untuk mengantarkan sarapan ke kamar Tika, aku pun segera mandi. Logis juga memang kalau Tika selalu menyuruhku mandi dua kali sehari, pagi dan sore. Kalau cuacanya panas seperti ini maklum, badan lengket semua. Lah ini di Alaska? Apa masih bisa dimaklumi?

Setelah mandi, aku kembali melihat layar handphone. Tika sedang menonton TV sambil sarapan. Dia juga sudah berpakaian rapi dengan memakai jeans biru bias dan kemeja biasa. Biasa sekali malah. Astaga, aku tidak mau dia memakai baju seperti itu. Apa aku harus membelikannya? Jangan-jangan, nanti aku bisa ketahuan.

Fyuuh, satu lagi rasa emosional ini harus kutahan. Sangat-sangat menyiksa!

"Sir, Nyonya tadi sudah pergi." ucap Jono saat aku baru tiba di lobby. Pandangan semua orang langsung tertuju padaku. Apa mereka baru bertemu orang asing sepertiku ini? Tidak mungkin kan, ini hotel bintang lima. Pasti banyak bule nginep disini. Bule itu sering dipakai Tika untuk memanggilku. Katanya sama saja dengan orang asing.

"Baiklah ayo pergi. Aku tidak mau tertinggal jauh."

"Tenang, Sir. Tadi saya sudah kongkalikong sama Dimas, sopir istri anda." jawabnya sambil membukakan pintu untukku.

"Apa? Kingkong?"

Aku mendengar Joni tertawa pelan, "Bukan Sir, itu bahasa lainnya kerja sama."

Aku hanya mengangguk-angguk saja. Walaupun aku sering di ajarkan oleh Tika berbahasa Indonesia, tapi aku masih belum mengerti bahasa gaulnya yang ternyata lebih sulit. Contohnya kingkong tadi. Kera kok artinya kerjasama sih? Aneh.

Entah ini dimana, aku sama sekali tidak tahu daerah ini. Saat kutanya tadi, mungkin aku salah dengar atau apa ini daerah Menteng. Menteng? Banteng kali ya. Namanya susah sekali disebut.

Mobilku terparkir dekat lapangan,  berjarak mungkin hanya dua rumah saja dari rumah teman Tika. Segera aku membuka aplikasi sambungan perekam suara yang kutaruh di belakang casing hp nya itu. Terdengar ramai sekali, suara tertawa melengking, suara pria tetapi suara wanita paling mendominasi. Aku penasaran, sedang apa mereka disana? Apa Tika sedang di .. !?

Lupakan pikiran negatifmu bodoh! Mereka hanya remaja yang sedang reunian. Astaga.

"Jono, bisa kau artikan suara-suara ini? Aku sama sekali tidak mengerti." ucapku sambil membesarkan volume digadget-ku dan kuberikan pada Jono. Dia menerimanya dan mulai mendengarkan isi suara itu.

"Teman-teman Ny. bertanya soal mobil dan Sopir, Sir. Lalu mereka menanyakan pacarnya Ny. Apa dia kaya? Apa tampan? Singkat cerita seperti itu," jawab Jono menerangkan semua pembicaraan memakai bahasa aneh loe gue loe gue itu. 100 persen aku tidak tahu artinya.

"Ohh, apa Tika baik-baik saja disana?" tanyaku lagi sambil melihat rumah dua tingkat bercat biru itu.

"Ya Sir, dia hanya diserbu dengan pertanyaan-pertanyaan remaja pada umumnya,"

Aku pun menganggukkan kepalaku mengerti. Aku ingin melihat Tika sedang apa disana. Dia duduk dengan siapa. Apa ada pria yang menyentuhnya atau memegang rambutnya? Argghhh!!! Aku tidak bisa membuka aplikasi khusus yang kubuat sendiri dengan cara menyambungkan internet dan kamera CCTV super mini di casing hp Tika karena sinyal di sini Edge. Lambat sekali.

"Sir, mereka akan keluar. Katanya mau hang-out di Starbucks di salah satu mall,"

"Baiklah, lebih baik kita duluan saja ke sana. Tika pasti lupa ke money changer hari ini, dia tidak bawa uang. Aku ingin dia disana makan dan minum gratis," jawabku datar. Aku melirik Jono yang tersenyum simpul mendengar ucapanku barusan.

"Anda sangat memperlakukan pasangan dengan baik, Sir." ucap Jono seraya melajukan mobilnya. Perkiraanku umur Jono ini hampir sama denganku. 27 atau 28-an mungkin?

"Itu sudah biasa, Jono. Siapapun pria itu kalau dia sedang mencintai seorang wanita pasti akan sama denganku,"

"Tidak semua, Sir. Hanya tergelintir orang saja. Ahh, anda sangat menginspirasi saya, Sir. Nanti aku akan memperlakukan kekasihku dengan baik juga. Seperti anda," ucapnya ngawur. Aku hanya tertawa saja mendengar ucapan Jono itu.

Selama perjalanan yang untungnya tidak begitu macet dan masih bisa dikatakan lancar, aku terus mendengarkan rekaman suara yang berasal dari handphone istriku itu. Terkadang jika aku tak mengerti, Jono akan menjelaskannya. Saking asyiknya mendengarkan suara-suara itu, aku tidak sadar kalau sudah sampai disalah satu Mall di Jakarta.

Setelah keluar dari mobil, seperti biasa aku menjadi sorotan-sorotan wanita centil yang hilir masuk keluar mall. Padahal hari ini aku sengaja memakai pakaian yang biasanya di pakai oleh pria Indonesia. Jeans hitam dan kemeja flanel berwarna coklat tua. Tak lupa dengan sepatu converse menjadikanku seperti remaja labil sekarang. Apalagi ditambah rambut hitamku ini, seperti orang Indonesia asli kan?

Lupakan tentang tinggi badan. Mungkin karena faktor itulah orang langsung tahu aku ini bule. Tinggiku memang di atas rata-rata, 186 cm. Sangat jauh dari tinggi istriku, dia bisa dibilang cukup mungil, hanya 156 cm. Itulah kenapa kalau kami sedang jalan berdua, aku merasa seperti seorang pedhofil.

Aku dan Jono sudah memesan minuman dan duduk di pojok kanan dekat hiasan air yang mengalir dari atas ke bawah dan ada batu-batuan kecil di sana. Aku juga tadi sudah bicara dengan pihak manajernya kalau nanti ada serombongan remaja yang akan datang ke sini dan semua biaya makan minumnya, aku yang menanggung. Dan anehnya, manajer itu tahu denganku. Ralat, katanya dia kenal dengan ayahku. Ayahku katanya menanam saham cukup besar di usaha coffee ini. Tapi di Amerika. Wow, aku baru tahu.

Dan tak lama kemudian, Tika dan teman-temannya datang. Sekitar 10 orang lebih. Para karyawan disini dengan sigap menyiapkan tempat duduk dan memberikan menu. Ya, padahal sistemnya memesan lalu membayar tapi aku katakan pada mereka, Tika dan teman-temannya harus diperlakukan dengan baik.

Dan untung saja mereka semua duduk berseberangan denganku, agak jauh tapi aku masih bisa melihatnya. Tika dengan...

APA?!

Siapa pria brengsek yang merangkul pundak istriku itu? Apa dia bosan hidup hah? Aku tidak bisa menahan diri kalau gadisku sampai disentuh pria lain seperti itu. Aku tidak bisa.

Baru saja aku ingin meranjak dari tempat dudukku, tangan Jono menahanku.

"Sir, kalau anda mau mendekati mereka, semua usaha anda akan gagal. Pria itu hanya merangkul Ny. sebagai teman, itu wajar kalau disini." jelas Jono memperingatkanku supaya aku tak gegabah. Aku kembali duduk dan berdecak kesal. Bagaimana tidak kesal kalau pria itu terus saja mencari kesempatan merangkul Tika setiap waktu?

Aku ingin sekali melempar gelas kopi ini ke wajahnya tapi itu tidak mungkin. Lantas aku melihat genangan air di samping. Aku berinisiatif untuk mengambil satu batu kerikil lalu dengan cepat melemparnya ke arah kepala pria pendek tak tahu malu itu.

Dan tepat!

"Aduuuhhhh!!"

****

Tika's POV

"Aduuuuhh!!"

Kami semua terkejut saat Rangga meringis kesakitan sambil mengelus belakang kepalanya. Kesempatan itulah aku pakai untuk menjauh darinya dan langsung duduk di antara Icha dan Uci. Behh, entah kenapa Rangga selalu cari-cari kesempatan untuk dekat denganku. Padahal ini awal kami bertemu setelah tiga tahun terpisah.

"Kenapa loe ngga?" tanya Bastian.

"Gak tau, perasaan tadi ada yang ngelempar kepala gue pake batu."

Kami pun semua tertawa mendengar jawabannya. Tidak mungkinlah, siapa juga yang melempar? Kurang kerjaan.

"Cha, gue lupa bawa uang. Gimana dong?" bisikku di telinga Icha. Icha melihatku bingung, dia pasti berpikir kok aku tidak punya uang padahal pacarku orang kaya. Semua temanku tadi saling memburuku dengan pertanyaan-pertanyaan aneh setelah melihat aku di antar sopir dengan mobil mewah. Dari situlah aku bercerita.

Hemmmm... bagaimana punya uang, kalau aku saja lupa ke money changer hari ini!? Ergh..

"Serius loe? Gimana ya.."

"Mau pesan apa Mbak Mas? Kebetulan kami hari ini sedang ada undian berhadiah," kata salah satu pegawai Starbucks itu.

Aneh, dari awal datang kesini aku sudah merasa aneh. Sistem belanja di Starbucks bukan seperti ini.

"Undian apa, Mbak?" tanya Eka.

"Kalau salah satu dari kalian bisa menjawab pertanyaan saya, semua makanan dan minuman yang kalian pesan gratis."

"SERIUS!?!" ucap kami bersamaan. Saking syoknya bahkan temanku ada yang melongo kayak orang bodoh.

"Tentu saja saya serius,"

"Jadi apa pertanyaannya mbak?!" kata Bastian cepat-cepat.

"Baiklah, dengar baik-baik ya. Pertanyaan tidak bisa diulang," kata pegawai itu dan kami sangat antusias melihatnya.

"Siapa Presiden kita sekarang?"

What?

"JOKOWI!!!!" jawab teman-temanku serempak. Sangat serempak sampai suaranya bisa mengundang pandangan orang dari luar.

"Betul, yey! Silahkan memesan apapun dan semuanya gratis." kata wanita itu sambil tersenyum lebar melihat kami.

"YEEEAAYYYYYYYY!!!!!" Teman-temanku bersorak kesenangan menerima kabar baik yaitu makanan gratis. Apalagi yang ngekos tuh berasa di surga kali ya. Surga Starbucks.

Dan menurutku ini ajaib!!! Sungguh keberuntungan tiada tara. Aku tak punya uang ehhh dikasih gratisan. Astaga, kesempatan ini tidak datang dua kali.

Tancaaaappp gaspoll Tika!!!

****

Selama tiga jam berada di Starbucks, makan minum sepuasnya sampai-sampai bau mulutku sudah berbau kental caramel menyengat karena aku sudah memesan tiga cup sekaligus. Ahahha, perutku pun sedikit membuncit saking kenyangnya.

Setelah itu, kami semua pergi ke bioskop dilantai paling atas. Setelah mononton ini pun acara reunian bubar. Woaah sedihnya tapi tidak apa-apalah. Lagipula tulang pipiku sudah sakit kram karena kebablasan tertawa.

"Tiket bioskop kita gratis." ucap Bastian speechless. Tadi dia bersama Jefry, memesan tiket bioskop untuk kami.

"Hah gratis lagi? Astaga, reuni kita hari ini bener-bener gak keluar biaya!!!" seru Pitik melonjak kesenangan. Aku hanya terdiam, ini bukan kebetulan. Ini pasti disengaja. Ulah siapa? Apa di antara teman-temanku punya pacar CEO pemilik Mall ini? Tidak mungkin kan.

"Ayo, itu sudah disuruh masuk." kata Rangga sambil menarik tanganku. Aku pun ikut menarik tangan Uci dibelakangku jadi kami jalan bertiga sekarang.

"Tikaa, perasaan gue atau emang beneran kalo bulek itu ngikutin kita terus?" bisik Uci ditelingaku.

Bulek?

Aku segera menolehkan kepalaku ke belakang. Tidak ada bulek, hanya ada pria setinggi Sean memakai sepatu All Star putih. Sayangnya, dia menghadap ke belakang. Jadi aku tak bisa melihatnya. Tidak mungkin dia bulek, rambutnya saja hitam begitu.

"Ah perasaan loe aja kali Ci,"

Aku dan teman-temanku masuk ke Studio 3 menonton film "Jenderal Soedirman", duduk di tengah-tengah. Sepanjang tempat duduk itu di isi oleh kami saja.

Sekali lagi aku berpikir, ini masih janggal. Starbucks gratis, bioskop gratis juga. Kok bisa ya? Hemm...

"Film apa ini?"

Suara itu? Aku langsung menoleh ke belakang tempat dudukku dan bersamaan dengan itu lampu dimatikan menjadi gelap gulita.

Aku tidak salah dengar. Itu suara Sean!? Pakek bahasa Inggris lagi. Fix beneran itu Sean kayaknya.

Tapi tunggu dulu---

Apa aku hanya berkhayal saja? Jujur, aku sudah merindukannya sekarang. Mungkin terlalu baper kali ya, jadi terdengar suara Sean di sini. Ahh mungkin. Cewek kan suka baper.

Di tengah-tengah film, aku mendengar bisikan kecil bisa dibilang itu gerutuan orang asing di belakangku ini. Dia sama sekali tak mengerti maksudnya apa. Ya iya lah, ini mah film Indonesia kali. Bulek mana ngerti.

Bulek mana ngerti?

Bukankah itu sering ku ucapkan saat bersama Sean? Aku kembali menoleh ke belakang dan menatap remang-remang wajah pria itu.

Dan tepat sekali saat itu juga aku bertemu pandang dengannya. Mata seperti almond berwarna merah tua itu. Tidak salah lagi, Sean!?

Astaga, dia Sean!!!

"Sean?" panggilku pelan hampir berbisik. Uci dan Icha yang berada di samping kanan kiriku pun ikut menolehkan kepala mereka. Setelah itu, bisa diprediksi bagaimana ekspresi dua cecunguk itu.

"Mau pulang?" tanyanya sambil menyodorkan sebelah tangannya padaku. Tanpa berpikir panjang, aku izin dengan teman-temanku pulang dan langsung keluar dari barisan kursi bioskop itu.

Aku juga menyuruh Sean turun dengan telunjukku. Sean pun menurut.

Setelah sampai di bawah, aku segera menarik tangannya keluar dari studio dan mencari tempat sepi untuk bicara. Bukan untuk mesum, ingat.

"Sean, kau mengikutiku!?" tanyaku langsung. Entah apa yang kurasakan saat ini, senang? Marah? Atau bahagia? Tidak tahu, yang jelas perasaanku sedang abstrak. Campur aduk.

Sean tidak menjawab, dia hanya diam.

"Sean!? Jawab aku," bentakku. Untung saja tidak ada orang sepanjang lorong sepi bioskop ini.

"Ya, aku mengikutimu dari bandara sayang. Maafkan aku," katanya sambil menatap ke arah lain.

Entah kenapa, aku tidak bisa marah kalau dia sudah berekspresi seperti merasa bersalah ini. Aku bahkan tidak percaya Sean sampai tega meninggalkan pekerjaannya demi mengikutiku ke Indonesia? Astaga, dia kelewat protektif.

"Maafkan aku. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian, aku takut kau kenapa-napa sayang. Selalu mengganggu pikiranku," terangnya panjang lebar.

Wow, aku baru sadar kenapa tampilan Sean hari ini keren sekali ya? Seperti daun muda. Dan dia mengelilingi mall memakai pakaian seperti ini tanpa aku? Isshhh!! Pasti banyak wanita-wanita ular yang mengincarnya di luar sana.

"Aku marah," ucapku sambil melipat kedua tanganku di depan dada. Enak-enakan dia tebar pesona. Huh.

"Sayang, aku benar-benar minta maaf. Aku janji tidak akan mengikutimu lagi seperti ini. Please, maafkan aku." kata Sean kalang kabut sambil memegang kedua pipiku.

"Bukan itu!!!" Aku pun menepis tangannya yang berada wajahku membuat Sean terkejut spontan.

"Kau seharian berjalan di mall memakai pakaian keren seperti ini. Sengaja ya mau tebar pesona dengan wanita lain?" tanyaku sambil cemberut. Sean melototkan matanya melihatku. Apa apa? Aku kesal padamu.

"Apa?!" tanyaku lagi.

"Sayang, kau cemburu?" tanya Sean tak percaya.

Tiba-tiba, aku baru menyadari satu hal. Apa-apaan tadi dengan gamblangnya aku bicara seperti itu pada Sean? Oh God, aku tidak cemburu hanya saja aku benci memikirkan saat-saat ada wanita yang memandang penuh minat ke arah pacarku ini.

"Tidak--"

"Mengakulah sayang. Kau cemburu," goda Sean dengan wajah menyebalkannya.

"Ahh sudahlah!" Aku pun pergi meninggalkannya lalu berjalan lagi menuju pintu luar.

Tiba-tiba Sean sudah berjalan di sampingku dan menggenggam erat tanganku.

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja? Hitung-hitung untuk menghapus kecemburuanmu itu,"

"Aku tidak cemburu!" elakku. Sean hanya terkekeh pelan.

"Ya ya ya, tidak. I love you, sayang.." ucapnya lalu mengecup pelan pipiku. Untung saja dia mencium pipiku tadi sebelun keluar dari lorong sepi ini.

Kalau sampai dilihat orang? Zzzzzz....

"Jawabannya mana sayangkuu?"

"Jawaban apa?" tanyaku pura-pura. Sean menggelitiki telapak tanganku dengan jarinya membuatku tertawa mendadak.

"Belikan aku es krim super jumbo dulu baru nanti kujawab. Aku lapar lagi, hehehe..." cengirku. Sean mengusap pelan dahiku lembut. Sambil berjalan keluar dari bioskop, kami jadi tontonan siapapun berlalu-lalang melewati kami.

Sirik ya? Pacarku ganteng kan. Tinggi lagi. Hidung mancung, bibir sexy, wangi pula. Dan dan satu lagi, SETIA. Ahahhaha.

"Ayo, kita keliling Grand Indonesia."

"Serius? Yuhuuuuuuu!!" jawabku penuh sukacita. Sean tertawa pelan melihat reaksiku. Mungkin bertemu denganmu ialah hal yang paling tak terduga di sepanjang hidupku. Awalnya aku menyesal tapi entah kenapa aku merasa Tuhan sangat menyayangiku sekarang. Mengirim pasangan yang super super baik dan perhatian itu, yaaaaa walaupun kadang sedikit menyebalkan, tetapi aku bahagia. Aku senang dan aku sangat bersyukur.

Ahh Sean, sepertinya aku benar-benar sudah mencintaimu sekarang.






END




Holllaaaaaa :D gak tau deh mau bilang apa. Yang jelas makasih ya :)

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 136K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
Stay or Die By Gvdgvrl

Mystery / Thriller

120K 8.2K 87
[Perhatian!] Cerita privat acak. Follow untuk bagian lengkapnya. Hal yang tidak masuk di akal sehatmu, akan terjadi disini. Percayalah. Deagra Lucia...
1.6M 68.9K 14
Series #4 Fantasi [Sequel Mine - Melvin D.Franklin] Hai namaku Melvin. Anak kedua yang lahir dari perut Mama-ku tersayang setelah Kelvin dan sebelum...
23.2K 2.6K 74
18+ "Rullin Vedenin, mulai hari ini kamu adalah budakku. Segala ucapanku akan menjadi perintah dan kamu tidak boleh menentangnya." "Rhaella Rhoxolany...