Not Finished Yet [Completed]

By aprilianatd

1.6M 147K 6.1K

Hidup Gama seperti sebuah quote "Cintaku habis di kamu, sisanya aku hanya melanjutkan hidup." Setelah perpis... More

Prolog
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Pengumuman
Bab 35 [end]
Epilog
Extra Part

Bab 1

60.9K 4.6K 54
By aprilianatd

Setiap pagi Jenia pening mendengarkan teriakan anak-anaknya. Di awali dengan bangun tidur dan disambung bertengkar karena merebutkan remote TV. Bukannya mandi dan bersiap untuk sekolah, anak-anaknya malah rebahan santai di sofa sambil menonton kartun. Jam sudah menunjukkan pukul enam, tapi belum ada satupun dari anaknya yang beranjak ke kamar mandi.

"Cepat masuk kamar mandi!" teriak Jenia membuat dua anaknya segera berlari masuk ke kamar mandi.

Alula Natasha dan Aruna Natayya. Dua bayi perempuan yang sembilan tahun lalu lahir dari rahim Jenia. Dua malaikat kecil yang menjadi warna baru di hidup Jenia. Dibantu orang tua dan Adiknya, ia merawat dan membesarkan si kembar dengan baik. Orang tuanya menyambut kelahiran si kembar dengan suka cita.

Kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar. Di usia Alula dan Aruna satu tahun, Jenia harus kehilangan sosok Ayahnya. Sebelum meninggal, Ayahnya sempat berpesan padanya untuk merawat si kembar dengan baik. Bahkan, Ayahnya juga berpesan untuk selalu hidup bahagia, meskipun sedang menghadapi banyak masalah.

Jenia dan Kamil, Adiknya, berusaha membantu menopang ekonomi keluarga setelah kepergian Ayah mereka. Jenia memang tidak datang dari keluarga yang kesusahan, tapi ia juga bukan lahir dari keluarga yang kaya raya. Diperlukan sebuah kerja keras agar dirinya bisa menghasilkan banyak uang. Dua bersaudara itu bekerja siang dan malam untuk bisa bertahan hidup dan menabung. Mereka tidak mungkin hanya mengandalkan uang warisan dari Ayahnya. Bersyukur Ibunya masih sehat dan bersedia menjaga si kembar selagi Jenia dan Kamil sibuk bekerja.

Kesedihan Jenia tidak berhenti setelah kepergian Ayahnya. Delapan bulan kemudian, ternyata Ibunya harus menyusul Ayahnya karena sebuah kecelakaan. Tangis Jenia pecah karena menyadari ia dan Adiknya harus ditinggal orang tua dalam waktu yang berdekatan. Ditambah usia kembar belum genap dua tahun.

Demi mengobati kesedihan Jenia, ia memutuskan untuk kembali lagi ke kota Surabaya. Jenia, Kamil dan si kembar memulai kehidupan di kota pahlawan. Dengan bermodal nekat, ia dan Kamil membuka usaha sandal dan sepatu. Meski awalnya terasa berat, tapi sedikit demi sedikit usahanya mulai terlihat hasilnya. Kini Jenia dan Kamil berhasil membuka satu toko besar yang menjual berbagai macam alas kaki. Mulai dari sandal, sepatu dan sepatu sandal. Tersedia untuk laki-laki ataupun perempuan dan tersedia banyak model. Semua produk yang dihasilkan berasal dari pabriknya sendiri. Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar untuk membangun usaha. Kini Jenia dan Kamil tetap perlu berinovasi agar semua pelanggan tidak bosan dan tetap membeli di toko mereka.

Selain berjualan secara offline, toko mereka juga berjualan secara online. Tidak beda dengan penjual lainnya, sejak awal Jenia dan Kamil sering live soal produk mereka. Kini tugas untuk live dialihkan ke para pegawai. Jenia dan Kamil punya tugas lain yang harus dikerjakan.

Kembali lagi ke situasi saat ini, Jenia kaget bukan main saat membuka pintu kamar mandi. Busa shampo dan sabun berceceran di lantai dan dinding. Saat melihat ke arah si kembar, ternyata kondisi mereka tidak beda jauh. Masih ada shampo dan sabun yang belum dibilas.

Jenia menarik napas panjang, menahan diri agar tidak berteriak meluapkan amarahnya. Akhirnya ia mengambil alih ganggang shower yang dipegang Aruna. Tanpa berkata-kata, ia memandikan si kembar secara bersamaan. Mengingat si kembar belum sarapan, ia memandikan mereka secepat mungkin. Selesai memandikan si kembar, ia mengawasi mereka yang sedang memakai seragam sendiri. Baru setelah itu ia membantu mereka mengeringkan rambut.

"Makanya kalo pagi nggak usah keramas. Jadi lama kan ngeringin rambutnya," omel Jenia sembari menyisir rambut Alula.

"Alula duluan yang basahi kepalaku," adu Aruna yang menunggu giliran dikeringkan rambutnya.

"Kamu juga semprot aku!"

Begitu selesai menguncir rambut Alula, Jenia beralih mengeringkan rambut Aruna. "Kalo mau keramas harus bangun lebih pagi. Udah berapa kali Mami ngoceh soal ini sama kalian. Belum lagi lantai sama dinding kamar mandi jadi licin semua gara-gara kalian main sabun. Kalo sampai kalian kepleset, kalian juga yang nangis."

"Mami tiap pagi ngomel mulu," gumam Alula.

Jenia menarik napas panjang. "Mami ngomel juga gara-gara kalian berdua!" serunya tertahan.

Memiliki dua anak kembar perempuan membuat kesabaran Jenia diuji. Jangan pernah berpikir Alula ataupun Aruna dua anak perempuan yang manis dan patuh. Keduanya sangat jahil dan suka sekali menyulut emosinya.

Alula Natasha adalah anak dengan rambut bewarna cokelat gelap. Dia adalah tipe anak yang selalu mencari gara-gara. Sifat usilnya selalu memancing pertengkaran dengan Aruna. Alula memiliki pribadi yang lebih cuek.

Berbeda dengan Aruna Natayya yang tipe anak perasa. Ia lebih sering menangis saat suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Meski sering menjadi sasaran keusilan kembarannya, tak lantas membuat Aruna diam saja. Setiap Alula mengusilinya, ia akan membalas.

Dari segi fisik, baik Alula dan Aruna lebih dominan mirip dengan mantan suami Jenia. Hanya saja, rambut Aruna yang hitam legam sama seperti dirinya. Selebihnya, ia tidak kebagian apapun. Melihat si kembar, seakan melihat duplikat mantan suaminya dalam versi anak kecil perempuan. Benar-benar plek-ketiplek kalau kata Kamil.

"Mami, hari ini aku mau dijemput sama Om Kamil," ucap Alula sebelum memakan rotinya.

"Om Kamil sibuk, nggak bisa jemput kalian."

"Sibuk ngapain, Mi?" tanya Aruna menimpali.

"Om Kamil lagi liburan. Pusing karena tiap hari lihat kalian," jawab Jenia asal. Padahal Adik laki-lakinya itu sedang sibuk mempersiapkan model sepatu baru yang akan launching bulan depan.

Beruntung Jenia punya Kamil di dalam hidupnya. Adik yang usianya lima tahun lebih muda darinya, membantu banyak hal dalam urusan merawat si kembar. Mereka bergandengan tangan melewati setiap badai yang datang menghantam. Kepergian orang tua mereka semakin menguatkan ikatan persaudaraan antara Jenia dan Kamil.

Selama ini si kembar dapat merasakan figur seorang Ayah dari sosok Kamil. Setiap ada kegiatan sekolah yang mengharuskan ayahnya untuk datang, Kamil yang menggantikan peran itu untuk si kembar. Ia tidak bisa membayangkan kalau saat itu tidak punya Adik sebagai pegangan. Mungkin hidupnya tidak akan seperti ini.

Dengan memakai kaos dan celana pendek, Jenia siap mengantar dua anaknya berangkat ke sekolah. Waktu sudah semakin sempit, tapi ia masih melihat anaknya berebut untuk duduk di kursi depan.

"Kalo gitu kalian berdua aja yang duduk di depan. Biar Mami duduk di tengah," ucap Jenia yang mulai kesal dengan pertengkaran si kembar.

"Aku duluan lho, Mi," ucap Alula merentangkan kedua tangannya, mencoba menghadang kembarannya.

"Tapi kemarin kamu udah di depan, sekarang giliran aku."

"Nggak ada giliran. Siapa cepat dia dapat!"

"Jangan egois dong. Aku kan juga mau duduk di depan lihat jalanan," sahut Aruna tidak mau kalah.

Jenia memijat pangkal hidungnya pelan. "Alula duduk di belakang, gantian Aruna yang duduk di depan," ucapnya tegas.

Alula langsung mencebik dengan tangan terlipat. Berbeda dengan Aruna yang sudah memekik kegirangan dan langsung masuk ke kursi depan.

"Mami jahat!"

Jenia tersenyum kecil melihat Alula yang sedang ngambek di kursi tengah. "Kemarin kamu sudah duduk di depan, sekarang giliran Aruna."

"Tapi, aku kan sukanya duduk di depan," sahut Alula kesal.

"Semua suka duduk di depan. Kalo kalian duduk berdua di depan dan ketahuan sama polisi, Mami bakal kasih kalian ke Pak polisinya. Biar aja kalian ditangkap sama Pak polisi."

"Besok aku duduk di tengah kok. Kan emang harus gantian kata Mami," ucap Aruna menenangkan kembarannya.

Alula membuang mukanya ke samping. "Hari ini aku mau makan ikan goreng," katanya merajuk.

Jenia mencoba untuk tidak tertawa. Ciri khas Alula saat merajuk adalah ingin dibuatkan makanan yang disuka. Padahal, tanpa anaknya harus merajuk, ia pasti akan memasakkan makanan yang mereka inginkan. "Oke, nanti Mami masakin ikan goreng buat kamu," sahutnya. Kemudian ia beralih menatap Aruna. "Kamu mau makan apa?"

"Sama aja kayak Alula."

Hari ini Jenia bangga bisa mengantar si kembar ke sekolah tepat waktu. Karena biasanya ia seringkali telat mengantar mereka. Bahkan ia pernah ditegur oleh gurunya perihal telat mengantar. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Setelah menyalimi tangannya, ia melambai ke arah si kembar yang buru-buru berlari masuk ke sekolah.

Tugas pertama hari ini selesai. Jenia sekarang harus pulang dan merapikan rumah. Baru setelah itu ia berangkat ke toko, menyusul Kamil yang sudah lebih dulu sudah ada di sana.

Jenia dan Kamil memang tidak tinggal satu rumah. Kalau Jenia memilih tinggal di rumah minimalis bersama kedua anaknya, Kamil lebih suka tinggal di apartemen. Meski begitu, jarak tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh. Jenia juga tidak memaksa Kamil untuk tinggal bersama dengannya.

Rumah yang dulu diberikan mantan suaminya, Jenia tidak tempati. Secara hukum rumah itu sudah menjadi miliknya. Bahkan semua surat atas nama dirinya. Namun, ia tidak berniat untuk menempatinya. Lebih baik ia sewakan dan uang sewanya bisa masuk ke tabungan si kembar.

Selesai beberes rumah, Jenia segera meluncur ke toko. Begitu sampai, ternyata Kamil tidak ada di sana. Menurut pegawainya, Kamil sedang berkunjung ke pabrik, mengecek sepatu yang akan segera di-launching.

"Nanti kalo Kamil datang, bilangin aku nyariin dia ya," ucap Jenia berpesan pada Rosita, salah satu pegawainya.

"Iya, Bu."

Di kala Jenia sibuk mengecek laporan penjualan serta keuangan, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka lebar. Ada sosok Kamil dengan rambut gondrong dan kemeja yang digulung sampai siku, berjalan ke arahnya membawa dua nasi bungkus.

"Tau aja kalo aku belum sarapan."

"Pasti perang dulu sama si kembar sebelum berangkat sekolah."

Jenia mengangguk. Ia membuka bungkusan yang dibawa oleh Kamil. "Harus banget sarapan nasi padang?"

Kamil mengedikkan bahu. "Udah jam sepuluh, Mbak. Nggak termasuk waktu sarapan."

Jenia sampai lupa waktu karena terlalu sibuk mengecek laporan. Ia mengelap tangannya dengan tisu basah yang ada di laci meja, karena terlalu malas untuk mencuci tangan. Baru setelah itu ia melahap nasi padang dengan semangat.

"Kayaknya sepatu model baru yang kita buat bisa selesai produksi sebelum tanggal kembar. Jadi kita bisa live buat nunjukin sepatu model baru."

"Untuk sepatu sandal yang tinggi, warna beige udah di-restock apa belum?" tanya Jenia setelah mulutnya kosong. "Banyak banget yang pada nanyain warna beige."

"Mungkin dua hari lagi udah ready."

Jenia mengangguk puas. Ia kembali menyuapkan nasi padang dengan lauk otak ke dalam mulutnya.

"Udah sembilan tahun lho, Mbak," ucap Kamil tiba-tiba.

Jenia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Nggak kerasa kita bertahan selama itu," gumamnya penuh kekaguman. 

Kamil berdecak. "Bukan itu yang aku maksud."

Jenia mengerutkan kening. "Terus?"

"Maksudku, udah sembilan tahun setelah Mbak Jenia ngelahirin si kembar. Emang Mbak Jenia nggak ada niatan buat kenalin si kembar ke Mas Gama?"

"Nggak."

"Mas Gama tetap Papinya si kembar lho, Mbak. Apalagi kita tinggal di Surabaya."

"Aku tau," sahut Jenia sekenannya.

"Sebenci apapun Mbak sama Mas Gama, kembar berhak tau soal Papi mereka."

Jenia menggumam tidak jelas. "Nggak sekarang, karena aku belum siap," ucapnya. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya keras. "Lagian aku yakin kalo dia udah hidup enak di negeri orang, bukan di Surabaya," lanjutnya mengingat terakhir kali melihat mantan suaminya ada di bandara.

Kamil tidak melanjutkan lagi percakapan soal ini. Sudah beberapa kali ia meminta Kakaknya untuk mengenalkan kembar pada mantan Kakak iparnya, tapi Jenia tidak pernah mengindahkan. Semarah atau sebenci apapun dia dengan mantan Kakak iparnya, tapi hal itu tak lantas membuatnya setuju dengan tindakan Kakaknya. Bagaimanapun juga kedua keponakannya punya hak untuk mengetahui keberadaan Papi mereka.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Masih pada melek???

Maaf kalo update-nya tengah malam. Semoga kalian suka sama bab ini. Bab-bab awal masih bangun karakter dulu, mungkin agak boring. Dinikmatin aja dulu.

Kalo ada typo nama, bisa langsung dikoresi ya. Soalnya kalo cerita baru suka rawan typo nama.

Dan ... semoga besok bisa update Jagad-Raya. Ditunggu aja ya😉

Continue Reading

You'll Also Like

600K 50.9K 34
Menjadi janda di umur 20 tahun, membuat Riyuna harus pandai-pandai menata hidup dan hatinya. Ia akui ini bukanlah perkara yang mudah. Bukan ditinggal...
952K 74.6K 64
》Love Makes Series 4《 • • • Hari itu merupakan hari tersial bagi sosok Auristela Darakutni. Ia mengalami kecelakaan hingga mengalami patah tulang di...
251K 17.6K 38
Sebelum meresmikan hubungan pacaran, sepasang anak manusia sudah mengetahui perasaan satu sama lain. Saling mencintai, saling menyayangi, saling meng...
504K 850 4
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥