The Same Feelings

By fauky_

183K 9.2K 545

Kisah Alvaro Gavriel dan Revita Pradipta yang baru saja dimulai... --Sekuel The Same Things-- More

The Same Feelings
Prolog - Revita
1. Alvaro - We're Back
2. Revita - Reunion Party
3. Alvaro - Pasar Malam
4. Revita - The Heartstrings and The Heartbreak
5. Alvaro - Jealous
6. Revita - Nightmares Begin
7. Alvaro - The Accident
8. Revita - This Feelings
9. Alvaro - I Think I'm in Love with You
10. Revita - Him
11. Alvaro - Beautiful in White
12. Revita - Shock
13. Alvaro - Afraid
14. Revita - A Day With Him
15. Alvaro - Protect Her
16. Revita - Everything Has Changed
17. Alvaro - Bad Dream
18. Revita - Walk Around In The Dark Night
19. Alvaro - My Princess
20. Revita - Beetwen Alvaro Gavriel and Jovan Ryandi
21. Alvaro - The Psychopath
22. Revita - The Truth
23. Alvaro - Awake
-Sebuah Pesan-
25. Alvaro - Happy Ending?
26. Revita - Epilog
GOOD NEWS!!!
Ready To Come Back

24. Another Point of View

4.1K 286 37
By fauky_

Hai semua! Maaf ya datengnya telat. Makasih buat kalian semua yang mau setia nunggu kelanjutan ceritanya Alvaro sama Revita. Sesuai janji, liburan ceritanya bakal lanjut sampe end.Sekali lagi makasih semua.

Oh ya, maap juga part ini lebih banyak narasinya. Tapi jangan di skip yee=))

Happy reading everybadeeeh!

#PeaceUp

---------

Senja. Sejak kecil aku selalu menyukai Senja. Setiap sore, aku selalu menikmati warna jingga dari senja di ufuk barat. Kalau dulu, ada seseorang yang akan menemaniku, lain halnya dengan saat ini. Seseorang itu juga yang menyadarkanku akan keindahan senja. Namun sekarang, aku sudah tidak tahu dimana keberadaan seseorang itu.

Kurentangkan tangan selebar mungkin, menikmati angin sore yang menerpa tubuhku. Tanpa terasa, cairan bening itu menetes lagi dari kedua mataku. Aku sudah lelah. Lelah menunggunya yang entah kapan akan kembali lagi. Aku ingin berteriak, namun aku sudah tidak memiliki tenaga lagi. Entah kapan semua penderitaan ini akan berakhir.

Setidaknya rasa bosanku karena harus dikurung dalam sebuah ruangan serba putih mulai mneguap karena aku bisa menikmati senja di taman ini. Tujuh hari adalah waktu yang menurutku cukup lama untuk seseorang yang harus dirawat inap hanya karena sakit typus. Toh, sebenarnya aku masih bisa untuk beristirahat di rumah. Memang pada dasarnya para dokter itu terlalu berlebihan.

Karena merasa langit sudah mulai gelap, aku pun bergegas untuk kembali ke ruang dimana aku dirawat. Yang menurutku lebih seperti penjara. Lagipula, besok kan aku sudah bisa meninggalkan rumah sakit ini.

Aku menyusuri koridor rumah sakit sendirian—lagi. Jangan tanya kemana keluarga atau sahabatku. Entah sejak kapan, aku sudah tidak pernah merasa memiliki sahabat sama sekali. Sementara keluarga, kedua orangtuaku sibuk mengurus perusahaan mereka tanpa peduli dengan keadaan anaknya sama sekali. Padahal, pihak rumah sakit sudah mengabari mereka kalau beberapa hari yang lalu aku pingsan di kamarku. Tapi nyatanya mereka hanya berkata untuk menjagaku tanpa mengunjungiku sama sekali. Saudara? Sebenarnya aku memiliki kakak perempuan setahun lebih tua dariku, tapi sejak kecil aku tidak pernah dekat dengannya. Aku merasa kami hanyalah orang asing yang tinggal dalam satu rumah. Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku mengobrol dengannya.

Langkah kakiku terhenti tepat di depan pintu sebuah ruangan yang sebenarnya bukan ruanganku. Aku menatap pintu itu lama. Menurut kabar yang kudengar dari suster yang selama ini merawatku, di dalam ruangan itu ada seorang gadis yang baru saja terkena musibah. Ada orang yang dengan tega menusuk perutnya dengan pisau sehingga menyebabkan gadis itu harus dioperasi dan mendapatkan beberapa jahitan. Tapi anehnya, setelah masa kritisnya sudah lewat, gadis itu masih belum bangun juga. Ia sepertinya lebih nyaman dalam tidur panjangnya.

Tapi bukan itu alasanku berdiri di sini. Aku hanya merasa iri. Banyak sekali orang yang berdatangan untuk sekedar menjenguk atau menjaganya. Itu artinya, banyak sekali orang yang menyayangi gadis itu. Tapi aku lebih sering melihat seorang laki-laki yang selalu setia berada di sisinya. Jujur saja, aku selalu memimpikan berada di posisi seperti itu. Banyak orang yang memperhatikan dan menyayangimu dengan tulus dan takut kau pergi jauh darinya.

Tiba-tiba saja pintu yang sejak tadi tertutup itu terbuka lebar. Membuatku gelagapan dan salah tingkah karena ketahuan melamun di depan ruangan orang lain. Di depan pintu itu ada seorang laki-laki yang memandangaku dengan penuh tanya. Meskipun ia memandangku dengan biasa, tapi entah kenapa rasanya tatapan mata itu menembus hatiku. Membuat kedua kakiku terpaku dan tidak bisa digerakan. Jangankan kaki, aku saja tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya sama sekali.

Selama ini, ada dua orang laki-laki yang sering datang berkunjung. Yang satu, ia selalu menemani gadis itu dan menggenggam tangannya erat. Sementara yang satu lagi, ia selalu melihat kondisi gadis itu dari balik pintu tanpa berani mendekat. Dan yang sedang berhadapan denganku kini adalah laki-laki kedua.

"Mau jenguk Revi?" Tanyanya dengan polos membuatku kembali ke daratan.

"Hah?" Hanya reaksi itu yang bisa kuberikan.

"Lo temennya Revi, kan? Kalo mau jenguk, langsung masuk aja. Kebetulan dia lagi sendirian." Jelasnya kemudian. Aku pun menggelengkan kepala dengan cepat. Sepertinya ia sudah salah paham. Dipikirnya aku teman dari orang yang dirawat di ruangan ini? Kenal saja tidak, bagaimana bisa berteman?

"Oh, nggak. Nggak. Gue cuma kebetulan lewat doang. Gue pasien kamar sebelah." Ujarku sembari menunjuk ruangan dengan pintu tertutup rapat tepat di sebelah kanan ruangan ini dengan daguku. Laki-laki itu hanya menganggukan kepala tanda kalau ia mengerti. Karna merasa sudah tidak ada perlu lagi, aku pun memilih untuk segera beranjak dengan memamerkan senyuman basa-basi terlebih dahulu padanya.

Tanganku sudah berhasil meraih gagang pintu ketika tiba-tiba saja ia mengatakan, "Gue tau, lo sering berdiri di depan pintu kayak tadi."

Aku tertegun. Bagaimana bisa ia menyadari itu? Apa jangan-jangan aku saja yang tidak sadar kalau ada dia yang juga memperhatikan? "Gue juga tau, lo sering perhatiin cewek itu Cuma dari balik pintu doang." Balasku tanpa memandangnya. Setelah mengatakan kalimat yang entah kudapat dari mana, aku pun langsung masuk ke dalam ruanganku sendiri.

***

Aku membalas senyuman suster yang berjaga di customer service singkat. Baru saja aku selesai membayar semua biaya administrasiku selama dirawat di rumah sakit ini. Sungguh biaya perawatan yang cukup menguras isi tabungan menurutku. Tapi untungnya, isi tabunganku tidak mudah untuk dihabiskan begitu saja.

Hari ini aku sudah bisa keluar dari rumah sakit. Sebentar lagi aku harus kembali ke rutinitasku biasanya. Kerja, kerja dan kerja. Saat ini, di usiaku yang terbilang masih cukup muda, karena seharusnya aku masih mengecap bangku kuliah, sudah bisa mencari uang sendiri dari hasil jerih payahku. Aku menjadi seorang penulis novel dengan identitas misterius. Selama ini aku menggunakan nama pena K. Tidak ada yang tahu kalau K itu sebenarnya adalah aku. Hanya editor utamaku saja yang tahu. Selebihnya hanya bisa menerka-nerka siapa K itu.

Menjadi seorang penulis adalah pekerjaan yang menurutku paling santai, karna peraturan kita sendiri yang membuatnya. Yah, beda ceritanya kalau sudah memasuki deadline. Terkadang membuatku benar-benar ingin mati saja. Sejujurnya, kedua orangtuaku tidak setuju kalau aku menjadi seorang penulis. Mereka ingin membuatku bekerja seperti mereka. Menjadi orang penting dalam sebuah perusahaan. Mengingat pada saat umur 17 tahun aku sudah meraih gelar Magister di bidang Ekonomi dan Bisnis, mereka berpikir aku pasti sangat berpotensi untuk mengembangkan dan memajukan eksistensi perusahaan mereka. Ya memang selama ini aku sekolah selalu ikut program akselerasi. Tapi bukan berarti aku mau menjadi bagian dari perusahaan. Aku sudah cukup muak dengan segala macam perusahaan.

Ah, sudahlah lupakan saja kehidupanku yang sama sekali membosankan dan tidak menarik itu. Hidup dalam dunia fantasi memang yang terbaik.

Aku melangkahkan kakiku menuju ke kamarku. Masih ada beberapa barang yang belum aku bereskan. Setelah itu aku akan kembali ke rumah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja ada segerombolan dokter dan suster yang berlari dengan terburu-buru dari belakangku. Melihat arah yang mereka ambil, sepertinya searah denganku.

"Ah, maaf." Ujar seorang suster yang baru saja menyenggol pundakku. Aku hanya bergumam tidak apa-apa dan tersenyum maklum. Setelah itu ia pergi. Tampaknya ada keadaan gawat darurat yang sedang terjadi.

Sekali lagi, aku dibuat tertegun dengan apa yang terjadi di ruangan sebelahku. Suasananya terasa panic dan tegang. Lagi-lagi aku terpaku di depan pintu kamarnya. Aku bisa melihat segerombolan dokter dan suster yang tadi sempat berpapasan denganku mengelilingi ranjang pasien. Mereka terlihat sedang melakukan pertolongan pertama. Segala macam upaya dilakukan untuk membuat gadis yang terbaring di ranjang itu untuk bangun. Dokter juga sudah menggunakan defibrillator untuk mengejutkan jantungnya. Namun sepertinya sia-sia, karna detak jantungnya tidak kembali.

Ketika sang dokter akan mencoba lagi, tiba-tiba saja tangan seorang laki-laki yang selama ini setia menemani gadis itu mencegah dengan cepat. Justru sekarang ia yang mencoba untuk mengguncangkan tubuh sang gadis yang masih saja menutup kedua matanya.

"Aku mohon bangun, Ta. Bercandamu nggak lucu tau nggak!" Teriak sang laki-laki. Dari nadanya, aku tahu kalau ia sedang menangis. Mungkin saja ia benar-benar takut kehilangan gadis itu.

Seorang dokter mencoba untuk mendekati laki-laki itu dengan hati-hati, "Nak, tenang! Teman anda—"

"Diem dok! Dia belum meninggal. Dia Cuma masih mimpi indah. Sebentar lagi dia pasti bangun." Potong laki-laki itu dengan penuh keyakinan. Aku sendiri yang melihat tidak yakin kalau gadis itu akan bangun lagi.

Sesaat kemudian, laki-laki itu mencoba untuk menekan dada gadis itu. Memompa detak jantungnya agar segera kembali. Tapi yang terlihat oleh kedua mataku, gadis itu tetap saja bergeming. Ia masih setia pada posisi terakhirnya. Terbaring dengan mata yang tertutup rapat.

"Va..." Tiba-tiba saja datang dua wanita cantik yang entah sejak kapan sudah berdiri lumayan dekat denganku. Dan yang membuatku tertegun, laki-laki lain yang seperti mengekori kedua wanita itu. "...Ro?"

Laki-laki yang sejak tadi berusaha untuk membangunkan sang gadis menoleh ke asal suara. Dengan berlinang air mata, laki-laki yang bernama Varo ini menghampiri salah satu wanita cantik itu. Ia pun langsung memeluknya dengan erat. Sementara wanita yang satunya mendekati ranjang dengan perlahan.

"Ma, Vita, Ma. Dia nggak mungkin ninggalin Varo gitu aja kan, Ma?" Isak Varo di pelukan ibunya.

"Udah, Sayang. Kamu harus ikhlas." Ujar sang ibu yang juga mulai ikut menangis.

Aku paling tidak tahan dengan suasana macam ini. Karnanya aku langsung membuang pandanganku. Saat itulah aku melihat laki-laki itu meneteskan air mata dalam diam di depan pintu ruangan. Ia terlihat sama sekali tidak punya niatan untuk mendekat. Ia pun mengusap air mata di pipinya dengan kasar. Tiba-tiba saja, kedua bola mata itu sudah mengalihkan perhatiannya padaku.

Ia hanya memandangku. Cukup lama tanpa berkata apa-apa. Tapi, dari sorot mata itu aku merasa kalau ia sedang berkata, ia sangat kehilangan. Ia merasa terpukul dan sakit sekaligus. Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa mengetahuinya. Hanya kesedihan yang dapat kurasakan dari tatapan matanya. Setelah itu, ia pun beranjak dari tempatnya berdiri. Ia melangkahkan kakinya menjauh. Rasanya ingin sekali kukejar, tapi untuk apa? Sok-sokan member semangat? Padahal kenal saja tidak.

Dari pada aku pusing memikirkannya, akhirnya aku pun kembali ke kamarku. Aku membereskan beberapa barang yang masih belum masuk ke dalam tas. Beberapa helai baju dan beberapa novel yang selalu menemaniku membunuh rasa bosan. Setelah yakin kalau tidak ada barang yang tertinggal, aku segera meninggalkan ruang rawat inap VIP ini. Kali ini aku akan pulang menggunakan taksi. Karna tidak ada keluarga yang mungkin bisa menjemputku untuk pulang. Aku jadi terpikir, seandainya saja aku sudah tidak ada di dunia ini lagi, apa mungkin orang-orang di sekitarku akan bereaksi seperti orang-orang di kamar sebelah? Akankah mereka merasa kehilangan?

Setelah menutup pintu dengan rapat, aku pun meninggalkan tempat. Karena penasaran, aku mencoba untuk melihat bagaimana keadaan di kamar sebelah. Kelihatannya tidak seramai tadi. Dahiku berkerut saat melihat tidak ada siapa-siapa di ruangan itu. Tapi jantungku hampir saja lepas dari tempatnya ketika melihat seorang gadis yang tengah terduduk di atas ranjang sembari memandang ke luar jendela. Bukannya tadi ia tidak bisa tertolong? Aku menutup mulut dengan telapak tanganku karena benar-benar terkejut.

Mungkin karena merasakan kehadiran seseorang selain dirinya, ia pun mengalihkan pandangannya padaku. Ia menatapku sebentar lalu tersenyum dengan manis. Tanpa sadar aku sudah menunjuknya dengan jari telunjukku.

"L-Lo? Bukannya lo udah..." aku tidak bisa melanjutkan kalimatku. Rasanya ada batu besar di tenggorokan yang menghambat suaraku untuk keluar.

"Gue balik karna gue denger ada seseorang yang butuh gue di sisinya." Katanya masih dengan senyuman yang menghiasi wajahnya yang terlihat sedikit pucat. Saat itulah aku tersadar akan sesuatu. Dia harus tahu! Laki-laki itu harus tahu kalau gadis ini tidak benar-benar pergi meninggalkannya.

"Jangan kemana-mana! Lo tunggu di sini. Gue bakal balik secepatnya!" Perintahku. Ia hanya menganggukan kepala dengan raut wajah penuh tanya.

Dengan segera, aku berlari mencarinya. Mencari keberadaan laki-laki itu. Pasti ia masih berada di sekitar rumah sakit ini. Tapi ternyata mencarinya gampang-gampang susah. Di tempat umum seperti ini, dengan banyak orang yang berlalu-lalang, rasanya mustahil untuk menemukannya. Tapi aku harus bisa! Dengan sedikit berlari, aku mencarinya di segala tempat.

Hingga pada akhirnya aku mulai putus asa. Aku tidak bisa menemukannya. Mungkin ia sudah meninggalkan rumah sakit. Apalagi aku tidak mengenalnya sama sekali. Tahu namanya saja tidak. Aku benar-benar sudah lelah mencarinya kesana-kemari.

Rasanya seperti menemukan oase di tengah gurun pasir. Ketika aku sudah lelah dan berencana untuk menyerah, akhirnya aku menemukannya sedang duduk di bangku taman rumah sakit. Ia hanya duduk sendiri dengan kepala yang menunduk. Tidak mau menyia-nyiakan keadaan, aku pun segera menghampirinya. Sekarang aku sudah berdiri tepat di hadapannya. Sepertinya ia sadar kalau ada orang, ia langsung mengangkat kepalanya dan menatapku dengan bingung.

"Ikut gue." Tanpa mendengar persetujuan darinya, aku langsung menarik paksa tangannya dan segera kembali ke tempat dimana gadis itu sedang menunggu. Yang awalnya ia pasrah saja, mendadak memberontak.

"Apaan sih? Berhenti nggak?!" Ujarnya kesal. Sayangnya, aku sama sekali tidak berniat untuk mendengarkan permintaannya. Aku tetap saja berusaha menarik tangannya dengan susah payah. Bagaimana tidak? Tenaganya pasti lebih besar dari pada tenagaku karna ia seorang laki-laki. Tapi hanya dengan sekali sentakan, ia menarik tanganku sehingga membuat tubuhku berbalik menghadapnya. Bahkan ia sukses membuat hidungku beradu dengan dadanya yang lumayan keras.

"Lo apa-apaan sih? Sakit tau nggak!" Bentakku kesal sembari mengusap-usap hidungku yang mulai memerah karena kesakitan.

"Lo tuh yang apa-apaan? Narik tangan orang sembarangan." Protesnya.

"Cewek tadi udah sadar." Kataku kemudian. Ia langsung menatapku dengan tatapan tak percaya.

"Jangan ngaco! Lo liat sendiri tadi gimana usaha dokter buat nyadarin dia nggak ada yang berhasil sama sekali." Sahutnya tak percaya.

"Lo nggak percaya omongan gue?" Tanyaku.

"Ya nggak lah. Kenapa juga gue harus percaya omongan lo? Emang lo siapa? Kenal juga nggak, kan?" Ujarnya dengan defensive. Ada benarnya juga. Tapi kan, aku memang mengatakan yang sebenarnya.

"Terserah lo deh." Kataku. "Asal lo tau aja, tadi gue liat dia duduk di ranjang." Tambahku.

Setelah itu, tiba-tiba saja ganti laki-laki itu yang menarik tanganku dengan paksa. Tentu saja aku memberontak. Tapi apa daya, tenagaku memang tidak sebesar tenaganya. Apalagi aku baru saja sembuh dari sakit typus.

"Awas aja lo sampe bohong." Ancamnya yang membuat aku memutar kedua bola mataku dengan malas. Aku hanya bisa mengikuti langkahnya menuju ke kamar itu lagi dengan tanganku yang ditarik paksa olehnya.

Mendadak ia menghentikan langkahnya. Untung saja aku bisa melindungi hidungku. Lagi-lagi ia hanya berdiri di depan pintu saja. Padahal pintunya terbuka dengan lebar, lalu kenapa ia tidak masuk saja? Karena penasaran, akhirnya aku ikut melihat apa yang ada di dalam ruangan itu. Aku sedikit terkejut melihat gadis yang tadi aku suruh untuk menungguku kembali sedang berpelukan dengan laki-laki lain. Kalau tidak salah ia yang bernama Varo tadi. Mereka sepertinya tidak menyadari ada orang lain di tempat ini. Dan dari pengamatanku, sepertinya gadis itu senang sekali bisa kembali dan melihat laki-laki yang sekarang sedang mendekapnya dengan erat. Bahkan senyuman masih terus terukir di bibirnya sekalipun kedua matanya mengeluarkan air mata.

Tiba-tiba saja tanganku terasa sakit. Tampaknya laki-laki ini berniat untuk meremukkan tulang dalam lenganku begitu saja. Karena merasa semakin kesakitan, aku langsung menepuk tangannya kasar dengan tanganku yang bebas. Sepertinya ia baru saja sadar dan mengaduh kesakitan.

"Kalo lo emang mau ngeremukin sesuatu, jangan tangan gue juga!" Bentakku dengan kesal.

"Sori sori, gue nggak sengaja." Katanya penuh penyesalan.

"Nggak sengaja lo bilang?" Tanyaku sarkastik. "Lo liat nih, tangan gue jadi merah-merah kan?" Tambahku sembari menunjuk tanda-tanda kemerahan.

"Iya, gue yang salah. Sori." Katanya lagi.

"Tau ah, bodo! Gue mau pulang!"

Setelah mengatakan itu, aku pun berbalik dan melangkahkan kakiku menjauh darinya. Aku benar-benar ingin pulang sekarang. Aku sudah lelah dengan kejadian hari ini. Aku sama sekali tidak menoleh ke belakang. Entah bagaimana kelanjutan cerita di belakang sana. Yang aku tahu pasti, ceritaku baru saja dimulai dari sini.

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 484K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
826K 11.6K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
2.6M 130K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...