Zielo{On-going}

By JeageSelber

272 43 4

Spin Off Yarrow. "Ega pulang bareng Lora ya." "Ziega gue nebeng lo boleh?" Ziega, lelaki itu menghela nafas... More

Prolog.
01
02
03
04
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

05

11 3 0
By JeageSelber

Seorang gadis sedang terduduk di atas tempat tidur, kedua tangannya memeluk sebuah boneka beruang besar berwarna pink, sesekali melirik ke arah ponselnya sendiri.

"Ega jahat banget sih! Masa satupun pesan yang Lora kirim nggak ada yang di bales. Boro-boro dibales, dibaca juga kagak!" ocehnya dengan bibir yang sedikit ia manyunkan.

"Ditelfon juga nggak diangkat! Ini gimana mau PDKT kalau yang dideketin kek gini modelannya," gumam Lora dengan suara yang mulai putus asa.

"Emang Lora jelek banget ya? Sampai Ega nggak pernah sedikitpun ngelirik ke arah Lora, malah kabur kalau lihat Lora dateng."

Dengan wajah penuh keheranan, Lora beranjak dari tempat tidurnya, dan berdiri di depan meja rias yang memang berada tidak jauh dari posisi gadis itu saat ini.

"Cantik kok! Orang Bunda aja sering bilang kalau Lora anak cantiknya Bunda." celetuknya, sambil mengamati wajah putihnya. Wajah Lora bisa di bilang bersih tanpa bekas jerawat satupun. Bibirnya yang berwarna pink alami, juga hidung mancung serta mata yang sedikit sipit.

Ditengah kesibukannya, Lasmi tiba-tiba datang, ia membuka pintu kamar Lora, dan berjalan mendekati gadis yang sedang sibuk mengamati pantulan wajahnya sendiri di layar cermin.

"Lora lagi apa? Makan dulu yuk, Ibu udah siapin Lora makanan. Dari pulang sekolah Lora belum makan'kan?" tanya Lasmi sembari mengulurkan tangannya, dan mengusap lembut rambut panjang gadis yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri.

"Ibu masak apa?" Lora membalikkan badannya, tatapan mata polos gadis itu menatap wanita tua yang berdiri di belakang Lora.

"Masak tumis jamur sama gurame goreng."

Kedua mata Lora melebar saat mendengar menu masakan yang sudah disiapkan Lasmi. "Mau, Lora mau makan Bu!" serunya penuh antusias.

Tanpa menunggu lama, Lora menarik tangan Lasmi, dan membawanya keluar dari kamar menuju dapur. Perutnya memang sudah mulai keroncongan. Mereka berdua berjalan beriringan persis seperti hubungan seorang Ibu dengan putri kecilnya.

"Nasinya kebanyakan Bu," ujar Lora bermaksud menghentikan niat Lasmi yang masih berniat menambahkan nasi ke dalam piringnya.

"Segini normal, Ilora. Tuh lihat, badan kamu kurusan," celetuk Lasmi sembari mengamati tubuh gadis yang duduk di depannya.

"Badan udah kaya mau saingan sama lidi."

Mendengar celetukkan yang keluar dari mulut Lasmi, Lora memanyunkan bibirnya.

"Tadi gimana di sekolah? Bekal yang kamu bikin Ega suka?" tanya Lasmi mencoba mengajak Lora berbincang. Ini sudah menjadi rutinitas Lasmi untuk menjadi pendengar terbaik, tentang semua hal yang Ilora alami setiap harinya.

Lora yang tadinya berniat memasukkan sesuap nasi, sesaat mengurungkan niatnya. Dia menggeleng kecil, sebagai jawaban dari apa yang Lasmi tanyakan.

Kening Lasmi berkerut saat melihat respon Ilora.

"Loh? Ega nggak suka? Perasaan makanannya enak kok, nggak ada yang salah sama rasanya. Kan Ibu udah nyobain tadi," timpal Lasmi mengutarakan keheranannya.

Ilora menghela nafas kasar, "Bukan Ega yang makan bekel itu Bu, tapi temennya yang makan."

Ingatan Lora melayang ke kejadian beberapa jam lalu, saat dia datang dan berniat baik untuk memberikan Ziega makanan.

"Yaudah, Ega beresin ngerjain PR-nya, nanti keburu bell masuk bunyi. Lora balik ke kelas ya Ga."

"Hem," sahut lelaki yang sedari tadi diajak bicara oleh Ilora.

"Ini bekelnya nanti Ega makan." Pesan Ilora sebelum pergi meninggalkan kelas Ega.

Ega tidak merespon apapan.

Belum sepenuhnya pergi, langkah Ilora tiba-tiba terhenti di depan pintu, dia dapat dengan jelas mendengar percakapan antara Ziega dengan seseorang yang kemarin sudah sempat berkenalan dengan Ilora di kantin.

"Lo bawa bekel Ga? Tumben," tanya Alzie yang memang baru saja memasuki kelas. Tatapan lelaki itu menatap penuh heran sekotak makanan berbahan plastik, yang ia sendiri tidak tau apa isi di dalam kotak tersebut.

"Nyokap lo udah balik?" sambung Alzie lagi.

"Itu dari Almero, buat lo aja kalau lo mau," tawar Ziega tanpa berfikir panjang.

"Wiihhhh, rezeki anak Sholeh. Boleh deh boleh, gue kebetulan lagi laper, barusan nggak sempet sarapan," sahutnya antusias sambil meraih kotak bekel yang sebelumnya Ziega tawarkan.

"Lo beneran nggak mau Ga?" tanya Alzie lagi, kali ini di sudah duduk di bangku yang memang terletak di belakang kursi Ziega.

"Masih kenyang gue."

"Wihhhh, kayaknya enak nih." Kedua mata Alzie semakin berbinar, seporsi nasi goreng lengkap dengan potongan bakso, sosis, timun juga tomat, serta sebuah telur mata sapi berada di depan matanya. Seolah menggoda Alzie agar lelaki itu segera menyantap makanan di depannya.

Aldan yang sedari tadi melihat niat baik Ilora hanya melirik sekilas ke arah Ziega, yang masih sibuk bergutat dengan buku tulisnya sendiri.

Sesekali tatapan mata Aldan beralih menatap sosok gadis yang masih berdiri mematung di depan pintu, Aldan memang tidak bisa melihat ekspresi wajah Ilora, karena memang gadis itu membelakanginya. Namun, bisa dirinya tebak, jika apa yang Ziega lakukan pasti menyakiti perasaan gadis itu, dan benar saja, tidak lama setelahnya, Lora beranjak pergi meninggalkan kelas Ziega, tanpa berniat menegur apa yang Ziega lakukan.

"Padahal, Lora sengaja bangun pagi, terus belajar masak nasi goreng itu buat Ega loh. Tapi kenapa sama Ega di kasihin ke orang lain?" lirihnya sambil melangkah kecil menyelusuri koridor untuk kembali ke kelasnya.

Mengingat kejadian tersebut, raut wajah Ilora terlihat semakin muram. Lasmi yang sadar mengusap lembut punggung tangan Ilora, bermaksud untuk menghibur gadis itu.

"Tuh, tangan Lora sampai berdarah gara-gara kena pisau waktu motong bakso. Harusnya'kan Ega hargai niat baik Lora ya Bu, harusnya di makan itu bekel sama Ega, bukannya dikasihin ke orang lain."

★★★★★

Seorang pemuda menatap suasana rumahnya dengan perasaan hampa, sebuah bangunan besar dan kokoh tidak berarti apapun untuk lelaki itu.

Di tengah lamunannya, Ia menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat.

Sepasang suami istri, lengkap dengan pakaian kerja yang masih melekat sempurna di tubuh mereka. Terhitung sudah hampir 4 bulan mereka sibuk dengan urusannya masing-masing, seolah mereka lupa jika masih mempunyai putra yang membutuhkan kehadiran serta kasih sayang mereka.

Merasa terlalu malas jika harus mengemis apa yang seharusnya memang menjadi haknya, Ziega memilih bungkam. Lelaki itu beranjak dari tempat di mana sebelumnya ia duduk, dan pergi begitu saja meninggalkan ruangan tersebut.

Sofie juga Rian melemparkan pandangan satu sama lain, secara serentak mereka menatap punggung putranya yang melangkah semakin jauh.

Hubungan mereka sudah lama dingin, nyaris tidak bisa disebut sebagai keluarga.

Ziega menutup pintu kamarnya, fokusnya terbagi pada sebuah benda pipih yang berdering.

"Hallo," ujarnya mengangkat panggilan tersebut.

Dari sebrang sana terdengar suara riang dari seorang gadis.

"Halo Ega, akhirnya telfon Lora diangkat juga."

"Ada perlu apa?" tanya Ziega yang sedang dalam mood yang kurang baik.

"Lora kangen sama Ega, dan pengen denger suara Ega."

"Ega lagi sibuk?"

"Nggak,"

"Ega kenapa? Ada masalah?" tanya Lora yabg sepertinya bisa menangkap ada yang tidak beres dengan lelaki yang sudah lama ia sukai.

Beberapa detik setelahnya, Ilora tidak mendengar jawaban apapun, kecuali sebuah helaan nafas kasar dari lelaki itu.

"Gue boleh nanya sesuatu?" sebuah kalimat terlontar dari bibir Ziega.

Lora menganggukkan kepalanya beberapa kali, sebelum akhirnya ia tersadar, jika lelaki yang sedang berbicara dengannya, tidak akan bisa melihat respon tubuhnya.

"Boleh," jawab Ilora.

"Arti keluarga buat lo apaan?" Tanya Ziega. Kali ini mereka berdua sama-sama berbaring di atas ranjangnya masing-masing.

Harus Ziega akui, walaupun kehadiran gadis itu seperti pengganggu. Namun, ada kalanya Lora bisa berperan sebagai pendengar yang tidak bisa Ziega dapatkan dari sembarang orang.

"Keluarga? Buat Lora keluarga tuh tempat pulang, tempat ngelepasin semua beban, tempat berbagi dari apapun itu, dan tempat saling nunjukin kasih sayang."

"Kalau sosoknya ada, tapi perannya nggak ada, apa masih bisa di sebut keluarga?" Ziega kembali melontarkan sebuah pertanyaan.

"Lo pernah nggak sih, ada di fase, lo masih punya orang tua. Masih lengkap, tapi lo nggak dapetin peran mereka sebagai orang tua."

"Apa itu masih bisa di sebut sebagai keluarga, Almero?"

Obrolan kali ini terasa lebih sensitif dari biasanya, Bahkan, Ilora sampai harus berfikir beberapa saat, agar ucapan yang keluar dari mulutnya tidak semakin memperkeruh suasana.

"Lora pernah dengar pepatah, darah lebih kental dari pada air."

"Lora nggak tau, hal menyakitkan apa yang sudah Ega alami, atau yang terjadi di keluarga Ega. Tapi saran Lora, nggak ada salahnya Ega selesaiin ini semua yang bersangkutan."

"Perbaiki apa yang emang masih bisa di perbaiki, cari tau penyebabnya, dan bicarain dari hati ke hati sama kedua orang tua Ega, apa yang Ega mau, apa yang Ega butuhin,"

★★★★★





Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 179K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
Aleta By nayaa

Teen Fiction

2.6K 459 32
"Bulan, Aku nggak pernah ditakdirkan buat merasa bahagia ya?"
5.4K 472 50
Radexs Gang, bukan geng motor, ataupun mafia. Mereka hanyalah kumpulan remaja yang memiliki tujuan untuk saling menolong dan melindungi. Tugas mereka...
KENANSHA By ndia04

Teen Fiction

12.6K 1K 13
Alisha sungguh tak percaya kepulangannya setelah liburan malah membuatnya terkejut karena menyaksikan sang pacar yang menikah bahkan dengan teman sek...