Ini Gayatri, Istri Kangmas [2...

By Neo_Ka

384K 22.2K 1.8K

Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terla... More

Prolog
01. Alat hisap nutrisi
02. Kondangan Berujung Ngasuh Anak
03. Rumor
04. Berkesan
05. Perasaan Aneh
06. Mau Menjadi Istri Saya?
07. Pinangan
08. Kangmas
09. Seorang Garwa
10. Apa boleh?
11. Sangat Diterima
12. Sudah Bersih?
13. Tanggung Jawab Diaejng
15. Boleh Lagi?
16. Malam Larut
17. Mau Berenang?
18. Sendang dengan Suasa panasnya
19. Permintaan
20. Makan Malam Keluarga
21. Lelah?
22. Kangmas Pergi, Saya juga pergi
23. Tinggal dirumah Ibu
24. Kepuasan Ego?
25. Wanita siapa?
26. Siap yang sakit siapa yang dimanja

14. Kue Lemper Yang Manis

15.2K 805 16
By Neo_Ka

Gak kerasa udah 15 hari kita jalanin puasa🤗🫶

Gimana puasanya? Lancar?

Selamat menikmati ceritanya Penduduk! Semoga suka ya🫶

Terimakasih buat yang ngerti posisi Ka Neo plus Doain kesembuhan Ka Neo, alhamdulillah udah sembuh dan bisa lanjut nulis lagi🤗

Enjoy The Stroy🪶

oOo

"Bunda boleh liat tv sekarang? Mbak udah selesai pekerjaan rumahnya." Gayatri menoleh pada sang anak sulung yang berdiri dengan canggung, gadis SMP itu ingin ikut bergabung dengan sang adik yang bersama dengan sang Ibu sambung.

Tapi pribadi Arina yang begitu pemalu membuat gadis SMP itu tidak tau mau mendekatkan diri dengan cara apa, cukup sulit untuk mencari cara agar dekat dengan Gayatri karena sebelumnya mereka tidak terlibat pembicaraan sama sekali.

Bukan tidak ingin mendekatkan diri, Arina ingin walaupun Ibu sambungnya itu umurnya tidak jauh darinya, melihat adiknya Sena yang sangat nyaman dengan Ibu sambungnya, membuat Arina pun juga sama ingin mendekatkan diri dengan baik.

"Boleh sini, sama Adek juga." Dengan malu-malu Arina mendekatkan diri menuju sang Ibu sambung dan sang adik yang sedang bermain bersama diruang tv, gadis itu duduk dibawah beralasan karpet ikut bergabung dengan sang adik.

Walaupun canggung namun entah kenapa rasanya sangat nyaman, seperti Arina menemukan sebuah rumah yang sebenarnya, rumah yang gadis itu tidak temukan sebelumnya.

"PR-nya udah selesai?" Pertanyaan lembut dari Gayatri yang memulai pembicaraan dengan anak sambung pertamanya, senangnya wanita itu juga sama ingin mendekatkan diri dengan anak-anak sambungnya.

Karena semua juga sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang garwa sekaligus ibu sambung, mau dengan sang Rama artinya juga harus menerima kedua anaknya yang tanpa perkataan pun sudah dititipkan padanya semenjak akad diri ucapkan.

Sekaligus Gayatri belajar bagaimana mengurus anak yang salah satunya sudah remaja yang baru tumbuh, Gayatri pernah remaja jadi tau seperti apa pergaulan yang bisa lansung dekat dengan teman walaupun diwaktu pertama kali.

Wanita itu ingin dekat dengan Arina bukan hanya sebagai seorang Ibu namun juga sebagai seorang teman yang seumuran, Gayatri ingin gadis remaja itu tidak canggung saat bersamanya.

"Udah B-bunda." Arina menunduk dengan canggung ketika panggilan Bunda dirinya sebut, apalagi di hadapan orangnya lansung, sedikit malu dengan hal itu.

Gayatri tersenyum melihat wajah malu dan canggung dari sang putri sulung, tangannya dengan lembut mengelus lengan Arina yang membuat gadis itu medongak dengan wajah terkejutnya yang tidak bisa disembunyikan.

"Jangan canggung ya sama Bunda, bantu Bunda membiasakan diri di sini, Bunda tau orang baru juga usianya masih belum cukup untuk menjadi Ibu bagi kamu dan Sena, tapi Bunda mau belajar, jadi Mbak Arina bantu Bunda ya? Enggak perlu anggap Ibu juga gak papa kalau gak bisa, tapi anggap sebagai temanpun Bunda gak papa, bisa ya Mbak, Bunda minta tolong." Secara lembut Gayatri memberitahukan tentang keinginanan terbesarnya.

Arina menggerjap dan menggeleng dengan pelan, untuk sesaat Gayatri menahan nafasnya karena melihat tanda tidak setuju dari sang putri sulung, apa kehadirannya ditolak? Setidak pantaskah itu dirinya?

"Arina mau anggap Bunda ya Ibu buat Arina, masa cuman Sena yang boleh? Arina mau juga punya Bunda, walaupun kata Bunda tadi umur Bunda masih muda tapi Arina gak papa, soalnya Arina bisa ngeliat sendiri perhatiannya Bunda sama Sena, jadi Arina juga pengen, Arina juga janji gak bakal nakal dan buat Bunda susah, asal Bunda nerima Arina jadi anak Bunda kayak Bunda sayang sama Sena, Arina mau kayak gitu." Si putri sulung Ndoro Harsya itu menunduk sangat dalam.

Seakan menunjukan benar keinginan terbesarnya tentang memiliki seorang Ibu, melihat Sena yang sudah sebegitu akrapnya dengan sang Bunda, membuat gadis SMP itu iri setengah mati.

Karena Arina ingin merasakannya, merasakan bagaimana rasanya disayang oleh seorang Ibu yang selama ini tidak pernah Arina rasakan, perhatian tanpa tekanan yang selama ini diterimanya dari keluarga keraton cukup membuat Arina merasa sangat buruk, maksudnya gadis itu merasa bukan dirinya.

Arina hanya ingin disayang, diperhatikan dan tidak diperlakukan seistimewa itu hingga banyak peraturan yang melekat padanya, memang selalu ada Ramanya yang berdiri membela serta menyayanginya dengan sangat besar, tapi demi Tuhan Arina juga ingin rasakan itu dari seorang 'Ibu'.

Gayatri yang mendengarkan tidak bisa untuk tidak merasa sedih, anak gadis SMP itu benar tumbuh tanpa seorang Ibu, Gayatri jadi merasa penasaran dengan apa yang terjadi dipernikahan sang Ndoro sebelumnya.

"Boleh banget, Mbak Arina anak Bunda juga, jadi gak usah sedih lagi ya? Mbak Arina sama Dek Sena semua anaknya Bunda, tapi maaf ya kalau Bunda masih belum sempurna jadi seorang Ibu, karena Bunda juga masih belajar, maaf ya?" Sebuah pelukan Gayatri berikan pada Arina dengan hangat, perkatannya juga penuh dengan kelembutan.

Memberikan rasa nyaman pada Arina yang benar baru pertama kali mendapatkannya, kedua tangan Arina membalas pelukan sang Bunda dengan tak kalah hangat, senyaman itu walaupun umur Gayatri masih muda.

Walaupun sebenarnya Gayatri canggung untuk memanggil dirinya dengan sebutan Bunda, peran itu cukup menyekiknya ditambah dengan lansung punya anak gadis SMP, itu sebenarnya cukup mengejutkan. Namun lagi, Gayatri bertekad untuk menerima semua peran itu dengan hati yang besar.

Sudah menjadi tanggung jawabnya bukan ketika akad diucapkan dulu, apalagi permintaan dari Ndoro Harsya yang memang menyuruh dirinya untuk belajar mengurus anak, tanpa paksaan namun dengan kelembutan yang ditawarkan.

Gayatri tidak merasa tertekan sekali, malah benar ingin belajar walaupun pasti akan susah, namun garwa itu tetap akan mencoba.

"Undaa!" Sena berteriak dengan kencang ketika tau sang Bunda dipeluk oleh sang Mbak, kedua perempuan itu menoleh pada sikecil Sena yang sudah siap menangis dengan wajah garangnya, bukan terlihat marah malah menggemaskan!

"Bunda punya Mbak wleee." Gayatri tertawa ketika mendengar godaan Arina pada sang adik, bahkan mempererat pelukan itu membuat Sena tambah sangat cemberut. "Undaa! Mbak was!!!"

Sena dengan cepat berjalan pada sang Bunda dan mendorong sang Mbak dengan keras, walaupun itu tidak akan sama sekali terpengaruh, Gayatri makin tertawa melihatnya sedangkan Arina malah terus semakin menggoda.

Wajah Sena sekarang sudah hampir menangis kembali, kalau saja tidak Gayatri lansung pangku sambil menciumnya dengan sayang, demi apapun bukan ingin terlihat mencari muka tapi rasa sayangnya pada Sena itu benar sudah sebesar itu.

Kalau dengan Arina? Gayatri sudah merasakan sedikit perasaan kasih yang besaar, hanya saja memang masih belum tau caranya untuk menunjukannya, tapi dalam diri gadis itu berjanji untuk memulainya dari malam ini.

"Rama!" Secara tiba-tiba, Sena yang tadinya dipangkuan sang Bunda berteriak ketika melihat siluet sang Rama yang berdiri di belakang mereka, kompak Arina dan Gayatri menoleh secara bersamaan untuk melihat benar Ndodo Harsya berdiri disana dengan senyum diwajahnya.

"Kok ngumpul disini semua? Udah pada sholat belum hm?" Ndoro Harsya menaruh barang yang tadi dia bawa di sofa belakang tubuh Gayatri dan ikut bergabung dengan garwa dan anak-anaknya.

"Udah! Tadi Mbak udah ngaji juga, kerjain PR juga udah ya Bunda? Rama sih lama." Itu Arina yang menjawab dengan semangat, moodnya bagus hari itu, walaupun sejak pulang sekolah dirinya tidak melihat sang Rama dan baru sekarang.

"Iya, Kangmas dari mana kenapa malam banget pulangnya? Mana gak ngabarin." Gayatri menyahut walaupun terlihat salah tingkahnya dengan senyum malunya, bagaimanapun pagi tadi mereka berdua telah menyempurnakan sebuah pernikahan.

Dan setiap gerakan serta sentuhan masih terekam jelas dalam kepala masing-masing.

"Eh iya? Maaf ponsel saya gak ada batrenya lupa ngecas, tadi Rama ke rumah Yangti ada kepetingan, kamu bener udah ngaji sama kerjain PR?" Setelah menatap sejenak sang garwa lelaki itu kini bergilir menatap sang putri sulung dengan penuh sayang.

Tatapan mata itu penuh dengan kelembutan, Gayatri sampai terpana melihatnya jadi begini ketika seorang Ndoro Harsya orang terpandang berhadapan dengan putri sulungnya, begitu penuh dengan kelembutan.

Sang garwa benar-benar terpukau dengan kelembutan itu.

"Udah Rama, tanya sama Bunda deh kalau gak percaya." Kepala sang Ndoro menoleh pada sang garwa. "Sudah beneran Bunda?"

Untuk sesaat Gayatri salah tingkah mendengar panggilan itu, dan mau tidak mau Gayatri mengangguk sebagai jawaban, setelah puas dengan jawaban itu Arina beralih memfokuskan diri ke tv yang tengah diputar.

Bersama dengan Sena yang juga ikut fokus walaupun tengah berada di pangakuan sang Rama, mendapati sang anak sudah fokus dengan tv Ndoro Harsya secara perlahan mendekatkan diri pada sang garwa.

"Maaf saya tingal pergi, tadi ada urusan di rumahh Ibu yang gak bisa saya tinggal, maaf juga pulang petang tapi gak ngabarin sama sekali," Gayatri menoleh saat mendengar bisikan sang Ndoro.

Lelaki itu tersenyum namun dengan sorot mata yang sedikit takut, iya takut kalau sang garwa merasa tersingggung karena dirinya tinggal pergi setelah melebur bersama dirinya, karena harusnya tidak begitu.

Ndoro Harsya harusnya berada di samping garwa saat bangun dari tidurnya, dengan begitu mungkin mereka mandi bersama. "Iya gak papa, lain kali ngabarin ya? Biar gak khawatir Kangmas kalau pergi walaupun aku lagi tidur." Jawaban Gayatri penuh dengan kelembutan tanpa adanya nada kesal sama sekali.

Ndoro Harsya tersenyum walaupun dengan perasaan bersalah yang tidak bisa diabaikan, harusnya dirinya bisa mengabari sesibuk apa dirinya, karena sekarang dirinya tidak sendiri lagi ada seorang garwa yang pasti akan menungggu kepulangannya.

Menyadari hal itu sungguh dengan menatap sosok Gayatri yang menciumi Sena yang berad di pangkuannya, membuat hati sang Ndoro menghangat, tidak menyangka dirinya suah mempunyai seorng garwa yang rasanya sangat istemewa.

"Maaf dan terimaksih." Tangan sang Ndoro menjangkau kepala sang garwa dan menciumnya, juga mencium tangan yang garwa yang terbebas, Gayatri? Panik bukan main kala mendapat itu.

Karena mereka sedang berada di luar kamar dan bersama dengan anak-anaknya, rasanya tidak nyamana kalau mereka tau kelakuan para orang tua, apalagi ada Arina yang bisa melihat lansung pasti akan mengerti

" Kangmas." Gayatr menggeleng dengan wajah panik serta berusaha melepas tangannya dari genggaman sang suami, namun Ndoro Harsya yang mode jail tidak akan mungkin melepas, walaupun sudah diberikan pelototan oleh Gayatri.

Tapi Ndoro Harsya bukannya takut malah tertawa karena rasnya gemas, rasa ingin mengurung sang garwa di kamar, karena lelaki itu kembali ingin melihat wajah dan suara sang garwa yng sangat mendayu, menggoda untuk dirinya sentuh lebih lama.

"Mbak sudah makan?" Dengan satu tarikan tagan tubuh Gayatri tertarik untuk bersandar pada Ndoro Harsya, tangan keduanya yang tadi sedang mengenggam kini berada dibalik punggung sang Ndoro, disembunyikan dari padangan Arina yang secara tiba-tiba menoleh kebelakang.

Ndoro Harsya lansung bertanya untuk mengalihkan kecurigaan sang putri sulung. "Belum, Rama Mbak pengen makan sate, boleh ya beli diluar?" Wajah Arina memelas namun juga dengan wajah yang takut.

Gayatri bisa melihat itu, Arina ingin bermanja negan sang Rama namun juga dengan rasa segannya sebagai seorag putri jawa yang tau batasan.

"Tanya Bunda coba mau beli bareng Rama apa enggak, kalau mau boleh Mbak makan sate malam ini." Gayatri yang dibuat sarang jawaban panik bukan main, bisa-bisanya sang suami menyuruhnya untuk menjawab, tangannya yang berada dibalik punggu sang Ndoro lansung mencubit pinggang Ndoro Harsya.

Lelaki itu cukup terkejut dengan balasan sang garwa, tidak menyangka akan seberani itu, tapi benar Ndoro Harsya tidak marah malah menyukainya karena merasa lucu, suka melihat sang garwa kalau sudah nyaman dengan dirinya.

"Boleh Bunda? Mbak pengen makan sate." Wanita itu bingung ingin jawab apa, sedikit takut salah dengan sebuah jawaban yang rasanya tidak mampu unuk Gayatri jawab tanpa persetujuan sang suami.

Tapi melihat sang Ndoro yang memilih sibuk dengan sang anak bungsu ketimbang membantu Gayatri untuk menjawab, sepertinya lelaki itu sengaja ingin membuat Gaytari ikut berperan di rumah itu, sebagaimana layaknya seorang Ibu yang jelas banyak mempunyai kuasa bila itu didalam rumah.

Ndoro Harsya ingin membuat Gayatri tau posisi dan agar tidak selalu canggung ataupun segan disaat status dan posisinya itu sudah jelas dirumah itu, Gayatri harus bisa membuat dirinya nyaman dengan posisinya sebagai Ibu ruma tangga serta nyonya rumah itu.

Karena Ndoro Harsya benar ingin melihat sang garwa berlaku demikian.

"Boleh nanti biar Rama yang beli, sekalian tadi Ibu nelfon suruh ngambil sesuatu di rumah, sebenarnya disuruh tadi siang tapi Kangmas ndak pulang jadi sampe petang ini belum diambil, Ibu udah nanyain dari tadi sebenarnya." Gayatri mau tidak mau mengiyakan permintaan sang anak sambung.

Apalagi saat secara kebetulan juga Gayatri mengingat tentang pesan sang IBu yang menyuruhnya untuk datang siang tadi, Ndoro Harsya yang mendengarnya lansung menatap sang garwa dengan alisnya yang berkerut sebagai tanda tanya. "Kenapa baru bilang?"

"Maaf, aku udah hubugin Kangmas tapi gak masuk sama sekali, tadi baru ingat juga." Ndoro Harsya yang mendengarnya menghela nafas dengan pelan, cukup merasa sedikit merasa bersalah karena panggilan sang mertua itu tadi siang tapi sampai petang ini dirinya belum datang juga.

Ingin marah namun itu juga adalah kesalahannya, bukan salah sang garwa samas sekali, jadi Ndoro Harsya bisa menahan rasa kesalnya sekarang.

"Kamu siap-siap ya, kita kerumah Bapak Ibu sekarang, Mbak gak papa dirumah? Nanti Rama bawakan satenya kok, Sena mau ikut apa engak?" Pertanyaan dengan nada lembut itu Ndoro Harsya ucapkan untuk sang anak bungsu.

"Ikut Ndaa." Lelaki dengan dua anak itu tersenyum melihat Sena sudah sangat bergantung pada sang garwa, terrlihat menerima dengan tulus walaupun mereka masih sangat awal, demi apapun hati sang Ndoro hangat melihatnya.

"Mbak gak mau ikut Rama, tapi bener ya beliin sate, Mbak gak mau makan kalau belum ada satenya." Ndoro Harrsya megangguk dan mengelus kepala sang putri dengan lembut, lalu menatap sang garwa yang ikut menatapnya.

Lewat gerakan kepala Ndoro Harsya mengajak sang garwa untuk bersip-siap. "Kalau gak mau ganti baju gak papa, tapi pakai jaket ya? Saya mau pake motor soalnya." Gayatri mengangguk tanpa menjawab dan mengambil jaketnya dalam lemari, saat akan keluar kama tangannya malah ditahan sang suami yang sejak tadi tidak melakukan apapun kecuali menatapnya.

"Kenapa Kangmas?" Pertanyaan Gayatri dibarengi dengan alisnya yang menunjukan tanda tanya, Ndoro Harsya membalas senyum kecil dan menarik kua tangan sang garwa, memeluk yang membuat Gayatri merasa terkejut dengan hal itu.

"Terimakasih dan maaf kalau saya belum menjadi suami yang baik buat kamu, jangan mersa lelah dan ingin pergi dari saya ya? Kalau lelah bicara dengan saya jangan memilih pergi atau meninggalkan saya dan anak-anak." Gayatri tidak mengerti kenapa sang Ndoro mengatakannya, namun satu hal yang dimengerti Ndoro Harsya mengatakannya dengan sangat serius tanpa kebohongan.

Tidak main-main namun tetap bersungguh dengan perkatannya, Gayatri bisa merasakan hal itu.

Entah ada hal apa sampai sang suami mengatakan hal itu, tapi yang pasti ada kejadian berkesan hinggga sang Ndoro berkata demikian, yang semoga hal itu adalah hal bagus bukan hal buruk.

Karena demi apapun mereka baru mulai dengan semuanya.

oOo

"Maaf ya Bapak Ibu, saya datang malam, ada kepentingan yang saya gak bisa tinggal soalnya." Ndoro Harsya berucap dengan nada yang sangat segan, rasa bersalahnya masih tidak tertutupi dengan baik.

Karena sumpah demi apapun rasanya Ndoro Harsya malu bukan main, diperintah datang ketika siang namun sampai malam hari pun tidak datang dan juga tidak ada kabar apapun, walaupun tadi sang garwa sudah mengatakan tidak papa namun tetap lelaki itu merasa tidak tenang sama sekali.

Pikirannya berkata kalau dirinya mantu tidak tau sopan santun, diundang malah seperti tidak menghargai undangan itu, demi apapun Ndoro Harsya benar merasa sangat bersalah.

"Alah gak papa Ngger, tadi Gayu sudah bilang kalau kamu ada kerjaan, gak terlalu penting juga, hanya ingin memberikan sesuatu untuk cucu Kakkek." Pak Darto dengan semangat mengendong Sena yang sudah sangat bisa berlari dengan gesit, Pak Darto seperti sangat senang dengan kehadiran sang menantu dan cucunya.

"Arina kok gak dibawa Gayu? Kasian loh dirumah begitu, sendirian apa ada temennya?" Ibu Gayatri datang dari arah dapur membawa teh dengan cemilan untuk sang anak dan menantu.

"Anaknya ndak mau, katanya lagi malas keluar, disana juga ada yang jaga." Jawaban itu bukan Gayatri menjawab namun Ndoro Harsya yang menjawab pertanyaan Ibu mertuanya.

"Lain kali dibawa ah Le, Ibu kangen yo sama cucu perawan Ibu." Ndoro Harsya tersenyum dengan hangat lalu mengangguk dengan sopan.

Hatinya merasa sangat senang karena anak-anaknya didterima dengan baik sekalipun bukan cucu kandung, perasaanya sangat bahagia dengan hal itu.

Masih dengan perasaan yang sangat terharu, Ndoro Harsya melirik pada sang garwa yang ikut bermain dengan Sena dan Bapaknya, ada hal yang membuat perasan lelaki itu senang bukan main.

Dirinya merasa sangat beruntung bisa menikah dengan Gayatri dan medapat mertua sebaik Pak Darto dan Ibu Sarminah, anak-anaknya diterima dengan baik tanpa adanya pembatas kalau mereka bukanlah darah daging mereka sendiri.

Apalagi mengingat saat tadi dirinya baru datang dan mendengar suara anak dan garwanya berkumpul diruang tv, ingin lekas menyapa namun lelaki itu urung kala mendengar ucapan sang garwa.

Iya Ndoroo Harsya mendengar semua ucapan Ndoro Harsya dan Arina anaknya, hatinya merasa debaran asing ketika tau sang garwa sangat seberusaha itu untuk bisa menjadi Ibu yang baik bagi Arina dan Sena.

Padahal bila melihat dari segi umur, Gayatri jauh dari kata siap untuk menjadi seorang Ibu dengan dua orang anak dan juga lansung menjadi Ibu bagi seorang gadis remaja, tapi lewat perkataan dan juga tindakan Gayatri mampu untuk membuktikan kalau sang garwa mau untuk belajar menjadi seorang Ibu yang baik.

Bukan hanya menjadi seorang Ibu sambung namun juga seorang Ibu sungguhan untuk anak-anaknya.

Dan hal itu membuat Ndoro Harsya sangat tersentuh hingga sangat ingin menyerahkan dirinya pada sang garwa, menyerahkan semua kepatuhannya serta dunianya hanya untuk sang garwa seorang.

"Gayu, tadi pas Ibu ke rumah Buk Dhemu, dia nitip jajanan lemper buat kamu, tuh ada di meja dapur, dia bikin banyak katanya ingat kamu." Bisa dilihat mata sang garwa sangat bebinar mendengarnya, Lemper adalah makanan kesukaannya yang masih sangat tradisional. "Gayu ke dapur dulu ya!"

Lihatkan dengan semangat wanita itu pergi ke dapur hanya untuk sebuah jajanan tradisional bernama lemper, Ndoro Harsya yang melihatnya tersenyum tipis karena bisa melihat binar mata sang garwa, hanya karena sebuah hal receh.

"Mohon dimaklumi ya Ngger, sejak kecil Gayu suka sekali dengan lemper jadi ya gitu walaupun cuman denger namanya, lansung semangat mau icip." Pak Darto tertawa kala mengatakan itu, dan Ndoro Harsya pun ikut tertawa sambil menunduk.

Banyak hal yang belum dirinya tau tentang sang garwa, namun itu tidak membuat Ndoro Harsya merasa kecil atau kesal, sebaliknya lekaki itu merasa akan banyak waktu untuk mengetahui semua hal tentang sang garwa.

Dan demi apapun Ndoro Harsya tidak akan menolak dengan proses waktu itu.

"Gimana selama tinggal dengan anak Bapak Ngger? Dia menyusahkan?" Pertanyaan itu cukup membuat Ndoro Harsya terkejut, walaupun intonasi Pak Darto dan nada sangat lembut namun tetap saja membuat Ndoro Harsya sedikit terkejut dengan pertanyaan itu.

Lebih ketidak percaya saja karena rasanya pertanyaan sangat menjebak baginya.

"Merepotkan sejauh ini tidak Pak, bahkan Nim-maksudnya saya Dek Gayu sangat bertanggung jawab dengan status dan posisinya dirumah, tidak sama sekali merepotkan malah sangat membantu untuk menjaga anak-anak." Mendengar ucapan sang menantu, Pak Darto mendongak dengan senyum kecilnya.

"Syukur kalau begitu, tau Ngger? Bapak sempat ragu untuk membiarkan anak bungsu Bapak itu menikah ketika usianya masih belum cukup umur, dengan posisi yang sangat tinggi sebagai pendamping lelaki jawa yang kedudukannya tinggi seperti kamu, banyak rasa khawatir dalam diri Bapak. Gayu tumbuh besar di kota jadi sebagian sikapnya sangat anak kota, Bapak takut hal itu malah menjadi masalah untuk dia dikeluarga kamu yang maaf masih kental dengan budaya jawa." Ndoro Harsya tidak menimpali, diam mendengarkan semua perkataan sang mertua.

"Gayu anak bungsu Bapak namun sudah enam tahun ini Bapak seperti melepas dia, pergi jauh dari pelukan Bapak bahkan dengan jarak yang sejauh itu, saat dia kembali pulang Bapak senang bukan main seperti melihat putri kecil Bapak yang baru datang dari kunjungan saudara, Bapak perlakukan dia seperti anak kecil, karena di mata Bapak dia tetap anak kecil Bapak." Dari posisinya Ndoro Harsya bisa melihat Bapak sang garwa itu seakan menerawang masa lalu.

Dia ikutan bisa melihat bagaimana rasa tulusnya bagaimana.

"Ketika permintaan dia untuk tidak menikah dan akan tinggal disini, Bapak setuju karena menurut Bapak masih ada kesempatan untuk Bapak menjaga Gayatri sebelum tugas itu beralih, Bapak masih ingin mengurus putri kecil Bapak, jadi Bapak setuju saja ketika dia mengajukan syarat itu. Tapi ketika kamu menyampaikan lamaranmu dari detik itu juga Bapak menyadari kalau tanggung jawab itu sudah tidak Bapak pegang, beralih padamu walaupun masih belum ada jawaban lansung, tapi entah kenapa Bapak bisa merasakan kalau kamu yang akan mendapatkan tanggung jawab itu, dan dugaan Bapak benar Gayu menerima dan kalian menikah, masih berjalan sangat muda. Bapak banyak berdoa supaya Pernikahan kalian tidak ada halangannya dan berjalan dengan lancar."

Ndoro Harsya mengaminkan dalam hatinya, banyak doa yang dirinya juga kirimkan agar rumah tangganya yang baru dirinya bina ini tetap bertahan sampai penghujung waktu nanti, masalah tetap akan datang doanya hanya ingin meminta supaya dirinya dengan sang garwa mampu menjalaninya.

"Saya tidak bisa berjanji banyak Pak, tapi saya ingin mengakatan kalau saya mejalani ini semua dengan sangat serius, tidak main-main. Saya akan menjaga Gayatri seperti saya menjaga Arina, saya seorang Ayah juga jadi saya tau bagaimana perasaan Bapak sekarang." Mendengar itu Pak Darto tersenyum.

Ini yang lelaki tua itu sukai dari sang Ndoro, perkataan yang serius dengan berjalan sesuai keinginannya, penuh dengan rasa tanggung jawab tanpa adanya keluhan sama sekali, tidak sombong walaupun posisi sangat tinggi hingga melebihi semua orang.

Ndoro Harsya tetap menjadi dirinya sendiri dengan segala sifanya, dan itu sangat Darto sukai.

Jadi kalau disuruh jujur Darto sama sekali tidak mengesal dengan pernikahan sang putri, malah sangat bersyukur karena mendapat pendamping seperti Ndoro Harsya.

Rasanya rasa khawatir itu tidak sama sekali hadir, hilang entah kemana tergantikan dengan rasa yakin pada sang menantu, seyakin itu kalau putrinya akan sangat nyaman berada di pelukan sang Ndoro.

Karena seperti sangat sulit untuk menemukan celah kesalahan dari seorang Ndoro Harsya.

"Gayu! Kok malah lama? Bawa sini toh bagi sama suamimu! Kok ya malah di makan sendiri." Ibu Sarminah berteriak sedikit ketika melihat sang putri tidak kunjung datang dari dapur.

Sudah pasti ditebak tengah sibuk dengan lempernya.

"Haduh anak ini, kalau sudah ketemu lemper mesti ya gak ingat siapa-siapa." Omelan itu membuat Ndoro Harsya tertawa kecil, sungguh masih belum banyak hal dirinya kenal dari sang garwa.

"Em Bu, gak papa biar saya aja yang manggil." Ndoro Harsya menahan sang Ibu mertua yang ingin berdiri memanggil sang putri, tidak jadi karena perkataan Ndoro Harsya. "Oh iya wes Ngger, sana masuk sekalian makan gih didapur minta Gayu, Ibu masih kangen sama cucu Ibu."

Ndoro Harsya mengangguk dengan senyumannya yang keluar, mertuanya itu benar sangat terlihat menyayangi anak-anaknya.

Masuk dapur lekaki itu bisa melihat sang garwa yang sedang membelakanginya dengan berdiri dihadapan wastafel, entah melakukan apa tidak tau.

"Nimas." Tubuh Gayatri terlonjak kaget saat mendengar suara serta sentuhan dipinggangnya, gadis menoleh dengan raut yang menurut sang Ndoro menggemaskan.

Wajah terkejut serta mulutnya yang sedang tersumpal kue lemper, astaga dimata sang Ndoro itu benar sangat menggemaskan.

"Hanya perkara lemper kamu sampai melupakan saya? Segitu pentingnya makanan itu ketimbang saya?" Tubuhnya sangat dekat, bahkan tangan sang Ndoro masih berada di pinggang sang garwa.

Mendengar ucapan sang Ndoro, Gayatri buru-buru menggeleng dengan keras, mulutnya masih belum bisa menjawab karena masih tersumpal lemper, namun wajah panik sang garwa tidak disembunyikan.

"Ck! Kamu tidak bisa bicara Nimas, saya bantu." Mata Gayatri melotot ketika sang Ndoro malah dengan cepat menggigit lemper yang tidak ikut masuk ke dalam mulut kecilnya, lelaki itu bahkan menggerakan bibirnya di atas bibir sang garwa yang sibuk mengunyah.

Setelah mendapat lemper dari mulut sabg garwa, lekaki itu menjauh sedikit dengan mengunyah makanan dari beras ketan itu dengan santainya, bahkan menyeka bibirnya dengan tanpa dosa.

"Kanapa rasa lemper ini manis Nimas? Setau saya lemper itu gurih ini manis loh, apa karena?" Kepala Ndoro Harsya memiring dengan tatapan jahilnya pada bibir sang garwa yang masih mengembung karena makanan.

Gayatri yang melihatnya tanpa segan menepuk dada sang Ndoro, pipinya yang sedang mengembung merah karena godaan lekaki itu, Ndoro Harsya malah tertawa melihat tingkah malu-malu sang garwa, yang demi apapun sangat menggemaskan dimatanya.

Wanita itu tidak habis pikir, bisa-bisanya sang suami berbuat demikian dirumah mertua, kalau ada yang melihat bagaimana?!

Ah si Ndoro Harsya yang setiap kesempatan ada, dasar mesum!

~Bersambung~

Si Ndoro ya mentang2 udh halal plus udh buka puasa jadi duda🙈

Typo? Maaf ya🙏

Ini Part selanjutnya, di Karyakarsa😋


Apa iya yakin gak penasaran?🙈

Btw Ini cerita Bara dan Renata

Ditunggu buat mampir yang bersedia penduduk🤗🫶

Salam Sayang💋
Neo Ka🪶

Continue Reading

You'll Also Like

462K 20.5K 13
Hanya kisah sederhana di mana Juan yang harus menikahi anak temannya yang baru berusia 15 tahun. Juan sang playboy dihadapkan dengan pilihan sulit...
393K 59.8K 31
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
9.7K 1.6K 21
Jatuh cinta adalah hal wajar dan bisa terjadi pada siapa saja. Terkadang, cinta datang tanpa permisi dan tanpa bisa diprediksi. Akan tetapi, bagaima...
1.4M 112K 55
Meta memutuskan pulang kampung untuk menemani orang tua ketika mendengar bahwa sang adik harus merantau karena kuliahnya, namun seperti dugaannya, ke...