Rasakanlah!

By Peri_Anggrekkk

5.8K 617 1.4K

"Kamu nggak pernah bisa menempatkan diri kamu jadi orang lain. Itulah kekurangan kamu." "Aku memang nggak per... More

Bab 01
Bab 02
Bab 03
Bab 04
Bab 05
Bab 06
Bab 07
Bab 08
Bab 09
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28

Bab 17

137 9 0
By Peri_Anggrekkk

Sasya tidak bisa hanya diam dan mendengarkan. Semua ini salah paham. Sasya yakin, persahabatan mereka pasti bisa bertahan. Sasya pun berjalan menuju Bunga kelas XI MIA 2, kemudian disusul Varen dari belakang.

"Prita, bukannya Sasya pernah nanya ke kamu, kalau kamu suka sama Niko atau nggak. Waktu itu, kamu bilangnya nggak kan? Kenapa sekarang beda lagi?" ujar Sasya halus.

"Kamu cuman orang luar, Gam. Nggak usah ikut campur masalah kami, bisa?" balas Prita.

"Misalkan ada sifat Sasya yang kalian nggak suka, kalian bisa langsung bilang. Dia nggak akan marah sama kalian. Jangan kalian pendam, terus bicarain di belakang dia." Mata Sasya mulai berkaca-kaca.

Kali ini, Agam diam. Membiarkan ruang untuk Sasya mengeluarkan isi hatinya.

"Kesalahan fatal apa yang Sasya lakuin sampai kalian benci sama dia?" tanya Sasya.

Sasya akui, dirinya memang salah. Namun, perasaannya tulus terhadap Prita, Maura, dan Ruby. Ia merasa dikhianati oleh mereka.

"Tanyain itu ke Prita, karena masalahnya ada di Prita, berapa kali Sasya udah nyakitin hati dia?" sahut Ruby.

"Sebegitu sayangnya kamu sama Prita? Kamu selalu aja belain dia, Ruby," pilu Sasya.

Meskipun sekarang jiwa Sasya terjebak di raga Agam, ia tetap ingin meluruskan kesalahpahaman antara mereka. Sasya masih yakin semua hanyalah kesalahpahaman saja. Persahabatannya tidak boleh berakhir semudah ini. Tidak boleh dan ia tidak mau.

"Karena Prita... dia sahabat aku, Sedangkan Sasya..." Ruby melirik Agam melalui ujung ekor matanya. "Bukan," tekan Ruby dengan sinis.

Hati Sasya tersayat. Rasanya sakit sekali. Apalagi perkataan itu diucapkan langsung oleh seseorang yang sudah Sasya anggap sebagai sahabatnya.

"Kalian nggak boleh gini," Maura menghentak-hentakkan kakinya yang mulai kebingungan.

"Maura, sekarang kamu milih kami atau Sasya?" Ruby terus mendominasi perdebatan kali ini.

Semuanya diam.

Hingga, Maura pun memegang telapak tangan Ruby dan Prita. Dengan posisi tubuh membelakangi Agam, Maura sedikit menolehkan kepalanya. "Sorry, Sya."

Sasya memejamkan kelopak matanya agar air matanya tidak terjatuh.

"Kayaknya kita emang nggak begitu dekat. Di bandingkan kamu, Ruby sama Prita lebih baik."

Sepeninggalan tiga sahabatnya, Sasya terus menundukkan pandangan ke lantai. Dirinya bertanya-tanya, apakah persahabatan ini benar-benar sudah berakhir?

Sasya tidak percaya, benar-benar tidak percaya.

Agam menepuk pelan pundak Sasya, "Sya."

Lantas, Sasya pun menghela napasnya. Tanpa menoleh ke Agam, Sasya menatap Varen. "Ayok... Varen, kita ke kelas."

Agam mengerti bila Sasya terluka. Namun, Sasya tidak perlu berpura-pura kuat dan tegar. Hal itu malah membuat hati Agam perih. Menangislah jika memang Sasya ingin menangis.

***

Jam istirahat sudah hampir habis, oleh sebab itu kantin tidak seramai tadi. Murid yang berada di kantin saja bisa di hitung menggunakan jari. Salah satunya Niko. Pemuda tampan itu sedang meneguk sebotol minuman rasa jeruk manis yang baru ia beli.

Niko melihat ada sepasang sepatu berwarna hitam di hadapannya, lantas ia pun menatap sang empu yang sedang tersenyum tipis padanya.

"Prita?" sapa Niko.

Sang gadis melebarkan senyumannya.

Tadi, ketika melewati kantin. Prita tidak sengaja mendapati Niko sedang sendirian berdiri di depan kulkas minuman. Ia pun berinisiatif menghampiri Niko.

Kedua remaja itu memang dekat, bukan kedekatan sebagai teman sekelas. Bisa dibilang, Prita salah satu cewek yang sukses dibaperin Niko.

Prita yang menyukai Niko sejak lama pun langsung menerima kedatangan Niko kala itu.

Niko memang tidak pernah berterus terang mengatakan suka, tapi Prita yakin bila Niko merasakan hal yang sama denganya.

Ruby dan Maura tau, fakta ini hanya disembunyikan dari Sasya.

"Nanti sore, jalan yuk?" ajak Prita.

"Ada yang mau aku lakuin nanti."

Mendengar penolakan, senyuman di wajah Prita mendadak sirna.

"Sama Bora?"

Niko kembali meneguk minumannya.

Prita sempat ragu, dengan berat ia menebak kemungkinan terkecilnya. "Ssaa-sya---"

"Iya," jawab Niko cepat sambil menutup minumannya yang kini tinggal setengah botol.

Prita bungkam agak lama. Ia meremas bagian jahitan seragam rok abu-abunya. Entah apa yang sedang di pikirkan gadis cantik tersebut, perasaannya campur aduk antara marah, kecewa, dendam, dan sedih.

"Prita, kalian berantem sama Sasya?" Niko membuka suara.

"Eh?" Prita melanjutkan, "Maaf, aku tadi ngelamun," Prita tersenyum.

"Biasaa, masalah anak cewek," jelas Prita.

"Pantesan tadi Sasya pindah tempat duduk ke samping Bora," ujar Niko.

"Niko, nanti sore kamu beneran pergi samaa---"

Niko tertawa. Reaksi itu diartikan sebagai lelucon bagi Prita. Sang ketua OSIS tidak mungkin menyukai Sasya! Prita berharap Niko menyangkal ucapan sebelumnya.

"Sebenarnya aku minta bantuan Bora buat atur pernyataan cinta aku ke Sasya," tutur Niko dengan nada berbisik.

Prita membelalakkan matanya dengan bibir sedikit terbuka.

"Gimana sama aku?" lirih Prita.

"Apanya?" tanya Niko.

"Ohh," Niko mengerti arah pembicaraan Prita. "Kita, 'teman' kan?" Niko tersenyum.

Prita menggigit bagian bawah bibirnya dengan napas memburu. Semudah itu? Apakah secara tidak langsung, Prita baru saja ditolak?

Di sisi lain, Maura yang baru saja tiba di kantin bersama Ansel melihat Prita dan Niko seperti sedang mengobrol. Namun, ada apa dengan raut wajah Prita?

Maura pun bergegas menuju sahabatnya dengan di dampingi sang pacar.

"Ehh, ada Niko."

Maura mencoba mengusir situasi yang agak canggung ini. Niko membalas hanya dengan senyuman singkat.

"Kenapa?" bisik Maura lirih di telinga Prita, Namun tidak ada jawaban.

Selanjutnya, Niko mengisyaratkan sesuatu pada Ansel. Seakan mengerti, Ansel pun berkata, "Rara, Aku sama Niko ke kelas duluan ya?" pamit Ansel tiba-tiba.

"Iya, El. Jangan lupa nanti malam," ucap Maura manja.

Dua siswa populer itu pun melenggang pergi. Tidak butuh waktu lama, Maura memburu Prita dengan banyak pertanyaan.

"Kamu sama Niko kenapa?"

"Tadi, kalian bicarain apa?"

"Prita? Kamu nggak apa-apakan?"

Prita menatap lurus ke depan. Tidak ada ekspresi yang terpasang, "Aku benci sama Sasya."

Lagi dan lagi, Maura bertanya, "Kenapa?"

"Karena dia nggak ngelakuin apapun, makanya aku tambah benci sama dia!" jerit tertahan Prita.

"Maura, kamu pernah mikir gini nggak sih, hidup Sasya tuh enak banget." Prita mengatur napasnya agar emosinya lebih stabil. "Kita harus berusaha supaya disukai, kita berusaha biar dapat perhatian. Tapi, Sasya? Dia nggak ngelakuin apapun. Meskipun nggak ngelakuin apapun dia tetap dapat semuanya!"

Maura mengangguk setuju.

"Kehidupan Sasya sempurna banget, orang tuanya, sepupunya, neneknya, keluarganya, dan orang-orang terdekatnya, pokoknya semuanya sayang sama dia," lanjut Prita.

"Sekarang, Niko! Sekarang Niko suka sama Sasya, Maura!"

Maura memeluk Prita. Terkadang, Maura juga iri kepada Sasya. Namun, pikiran buruk itu hilang sejak ia berpacaran dengan Ansel.

Ansel membuat Maura merasa dispesial-kan. Maura tidak butuh siapapun lagi di dunia ini, ia hanya ingin hidup bahagia bersama Ansel.

***

Sasya tak henti-hentinya murung selama pembelajaran di kelas. Ia masih belum mempercayai bila persahabatannya sudah hancur. Sasya sedih sekali.

Bahkan, ketika sudah waktunya pulang sekolah. Sasya masih berdiri di depan pintu aula SMA Bina Bangsa yang terkunci. Di tempat inilah, pertemuan pertama Sasya dengan ketiga sahabatnya.

Satu tahun yang lalu.

Hari pertama Sasya bersekolah di SMA Bina Bangsa.

Saat itu Sasya belum mempunyai teman. Ia tidak mudah bersosialisasi dan pemalu. Paginya---sebelum upacara bendera, Sasya ditemani Kaivan dan teman-temannya.

Berbanding dari Sasya, Kaivan sangatlah friendly---tidak ragu menyapa duluan. Bahkan, teman-teman Kaivan secara terangan menggoda Sasya.

Sasya memajukan bibirnya, memegang dua kepangan rambutnya yang di taruh ke depan. Kemudian, meminta Kaivan mengantarkannya pada Adnan.

Jujur saja, Sasya tidak cocok berkumpul dengan mereka.

Kaivan berjalan menyusuri koridor dengan rangkulan di pundak Sasya. Hingga, mereka masuk ke dalam aula sekolah. Heboh? Tentu pasti! Kaivan adalah salah satu siswa populer seangkatannya.

Apalagi belum ada yang tau bila Kaivan dan Sasya merupakan saudara sepupu.

"Adnan!" panggil Kaivan.

"Jagain nih tuan puteri ya?" pesan Kaivan sebelum berjalan keluar ruangan tersebut.

Baru beberapa menit, Sasya telah memanyunkan bibirnya lagi. Satu kata, 'bosan'

Adnan sangat-sangatlah sibuk karena jabatannya sebagai ketua OSIS.

Sasya yang penakut berdiri di balik punggung Adnan, mengikuti kemana pun gerak Abang sepupunya itu. Ia tidak peduli bila keberadaannya mengganggu aktivitas Adnan.

Lalu, Sasya pun menyadari banyak yang menatap dirinya tidak suka. Mungkin karena Sasya---siswi baru masuk tapi tidak bergabung dengan teman seangkatannya, melainkan terus menempel pada Adnan.

Perlahan, Sasya mundur. Ia yang tadinya di atas panggung, memutuskan untuk turun.

"Ke mana?"

"Upacara mau di mulai," ucap Sasya lesu.

"Tau lapangannya di manakan?"

Sasya mengangguk ragu.

"Jangan sampai hilang."

"Bang!!!" cicit Sasya tak suka.

Adnan mengusap puncak kepala Sasya lembut, "Hati-hati."

Cengiran khas Sasya terbit. Sasya suka perlakuan manis Bang Adnan kepadanya.

Sekarang, Sasya sudah berada di pintu aula, ia tidak berani ke lapangan seorang diri. Haruskah ia meminta Adnan mengantarkannya? Namun, Abangnya masih terlihat sibuk bersama anggota OSIS yang lain.

"Hai?"

Gadis yang menyapa barusan tersenyum sangat ramah. Kemudian, melambaikan tangannya, "Hai, nama aku Ruby Mustika."

Bola mata Sasya tertuju ke arah siswi yang berdiri di samping Ruby.

Siswi tersebut pun ikut memperkenalkan dirinya. "Halo, nama aku Maura Hilary."

"Kami juga belum kenal siapa-siapa di sini. Mungkin sama-sama dari kota, makanya aku sama Maura bisa komunikasi," sahut Ruby.

"Maa-aff, kalian mau ke lapangan juga? Boleh bareng?" kikuk siswi berparas cantik yang melintas di hadapan mereka.

"Oh iya, nama aku Prita Charita. Aku orang asli sini. Rumah aku dekat dari sekolah," lanjutnya.

"Kalau nama kamu siapa?"

"Nama aku Sasya Anamika. Panggil aja Sasya."

Ruby terkekeh, "kamu imut banget."

Ke-empat remaja yang tadinya tidak saling kenal, kini menatap satu sama lain dengan bibir melengkung ke atas.

"Kayaknya ada yang aneh," ujar Maura.

Mereka kompak mengangguk, "Rambut kepang dua!!!"

Itulah kesamaan antara Sasya, Prita, Maura, dan Ruby. Penampilan mereka bisa dikategorikan culun. Jauh berbeda dengan mereka yang sekarang. Ruby pun sudah memotong rambutnya sependek bahu dan Maura selalu menggelombangkan ujung rambutnya. Penampilan Prita pun tak kalah modis---sweater selalu melengkapi seragam sekolahnya.

***

Selepas dari aula sekolah, Sasya melanjutkan langkahnya hingga ke belakang Laboratorium Biologi. Air mata Sasya terus menetes, ingatannya kembali ke satu tahun yang lalu.

Masih di hari pertama Sasya bersekolah di SMA Bina Bangsa.

Selepas melakukan kegiatan upacara bendera, Sasya di panggil seorang Kakak kelas. Pikirannya kosong, hingga langsung menyutujui ajakan senior tersebut yang diketahui bernama, Yolanda. Bahkan, Sasya belum sempat pamit kepada teman-teman barunya.

Ternyata, Sasya di bawa ke belakang Laboratorium Biologi. Salah satu tempat tersepi yang ada di sekolah.

Yolanda mendorong tubuh mungil Sasya, hingga terbentur tembok. Lalu, ia menaikkan dagu Sasya menggunakan ibu jarinya, "Baru masuk udah kegatelan."

Tidak dapat di pungkiri, kedekatan Sasya dengan Kaivan dan Adnan memicu banyak rumor baru hingga nama Sasya banyak dibicarakan.

Sasya langsung populer di hari pertamanya bersekolah, apalagi di dukung dengan parasnya yang imut. Bahkan ada beberapa yang meminta nomor ponsel Sasya.

Normal saja, makin banyak yang suka maka makin banyak juga yang tidak suka.

Di rasa kurang puas, Yolanda menjambak rambut Sasya.

Sasya tidak berkutik sebab Yolanda tidak sendirian, ada tiga temannya yang menonton aksi Yolanda. Sasya sudah kalah jumlah.

"Cengeng bangett sihh!! Belum juga diapa-apain!!" bentak Yolanda.

Sasya makin memperkencang tangisannya berharap ada yang mendengar dan dapat membantunya.

Pergerakan Yolanda makin kasar, ia bahkan tak segan menampar wajah halus Sasya.

"Sasya!!"

Teriakan tersebut berasal dari Ruby, Prita, dan Maura yang berlari dengan napas ngos-ngosan.

"Tenang, Sya. Ada kami."

Ketiganya bersamaan melepaskan tas yang ada di punggung mereka. Kemudian, perkelahian pun tak dapat dihindari.

Totalnya ada delapan siswi yang saling jambak-menjambak.

Penampilan mereka semrawut dengan seragam kotor terkena tanah, juga ada yang kancing seragamnya terlepas.

Tidak lama, ada siswa yang tidak sengaja menyaksikan aksi tersebut. Kemudian, segera melaporkannya kepada Guru.

Kabar tidak mengenakkan itu begitu cepat tersebar, satu per satu mulai mengerubungi delapan siswi yang masih belum menghentikan perkelahian sengit itu.

"Sudahhhh, berhentiii!!!" lerai Bu Hanum selaku Guru BK di SMA Bina Bangsa.

Napas para remaja tersebut masih menggebu-gebu karena tersalut emosi.

"Yolanda!! Kamu harusnya sebagai kakak kelas ngasih contoh yang baik!!"

"Kalian juga, baru masuk sekolah udah berani nyari masalah sama senior. Kalian harusnya ninggalin kebiasaan buruk kalian di SMP!!" murka Bu Hanum.

Adnan dan Kaivan berlari tergesa-gesa---membelah kerumunan yang sedang menonton.

Kaivan melepas jaket yang ia kenakan, lalu memakaikannya ke tubuh Sasya bagian depan. Sedangkan Adnan langsung memeluk Sasya---khawatir. Sasya pun membalas pelukan sambil menangis.

Meskipun terkadang Sasya mengesalkan, namun Adnan dan Kaivan tidak pernah merasa dendam. Mereka sudah menganggap Sasya seperti adik mereka sendiri.

Makanya, saat mendengar kabar Sasya yang dirundung senior, Adnan dan Kaivan begitu panik sekaligus cemas.

"Apa-apaan ini Adnan!!" pekik Bu hanum kala Adnan tak kunjung melepas pelukannya, malah lanjut mengusap belakang kepala Sasya.

"Sasya itu adik sepupu kami, Bu," beritahu Kaivan. "Papanya Sasya, adiknya Bapak Kaivan."

Bu Hanum bernapas lega. Pemandangan tak pantas yang di lakukan murid di depan gurunya barusan bukan di dasarkan suka antara laki-laki dan perempuan, melainkan rasa sayang antara kekeluargaan.

Sontak, Yolanda yang terdapat luka cakaran Ruby di lehernya seketika terkejut. Tadinya, ia pikir adik kelasnya tersebut mencoba mendekati Adnan.

"Siapa yang ngasih info ngasal?" desis Yolanda.

***

Sasya berjongkok di belakang Laboratorium Biologi---masih menangis.

"Janji ya, mulai hari ini kita sahabatan!!"

Perkataan itu kembali terdengar di telinga Sasya.

Kenapa semuanya bisa seperti ini? Bagaimana cara agar mereka memaafkan Sasya?

Sasya benar-benar menyesal telah tanpa sadar menyakiti perasaan sahabat-sahabatnya.

Karena kejadian tersebut, tas baru Prita sampai di buang ke tong sampah yang dekat dengan lokasi kejadian, Pipi Ruby bercap tapak sepatu Yolanda, dan bagian bawah jahitan rok seragam Maura robek. Sedangkan Sasya, tiga kancing seragam atasnya terlepas menampilkan tanktop berwarna merah muda. Untung saja, kala itu ada Kaivan yang memberikan jaketnya pada Sasya.

"Apa kalian udah lupa semua itu?"

"Bisa nggak kita kayak dulu lagi?"

Hujan mulai turun, namun tetap tidak bisa menghentikan tangisan Sasya.

"Tolong jangan benci aku," tangis Sasya pecah.

Seorang gadis datang di tengah-tengah hujan menghampiri Sasya sambil membawa payung.

"Mereka nggak pantas untuk kamu tangisin," tegas Agam memayungi Sasya.

Sasya mendongak. "Kamu nggak tau aku lagi sedih, Gam!! Yang baik sedikit dong kalau ngomong!!"

"Sekarang kamu percayakan? Mereka nggak tulus temenan sama kamu."

Sasya menggelengkan kepalanya, "Aku nggak percaya. Ini mungkin cuman salah paham aja."

Sasya bangkit dengan tatapan sedih. "Mereka yang tadi aku lihat bukan kayak yang selama ini aku kenal. Baru sekarang aku sadar kalau aku sama sekali nggak kenal sama mereka."

Bersambung
Selasa, 23 April 2024

Continue Reading

You'll Also Like

593K 28K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
254 56 14
Secret Revealer.. Apa yang kalian pikirkan saat membaca kata secret? Rahasia? Yaps, benar benar sekali. Sebuah organisasi pengungkap rahasia, organi...
918K 67.6K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
910 121 24
Yaa.. hidup ini memang penuh dengan kejutan. Semua yang terjadi membuat ku merasa sangat bersyukur dengan kehidupan, mengajarkanku arti ketulusan, ke...