New Journey [Greyson Chance]

By sekartiktik

17.9K 1.8K 624

Book two of The Journey. "Mungkin kau hanya ditakdirkan untuk menjadi penyemangatku, bukan untuk menjadi pen... More

Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 1

2.4K 173 61
By sekartiktik



HALOO SEMUA!! Karena readers yang udah ngedemo gue nagih cepet-cepet di post New Journey jadi ya ini DIAA!! Jangan lupa tonton trailernya ya yang ada dimulmed.

Selamat membaca!



Semilir angin sore berhembus menerpa wajahku yang sedang duduk dalam diam didepan batu nisan bertuliskan Elsa June Chance. Separuh dari jiwaku masih belum bisa menerima kepergian istriku, namun suka atau tidak, aku harus merelakan kepergiannya. Aku selalu menyempatkan diri untuk mampir ke makamnya entah itu setiap hari atau satu minggu sekali. Bunga-bunga segar selalu terpajang indah diatas pusarannya.

Sudah delapan bulan sejak kepergian Elsa, aku masih belum bisa mengobati perasaan ini. Aku menitipkan Zachary dan Quinn kepada kedua orang tua ku. Aku ingin memfokus kan diri bekerja, mempersiapkan tabungan untuk mereka berdua kelak. Ini adalah minggu ketiga sejak terakhir kali aku mengunjungi mereka, rasa rindu yang menyiksa harus ku tahan setiap harinya ditengah lelahnya bekerja.

Dedaunan kering jatuh tepat diatas pusaran Elsa. Segera ku bersihkan dedaunan itu dan kembali memandang batu nisan milik Elsa. Berharap aku masih bisa mendengar suaranya memanggil namaku.

"Mungkin kau hanya ditakdirkan hanya untuk menjadi penyemangat ku, bukan untuk menjadi pendamping hidupku." Ujar ku lirih dihadapan nisannya, "Aku harus pergi. Jika besok bisa, ku sempatkan untuk mengunjungimu," Ku kecup singkat batu nisan milik Elsa kemudian berlalu meninggalkan kuburan yang sudah ku anggap rumah kedua ku.

Sesampainya dirumah, ku lepas kemeja kantorku, membiarkan diri bertelanjang dada mengelilingi dapur untuk menyiapkan makan malam, walaupun hanya telur mata sapi yang bisa ku hidangkan. Meletakan penggorengan diatas kompor, ku tuangkan minyak sedikit lalu memasukan telur kedalamnya.

"Hey duda menyedihkan," Niall muncul dari balik ruang tamu sambil membawa sesuatu, "Hey remaja kesepian," sahutku.

"Ibu ku membuatkan makanan untuk seorang duda kesepian yang tinggal diseberang rumahku," ia meletakan kotak makanannya diatas meja makan.

"Oh Mrs. Horan baik sekali padaku," ujar ku dengan nada terharu yang dibuat-buat. Niall terkekeh lalu menghampiri ku, "Sedang memasak apa?"

"Telur mata sapi. Kau sudah makan?"

"Belum,"

"Kebetulan sekali. Temani aku makan,"

Niall terkekeh, "Belum dua kali,"

"Perutmu terbuat dari apa?" aku tergelak sembari menaruh telur yang sudah matang keatas piring. Setidaknya acara makan malam ku kali ini tidak terlalu menyedihkan seperti biasanya.

"Aku rindu pada anakmu," ucap Niall disela-sela kunyahannya.

"Aku juga,"

"Ayolah, biarkan ia tinggal bersama mu,"

Ku raih gelas air putih yang berada disisiku lalu menyesapnya, "Aku belum siap,"

"Kau akan menyesal jika tidak merawat anak mu dengan tangan mu sendiri,"

Kunyahanku terhenti sesaat setelah mendengar ucapan Niall, "Akan ku pikirkan lagi," ujar ku santai dan kami pun kembali makan sambil membicarakan topik lain.

***

Tidurku terganggu karena ketukan pintu yang beruntun terdengar secara tiba-tiba. Ku lirik kearah jam weker yang bertengger diatas meja. Waktu masih menunjukan pukul enam pagi. Dengan keadaan kusut sehabis bangun tidur, aku turun ke bawah untuk membukakan pintu.

"Selamat pagi," sapaan dari Ayah dan Ibu langsung menyadarkan ku. Mereka berdua tersenyum lebar sembari menggendong Zach dan Quin.

"Kapan kalian tiba?" tanya ku masih dengan ekspresi kaget.

"Semalam. Kami sengaja tidak mengabarimu karena ada hal penting yang harus kau ketahui,"

"Ada apa?"

"Alexa membelikan kami tiket liburan ke Hawai selama seminggu, jadi ku berikan Zachary dan Quinn padamu,"

"APA?"

"Alexa berkata, ia tidak menerima penolakan dari mu. Baiklah jaga cucu tercinta ku. Ibu menyayangimu," Ibu memberi Zachary padaku disusul dengan Ayah, "Ayah menyayangi mu, Nak." Mereka berdua meletakan koper-koper milik Zach dan Quinn dihadapanku

Aku seperti orang linglung kali ini, "Tapi, Ibu dimana Alexa?"

"Ia akan datang besok. Jika kau membutuhkan sesuatu telepon saja kakak mu. Sampai jumpa," ujar Ibu lalu masuk kedalam taksi.

"Apa-apaan ini?" ujar ku masih dengan nada syok. Zac dan Quinn hanya diam menatapku sambil mengemut jemari mereka, "Apa yang kalian lihat? Ya aku tahu, aku juga merindukan kalian," ku ciumi wajah Zachary dan Quinn namun mereka berdua malah menjenggut rambutku, "Aaaww Nak bukan begini caranya menyampaikan rasa rindumu padaku," Mereka berdua menatapku dengan tatapan polos.

Dengan terpaksa, ku bawa mereka kedalam dan meletakan mereka di kereta bayi lalu kembali keluar untuk mengambil koper-koper mereka.

Setelah itu, aku duduk dihadapan mereka dengan tampang bingung, "Astaga. Bagaimana caranya mengurus bayi?"

Teringat sesuatu, aku berlari menuju rak buku dan mengambil buku panduan merawat bayi.

Tertulis di buku ini langkah pertama untuk merawat bayi yaitu, memperhatikan asupan makan mereka.

"Apa kau lapar?" tanya ku pada Quinn. Kedua bola mata Quinn mengerjap-ngerjap, "Ok, ku anggap itu sebagai jawaban dari iya,"

Aku dan Elsa telah berhasil membuat keturunan yang sempurna terbukti dengan Zachary yang memiliki mata hazel ku dan Quinn memiliki mata abu Elsa. Setiap kali menatap kearah manik mata Quinn, aku seperti menatap kedalam mata Ibunya.

Ku buka kabinet makanan, mencari-cari makanan apa yang bisa ku berikan pada dua bayi ini, "Kau mau makaroni?" Zach mengerucutkan bibirnya, "Ah iya gigi mu belum tumbuh," ujar ku sambil menggaruk-garuk kepala. Tangan ku menjelajahi persediaan makanan ku lebih dalam lagi namun yang ku temui hanya mi instan dan makanan cepat saji lainnya.

"Haah, bagaimana ini? Aku tidak punya makanan bayi,"

Frustasi sendiri, aku pun bersiul memanggil Whiskey, "Whiskey, jaga anak ku sebentar. Aku ingin mengganti pakaian," Whiskey menggonggong sekali tanda mengerti. Aku berlari menaiki anak tangga, melesat menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Dengan kecepatan extra, aku mampu melakukan semuanya hanya dalam waktu sepuluh menit.

Berlari menuju tempat dimana Zach dan Quinn berada, aku mengambil gendongan bayi yang berbentuk seperti tas ransel.

"Aku tidak mungkin menggendong mereka sekaligus selama berbelanja," tak mau ambil pusing, ku telepon Niall segera.

Niall tidak langsung menjawab teleponku. Tubuh ku gelisah menunggu jawaban dari Niall.

"Hey duda kesepian, bisakah kita bicara nanti saja? Aku tidak mau melewatkan jadwal bangun siang ku di hari minggu yang cerah ini,"

"Eh bocah pirang, cepat datang kerumah ku. Aku akan mengajarkan mu mengendarai moses," terdengar suara gemerisik dari ujung sana, "OKE TUNGGU SEBENTAR," ia menutup sambungan teleponnya.

Aku terkekeh kecil memikirkan reaksinya nanti ketika melihat apa yang sebenarnya ku inginkan. Niall selalu meminta ku untuk mengajarinya membawa mobil, namun Ibunya melarang karena ia masih dibawah umur.

Sambil menunggu Niall bersiap-siap, aku bergegas menuju dapur untuk menuangkan makanan Whiskey kedalam mangkuknya.

"MOSES AKU DATANG," teriakan Niall terdengar begitu nyaring. Bocah itu begitu mencintai moses dan terobsesi ingin memilikinya.

Aku berkecak pinggang dari ambang pintu, "Apa yang sedang kau lakukan?" Niall berpose seperti sedang memeluk diatas kap mobil Moses.

"Aku ingin mengendarainya,"

"Tidak sekarang,"

Ekspresinya berubah,"Apa maksudmu?"

"Aku tidak akan mengajarkan mu mengendarai moses sekarang,"

"Lalu apa maksud mu berkata seperti itu tadi?!"

"Bantu aku berbelanja kebutuhan bayi,"

Niall mendengus, "Oh ayolah kau benar-benar duda kesepian sialan,"

Aku menaikkan sebelah alisku, "Jaga bicaramu. Ayo masuk,"

"Tidak mau,"

"Zachary dan Quinn sudah menunggu,"

Ekspresi Niall sulit dibaca. Ia bereaksi seperti ingin marah dan senang, "Aku tidak jadi marah kali ini," ia akhirnya melangkah masuk kedalam rumahku. Begitu melihat Zach dan Quinn yang sedang bermain dengan Whiskey, Niall langsung gembira.

"Woow lihat siapa yang datang. Apa kalian merindukan kecupan Paman Horan?" Niall mencubit gemas kedua pipi Zach dan Quinn.

Aku tidak mau membuang waktu. Segera ku pakai gendongan bayi ini lalu menyuruh Niall untuk memasukan Zachary kedalamnya.

"Nah sekarang kau pakai yang itu," ujarku sambil menunjukan Niall letak gendongan bayi. Niall mengernyit bingung, "Apa?"

"Kita tidak bisa meninggalkan mereka disini. Aku membawa Zach dan kau membawa Quinn,"

"Yang benar saja?" Niall mendengus kesal, namun pada akhirnya ia memakai juga gendongan bayi itu.

Ku bantu Niall memasukan Quinn kedalam gendongan bayi dan mempersilahkan Niall memposisikan gendongan bayinya didepan sedangkan aku dibelakang dan ini lebih mirip seperti menggendong tas besar.

Niall sedikit kesulitan membawa Quinn didalam gendongannya. Ia berkali-kali membenarkan posisi talinya agar tidak jatuh.

"Biar ku bantu," aku menarik sedikit tali pengaman yang terletak dibelakangnya.

"Wow ada pasangan homo," teriak seseorang dari seberang jalan. Kedua tangan Niall mengepal. Kentara sekali sedang menahan emosi.

"Pasangan homo bisa memiliki keturunan ya?" ejek salah satu dari empat orang pemuda itu.

"Tutup mulutmu celana dalam waria," geram Niall. Aku sebisa mungkin menahan amarahnya sebelum meledak bak bom atom. Ku tarik lengannya menuju moses dan segera menancap gas pergi dari area perumahan ku.

Setibanya kami di supermarket, aku segera menarik troli dan mulai mengajak Niall berkeliling.

"Hey, pegang buku ini, bacakan makanan apa saja yang dibutuhkan bayi,"

Niall membuka halaman demi halaman seraya membacanya dengan seksama, "Kau punya dot bayi?"

"Tidak. Mari kita cari," Ku dorong troli ini lebih jauh sambil menggendong Zachary. Sementara Niall bermain dengan Quinn yang tenang berada didalam gendongannya.

"Menurutmu aku harus membeli dot model apa?"

Niall berdecak, "Memangnya dot bayi punya berapa model selain bulat dan memiliki puting?"

"Kau benar. Mengapa aku jadi tolol begini,"

"Kau memang tolol sejak dulu," sentilan pelan ku lesatkan pada kening Niall, "Sopanlah padaku,"

Niall memutar kedua bola matanya, "Ya Pak Tua,"

Aku membeli banyak sekali persediaan untuk Zach dan Quinn seperti, biskuit bayi, bubur bayi, susu formula yang akhirnya tidak jadi ku beli karena takut perut anak ku tidak cocok, popok, minyak telon, bedak bayi, sabun dan masih banyak lagi.

"Kau yakin membeli semua ini?"

Aku mengangguk mantap, "Sangat yakin."

"Well, sebaiknya kau mengecek isi koper anak mu, mungkin saja Ibumu menaruh semua makanannya disana dan kau tidak membeli makanan untuk dirimu sendiri?" aku menggeleng,"Persediaan makananku masih banyak,"

Quinn tertidur lelap didalam dekapan Niall, lain halnya dengan Zachary yang tidak bisa diam. Ia bergerak-gerak memainkan boneka yang ku berikan agar ia tidak bosan.

Sesampainya dirumah, ku letakan Zac dan Quinn diatas karpet yang sudah ku alasi selimut tebal beserta bantal. Niall membantuku menurunkan barang belanjaan tadi dan menyusunnya didapur. Setelah semua selesai, kami berdua kembali ke tempat dimana dua anak kembar itu berada.

"Greyson, dimana anakmu?!" pekik Niall kaget.

"Tadi mereka ada disini.." ujarku tak kalah panik. Suara kekehan bayi terdengar dari arah garasi dan juga teras, "ASTAGA! AKU TIDAK TAHU ANAK KU SUDAH BISA MERANGKAK," Aku dan Niall berhambur kearah yang berbeda untuk mengejar Zach dan Quinn. Mereka merangkak sangat cepat ketika ingin ku tangkap.

"Penjahat kecil, kena kau!" aku mengangkat tubuh Quinn diudara dan menciumi pipinya yang gembul. Sedang asyiknya aku bermain dengan Quinn, suara tangis Zachary terdengar nyaring.

"Greyson, kenapa ia tidak mau diam?" Niall menghampiriku dengan wajah cemas.

"Kurasa ia lapar. Tunggu sebentar," aku menaruh Quinn diatas kereta bayi lalu pergi menuju dapur untuk membuatkan bubur bayi.

Dengan bekal panduan menyajikan bubur bayi dari kemasannya, satu mangkuk bubur siap diberikan pada anakku.

Niall menggoyang-goyangkan tubuhnya agar Zach diam, sementara aku menyodorkan satu sendok penuh bubur kearah mulutnya.

"Buka mulut mu jagoan ayo aaa," bukannya membuka mulut, Zachary malah menepis sendok bubur sehingga cipratan buburnya terbang menuju wajah Niall.

"O..ow kurasa ia tidak mau makan,"

Niall mendengus, "Mungkin ia mau minum susu,"

"Tapi aku tidak membeli susu tadi,"

Pusing sendiri. Aku berjalan kesana kemari dengan gelisah sambil memikirkan ide yang tepat dan seketika nama Alexa langsung terlintas didalam benakku.

"Halo?"

"ALEXAAAA!! Bantu aku. Susu merek apa yang harus ku berikan pada Zach dan Quinn?"

Alexa terkekeh diujung telepon, "ASI,"

Aku memekik, "APA?! ASI? Bagaimana caranya aku-well aku tidak punya payudara," ujarku dengan sangat frustasi.

"Greyson, kenapa kau mendadak jadi idiot begini? Apa kau tahu donor ASI? Didekat rumah mu terdapat beberapa rumah donor ASI. Kau bisa menelponnya untuk pesan antar,"

"Astaga ASI bisa di pesan antar?"

"Ya. Akan ku kirimkan pesan nomor teleponnya,"

"Baiklah,"

Setelah perbincangan berakhir, Alexa segera mengirimkan nomor telepon rumah donor ASI itu. Aku berkali-kali menggaruk tengkuk leher ku yang tidak gatal.

Niall sudah berkali-kali mengumpat, memintaku segera mendiamkan tangis Zachary.

"Greyson, apa yang kau lakukan disana? Bantu aku mendiami anakmu!"

Ku hampiri Niall dengan ekspresi bingung, "Alexa bilang ia hanya bisa minum ASI,"

"Lalu?"

"Alexa memberikan nomor telepon rumah donor ASI jika ingin pesan antar. Permasalahannya adalah, aku malu untuk menelpon,"

"Kenapa kau malu?" geram Niall.

"Aku laki-laki,"

"Tidak ada masalah dengan itu. Cepat telepon rumah donor itu," ujar Niall kesal.

"Ok ok,"

Ku tarik nafas ku berkali-kali agar degupan jantungku kembali stabil dan mulai menempelkan benda kotak ini pada telingaku.

Suara ramah dari seorang wanita menyapaku, "Selamat siang,"

"Selamat siang umm apa benar ini rumah donor ASI Bunda Maria?"

"Ya benar sekali. Dengan siapa saya berbicara?"

"Greyson Chance... umm begini Ma'am, aku ingin memesan ASI untuk anak ku," butuh keberanian yang tinggi untuk melontarkan kata-kata barusan.

"Baik Mr. Chance, anda ingin memesan berapa botol?"

"Kurasa enam,"

"Tolong sebutkan alamat jelas anda beserta nomor telepn anda,"

Ku sebutkan semua yang di perlukan wanita ini lalu memintanya agar sesegera mungkin mengirimkan ASI karena Zachary sudah menangis.

"Berikan Zachary padaku," pintaku pada Niall.

Niall beralih menjaga Quinn sementara aku berusaha membuat Zachary berhenti menangis.

"Hey ssshhh berhenti menangis sayang, Daddy disini," Ku bawa Zach kehalaman tempat berbagai bunga tumbuh disana berkat tangan cekatan Elsa.

"Lihat wajahku wlee bolo bolo," Ku buat wajahku seaneh mungkin namun tangis Zachary semakin kencang, "Astaga aku membuatnya semakin buruk,"

"Timang-timang anak ku sayang, ku mohon berhenti lah menangis,"

Lelah dan putus asa seakan merasuki ku. Seandainya saja Elsa masih berada disini, mungkin aku hanya perlu membantunya mengurusi hal-hal kecil.

Sebuah mobil van berhenti didepan rumahku, disusul dengan seorang wanita paruh baya yang membawa bungkusan kotak bertuliskan ASI.

"Mr. Chance?" tanyanya sambil menatap kearah kertas

"Ya, benar." Ku hampiri wanita itu lalu meraih bungkusan yang ia bawa.

"Ini pesananmu. Oh ia sudah lapar," ujar si wanita dengan wajah terharu bercampur senang. Ku rogoh saku belakang celanaku untuk mengambil uang. Setelah membayar, aku berlari kecil kedalam rumah.

"Niall, susunya sudah datang,"

Niall membantu ku mengeluarkan ASI dari dalam kemasannya. Ia memindahkan ASI itu kedalam dot bayi yang selanjutkan diberikan padaku.

Ku rebahkan Zachary diatas karpet tadi lalu memberikan dot ini padanya dan seketika tangisnya mereda. Hal yang sama ku lakukan pada Quinn. Beruntung mereka berdua sudah bisa memegang botol sendiri.

Tubuh ku dan Niall melemas sambil bernafas lega. Kami berdua bersandar pada badan sofa dan diam memandangi Zachary dan Quinn yang asyik menyusu.

"Greyson, aku lapar,"

"Ambilah makanan didapur. Pilih sesukamu,"

"Asyik," Niall melesat cepat menuju dapur meninggalkan ku yang masih kelelahan diruang tamu. Ini pertama kalinya aku mengurusi kedua anak ku seorang diri. Momen berharga ini tidak mau ku lewatkan begitu saja. Ku raih ponselku lalu memotret mereka berdua yang kemudian ku masukan kedalam instagramku.

Ratusan pemberitahuan masuk setelah aku mengupload foto Zachary dan Quinn. Komentar dari Elena pun menjadi pusat perhatianku.

ElenaDuncan: "Awh lihat lucunya keponakan ku! Dimana mereka sekarang?"

Greysonchance: "Dirumahku. Apa kau bisa mampir? @ElenaDuncan"

ElenaDuncan: "Tentu! Aku akan mengunjungi kalian besok."

Niall kembali bergabung duduk bersamaku dengan semangkuk penuh sereal. Kami berdua tertawa bersama menontoni Zachary dan Quinn yang sekarang sedang bermain. Mereka berdua tengkurap sambil memainkan ekor Whiskey yang bergoyang.

Quinn bergerak kesisi lain, ia merangkak kearah tubuh Whiskey dan menidurinya dengan kekehan khas anak kecil.

Melihat semua ini, aku merasa ada hal yang aneh didalam diriku. Aku bahagia mendengar dan melihat tawa anak ku sendiri tidak seperti biasanya- merasa sangat kesepian. Meskipun lelah, namun aku menikmatinya.

Ku tarik tubuh Quinn sebelum Whiskey mengamuk. Ku pangku tubuhnya diatas kedua paha ku. Mata abunya yang bulat serta kedua pipinya yang gembul membuat senyumku tak bisa hilang.

Niall telah selesai menghabiskan sarapannya, ia berguling bersama Zachary diatas karpet, bermain bersama Whiskey.
Niall membuat suara-suara aneh yang membuat Zachary terkekeh.

"Elsa, lihatlah anak kita ini," gumam ku sambil terus memperhatikan lekuk wajah Quinn. Kedua tangan Quinn bergerak-gerak hendak menjamah wajahku. Ia meraba kedua pipiku lalu memasukan jari telunjuknya kedalam lubang hidungku.

Suasana menjadi sangat ramai. Niall terbahak melihat Zachary yang sekarang diserang oleh Whiskey. Moncong Whiskey menyundul-nyundul kearah perut Zachary dan harus kuakui tawanya sangat menyenangkan untuk didengar.

Sedang asyiknya kami bermain, suara kentut terdengar nyaring. Aku dan Niall diam seketika.

Niall menatapku, tatapannya yang mengintimidasi membuatku tak nyaman, "Hey bukan aku yang melakukannya,"

"Apa barusan Zachary kentut?" tanya Niall yang sekarang menarik Zachary lalu mencium kearah bokongnya, "Ini tidak bau,"

Raut wajah Quinn berubah muram. Sudut bibirnya tertarik kebawah dan tangisnya seketika pecah.

"Kentut itu berasal dari Quinn. Oh tidak,"

"Ada apa?"

"Quinn baru saja poop,"

"APAAA?!"

Aku dan Niall berhambur kearah meja untuk mengambil popok beserta alat pembersih lainnya. Niall memakai sarung tangan beserta masker. Ia juga memakai celemek dapur.

"Apa yang kau lakukan bodoh?" tanya ku kesal.

"Kau tahu bom atom akan segera menyeruak,"

Ku usap wajahku dengan gusar, "Bagaimana caranya mengganti popok?"

"Biar ku cari di buku panduan,"

Niall sibuk membuka halaman demi halaman. Aku berusaha menghiraukan tangis Quinn yang nyaring ini namun konsentrasiku terpecahkan ketika Zach juga ikut menangis, "Oh Tuhan, Zachary juga poop,"

Niall semakin cepat membaca, mencari tahu cara mengganti popok.

"Niall cepat bantu aku!"

"Tunggu!! Aku belum menemukan caranya,"

"Lupakan buku sialan itu! Cepat buka YouTube!" perintahku. Niall menghampiriku, ia membuka aplikasi YouTube lalu mengetik tutorial mengganti popok.

Ku rebahkan tubuh Zach dan Quinn. Kami berdua berbagi tugas. Kedua mata kami fokus antara vidio tutorial dan juga objek praktek.

Langkah pertama membuka celananya lalu melepas perekatnya kemudian menarik secara perlahan popoknya.

"Jesus Christ!" Niall dan aku terbatuk-batuk ketika menarik lepas popok yang berisikan kotoran mereka. Kedua tangan kami berayun didepan hidung untuk menyingkirkan bau sialan ini.

"Apa yang baru saja kau makan astaga bau sekali,"

Niall memasukan popok kotor kedalam plastik sedangkan aku mengambil air untuk membersihkan area bokong Zach dan Quinn.

Setelah dirasa cukup bersih, selanjutnya ku taburi bedak bayi. Wangi dari bedak bayi tadi menggantikan bau busuk bom atom itu.

Popok bersihpun dipasangkan pada mereka dan sekarang mereka sudah bersih.

Niall mengajak ku bertos karena telah berhasil menjalankan misi.

"Ini benar-benar mengasyikan,"

"Yeah dan juga melelahkan. Aku harus melakukan ini semua selama satu minggu kedepan,"

"Selamat datang di neraka, Mr. Chance,"


***TBC***

Continue Reading

You'll Also Like

163K 8K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
61.8K 183 4
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"
216K 20.2K 73
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
321K 34.7K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...