Not Finished Yet [Completed]

By aprilianatd

1.6M 148K 6.1K

Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpis... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Pengumuman
Bab 35 [end]
Epilog
Extra Part

Bab 3

52.2K 4.2K 78
By aprilianatd

Hari Sabtu ini Kamil akan mengajak si kembar untuk pergi jalan-jalan. Walaupun Adiknya menawarkan diri untuk membantu menjaga si kembar, bukan berarti Jenia bisa enak-enakan bangun siang. Dari pagi ia harus bangun untuk menyiapkan segala keperluan si kembar. Mengingat Kamil berencana membawa si kembar ke Taman Safari, ia harus menyiapkan bekal snack untuk diperjalanan agar Alula dan Aruna tidak cranky.

Jenia mencepol rambutnya asal, membuat beberapa anak rambutnya jatuh berantakan. Ia mengecek kamar si kembar, ternyata kedua anaknya sedang mandi. Bibirnya tersenyum kala menemukan baju yang ada di kasur Alula dan Aruna. Pasti anak-anaknya itu sudah mempersiapkan segalanya. Kemudian ia berjalan ke dapur dan menemukan Kamil sedang meminum kopi sambil sibuk menatap ponsel.

"Pagi, Mbak," sapa Kamil melihat Kakaknya berjalan ke arahnya dengan wajah masih mengantuk.

Jenia membalas sapaan Adiknya dengan gumaman tidak jelas. Ia mengambil kotak bekal dan mengisinya dengan sereal kesukaan si kembar. Selain sereal, ia juga membawakan apel, melon dan kiwi yang sudah dipotong-potong. Setelah itu, ia membuatkan sandwich dengan isi daging, keju dan sedikit sayuran mengingat kedua anaknya tidak terlalu suka dengan sayuran.

"Buat dua doang, Mbak?"

"Kamu mau juga?" tanya Jenia menatap Kamil.

Kamil berdecak. "Jangan pelit-pelit jadi Kakak. Bikinin buat aku sekalian."

Akhirnya Jenia membuatkan sandwich untuk Kamil dengan sayuran lebih banyak dari punya kedua anaknya.

"Dikira aku kambing dikasih sayuran sebayak itu," gerutu Kamil melihat sandwich miliknya.

Jenia terkekeh pelan. Setelah urusan perbekalan selesai, ia dengan cepat memasak sarapan. Menu kali ini sangat sederhana. Nasi goreng dengan telur dan kornet yang diorak-arik. Ia memasukkan bumbu seperti biasa, dan tak lama nasi goreng bikinannya sudah siap dihidangkan. Karena merasa nasi gorengnya terlalu sepi, ia memilih menggoreng nugget dan sosis sebagai pelengkap.

Tepat setelah Jenia selesai memasak, ia melihat si kembar berjalan memasuki ruang makan dengan penampilan yang rapi. Alula memakai kaos dan celana jeans, sedangkan Aruna memakai kaos dan rok yang panjangnya satu jengkal di bawah lutut. Warna kaos yang dipakai mereka senada, hanya yang membedakan warna bawahan mereka. Kedua rambut mereka sama-sama digerai. Mereka langsung mengambil posisi duduk masing-masing bersiap untuk sarapan.

Jenia meletakkan wadah berisi nasi goreng ke atas meja. Kemudian ia juga meletakkan piring berisi nugget dan sosis. Mengingat ada acar di dalam kulkas, ia juga menyajikannya di atas meja. Yang terakhir adalah satu toples kerupuk udang yang sudah ia goreng beberapa hari sebelumnya. Setelah semua siap, ia duduk bergabung dengan yang lain.

"Mami beneran nggak mau ikut jalan-jalan?" tanya Aruna kesekian kalinya. Dari tadi malam, pertanyaan itu selalu ia tanyakan ke Maminya.

Jenia menggeleng. Ia mulai mengambilkan nasi goreng untuk si kembar secara bergantian sebelum mengambil untuk dirinya sendiri.

"Emang Mami nggak kesepian kita tinggal sendirian di rumah?" tanya Alula sebelum mengambil nugget untuk ia taruh di piringnya.

Jenia menggeleng. Sejujurnya ia malah senang karena hari ini bisa bersantai di rumah tanpa ada yang menganggu. Ia butuh ketenangan agar bisa tetap waras menjalani kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau ia butuh waktu sendiri tanpa anak-anaknya.

"Biar aja Mami jaga rumah. Kita nanti jalan-jalan sampai malam, biar Mami kangen sama kalian," ucap Kamil menimpali. Begitu melihat Kakaknya selesai mengambil nasi goreng, kini gilirannya mengambil nasi goreng untuk dirinya sendiri. Ia menghabiskan semua nasi goreng yang ada di wadah.

"Kalian yang nurut sama Om Kamil. Jangan beli makan sembarangan. Jangan makan pedas atau jajanan yang banyak micinnya. Jangan bawel kalo di mobil biar Om Kamil nggak pusing dengerinnya."

Alula dan Aruna sontak mengangguk kompak mendengar nasihat Mami.

"Mbak tenang aja, aku bakal jaga si kembar," sahut Kamil menepuk-nepuk dadanya dengan wajah meyakinkan.

"Mami nggak kasih kita uang jajan?" tanya Alula mengadahkan tangan pada Maminya.

Jenia menggeleng. "Kalian nggak perlu uang. Mami udah bawain snack buat kalian nyemil di mobil. Kalo nggak dibawain kayak gini, bisa-bisa kalian mampir beli ciki."

Alula dan Aruna saling bertukar pandang dengan menahan suara tawa. Maminya memang sangat mengenal mereka. Saat perjalanan jauh, mereka selalu butuh cemilan untuk dikunyah.

"Nanti kalo makan siang, biar Om Kamil yang beliin. Om Kamil duitnya banyak, nanti kalian minta makan di tempat yang mahal," ucap Jenia setelah makanan di mulutnya selesai dikunyah.

Kamil mendengus keras mendengar kata-kata Kakaknya.

Setelah selesai sarapan, Kamil membawa dua ponakannya untuk masuk ke mobil. Dari dalam rumah ia mendengar Kakaknya berteriak karena kotak bekal yang sudah disiapkan ketinggalan. Ia kembali masuk ke dalam rumah, meninggalkan Alula dan Aruna yang sudah duduk tenang di mobil. Kamil memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal sebelum menyusul keponakannya masuk ke mobil.

Jenia melambai pada si kembar sebelum mobil itu berangkat. "Hati-hati! Selama di Taman Safari nurut sama Om Kamil!"

"Iya, Mami!" jawab si kembar kompak.

Begitu mobil Kamil sudah tidak ada di depan rumah, Jenia langsung menutup pagar dan pintu, berjalan masuk ke dalam rumah. Hari ini ia bisa melakukan apapun yang diinginkan dengan bebas. Waktunya hanya sebentar, mengingat Kamil dan si kembar akan kembali pada malam hari.

***

Sepanjang perjalanan, Alula dan Aruna sibuk berceloteh. Mereka menceritakan soal teman-teman mereka di sekolah. Kamil senantiasa menanggapi semua cerita-cerita dari keponakannya. Sampai akhirnya ia kaget dengan pertanyaan Aruna yang diajukan untuknya.

"Om Kamil kok nggak pernah kelihatan punya pacar?" tanya Aruna. "Jangan-jangan, Om Kamil nggak punya pacar, ya?"

Kamil terbatuk keras, tidak menyangka dengan pertanyaan yang diajukan oleh salah satu keponakannya. "Kok kamu nanya kayak gitu?"

"Nggak papa. Biasanya kalo orang dewasa pasti udah punya pacar. Anak kecil aja banyak yang pacaran, masa Om Kamil nggak punya," jawab Aruna dengan nada meremehkan.

Kamil geleng-geleng kepala mendengar itu. "Sebenarnya Om Kamil mau jagain kalian dulu. Makanya Om Kamil belum kepikiran buat cari pacar."

"Jawabannya nggak kreatif. Masa jawabannya hampir sama kayak Mami," ucap Alula menimpali.

"Mami juga kalian tanyain kayak gitu?" tanya Kamil tak percaya.

Alula dan Aruna mengangguk bebarengan.

"Kalian mau Mami punya pacar?"

"Iya," jawab Alula cepat.

"Kenapa?" tanya Kamil lagi.

"Biar kayak Mikala yang sering dijemput sama pacar Mamanya." Kali ini giliran Aruna yang menjawab.

"Mikala itu siapa? Teman kalian?"

"Iya, Om," jawab Aruna.

"Mikala itu sama kayak kita," ucap Alula menatap Omnya. Melihat Omnya yang kebingungan, ia melanjutkan ucapannya. "Mikala nggak punya Papa, sama kayak kita yang nggak punya Papi. Walaupum nggak punya Papa, tapi Mikala sering dijemput sama pacar Mamanya."

"Ooooo...." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Kamil karena saking bingungnya harus menanggapi apa.

"Om cariin Mami pacar dong. Kasihan tau Mami sendiri mulu," ucap Alula tiba-tiba yang diangguki semangat oleh kembarannya. "Nanti kalo Mami punya pacar, aku sama Aruna bisa punya Papi baru."

"Benar, biar kita bisa pamer ke teman-teman kalo kita punya Papi baru," ucap Aruna menimpali.

"Hmmm ... nanti Om bilang ke Mami dulu ya. Om kan nggak tau Mami kalian suka cowok yang kayak gimana," ucap Kamil sekenannya.

Alula dan Aruna memekik girang mendengar respon dari Omnya yang tampak setuju dengan mereka.

***

Hari Minggu pagi si kembar sudah duduk di sofa depan TV menonton kartun. Jenia dan Kamil sedang di meja makan menikmati kopi dan sepiring donat.

"Mbak, lihat deh." Kamil menunjukkan layar ponselnya pada Kakaknya.

Jenia menatap layar ponsel Kamil. Di sana terpampang sebuah foto pasangan yang sedang melangsungkan pernikahan. Setelah mengamati foto itu beberapa saat, ia mengembalikan ponsel itu pada Kamil. "Dia siapa?" tanyanya dengan raut wajah bingung.

"Temanku," jawab Kamil sambil menyesap kopinya.

Jenia membulatkan bibirnya. "Kamu mau nikah juga kayak mereka?" tanyanya. Belum sempat Kamil menjawab, ia buru-buru melanjutkan. "Aku nggak pernah ngelarang kamu buat nikah. Aku malah bakal dukung kamu buat nikah. Umurmu udah tiga puluh, udah waktunya untuk nikah."

Kamil berdecak keras. "Bukan itu maksudku."

"Terus?"

"Temanku dapat pasangan lewat dating apps."

"Terus?" Jenia masih bingung kemana arah pembicaraan Adiknya.

"Aku cuma mau cerita aja. Siapa tau Mbak Jenia terinspirasi buat cari pasangan lewat dating apss juga."

Jenia melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap tajam Kamil. "Ngapain kamu nyuruh aku cari pasangan?"

Kamil menampilkan cengiran tanpa dosanya. "Si kembar minta Papi baru."

Jenia tertawa dengan memandang Kamil dengan tatapan tidak percaya. "Kembar yang minta?" tanyanya disela-sela tawanya.

Kamil mengangguk. Kemudian ia menceritakan percakapan kemarin dengan si kembar saat perjalanan menuju ke Taman Safari.

Jenia yang mendengar itu hanya membulatkan bibirnya. "Mereka juga cerita ke aku soal si Mikala yang dijemput sama pacar Mamanya."

"Mereka nggak nyuruh Mbak buat cari pasangan?"

Jenia menggeleng. "Mereka cuma nanya, kenapa aku nggak punya pacar. Terus aku jawab kalo mau fokus ngurus mereka."

"Kayaknya Mbak Jenia harus mulai kenalan sama cowok baru deh."

"Buat apa?"

"Mbak udah lama cerai. Pasti butuh pendamping hidup. Butuh sosok laki-laki untuk jadi Papinya si kembar."

"Kamu kira gampang cari laki-laki yang mau nerima perempuan status janda, ditambah dengan dua anak?"

Kamil sontak terdiam. "Mbak Jenia cantik, nggak mungkin nggak ada laki-laki yang mau."

Jenia menghela napas keras. "Kalopun aku cari pasangan, aku butuh yang bisa nerima si kembar juga. Aku nggak mau punya pasangan yang cuma mau nerima aku."

"Masih ada laki-laki yang nggak memandang status janda itu negatif," sela Kamil.

"Ada, tapi nggak banyak," sahut Jenia sambil menggigit donatnya.

"Tap--"

"Kamu nyuruh aku cari pasangan lewat dating apps?" potong Jenia cepat. "Kamu berharap aku dapat laki-laki model gimana kalo nyarinya lewat dating apps?" tanyanya lagi.

Kamil menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. "Yaudah, nanti aku bantu cari laki-laki yang baik dan bisa terima si kembar. Aku punya banyak kenalan. Siapa tau salah satu dari mereka bisa cocok sama Mbak Jenia."

"Jangan terlalu pusingin soal pasanganku, kamu pikir aja soal pasanganmu sendiri. Kamu itu jangan terlalu lama sendiri, karena di masa mendatang, kamu butuh sosok perempuan juga."

"Gimana sama Mbak Jenia? Apa nggak butuh sosok laki-laki?" balas Kamil telak.

"Aku?" Jenia diam sejenak, menatap Kamil lekat. "Aku udah punya si kembar. Hidupku nggak akan sepi karena ada mereka."

Belum sempat Jenia menutup mulut, ia mendengar Alula dan Aruna sudah saling berteriak dari arah ruang tengah. Rumahnya yang tidak terlalu besar membuat suara teriakan anak-anaknya terdengar ke seluruh penjuru rumah.

"MAMI, AKU DIPUKUL AL!" Aruna berlari ke ruang makan, menghampiri Maminya sambil memegangi kepalanya.

Tak lama Alula menyusul dengan wajah kesalnya. "Aruna juga tendang aku dari sofa sampai aku jatuh ke lantai," ucapnya mengadu.

"Tapi kamu pukul kepalaku pakai remote TV!" seru Aruna tidak terima.

"Kamu juga tendang aku sampai bokongku sakit."

"Kamu yang salah!"

"Kamu duluan!"

Jenia menutup matanya, menghitung satu sampai tiga di dalam hati guna menenangkan dirinya. Hal seperti ini sudah biasa ia hadapi. Kalaupun si kembar tidak bisa terkontrol, cara paling ampuh adalah berteriak. Jangan ceramahi Jenia soal parenting yang baik. Kadang hal itu tidak bisa diterapkan untuk anak-anaknya. Ada kalanya memakai parenting zaman dulu lebih manjur bagi Jenia, selama ia tidak pernah main tangan pada anak-anaknya.

"Hidup Mbak Jenia memang nggak pernah sepi," gumam Kamil sambil menyesap kopinya sampai habis.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Masih bab awal ya, bangun karakter dulu. Maaf kalo agak membosankan😌

Continue Reading

You'll Also Like

425K 39K 96
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
252K 17.6K 38
Sebelum meresmikan hubungan pacaran, sepasang anak manusia sudah mengetahui perasaan satu sama lain. Saling mencintai, saling menyayangi, saling meng...
295K 46K 27
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
456K 31.5K 42
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...