Not Finished Yet [Completed]

Από aprilianatd

1.6M 147K 6.1K

Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpis... Περισσότερα

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Pengumuman
Bab 35 [end]
Epilog
Extra Part

Bab 7

49.8K 4.9K 361
Από aprilianatd

Satu minggu sudah berlalu. Dan selama satu minggu ini Gama jadi sering melihat foto Alula dan Aruna yang ada di ponselnya. Di saat suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja, melihat foto dua anak perempuan itu membuat Gama tersenyum. Ada yang aneh dengan dirinya. Biasanya ia tidak bisa semudah itu untuk suka dengan anak kecil. Berinteraksi dengan si kembar, membuat munculnya perasaan lain yang tidak bisa ia gambarkan. Seakan ada magnet yang memaksa Gama untuk terus melihat foto Alula dan Aruna.

Hari Sabtu ini Gama tidak punya rencana kemana-mana. Hal yang biasa dilakukan di hari Sabtu adalah menonton film sampai ketiduran. Satu jam kemudian Gama mendapat tamu yang tidak diduga, Adam. Kakaknya yang jarang berkunjung ke apartemennya, tiba-tiba datang tanpa memberitahunya dulu.

"Tumben datang ke sini?" tanya Gama sembari melempar satu botol soda pada Adam.

Adam menangkap botol soda dengan gesit. "Bosen di apartemen sendiran. Rencana awal mau kencan sama Viola, ternyata dia ada kerjaan di luar kota." Saat membuka tutup botol sodanya, tak sengaja matanya melirik ke arah layar ponsel Gama yang tergeletak di atas meja. Di sana terlihat foto Alula dan Aruna. Foto yang diambil oleh Gama saat mereka makan siang bersama. "Masih disimpan fotonya?" tanyanya mengalihkan tatapan ke Gama.

Gama mengangguk. "Mereka cantik. Walaupun yang Alula mulutnya agak tajam, tapi kelihatan mereka anak yang nice. Aku jadi mau punya anak kayak mereka."

"Kamu harus nikah lagi sebelum berencana punya anak," sahut Adam tersenyum tipis. "Sebelum nikah, harus punya calon dulu yang mau diajak nikah," lanjutnya terkekeh.

Gama geleng-geleng kepala. "Aku mau punya anak tanpa harus nikah lagi."

"Stupid! Mana bisa kayak gitu?"

Gama mengedikkan bahunya cuek. "Adoption?"

Adam berdecak sambil geleng-geleng kepala. Ia tidak mengerti jalan pikiran Adiknya yang ngaco.

"Si twins anak yang beda dalam kepribadian. Alula mulutnya tajam dan gengsian, kalo Aruna lebih lembut dan sensitif," gumam Gama tanpa sadar.

Ingatan Gama kembali terlempar ke satu minggu yang lalu. Setelah selesai makan, ketiga anak itu tiba-tiba menginginkan ice cream. Akhirnya Gama diminta Adam untuk membelikan ice cream untuk ketiga anak itu. Kebetulan Aruna ingin ikut dengan Gama membeli ice cream. Akhirnya dengan ditemani Aruna, ia berjalan ke luar restoran untuk membeli ice cream.

"Om, kenapa Al ganti celana?" tanya Aruna menyamakan langkah kecilnya dengan langkah kaki lebar di sampingnya.

"Waktu pipis, celananya nggak sengaja kena air. Jadi, harus ganti biar nyaman," jawab Gama menjelaskan.

Aruna mengangguk mengerti. "Oh ya, warna rambut Om Gama mirip kayak Al."

"Iya." Tanpa sadar Gama mengulum senyum. Ia juga menyadari kesamaan warna rambut Alula dengannya.

"Al suka kesal soalnya warna rambut dia beda sendiri dari yang lain," sahut Aruna menoleh menatap Om Gama. Setelah diam beberapa saat, kemudian ie bertanya dengan wajah serius. "Om Gama suka kesal nggak sama warna rambutnya?"

Gama menggeleng. "Nope."

"Kata Mami, rambutnya Al mirip kayak Papi."

"Oh ya?"

Aruna mengangguk. "Sayang banget aku sama Al nggak bisa lihat Papi. Walaupun kayak gitu, aku sama Al selalu doain supaya Papi bisa masuk surga."

"Good girl." Gama mengacak pelan rambut Aruna tidak sampai membuat rambut anak itu berantakan.

Sesampainya mereka di penjual ice cream, Gama langsung menyebutkan pesanannya. Ia membeli tiga ice cream untuk Mikala, Alula dan Aruna.

"Om, aku sama Al rasa vanila aja," sela Aruna saat mendengar Om Gama memesankan rasa cokelat.

Gama menoleh cepat. "Kenapa? Kalian nggak suka rasa cokelat?

"Kata Mami nggak boleh cokelat terlalu banyak. Takut sesak."

Akhirnya Gama mengganti pesanannya. Selagi menunggu pesanan ice cream dibuat, Gama duduk di kursi bersebelahan dengan Aruna.

"Kamu sama Alula alergi cokelat?"

Aruna mengangguk. "Tapi kadang Al suka bandel. Dia sering jajan cokelat kalo di sekolah. Aku nggak pernah aduin ke Mami, takut Al dimarahin. Selama nggak sampai sesak, aku sama Al masih aman."

Gama tanpa sadar tersenyum melihat betapa perhatiannya Aruna pada kembarannya. "Gimana kalo kalian sampai sesak?"

"Di rumah ada nebulizer. Biasanya kalo sesak, Mami suka pakai itu buat uap kita."

"Kalian sering sesak?" tanya Gama menatap Aruna lekat.

Aruna menggoyang-goyangkan kedua kakinya. "Kalo dulu sering banget sesak. Tiap bulan harus diuap buat ngeluarin dahak."

"Kalo sekarang?"

"Udah nggak separah dulu. Kata Mami, imunku sama Al udah lebih bagus. Selagi nggak makan makanan yang memicu alergi, aku sama Al nggak akan sesak."

Gama merasa kalau Aruna lebih banyak bicara dibandingkan dengan Alula. Aruna cukup terbuka dan enak untuk diajak mengobrol. Berbeda dengan Alula yang terkesan hanya mengobrol seperlunya saja. Kata-kata Alula juga terkesan tajam dibandingkan Aruna. Meksi begitu, Gama yakin sebenarnya Alula punya sifat yang baik. Terbukti dengan Alula yang mengucapkan kata terima kasih padanya, meski dengan wajah malu-malu.

"Mikala nyuruh aku ke rumahnya," ucap Adam sambil membaca pesan yang baru masuk.

Gama tersentak mendengar suara Adam, membuatnya tersadar dari lamunannya. "Apa?" tanyanya saat tidak mendengar jelas apa yang diucapkan Adam.

"Mikala nyuruh aku ke rumahnya. Katanya dia lagi bosan karena Mamanya ke luar kota," ucap Adam mengulangi ucapannya.

"Hari Sabtu dia nggak sekolah?"

"Hari Sabtu libur."

Gama diam. 

"Mau ikut?" tanya Adam menawari.

"Kemana?" tanya Gama dengan wajah bodohnya.

Adam berdecak keras. "Ke rumah Mikala."

Gama lantas menggeleng. "Hari ini mau tidur aja di apartemen. Seminggu ini capek karena banyak kerjaan."

Adam menunjukkan isi pesannya pada Gama. "Si twins berencana main ke rumahnya Mikala. Siapa tau kamu mau ketemu sama mereka."

Raut wajah Gama langsung berubah antusias. "Ada si twins?"

Adam mengangguk. "Ikut?"

"Oke, aku ganti baju dulu." Gama melompat turun dari sofa. Ia berjalan cepat ke arah kamar untuk mandi secepat kilat dan mengganti baju. Begitu selesai, ia keluar dan menghampiri Adam.

"Kenapa semangat banget mau ketemu sama si twins?" tanya Adam menatap Adiknya dengan curiga.

"I don't know," jawab Gama ringan. "Kangen aja mau lihat mereka lagi," lanjutnya berjalan lebih dulu keluar apartemen sebelum disusul oleh Adam.

***

"Hai, Om Adam," sapa Aruna yang membukakan pintu. Saat menyadari Om Adam tidak sendiri, ia menyunggingkan senyumnya. "Om Gama juga ikut ke sini?"

Gama tersenyum melihat Aruna menghampirinya. "Iya, kamu sama Alula baru datang?"

Aruna mengangguk. "Iya, aku sama Al baru datang setengah jam yang lalu," beritahunya. "Tadi diantar sama Mami ke sini," lanjutnya tanpa ada yang bertanya.

"Terus, sekarang mana Maminya?" tanya Adam.

Aruna mengalihkan tatapannya ke Om Adam. "Mami langsung ke toko, Om," jawabnya.

"Mami kerja di toko?" Kali ini giliran Gama yang bertanya dan diangguki oleh Aruna. "Oh ya, Alula mana?" tanyanya celingukan.

"Al ada di dalam sama Mikala." Setelah mengatakan itu, Aruna berjalan lebih dulu dan di belakangnya ada dua laki-laki yang mengikutinya. Ia menghampiri Aruna dan Mikala yang sedang duduk di sofa dengan layar TV menyala.

Setelah satu jam lebih menonton film, ketiga anak itu mulai bosan. Akhirnya Mikala mencetuskan ide untuk pergi jalan-jalan lagi. Awalnya si kembar kurang setuju dengan ide itu, karena mereka belum izin ke Mami mereka. Setelah diskusi panjang, akhirnya Alula menelepon Maminya dan meminta izin. Untung saja Maminya mengizinkan mereka untuk pergi bersama Mikala.

Setelah Mikala, Alula dan Aruna mendapat izin, Adam dan Gama bisa membawa tiga anak itu dengan tenang. Pilihan Adam dan Gama adalah membawa ketiga anak itu ke mall agar mereka bebas bermain.

Seperti biasa, Adam dan Gama duduk di tempat untuk menunggu. Tidak seperti satu minggu yang lalu saat Gama mendumel karena harus menunggu anak-anak bermain di playground, kini ia melakukan dengan senang hati.

Sekitar setengah jam kemudian, Gama mendengar suara nyaring yang berasal dari tas Alula. Dengan cepat ia membuka tas bewarna putih itu dan menemukan sebuah ponsel. Ketika ia mengecek, ternyata ada satu panggilan tak terjawab dari Mami.

"Kayaknya kita perlu manggil Alula," ucap Adam. Belum sempat ia berdiri dari kursi yang didudukinya, terdengar suara lagi. Kali ini dari tas bewarna biru yang ia yakini tas milik Aruna. Begitu tas dibuka, ditemukan sebuah ponsel yang serupa seperti milik Alula.

"Aku aja yang panggil mereka." Kali ini Gama yang berdiri dari kursinya untuk memanggil Alula dan Aruna.

Tak lama Adam melihat Alula dan Aruna berlari ke arahnya. Napas si kembar yang terengah-engah, membuatnya langsung sigap memberikan air minum kepada mereka.

"Kenapa Om kok manggil kita?" tanya Aruna.

"Tadi ada telfon," jawab Adam.

"Di hp-nya siapa? Hp Al atau hp-ku?" tanya Aruna lagi.

Alula masih menormalkan napasnya sambil meminum air mineral sampai habis tak bersisa.

"Di hp kalian berdua."

Akhirnya Aruna mengambil ponsel untuk mengecek. Melihat ada panggilan tidak terjawab dari Maminya, ia langsung menelepon balik.

"Halo, Mami ... iya tadi lagi main, makanya nggak dengar. Kenapa, Mi? ... Om Kamil juga ada di mall tempat aku main? ... yaudah, nanti aku sama Al pulangnya bareng Om Kamil ... bye, Mami."

Gama seakan tidak asing dengan nama Kamil. Tapi, nama Kamil tidak hanya satu atau dua saja di dunia. Ada jutaan orang dengan nama Kamil, dan belum tentu itu Kamil yang dipikirkan oleh Gama saat ini.

"Om, nanti aku sama Al dijemput. Kita nggak usah diantarin pulang," beritahu Aruna setelah mengirim pesan pada Om Kamil memberitahu keberadaannya.

Adam sontak menatap Gama dengan tatapan penuh tanya. "Selama hidup, kita berdua kenal satu nama Kamil."

Gama mengangguk. "Adiknya Jenia," gumamnya lirih, nyaris tidak terdengar.

"Ar, itu Om Kamil!" pekik Alula sambil menunjuk ke arah seorang laki-lali dengan rambut gondrong yang diikat rapi. Ia lebih dulu menyadari keberadaan Om Kamil.

Ucapan Alula sontak membuat Aruna menatap ke arah yang ditunjuk kembarannya. Kemudian ia melambai saat melihat sosok Om Kamil berjalan ke arahnya. "Om Kamil!" panggilnya dengan suara nyaring.

"Kamil?" Adam dan Gama sontak terkejut seraya melihat laki-laki yang dipanggil Alula mulai berjalan mendekat ke arah mereka.

"Oh, shit!" umpat Kamil begitu menyadari kalau keponakannya bersama dengan dua laki-laki yang masih ada hubungan darah dengan mereka. "Mbak Jenia akan ngebunuh aku," lanjutnya pelan dengan mata terpejam.

Dua laki-laki yang berdiri di belakang Alula dan Aruna tidak bisa menutupi wajah terkejut mereka. Mereka saling bertukar pandang, seakan bisa mengerti isi pikiran masing-masing. Mereka yakin, mereka memiliki pemikiran yang sama saat ini.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Kalian senang kan hari ini aku double update???
Sumpah ya, bacain komen kalian tuh bikin aku semangat ngetiknya. Walaupun aku nggak pernah balas, tapi aku baca kok. Kadang bingung aja mau balas apa, hehehe...

Bertahap ya. Habis Gama ketemu si twins, giliran Gama ketemu sama Kamil.

Kapan Gama ketemu sama Jenia?





Kapan-kapan, hahaha....

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

292K 45.6K 27
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
421K 38.4K 95
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
451K 31.1K 41
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
276K 22.2K 28
Andara Prameswari tidak pernah membayangkan akan bertemu kembali dengan mantannya di SMA. Apalagi dalam posisi sebagai seorang atasan dan bawahan. Aj...