HARUSKAH?

Autorstwa zahirra

108K 8.5K 444

Haruskah aku berkorban untuk mereka? Posisi Sonda yang hanya anak angkat keluarga tidak mampu. Harus rela ban... Więcej

part 1
part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

part 2

7.3K 542 24
Autorstwa zahirra

Daniel telah meninggal dunia. Ini kenyataan pahit yang harus di terima keluarga Sonda. Setelah sekian lama tidak pulang dan berkumpul dengan keluarga, Daniel pulang kerumah tinggal nama. Kematiannya pun tidak biasa, Daniel ditemukan mati gantung diri di sebuah kos-kosan.

Dari olah TKP yang dilakukan polisi Daniel memang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena tidak ada kekerasan fisik yang ditemukan pada jasad korban. Hasil visum rumah sakit pun menyatakan demikian. Tapi Sonda yakin ada yang tidak beres terkait kematian Daniel yang secara mendadak. Sonda tahu betul siapa Daniel sebenarnya, Daniel bukan type orang yang gampang menyerah dalam menjalani hidup. Mereka sudah mengalami hidup susah selama bertahun-tahun, tidak mungkin Daniel tega menghabisi nyawanya sendiri karena frustasi dengan hidupnya.

Sonda bertekad akan mencari tahu sendiri penyebab kematian Daniel. Ditatapnya gundukkan tanah merah dihadapannya sambil menemani Ibu yang terus-menerus menangisi kepergian Daniel anak tertuanya, Ibu bahkan sampai menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Daniel meskipun Sonda telah berulang kali mengatakan kematian Daniel bukan salah Ibu tapi salahnya sendiri yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

"Semua salah Ibu Sonda, salah Ibu. Ibu menyesal telah membencimu Daniel, maafkan Ibu Nak." Ibu bersimpuh di atas makam Daniel yang baru beberapa menit lalu selesai dikuburkan.

Tidak banyak orang yang menghadiri pemakaman Daniel hanya ada Ibu, Sonda, Disa dan Dios adik kembarnya, sementara Dias memilih untuk menjaga rumah, Kirana yang tidak mungkin Sonda titipkan pada tetangga karena mempunyai kelakuan aneh dan dua orang penggali kubur itupun mereka mau menghadiri karena dibayar mahal oleh Sonda. Jangankan sanak saudara yang tinggal jauh para tetangganya pun tidak ada yang peduli atas kematian Daniel yang mereka anggap sebagai sampah masyarakat. Beruntung Daniel masih mempunyai keluarga yang bisa menguburkan jasadnya dengan layak.

"Bu." Sonda merangkul bahu ringkih Ibu berusaha memberi kekuatan semampunya. "Kematian Daniel bukan salah Ibu, Itu sudah kehendak Tuhan. Ibu tidak perlu menyalahkan diri Ibu seperti itu."

"Ibu telah membencinya Sonda, membenci darah daging Ibu sendiri." Ibu semakin meraung, ia meremas dadanya membuat Sonda dan kedua adiknya pilu.

"Sekarang Daniel sudah tidak ada Bu, Ibu tidak perlu menyesalinya. Yang perlu kita lakukan adalah berdoa Bu, hanya berdoa semoga Daniel di terima disisiNya."

"Tapi Sonda, Ibu... Maaf Ibu Nak." Ibu mengelus batu nisan Daniel. "Maafkan Ibu."

"Sudahlah Bu, sekarang kita pulang, hari sudah semakin sore. Ibu bisa datang lagi besok kalau Ibu mau." Sonda berusaha mengangkat bahu Ibu supaya berdiri tapi Ibu tidak bergeming sedikitpun.

"Bu." Bujuk Sonda dengan lembut. Ibu malah kembali mengeluarkan air matanya.

Disa salah seorang adik kembar Sonda ikut berjongkok di samping Ibunya. "Ibu bisa datang lagi besok kalau Ibu mau Disa janji akan mengantar Ibu untuk menjenguk makam Mas Daniel." Ibu menatap mataharinya, cahaya hidupnya, anak perempuan satu-satunya, anak perempuan yang terselip diantara dua laki-laki saudara kembarnya.

"Selamat tinggal Daniel." Ucap Ibu di sela-sela isak tangisnya.

***

Berlima mereka jalan beriringan meninggalkan kompleks pemakaman umum menuju rumah. Tidak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing mengenang kebersamaan dengan Daniel. Meski tidak banyak yang bisa di kenang tapi setidaknya ada beberapa moment menyenangkan sebagai keluarga yang mereka lalui bersama.

Sonda tersenyum kecut ketika mengenang satu-satunya kebaikan yang pernah dilakukan Daniel... Daniel pernah menyalamatkan nyawanya tanpa mempedulikan keselamatannya sendiri.
Tiga tahun yang lalu telah terjadi tabrakan kereta api jurusan Bandung-Surabaya dan malangnya Sonda beserta Daniel berada didalamnya. Sonda terjebak diantara dua gerbong dan ia terjepit sampai tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Dari situ Daniel berusaha menolongnya, Ketika ia tahu Sonda tidak bersamanya, dengan berani ia menerobos masuk kedalam kereta api yang sebentar lagi akan terbakar. Seorang diri ia menolong Sonda yang terjepit diantara dua gerbong kereta api dengan peralatan seadaanya meskipun Sonda memohon untuk meninggalkannya tapi Daniel tidak bergeming sekuat tenaga ia berusaha menolong adiknya itu tanpa bantuan siapapun. Berpacu dengan waktu akhirnya Daniel dapat menyelamatkan Sonda dan membawanya keluar gerbong, sesaat setelahnya gerbong kereta api benar-benar hangus terbakar. Sonda tidak akan bisa membayar dengan apapun atas apa yang telah dilakukan Daniel untuknya.

Sekilas Sonda menatap kakinya yang mempunyai luka permanen, luka yang ia dapat tiga tahun lalu akibat terjepit diantara dua gerbong kereta api sampai ia mengalami kepincangan meskipun tidak terlalu kentara tapi kalau diperhatikan dengan baik, cara berjalan Sonda tidak seimbang, ia lebih banyak bertumpu pada kaki kirinya. Kenangan yang ia dapat bersama Daniel dan ia tidak akan melupakannya.

Sekarang Daniel sudah tidak ada, ia pergi untuk selama-lamanya dan meninggalkan beban berat di pundak Sonda. Daniel melepaskan tanggung jawabnya sebagai Kakak tertua tapi apapun yang terjadi Sonda akan tetap melindungi dan membantu Ibu serta ketiga adiknya karena merekalah keluarga yang Sonda punya sekarang ini.

"Bang Sonda, Kirana..." Dios membuyarkan semua lamunannya.

Sonda menoleh dan langsung menatap Kirana yang sedang menggigiti kuku-kukunya sampai berdarah. "KIRANA HENTIKAN!" Bentaknya, seketika Kirana menghentikan kegiatannya dan menyembunyikan tangannya yang berdarah dengan cara memeluk boneka teddybearnya lebih erat.

"Kamu melakukannya lagi?" Sonda berjongkok, menatap Kirana dengan tajam meski suaranya sudah lebih lembut sekarang.

"Kalau kamu seperti ini terus, lama-lama tangan kamu akan habis termakan!" Penuh ketakutan Kirana mengepalkan jari-jari tangannya menyembunyikan lukanya, ia selalu melakukan itu kalau sedang gugup ataupun ketakutan.

"Sini Om lihat." Tapi Kirana malah mundur beberapa langkah.

"Ya sudah terserah kamu. Terserah kamu. Mau mati sekalipun Om tidak peduli." Mendengar bentakkan Sonda, Kirana mengkerutkan badannya, ia kemudian berbalik dan lari secepat yang ia bisa.

"Kirana tunggu. Mau kemana kamu." Spontan Sonda dan Dios mengejar Kirana dan berhasil menagkapnya. Dengan enteng Sonda menggendong Kirana membawanya kembali. Kirana berontak, ia berusaha melepaskan diri sambil menangis tapi Sonda tidak menghiraukannya.

"DIAMLAH!" Bentakkan Sonda membuat Kirana menegang, ia diam dalam gendongan Sonda sambil terisak menahan tangisnya.

Tidak biasanya Sonda marah dan membentak Kirana, sekesal apapun ia tidak akan melampiaskan kemarahnya pada gadis sekecil Kirana tapi kali ini Sonda sedang kalut, ia tidak bisa menerima kematian Daniel begitu saja.

Melihat ketegangan yang terjadi Ibu mengelus punggung Kirana dengan tangan tuanya. "Sudah sayang tidak apa-apa. Om Sonda hanya sedang sedih karena kehilangan Kakaknya. Tidak apa-apa jangan takut." Ibu mampu membuat Kirana lebih tenang.

"Sonda, tidak baik membentak-bentak anak sekecil Kirana yang belum mengerti apa-apa. Janganlah kau lampiaskan semua kekecewaanmu pada anak sekecil itu." Nasehat Ibu membuat Sonda terdiam. Ia lupa Kirana punya trauma terhadap bentakkan atau teriakan. Tubuh Kirana akan bergetar ketakutan bila mendengar seseorang membentaknya. Sampai sekarangpun Sonda tidak tahu apa yang menyebabkan Kirana seperti itu. Karena ketika Sonda menemukannya Kirana sedang duduk menunggui mayat Ibunya yang mati bunuh diri sambil memeluk boneka teddybear yang sekarang dipegangnya.

"Dios tolong gendong Kirana." Tanpa diminta dua kalipun Dios langsung mengambil alih Kirana dari tangan Sonda.

"Om Sonda, tidak benar-benar marah padamu. Ia hanya sedang kesal." Dios berbisik sambil mengelus punggung Kirana yang dibalas Kirana dengan memeluk lehernya erat, ia menyembunyikan wajahnya di leher Dios.

"Om minta maaf." Dengan sayang Sonda mengelus rambut halus Kirana tapi Kirana malah mempererat pelukan di leher Dios.

Sonda menarik napas panjang, sakit hatinya melihat penolakan Kirana barusan, ia tahu ia salah telah membentaknya tapi jelas yang dilakukan Kirana tidak benar dan membahayakan kesehatannya.

Sonda semakin merasa bersalah takala melihat Kirana ketakutan dan tidak ingin melihatnya. Ia telah lupa pada janjinya yang akan merawat dan menjaga Kirana seperti ia merawat dan menjaga dirinya sendiri.

Ibu tersenyum, senyum tulus dari kesedihannya. "Sonda. Ibu rasa Kirana membutuhkan Dokter." Ia mengelus lengan berotot Sonda.

"Sonda akan membawanya Bu, nanti setelah ada uang."

Akhirnya Sonda hanya bisa menarik napas dan berjalan lunglai di samping Ibunya. Ia sudah sangat lelah dengan jalan hidupnya yang selalu memberi dan memberi.

***

Melihat Kakak, Ibu dan saudara kembarnya datang Dias yang ditugasi menjaga rumah berlari membukakan pagar untuk mereka walaupun mereka bisa melakukannya tapi tetap menunggu Dias membukakan pagar yang hanya sebatas pinggang orang dewasa.

"Ada tamu Bang, mencari Mas Daniel." Lapor Dias, membuat Sonda, Ibu dan adiknya menatap dua orang yang sedang duduk di kursi rotan tepat di depan rumah mereka.

Seorang laki-laki setengah baya yang Sonda yakin umurnya tidak jauh beda dengan Ibunya, duduk sambil membuka sebuah map dan mempelajari isi map tersebut dengan serius, bahkan sesekali ia bertanya pada wanita muda yang duduk disampingnya tentang isi map yang tidak ia mengerti dan si gadis muda yang umurnya hanya terpaut beberapa tahun saja dari ketiga adik kembar Sonda menjelaskannya dengan detail.

"Siapa?" Tanya Sonda, matanya tidak lepas memperhatikan dua orang tersebut dari jarak yang tidak terlalu jauh.

"Tidak tau Bang. Mereka bilang pengacara keluarga Adnan... entahlah. Dias lupa siapa nama panjangnya."

"Mereka mau apa?" Tanyanya lagi penuh selidik. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres terkait kematian Daniel.

"Tidak tau Bang."

Maka dengan tergesa Sonda menghampiri dan menanyakan maksud kedatangan mereka. "Selamat siang." Sonda berdiri menyapa tamunya. Ralat, bukan tamunya tapi tamu Daniel.

Si pria mengangkat kepalanya dan memperhatikan Sonda dari atas kebawah lalu berdiri dan merapikan jas mahal yang dipakainya. Kalau melihat dari tampilannya, orang yang sekarang sedang berhadapan dengan Sonda bukan orang sembarangan, ia pasti orang yang sangat berpengaruh. "Siang, saya Dito. Dito Arinto, SH. Pengacara Bapak Adnan Kusuma." Orang yang mengaku bernama Dito tersebut menyalami Sonda penuh wibawa. Sonda sudah bisa menebaknya.

"Sonda. Adiknya Daniel yang sedang Anda cari." Sonda balas menjabat tangan pengacara tersebut dan menatap wanita kaku disampingnya.

Seperti tahu apa yang sedang dipikirkan Sonda, Dito mengenalkan wanita yang berdiri disampingnya. "Kenalkan ini Lory, asisten saya."

"Lory." Mereka berjabat tangan sekilas karena mendapat tatapan tajam dari Dito.

"Sonda." Sonda menatap perempuan muda dihadapannya penuh penilaian, usianya masih sangat muda tapi dia sudah menjadi asisten pengacara kawakan seperti Dito ini. Ia sedikit mencurigai kedekatan mereka tapi tidak mengatakan apapun.

"Dan ini Ibu saya." Sonda memperkenalkan Ibu yang dari tadi berdiri di dekatnya setelah menyuruh ketiga anaknya masuk kedalam rumah. Ibu tersenyum sambil menganggukan kepala.

"Silakan." Ibu mempersilakan mereka duduk.

Ditemani Sonda, Ibu mendengarkan maksud dan tujuan kedua tamunya datang menemuinya. Ibu tidak bisa menahan tangisnya setelah mendengar penuturan pengacara yang di kirim keluarga Adnan, ia memegangi dadanya yang tiba-tiba sesak.

'Daniel' Jerit hati Ibu begitu pilu, ia sudah tahu ketika melihat dua orang tamu datang kerumahnya mencari Daniel tapi ia tidak menyangka sama sekali Daniel telah berbuat serendah itu. Daniel telah menghamili putri tunggal keluarga Adnan dan membawa kabur sejumlah uang yang jumlahnya tidak sedikit.

"Bu, Ibu tidak apa-apa?" Sonda begitu khawatir melihat kondisi Ibunya, Ibu pasti sangat terpukul.

Baru beberapa jam yang lalu Ibu menyesali semua perlakuannya terhadap Daniel tapi rasa menyesal Ibu tidak sepadan dengan perlakukan Daniel terhadap dirinya meskipun Daniel sudah tidak ada ia masih bisa mempermalukan hidup keluarganya.

"Bu kalau Ibu tidak kuat, sebaiknya Ibu istirahat sebentar di dalam. Tamu biar Sonda yang menemaninya."

"Tidak Sonda... Tidak. Ibu harus tahu semuanya dan apa yang diinginkan mereka."

"Sederhana saja," Dito menatap Ibu dan Sonda bergantian, gaya bicaranya begitu tenang dan penuh perhitungan. "Keluarga Adnan tidak menuntut apapun yang menyangkut materi. Beliau bahkan tidak menginginkan Daniel masuk penjara. Yang diinginkan beliau hanya tanggung jawab. Daniel harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya baik terhadap putrinya ataupun terhadap keluarga besarnya."

Sonda menutup mulutnya tidak percaya dengan apa yang telah di lakukan Kakaknya sementara Ibu semakin deras menangis. Mungkin permasalahan yang dihadapinya ini, Daniel lebih memilih bunuh diri. Sekarang Sonda mengerti kenapa Daniel lebih memilih bunuh diri ketimbang mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, karena jelas dia tidak sanggup menghadapi cemo'ohan dari masyarakat luas. Seorang pria miskin beda kasta dan derajat harus rela menjadi budak perempuan kaya raya. Tidak ada dalam kamus mereka harus hidup di bawah bayang-bayang perempuan kaya.

"Daniel-Daniel sudah tidak ada." Jawab Sonda tersendat-sendat, ia begitu berat mengatakan bahwa Daniel sudah meninggal.

"Apa maksud semua ini? Tolong jangan mempermainkan kami." Dito begitu tegas dan berwibawa menghadapi Sonda, seolah-olah ia sedang berada di ruang sidang.

"Daniel sudah tidak ada itu kenyataannya, ia memilih mengakhiri hidupnya dan baru tadi pagi kami sekeluarga menguburkan jasadnya kalau Bapak tidak percaya, mari saya antar ke makam Daniel."

"Betulkah demikian?" Dito tampak tidak percaya, ia berpikir sejenak. "Daniel telah meninggal dunia, padahal baru satu bulan lalu kami menyepakati surat perjanjian yang telah kami buat bersama." Jeda sesaat dan Dito menatap Sonda lekat. "Betul kamu adik dari Daniel?"

Sonda bingung dengan apa yang telah dilalukan Daniel semasa hidupnya. Dia kembali melakukan kesalahan dan menyeret keluarganya untuk menyelesaikan permasalahannya. "Surat perjanjian. Surat perjanjian apa? Apa yang kalian sepakati?"

Dito sama sekali tidak menjawab rasa penasaran Sonda, ia malah melanjutkan pembicaraannya. "Kalau memang betul kamu adiknya Daniel. Kamu harus mempertanggungjawabkan apa yang telah kami sepakati bersama. Kalau tidak penjara menunggu kalian." Dito membereskan mapnya dan memasukkannya kedalam tas yang dia bawa.

"Besok saya tunggu jam sebelas siang di kantor saya." Tanpa menunggu jawaban ataupun bantahan dari Sonda mereka pergi begitu saja.

Sonda mengacak rambutnya frustasi setelah mereka pergi.

Haruskah ia kembali berkorban?

***

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

2.6M 124K 55
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
520K 21.2K 37
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.7M 288K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
16.6M 691K 40
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...