Harsa Husna

By ulagstn_

85.8K 9.2K 5.6K

[Spin off Hakim, bisa dibaca terpisah] Bahagia seperti apa yang diinginkan semua orang? Apa bahagia mereka s... More

1. Catri
2. Puas Kamu Hah?!
3. Rencana Husna
4. Jadi Kacau
5. Kita Peduli
6. Baby
7. Teman
8. Hidup Lebih Lama
9. Kabur
10. Aku Mau
11. Cemburu
12. Bukber
13. Alasan
14. Yang Ditakutkan
15. Bandung
16. Balik Pondok
17. Ucul
18. Gara-gara Kuda
19. Teror
21. Alasan Husna
22. Cinta-cintaan
23. Semua Dirayakan
24. Menyerah?
25. Terungkap
26. Setelah Semuanya
27. Cinta Monyet
28. Kabur Lagi
29. Rezeki
30. Harsa Husna
Epilog

20. Trauma

2.3K 303 232
By ulagstn_

Jangan lupa dzikir.

Happy reading 🧚‍♀️

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
🏍🏍🏍

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Husain menghela napas saat merasakan tatapan orang di sekitarnya, ini sudah tiga hari sejak kejadian itu. Orang-orang menatapnya dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang penasaran, menuduh, mencemooh dan marah.

Tiga hari lalu, Kiai sudah mengumumkan hubungan Husain dan Husna untuk menghindari fitnah dan meminta pengertian juga penerimaan mereka terhadap keduanya. Mungkin karena itu mereka menatap Husain tidak suka.

Baru mengucapkan salam, Nyai memanggil dari arah belakang.

"Husna dari tadi di kamar mandi, ga mau keluar," ucap Nyai.

Husain menggedor pintu kamar mandi dan memanggil Husna, tidak ada sahutan selain isakan tangis dan suara air yang terdengar.

"Buka atau aku dobrak!"

Husna masih tidak menjawab. Husain berjalan ke kamarnya dan mengambil selimut lalu kembali ke belakang dan dengan sekuat tenaga mendobrak pintu kamar mandi. Terlihat Husna meringkuk di bawah shower yang menyala, Husain langsung mematikan shower, membungkus Husna dengan selimut dan membawanya ke kamar.

"Darahnya ga mau hilang, Ucen. Lengket. Bau hiks.."

Husain mendudukan Husna di kursi dan mengelap wajah dan rambutnya yang basah. "Badan kamu udah bersih, Na. Ga ada darah dan ga bau."

"Darah Ucen hiks.. darahnya keluar lagi hiks.." Husna menunjukan tangannya. Husain menghela napas dan memakaikan Husna baju lalu memangkunya.

"Ga ada darah, Sayang. Coba buka matanya, lihat aku."

Husain mengusap wajah Husna yang basah dan terus menyuruhnya untuk membuka mata. Husna akhirnya mau membuka mata dan kembali menangis memeluk Husain.

"Takut Husain hiks.."
"Aku di sini sama, ga usah takut. Kita jagain kamu. Udah ya nangisnya? Udah berpa hari ini kamu nangis terus, mata kamu udah bengkak, Sayang."

Tangis Husna melemah dan tersisa isakan kecil.

"Kita keluar, sarapan ya? Una mau makan apa?" ajak Husain. Husna langsung menggeleng, sudah tiga hari juga Husna tidak keluar kamar selain ke kamar mandi.

"Ga mau keluar? Berjemur yu di belakang sambil sarapan, aku suapin."

"Ga mau."

Husain hanya diam, dia tidak tau harus membujuk seperti apa lagi. "Ya udah tunggu sebentar, biar aku ambil makan dulu." Husain menurunkan Husna di kasur dan berjalan keluar untuk mengambil sarapan mereka.

Tidak sampai satu menit, Husain kembali. "Di depan ada Dara sama Cia, keluar yu temuin mereka."

Husna tetap menggeleng.

"Masa kamu mau di kamar terus, Na? Ga kangen sama mereka?" tanya Husain sambil menari Husna untuk berdiri.

"Ga mau hiks ga mau!"

"Na?"

Husna mendorong Husain pelan sambil menangis dan terus mengatakan tidak mau.

"Iya iya maaf, engga keluar, engga." Husain memeluk Husna dan menenangkannya.

Husain sudah mendiskusikan kondisi Husna dengan orang tuanya dan siang ini Bunda juga Ayah akan ke Malang. Bunda akan mengajak Husna untuk bertemu dengan dokter spesialis.

Husna kembali tertidur, tidak ada sedikitpun rona di wajahnya, semakin hari wajah Husna semakin pucat, sering menangis, bermimpi buruk dan berhalusinasi.

Siang hari, Ayah dan Bunda sampai, mereka langsung menemui Husna dan membujuknya untuk ke dokter, awalnya Husna menolak tapi Bunda terus membujuknya dan akhirnya Husna mau dengan syarat dia akan keluar lewat teras belakang, Husna tidak ingin bertemu dengan siapa pun.

Husain dan Hasan juga ikut mengantar. Ayah sudah membuat janji sebelumnya dengan salah satu dokter kenalannya, sampai di klinik, Husna hanya masuk sendirian tanpa pendamping.

"Aku tau kamu cape, tapi Husna lebih cape, dia juga ga mau kaya gitu, jadi kamu harus sabar. Jangan paksa apa pun," ucap Hasan yang duduk di sebelah Husain yang hanya diam.

"Pelakunya belum ketauan, Mas?" tanya Ayah.

"Belum, Yah. Pelakunya ga terlihat di CCTV. Bukan soudzon atau gimana tapi kayanya pelakunya orang yang satu kamar sama Husna, atau orang luar dan langsung retas CCTV," jawab Hasan.

Setelahnya hening, mereka hanya duduk diam menunggu Husna. Setelah hampir satu jam, Husna keluar ditemani dokternya. Kini giliran Ayah dan Bunda yang masuk untuk mengetahui kondisi Husna.

"Ga kenapa-napa kan di dalam?" tanya Husain, Husna hanya menggeleng pelan.

Ayah dan Bunda keluar setelah sepuluh menit di dalam, membawa resep obat untuk Husna yang harus diminum dalam jangka pendek. Setelah mengambil obat, mereka semua pulang. Ayah sempat ingin mengajak untuk makan siang di luar tapi Husna menolak.

"Aku di luar ya, kalo ada apa-apa panggil aja," ucap Husain setelah mereka sampai di rumah. Husna langsung disuruh kembali ke kamar.

"Husain.."

"Hm?"

"Maaf."

Husain menggeleng pelan lalu memeluk Husna. "Kamu ga perlu minta maaf." Husain mengecup kening Husna dan merapikan hijabnya lalu sekali lagi izin untuk keluar.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
🏍🏍🏍

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ

"Menurut kamu, siapa pelakunya?" tanya Cia kepada Dara.

"Ga tau," jawab Dara singkat.

"Ini semua aneh, masa iya pelakunya salah satu dari penghuni kamar kita?"

"Bisa aja itu setan atau sejenisnya."

Cia mengerutkan keningnya. "Seorang Dara yang ga percaya tuyul bilang kaya gitu?"

"Kenapa? Kan mungkin aja, orang lain juga pada bilang gitu."

Cia tidak menjawab ucapan Dara. Apa yang terjadi kepada Husna menjadi topik hangat dikalangan santri, mereka saling menebak siapa yang berani melakukan tindakan seperti itu, tidak sedikit juga yang berpikir seperti Dara jika ini semua karena makhluk astral.

Pembicaraan ini juga sering dibahas di antara teman-teman Husain, mereka sama penasarannya dengan Husain.

"Kalo pelakunya ketangkap, apa hukuman yang pantas buat dia?" tanya Devano.

"Diarak keliling pondok sambil dilemparin batu," sahut Reyhan.

"Ringan banget coy, lihat tuh Ning kita, dia sampai sakit kaya gini masa hukumannya cuma itu." sahut Chandra.

"Ning kita Ning kita, jaga mulut bau kamu!" seru Husain.

"Sensi amat."

"Kalo pelakunya ketangkap, aku pasti bawa kasus ini ke jalur Hukum, apa pun yang terjadi, dia harus dipenjara." ucap Husain tegas lalu membereskan kitab dan mushafnyya. Lebih baik dia pulang dan menemani Husna.

Husain berjalan pulang, suasana pondok akhir-akhir ini juga menjadi sepi, padahal sudah masuk waktu pembagian rapor dan hampir semua santri tidak pulang dan memilih di pondok karena sudah pulang saat libur lebaran.

Sampai di ndalem, Husain langsung ke dapur, Husna pasti belum makan malam, pikirnya.

"Husna udah makan, tadi Bunda yang antar. Kamu makan dulu aja baru ke kamar," ucap Bunda diangguki Husain.

"Apa liburan ini kita ke Jakarta aja ya, Bun?" tanya Husain, dia sambil mengambil nasi dan lauk. "Siapa tau suasana rumah di Jakarta bisa buat Husna lebih baik." lanjutnya.

"Boleh, coba kamu bicara sama Ayah."

Husain mengamgguk dan duduk di sebelah Bunda, baru saja dia berdoa sebelum makan, terdengar teriakan nyaring dari kamar Husain. Mereka langsung berdiri, Husain berlari cepat ke kamarnya dan membuka pintu.

"Husain darah!" pekik Husna sambil menangis.

Husain membulatkan matanya, ada darah di abaya Husna. Husain melihat sekeliling, tidak ada tanda bercak darah di tempat lain, di kasur juga tidak ada. Husain mendekat dan mengambil ponselnya lalu bernapas lega, ini jadwal Husna datang bulang.

"Husain hiks.."
"Kamu haid, Sayang. Gapapa ini cuma haid." Husain memeluk Husna dan menenangkannya.

"Ada apa Mas?" tanya Bunda.

"Husna haid," jawab Husain berbalik dan menutupi tubuh Husna.

Bunda ikut bernapas lega dan menawarkan untuk membantu Husna di kamar mandi, Husain mengangguk dan membawa Husna ke kamar mandi.

"Cuma darah haid, Na. Gapapa, Sayang. Una udah biasa haid kan?" Husain berbisik pelan, lalu membiarkan Bunda menutup pintu. Husain kembali ke kamar untuk membawakan baju juga pembalut untuk Husna.

Tidak sampai lima belas menit mereka keluar, Husna masih menangis, Husain langsung menggendong dan membawanya ke kamar. Husain ikut berbaring setelah menidurkan Husna di ranjang.

Husna masih sesegukan, Husain mengusap wajahnya.

"Darahnya keluar Ucen hiks.. lengket."

"Engga, Sayang. Itu cuma darah haid. Lihat aku, itu cuma darah haid, Una setiap bulan haid kan? Normal, Sayang. Bukan darah bau atau lengket kaya waktu itu."

Husna tidak mengdengar Husain, dia hanya bisa menangis sambil memandangi Husain.

"Dengar, By. Kamu ga akan pernah lihat darah kaya waktu itu lagi, ga akan pernah. Aku jamin. Jadi, kamu ga usah takut, aku ada di sini buat jagain kamu, bukan cuma aku, tapi ada Ayah, Bunda, Mbah, Mas Hasan, teman-teman kita juga. Selain itu yang lebih penting adalah kita punya Allah, Allah bakal jagain Una di mana pun dan kapan pun. Jangan takut, Sayang."

Husna malah menggeleng. "Ucen bohong! Darahnya masih ada hiks.. bau Ucen."

"Ga ada, Sayang. Itu cuma di pikiran kamu, coba lihat tangannya, bersih kan? Ingat apa yang tadi dokter bilang? Darah itu cuma ada di pikiran kamu, coba pelan pelan kamu hapus pikiran itu dan ganti sama hal positif. Darahnya udah ga ada. By."

Husain memeluk Husna saat wanita itu meronta dan terus meracau tentang darah. Husain akhirnya menangis.

Tidak pernah Husain bayangkan jika mereka akan mengalami hal seperti ini. Apa yang sudah Husna lakukan sampai pelaku itu berpikir jika Husna berhak mendapatkan semua ini?

"Aku di sini, Na."

Hanya itu yang bisa Husain bisikan, tidak tau harus mengatakan apa lagi, Husna hanya perlu tau jika Husain akan selalu bersamanya.

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
🏍🏍🏍

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hari demi hari berjalan sama, tidak ada perubahan yang terlihat. Husna masih enggan bertemu banyak orang, selalu curiga dan masih sering meracau tentang darah. Husain dan orang di sekitar hanya bisa membantu Husna dengan doa juga mencoba terus mengajak Husna berinteraksi.

"Di luar ada Bukde, Una mau ketemu Bukde ga?" tanya Husain berjongkok di depan Husna. Wanita itu mengangkat wajahnya menatap Husain.

"Bukde?"

"Iya, Una mau ketemu?"

Husna mengangguk dan berdiri.

"Aku gendong ya?" tanya Husain tapi Husna langsung menggeleng.

"Jalan kaki aja."

Husain mengerti, dia mengambil hijab Husna lalu memakaikannya, setelahnya dia menuntun Husna untuk keluar. Di luar ada Bukde dan sepupu Hunsa.

Husna berjalan mendekat dan langsung dipeluk erat.

"Ya Allah, nduk.. maaf Bukde ga tau kamu sakit."
"Ibu mana?"

Bukde melepaskan pelukannya dan menyusut air mata lalu menarik Husna untuk duduk.

"Ibumu kerja," jawab Bukde singkat.

Husna hanya diam. Bukde bertanya keadaan Husna kepada Bunda dan hanya dijawab seadanya.

"Sebenarnya selain mau jenguk kamu, Bukde ke sini mau kasih tau sesuatu tentang Bapak kamu." ucap Bukde membuat Husna menatap Bukde.

"Bapakmu di Malang, dia sehat dan punya keluarga baru," lanjut Bukde.

"Kamu bukan seperti apa yang Ibumu bilang, Na. Kamu anak sah dalam pernikahan mereka. Ga ada anak haram atau apa pun itu, Kamu anak Haris. Panjang ceritanya, tapi mereka bercerai saat Ibumu hamil kamu di usia kandungan delapan bulan, Bapakmu selingkuh dan memilih selingkuhannya karena selingkuhannya juga hamil dan ternyata anaknya laki-laki, mungkin karena itu Ibumu bersikap kaya gini.

"Bukan Bukde mau jelekan Bapakmu, tapi kamu harus tau apa yang dia lakukan sampai Ibu kamu kaya gini. Bukde ga membenarkan perlakuan Ibumu, tapi mungkin kamu harus mulai coba mengerti. Kalian harus akur lagi, Bukde juga udah bicara sama Ibumu, semoga dia sadar apa yang dia lakukan ke kamu itu salah."

Bukde juga memberi tau beberapa hal tentang Bapak Husna, juga menceritakan tentang keluarga baru Bapaknya. Husna hanya diam mendengarkan, jika Husna tau saat dia masih sendiri, mungkin Husna akan iri, tapi sekarang Husna juga memiliki keluarga baru yang tidak kalah sempurna. Selain itu, Husna juga memiliki Husain.

Selepas Bukde pulang, Husna kembali ke kamar bersama Husain. Husna langsung membaringkan tubuhnya diikuti Husain.

"Aku mau ke sana," ucap Husna.
"Ke rumah Bapak?"
"Ke rumah Ibu, aku mau ketemu Ibu."
"Iya, nanti kita ke sana."
"Besok."

Husain mengangguk dan menyuruh Husna untuk tidur. Husna mengangguk, dia tau Husain akan kembali belajar jika Husna sudah tidur.

"Husain."
"Dalem Sayang."
"Aku ga iri."
"Hm?"
"Aku ga iri sama keluarga baru Bapak, aku.. aku udah ga mau tau tentang Bapak. Selama ini aku pikir Ibu yang jahat, tapi ternyata Bapak yang jahat."

Husain menarik Husna ke dalam pelukannya.

"Ibu pasti sakit banget selama ini. Aku juga jahat karena berpikir buruk tentang Ibu. Sekarang aku ngerti kenapa Ibu benci sama aku."

"Ibu ga benci sama kamu, dan kamu ga jahat. Semuanya cuma salah paham."

Husna sedikit menegadah menatap Husain. "Husain, kenapa hidup aku kaya gini?"

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
🏍🏍🏍

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Halo, terima kasih udah baca sampe akhir. Jangan lupa sholat ya.

See u 🧚‍♀️

16 April 2024

Continue Reading

You'll Also Like

41.3K 1.9K 17
Mencintai dalam diam mungkin banyak dialami oleh setiap manusia saat ini,namun berbeda halnya dengan Akilla. Akilla Salwa Mysha , seorang wanita yang...
362K 15.9K 70
Azizan dingin dan Alzena cuek. Azizan pintar dan Alzena lemot. Azizan ganteng dan Alzena cantik. Azizan lahir dari keluarga berada dan Alzena dari ke...
Li Madza By srelya

Teen Fiction

6.1K 284 23
"Kamu mikir nggak gimana perasaan asya ketika melihat suaminya lebih memilih menolong perempuan lain ketimbang istrinya?" tanyan nya dengan suara yan...
61.7K 3.1K 56
Halowww sebelum tulis ini aku mau nyapa nih para readers tercinta eakkk heheehe 🤭🤭 . . . SYIFA ALFATHUNNISA si gadis yang penuh nekat dan apa yang...