Not Finished Yet [Completed]

By aprilianatd

1.6M 146K 6.1K

Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpis... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Pengumuman
Bab 35 [end]
Epilog
Extra Part

Bab 12

48.1K 4.2K 210
By aprilianatd

Aruna tidak mengalihkan tatapan matanya dari wajah Alula. Kembarannya itu lebih banyak diam semenjak kedatangan Papi mereka kemarin. Biasanya, tiada hari tanpa keusilan Alula. Kini, Alula hanya diam saja dengan wajah tertekuk. Ditambah, hari ini Aruna akan dijemput oleh Papinya dan Alula tidak mau ikut dengannya.

"Aruna, makannya dipercepat. Habis ini kamu dijemput sama Papi," ucap Jenia yang berjalan membawa dua gelas susu untuk Alula dan Aruna. "Kamu beneran nggak mau ikut Papi sama Aruna?" tanyanya sambil mengelus puncak kepala Alula.

Alula menggeleng.

"Ikut aja, yuk!" ajak Aruna dengan wajah memohon. "Aku lebih suka kalo kamu ikut," lanjutnya.

Alula masih tetap menggeleng. Tangannya bergerak lambat menyuap sendok ke dalam mulutnya.

"Hari ini Aruna akan ke rumah orang tuanya Papi. Di sana kamu akan ketemu Oma sama Opa," ucap Jenia sambil merapikan kunciran rambut Aruna. "Selama di sana nurut sama Papi. Terus, kamu juga harus sopan sama Oma dan Opa," lanjutnya yang langsung diangguki oleh Aruna.

Alula meletakkan sendok ke piring dengan sedikit keras. Nasinya masih tersisa setengah, tapi ia sudah tidak berniat untuk mengahabiskan. Ia memilih beranjak dari ruang makan, menuju ke kamar.

"Mi, Alula beneran nggak mau ikut?" tanya Aruna menatap Maminya dengan wajah sedih.

Jenia berusaha menyunggingkan senyum. "Alula belum mau ikut. Jangan dipaksa, ya."

Aruna mengangguk. "Al nggak marah kan kalo aku pergi tanpa dia?" tanyanya sendu. "Aku nggak pernah pergi tanpa, Al."

Jenia mengusap pundak Aruna. "Nggak papa. Biar nanti Mami yang coba bicara sama Al."

Aruna menghela napas kuat, lalu mengangguk.

Sepuluh menit kemudian Gama datang untuk menjemput Aruna. Begitu Gama datang, ia menyuruh laki-laki itu menunggu di ruang tamu.

"Ar, Papi udah jemput," beritahu Jenia begitu memasuki area ruang makan. Ia mendapati Aruna baru selesai menghabiskan sepiring nasi goreng dan satu gelas susu yang sudah disiapkan.

"Aku tau. Udah dengar suara mobilnya," sahut Aruna.

"Yaudah, kamu langsung berangkat aja."

"Aku mau ke kamar, ambil tas sekalian pamit sama Al." Aruna melangkah masuk ke kamar.

Jenia mengikuti langkah anaknya. Ia tidak ikut masuk, hanya berdiri di pintu yang tidak tertutup sempurna. Di sana ia bisa mendengar percakapan Alula dan Aruna.

"Al, beneran nggak mau ikut?"

"Nggak."

"Kamu nggak marah kan kalo aku ikut Papi pergi?" tanya Aruna dengan suara pelan.

Alula diam, tidak memberi jawaban.

Aruna mengamati Alula yang tampak sibuk bermain ponsel tanpa melihat ke arahnya. "Nanti aku pulang kok."

Alula akhirnya menatap wajah Aruna. "Nggak papa, kamu pergi aja."

Jenia mengintip dari celah pintu yang terbuka. Bisa dilihat Aruna memeluk Alula sebentar.

"Nanti aku bawain jajan kalo pulang. Kamu mau apa?" tanya Aruna begitu melepas pelukannya.

"Apa aja," jawab Alula singkat.

Setelah itu Jenia melihat Aruna keluar dari kamar dengan membawa tas selempang bewarna pink. Ia sempat masuk ke kamar untuk menyuruh Alula menyalimi Gama, tapi anaknya itu menolak. Tidak mau memaksa Alula, akhirnya Jenia berjalan ke arah ruang tamu.

"Aku bawa Ar ke rumah Mama sama Papaku nggak papa, kan?" tanya Gama pada Jenia. Kemarin ia memang ditelepon orang tuanya dan disuruh mengajak anak-anaknya untuk menemui mereka. Untung saja Jenia mengizinkan saat Gama mengutarakan ingin mengajak si kembar ke rumah orang tuanya. Hanya saja, Alula menolak tegas untuk ikut dengannya. Alhasil hanya Aruna yang hari ini akan ikut dengannya.

"Iya," sahut Jenia.

"Al tetap nggak mau ikut?" tanya Gama menatap ke arah pintu kamar yang tertutup.

Jenia menggeleng. "Dia masih butuh waktu."

Gama tersenyum, berusaha menyembunyikan raut wajah kecewanya. Setelah Aruna pamitan dengan Jenia, ia membawa anaknya untuk masuk ke mobil.

***

Aruna tidak beranjak sedikitpun dari samping Papinya. Ia merasa asing dengan rumah yang ia datangi saat ini. Rumah yang sangat besar, bahkan lebih besar dari rumah yang ia tinggali bersama Alula dan Maminya. Rumah ini bak istana yang terdapat pilar-pilar besar. Semua yang ada di rumah ini serba besar, termasuk sofa dan TV yang menempel di dinding.

"Ini rumah Oma sama Opa," beritahu Gama melihat Aruna tidak melepaskan cengkraman dari lengan bajunya. Ia paham kalau Aruna masih belum terbiasa di lingkungan baru. Saat melihat Mama dan Papanya berjalan memasuki area ruang keluarga, ia menyuruh Aruna menyalimi mereka. Tak lama setelah orang tuanya muncul, Kakaknya juga ikut bergabung.

"Kamu namanya siapa?" tanya Mama duduk di samping cucunya.

"Aruna."

"Nama panjangnya?"

"Aruna Natayya," jawab Aruna pelan.

"Jangan takut. Ini Oma, dan itu Opa." Tunjuk Mama ke arah suaminya yang duduk di single sofa. "Kami orang tuanya Papi kamu," lanjutnya dengan lembut.

Aruna hanya mengangguk kecil.

"Hai," sapa Adam menatap Aruna. "Kita udah beberapa kali ketemu. Kamu nggak takut kan sama Om Adam?"

Aruna sontak menggeleng.

"Alula mana?" tanya Adam menatap Aruna.

"Alula nggak mau ikut." Belum sempat Aruna menjawab, Gama sudah lebih dulu menjawab pertanyaan dari Adam.

"Dia beneran mirip banget sama Luna," celetuk Papa yang dari tadi belum mengeluarkan suara. Tatapan matanya tidak lepas sedikitpun dari wajah cucunya.

Mama langsung memeluk Aruna erat. Tanpa sadar air matanya keluar. "Dia beneran mirip Luna," gumamnya.

"Mama sama Papa harus ketemu Alula. Kalo Alula mirip Gama versi perempuan. Bahkan warna rambutnya juga sama persis kayak Gama dan Papa," beritahu Adam.

"Kenapa dia nggak mau ikut?" tanya Papa.

"Alula belum nerima aku, Pa," jawab Gama lirih.

"Kamu bilang ke Jenia, suruh dia tambahin nama Walter di belakang nama anak kalian," ucap Papa menatap Gama.

"Iya, mereka harus pakai nama Walter," sahut Mama setuju. "Biar nanti semua warisan Mama dan Papa akan jatuh ke mereka dan anaknya Adam."

"Ada atau nggak ada nama Walter, mereka harus tetap dapat pembagian warisan secara adil, Ma. Mereka anak-anakku. Lahir dari pernikahan yang sah antara aku dan Jenia," sahut Gama.

"Iya, Mama tau. Karena mereka anak-anakmu dan Jenia, maka dari itu harus ada nama Walter di belakang nama mereka."

Gama menghela napas panjang. "Itu bisa dibicarain nanti, Ma."

Mama mengangguk pasrah.

"Tiap bulan kamu harus transfer uang ke Jenia untuk kebutuhan mereka," ucap Papa menatap Gama. "Punya anak kembar itu pengeluarannya nggak main-main. Jadi, kamu kalo transfer uang ke Jenia jangan pelit," lanjutnya

Kemudian Mama beranjak dari tempatnya, untuk mengambil sesuatu. Tak lama Mama kembali dengan membawa dua kotak besar. "Ini hadiah dari Oma sama Opa buat Aruna dan Alula."

"Hadiah?" Aruna menatap Omanya dengan kebingungan. "Aku sama Al kan ulang tahunnya baru bulan depan," lanjutnya.

"Ini bukan hadiah ulang tahun. Nanti hadiah ulang tahun beda lagi."

Aruna menatap kotak itu, lalu membuka tutupnya. Ada banyak barang di dalamnya seperti baju, tas, buku dan lainnya. Matanya berbinar saat melihat sebuah ipad di dalam kotak. "Itu ipad?" tanyanya menunjuk dengan ragu.

Mama mengangguk. "Itu ipad buat Aruna. Bisa buat belajar, main, atau nonton film."

"Alula juga dapat, kan?" tanya Aruna memastikan. Terbiasa memiliki barang yang sama dengan kembarannya, ia tidak mau kalau memiliki barang bagus sendirian. Kalau ia punya, Alula juga harus punya. Selama ini Maminya juga selalu membelikan barang yang sama untuknya dan Alula.

"Semua dapat hadiah yang sama. Cuma beda warna aja," jawab Papa. "Kamu senang?" tanyanya menatap cucunya.

Aruna mengangguk kuat. Ia cukup lega mendengar jawaban Oma dan Opa. "Makasih Oma, makasih Opa." Kemudian ia membuka satu persatu hadiah yang sudah didapat bersama Oma dan Opanya sambil menjawab banyak pertanyaan dari mereka. Mulai dari pertanyaan makanan kesukaan, mainan kesukaan, ukuran baju, ukuran sepatu, nama teman, dan masih banyak lainnya.

***

Alula menyandarkan tubuhnya pada tubuh Maminya. Tatapan matanya tidak lepas dari layar TV yang menayangkan kartun. "Ar kapan pulang, Mi?" tanyanya lirih.

Jenia melihat jam di layar ponsel. Tidak terasa sekarang sudah jam dua siang. Dari tadi ia menemani Alula yang hanya mau menonton kartun di TV. Ini hari Minggu, tapi Alula seperti enggan bermain ponsel. Padahal hari ini adalah hari bebas anak-anaknya untuk bermain ponsel.

"Mami, aku bosen," keluh Alula. "Nggak ada Ar yang bisa diajak main," lanjutnya.

"Kamu mau ngapain biar nggak bosen?" tanya Jenia dengan sabar. Ia juga kangen dengan suara ribut yang ditimbulkan Alula dan Aruna ketika bertengkar. Melihat rumahnya sepi, membuat perasaannya menjadi hampa.

Alula mengedikkan bahu. Ia merasa bingung harus melakukan apa untuk menghilangkan rasa bosannya.

Jenia paham kalau Alula bosan di rumah tanpa kembarannya. Ditambah lagi, kemarin Kamil sudah harus kembali ke apartemen karena katanya ada urusan.

"Ar nggak nginap kan, Mi?" tanya Alula tiba-tiba.

"Nggak kok. Nanti dia pulang."

"Pulangnya lama. Aku udah bosan sendirian," keluh Alula lagi.

"Mandi gih, ikut Mami jalan-jalan," suruh Jenia tiba-tiba.

"Kemana?"

"Belum tau."

Alula menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak usah deh."

Jenia berdecak. Kemudian ia menarik kedua tangan anaknya agar berdiri dari sofa. "Ayo, mandi. Mami juga mau siap-siap. Kita keluar rumah biar kamu nggak bosan."

Meski enggan, Alula tetap bangun dari sofa dan berjalan masuk ke kamar. Dari pagi ia belum mandi. Akhirnya ia mandi secepat kilat dan mengganti bajunya.

Begitu Jenia sudah siap, ia mengecek Alula di kamarnya. Ternyata  anaknya sedang menyisir rambut di depan cermin. Ia berjalan mendekat, mengambil alih sisir dari tangan Alula. "Keluar beli makan aja, ya," ucapnya sambil menyisiri rambut anaknya.

Alula mengangguk.

"Kamu mau makan apa?"

"Cake coklat."

Gerakan tangan Jenia yang sedang menyisir langsung berhenti. "Nggak coklat dong. Besok kamu sekolah. Mami nggak mau nanti malam kamu sesak dan nggak bisa tidur."

Alula cemberut. "Yaudah, yang cheese aja kalo gitu."

Jenia menggandeng anaknya keluar kamar. Ia menyuruh Alula untuk masuk ke dalam mobil lebih dulu, sementara ia harus mengunci pintu dan pagar.

"Kamu diajak keluar kok masih diam aja sih?" tanya Jenia saat sudah berada di balik kemudi.

"Gimana kalo nanti Ar pulang, tapi kita nggak ada di rumah?" tanya Alula khawatir.

"Aruna pulang habis maghrib kok. Mami udah tanya dulu sebelum kita berangkat."

Alula nampak lega mendengar itu. "Nanti beliin cheese cake juga buat Ar ya, Mi."

"Iya. Nanti kita beliin cheese cake juga buat Ar," sahut Jenia tersenyum kecil.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Hayoooo... kalian pasti nungguin aku update. Iya kannnn??? Wkwkwk...

Kalo nggak ada kangen, kalo ada berantem. Siapakah mereka??? Tentu saja si kembar🤣

Karena hari ini hari Minggu, aku update-nya satu kali aja. Aku mau marathon drakor dulu biar gak sumpek.

Continue Reading

You'll Also Like

973K 2.6K 6
Kisah Perselingkuhan penuh gairah, dari berbagai latar belakang Publish ulang di wattpad!
951K 74.5K 64
》Love Makes Series 4《 • • • Hari itu merupakan hari tersial bagi sosok Auristela Darakutni. Ia mengalami kecelakaan hingga mengalami patah tulang di...
275K 22.1K 28
Andara Prameswari tidak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan mantannya di SMA. Apalagi dalam posisi sebagai seorang atasan dan bawahan. Aj...
1.9M 10.4K 24
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...