Monofonir (Rizky Ridho Ramadh...

By anantarania

25.9K 2.1K 302

Monofonir adalah transmisi yang pada titik tertentu akan menghasilkan bunyi tunggal. Shabrina Faradilla Atmod... More

Chapter 1 - Shabrina
Chapter 2 - Ridho
Chapter 3 - Bimbang
Chapter 4 - Dua Wanita
Chapter 5 - Bella
Chapter 7 - Masa Lalu
Chapter 8 - Kecewa
Chapter 9 - Asing
Chapter 10 - Laga Perdana
Chapter 11 - Sadar Diri
Chapter 12 - Turki
Chapter 13 - Persiapan AFF 2020
Chapter 14 - Cerita Shabrina
Chapter 15 - AFF 2020 Part 1 (Laos)
Chapter 16 - Usaha Bella
Chapter 17 - AFF 2020 Part 2 (Musuh Bebuyutan)
Chapter 18 - Terjebak Dalam Permainan Bella
Chapter 19 - Keluarga
Chapter 20 - Amarah Zela
Chapter 21 - Bara
Chapter 22 - Negeri Ginseng
Chapter 23 - Gosip
Chapter 24 - Grup A Sea Games 2021
Chapter 25 - Sea Games 2021
Chapter 26 - Mendungnya Langit Jakarta
Chapter 27 - Situasi Tak Diinginkan
Chapter 28 : Laga Kontra Kuwait
Chapter 29 : Melibas Nepal
Chapter 30 : Pulang
Chapter 31 : Gelora Bung Tomo
Chapter 32 : Memecahkan Teka-Teki
Chapter 33 : Amarah Shabrina
Chapter 34 : Kanjuruhan
Chapter 35 : AFF 2022
Chapter 36 : Kekhawatiran
Chapter 37 : Mengumpulkan Keberanian
Chapter 38 : Gencatan Senjata
Chapter 39 : Mencetak Gol di Liga 1
Chapter 40 : Jakarta
Chapter 41 : Penonton Laga Versus Burundi
Chapter 42 : Pindah
Chapter 43 : Grup A SEA Games 2023
Chapter 44 : Kamboja
Chapter 45 : Vietnam
Chapter 46 : Final
Chapter 47 : Kepulangan Ke Indonesia
Chapter 48 : Perkenalan
Chapter 49 : Laga Penting Melawan Juara Dunia
Chapter 50 : Usaha Shabrina
Chapter 51 : Kejutan Untuk Shabrina
Chapter 52 : Shabrina
Chapter 53 : FIFA Match Day
Chapter 54 : Kualifikasi Piala Asia U23 Grup K
Chapter 55 : Laga Kandang Melawan Brunei
Chapter 56 : Leg Kedua Melawan Brunei
Chapter 57 : Tragedi Kartu Kuning Kedua

Chapter 6 - Keputusan

442 32 0
By anantarania

Shabrina membuka instagram untuk mencari-cari informasi tentang Ridho. Akhirnya dia temukan akun instagram Ridho yang kebetulan sedang melakukan live di instagram bersama banyak rekan-rekannya di timnas

"Ges, Ridho udah lama jomblo ges, ada yang mau daftar gak? Ini langsung isi daftarnya. Nanti linknya aku taruh di komen ya ges. Isi aja pakai google form" kata salah satunya
"Lambemu, Han. Nguawuurrrr" jawab Ridho dengan logat yang sangat Suroboyoan sekali

Shabrina membaca komentarnya satu per satu, ada seseorang yang menulis nama mantan pacar Ridho, segera ia cari nama akunnya di instagram. Tidak dia temukan berita apapun di akun instagram mantan pacarnya. Shabrina beralih menuju ke tab explore. Sampai akhirnya ada potongan video mantan pacarnya ketika live di instagram yang menyebutkan bahwa dia dan Ridho sudah putus. Ternyata mantan pacar Ridho adalah seorang selebgram sekaligus model yang cukup terkenal di Surabaya, sayangnya Shabrina tidak mengenalinya sama sekali

Hatinya menghangat mengetahui Ridho sedang sendiri saat ini. Sepertinya Shabrina harus mengumpulkan keberanian untuk menunjukkan rasa ketertarikannya kepada Ridho nanti ketika sudah berada di timnas. Kali ini, Shabrina harus memperjuangkan cinta dan impiannya. Dia mulai belajar lebih giat dengan harapan bisa diterima bekerja disana

** ** ** ** **

Dengan gemetar Shabrina membuka pengumuman penerimaan dokter PSSI yang dikirim via email. Dia lulus menjadi satu-satunya kandidat dokter di PSSI periode ini. Shabrina langsung bersujud syukur. Selangkah lagi dia akan berhasil menemui Ridho. Bahkan dia tidak membayangkan akan lulus sejak awal mendaftar melihat persaingan yang begitu ketat. Dari awal ada 23 kandidat pendaftar, setelah tes akademik tersaring menjadi 14, kemudian setelah psikotes tersaring menjadi 6 orang, dan kemudian dalam tahap wawancara tersisa Shabrina yang diterima. Sekarang dia akan mengumpulkan keberanian untuk mengatakan hal ini pada Papanya.

Shabrina mendengar suara mobil Papa masuk ke garasi. Dia keluar dari kamar dan menunggu di ruang keluarga

"Pa" panggilnya begitu melihat Papa masuk
"Kenapa?"
"Aku pengen ngobrol sama Papa boleh? Sebentar aja kok"
"Tumben" jawab Papa pada Shabrina

Ya memang Shabrina tidak pernah ngobrol dengan Papa kecuali Papa yang minta. Itupun hanya seperlunya saja

"30 menit lagi di ruang baca" jawab Papa
"Iya, Pa"

Shabrina kembali ke kamar. Mengumpulkan keberaniannya yang sebenarnya sudah mulai menciut semenjak mendengar jawaban dingin dari Papa. Tapi tidak ada salahnya mencoba. Kalau belum dicoba kan belum tahu apa selanjutnya yang terjadi. Daripada menerka-nerka, mending dicoba saja. Shabrina memutuskan untuk menunggu Papa di ruang baca. Tidak begitu lama pintu dibuka. Ada Papa diikuti Mama di belakangnya. Mama duduk di samping Shabrina dan Papa seperti biasa duduk di kursi kerjanya

"Mau ngomong apa?" tanya Papa langsung pada intinya
"Kemarin aku dapet tawaran dari kepala puskesmas, Pa. Beliau punya kolega di PSSI yang lagi butuh dokter umum disana"
"Sepakbola?" tanya Papa
"Iya, Pa. Aku tertarik sama tawarannya. Aku pengen ngambil tawarannya"
"Kan udah Papa siapin klinik. Kenapa harus jauh-jauh?"
"Nyari pengalaman, Pa. Aku udah ikut tahapan tesnya dan udah lolos semua seleksi. Aku diberi waktu 2 hari untuk bales email persetujuannya. Untuk masalah gaji aku sudah setuju, mengenai hak dan kewajiban aku juga gak keberatan. Tinggal restu dari Mama dan Papa aja"

Papa tertawa kecil. Papa menyandarkan punggung ke kursinya. Jari jarinya mulai mengetuk2 meja

"Coba kamu kasih alasan logis kenapa tertarik, kalo cuma pengalaman dan gaji jawabnya, Papa akan bilang enggak. Papa membangun klinik itu, membesarkan klinik itu untuk kamu. Biar masa depanmu lebih terjamin, kenapa harus nyari pengalaman jauh2 kalo di klinik Papa aja bisab. . Tenang, meskipun kamu kerja di klinik Papa, kamu tetep dapet gaji bulanan. Hitung-hitung buat uang jajan kamu diluar jatah bulanan dari Papa"

Mama yang duduk di sebelah Shabrina juga memilih untuk diam saja

"Pa. Aku mohon maaf sebelumnya kalo perkataanku nanti menyakiti Papa. Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya ya, Pa. Alasan aku tertarik sama tawaran itu bukan karena uang. Bukan juga cuma karena pengalaman, Pa" suara Shabrina bergetar, sepertinya sebentar lagi tangisnya pecah

Kalimat-kalimat yang akan Shabrina ucapkan adalah kalimat yang ia pendam selama 21 tahun ini

"Aku merasa selama aku hidup sampai umur 21 tahun ini aku selalu nurutin apa yang Papa mau. Gaktau kenapa, aku pengen menentukan pilihanku sendiri untuk kali ini" kata Shabrina dan Papa masih diam saja di kursinya "Dari awal aku lahir ke dunia, oh enggak, dari awal Papa tahu Mama hamil aku, pasti Papa udah menyiapkan aku akan jadi apa, akan seperti apa jalan hidupku nanti. Tapi Papa pernah gak sedikit aja berpikir untuk nanya sama aku, tanya aku maunya gimana, apa aku nyaman ngejalanin ini semua. Jujur ya Pa, aku amat sangat tertekan, aku sering ngerasa lelah tapi aku sendirian, aku gak bisa cerita ke Papa atau ke Mama dan akhirnya aku cuma bisa nangis-nangis sendiri, nguatin diriku sendiri. Aku gak pernah bisa cerita karena aku takut Papa dan Mama kecewa karena aku gak memenuhi ekspektasi Papa dan Mama, makanya aku lebih banyak diem. Tapi mungkin menurut Papa aku diem karena aku baik-baik aja kan? Padahal aku capek dan muak, Pa"

Papa menghentikan gerakannya kemudian menatap Shabrina dalam. Tatapan yang tidak bisa didefinisikan

"Pa. Aku pengen punya kendali sama diriku sendiri. Aku pengen menentukan pilihanku dan memahami konsekuensinya. Aku pengen belajar mengambil keputusan. Sebelum Papa ngasih klinik itu selanjutnya ke aku, aku mau belajar di tempat lain, bukan di zona nyaman dimana segala sesuatu sudah disiapkan. Papa mengatur klinik itu sampai jadi sebesar sekarang dengan perjuangan yang luar biasa dan aku gakmau klinik itu berantakan ketika aku pegang karena aku gak bisa apa-apa tanpa Papa atau Mama. Aku pengen berdiri sendiri tanpa embel-embel Papa dan Mama. Kalo aku tetep di Surabaya pasti orang-orang akan tetep mengenal aku bukan sebagai Shabrina tapi sebagai anak tunggal dokter Herman dan dokter Hida. Berlian aja harus ditempa sedemikian rupa biar dia jadi perhiasan yang berkilau kan, Pa. Aku pengen kuat dan tangguh dulu sebelum Papa menyerahkan segala sesuatu ke aku. Supaya aku bisa mengambil keputusan dan memahami konsekuensi atas keputusanku. Akan beda rasanya mencari pengalaman di zona nyaman dan diluar sana. Aku mohon kali ini aja, Pa. Kalaupun ternyata pilihanku salah, aku siap mau jadi apa aja menurut kemauan Papa. Tapi tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan kemampuanku sendiri" air mata Shabrina menetes, Shabrina segera menyekanya dengan ujung jarinya

Hening. Papa seperti berpikir keras. Mama yang duduk di sebelah Shabrina juga masih memilih untuk diam, tidak berusaha untuk memberikan masukan. Kalau Mama sih pasti ikut apapun keputusan Papa

"Kamu pengen berdiri tanpa embel-embel Papa dan Mama disana?" tanya Papa
"Iya, Pa. Kalo Papa ngebolehin"
"Boleh" jawab Papa
"Beneran Pa?" tanya Shabrina dengan penuh semangat
"Ada syaratnya" jawab Papa dan semangat Shabrina menurun "Kalo memang kamu mau gak ketergantungan sama Papa dan Mama. Silahkan berangkat, tapi tingalkan semua fasilitas yang Papa berikan ke kamu"
"Pa, itu berlebihan" Mama membela
"Loh, kan dia mau sendiri, Ma. Gakmau tergantung ke orangtua. Ya silahkan. Pilihannya kamu tetep disini dengan semua fasilitas yang ada atau kamu pergi tanpa fasilitas apapun" tambah Papa "Mobil, kartu kredit, ATM, macbook, dan ipad semua harus dikembalikan. Kamu boleh bawa handphone, bawa baju, sepatu dan barang-barangmu seperlunya dan taruh ke satu koper yang warna hitam itu. Selebihnya tinggalkan. Papa kasih kamu waktu satu kali masa kontrak. Buktikan kamu mampu disana. Kalo kamu gak bisa, kamu balik ke Surabaya lagi dan ikut semua skenario yang sudah Papa siapkan"
"Pa. Jangan terlalu keras sama Shabrina. Dia anak perempuan kita satu-satunya" Mama seperti tidak tega tapi Papa bergeming. Tidak peduli dengan pendapat Mama sama sekali

Memang watak Papa Shabrina itu keras. Opa mendidik Papa dengan sangat keras, bahkan dulu Opa sering memberikan pukulan apabila Papa tidak sesuai dengan harapannya padahal papa anak bungsu dari 3 bersaudara, tapi Opa tidak memanjakannya sama sekali. Dan sisa-sisa watak keras Opa masih tersisa di Papa sekarang, meskipun sudah sedikit berkurang dibandingkan Opa dulu

"Oke aku mau" jawab Shabrina
"Nik!!" Mama membentak Shabrina keras
"Mama percaya aja, aku lebih kuat dan lebih mampu daripada perkiraan Mama"

Papa menyuruh Shabrina keluar dari ruang baca. Lega rasanya setelah mengeluarkan segala yang dia rasakan. Tak apa dia harus meninggalkan semua fasilitas ini, dia tidak peduli dengan semua ini

Setelah melewati perdebatan panjang dengan Papa, Shabrina menyadari bahwa mimpinya adalah berhasil berdiri di kakinya sendiri tanpa embel-embel orang tuanya. Dan langkah Shabrina menggapai mimpinya segera dimulai

Hari berikutnya Shabrina siap berangkat menuju ke Jakarta. Dia hanya membawa beberapa lembar baju dan sepatu. Shabrina membawa satu koper besar dan satu tas slempang. Shabeina bersiap menuju ke stasiun Surabaya Pasar Turi untuk berangkat ke Jakarta. Shabrina keluar kamar sambil menarik koper. Rumah sepi, sangat sepi. Papa sepertinya di rumah sakit. Tidak berniat untuk mengantarnya. Mama sudah memberi pesan tidak bisa mengantar karena ada operasi

"Dho, aku datang ke Jakarta menggapai salah satu daftar mimpiku. Dan ternyata salah satu cara menggapai mimipku itu berhubungan dengan kamu. Aku melepaskan kenyamananku disini untuk mengejar mimpiku yang ku harap ada kamu juga didalamnya" kata Shabrin dalam hati

** ** ** ** **

Shabrina sudah mendapatkan kost di daerah Bendungan Hilir. Di sebrang GBK di daerah samping jalan tol dalam kota dan dekat dengan stasiun MRT Bendungan Hilir. Cukup dekat dengan stasiun KRL Karet atau Sudirman. Tidak jauh juga dari halte busway Senayan JCC. Sangat strategis. Hari ini hari pertama Shabrina bekerja. Shabrina akan dipertemukan dengan official yang akan mendampingi pemain bertanding melawan Australia dalam Kualifikasi Piala AFC U23. Tugas pertamanya dari bapak M. Iriawan selaku ketua PSSI. Shabrina sudah sampai di kantor PSSI yang berada di kawasan GBK

"Selamat pagi pak" kata Shabrina pada salah satu staff disana
"Oh ya. Selamat pagi"

Shabrina masuk ke dalam ruangan bersama dengan pak Nur. Sudah ada beberapa orang disana. Sebelum berangkat ke Jakarta, Shabrina banyak mencari tahu tentang timnas. Dia menghafal nama official satu per satu. Sudah ada coach Shin Tae Yong, Seo Jeong Seok, Yoo Jae Hoon, Choi In-Cheul, Shin Sang Gyu dan Nova Arianto disana, yang lain mungkin belum datang

"Selamat pagi bapak-bapak. Ini adalah dokter baru yang akan membantu dokter Ifran" kata pak Nur "Silahkan mbak Shabrina" katanya
"Siapa namanya?" tanya kak Jeje menerjemahkan pertanyaan coach Shin
"Annyeonghaseyo, je ileum-eun Shabrina ibnida. Jal butakdeurimnida" katanya dalam bahasa Korea (Halo nama saya Shabrina. Mohon bantuannya)

Shabrina sedikit-sedikit paham bahasa Korea karena memang lumayan sering melihat drama korea. Dan ada beberapa kosa kata yang mampu dia pahami. Coach Shin kaget dan tertawa

"Hanguk-eoleul hal su iss-eoyo?" tanya coach Shin (Kamu bisa bahasa Korea?)
"Jogeum" jawabnya sambil membuat gestur mencubit yang mengartikan sedikit dan coach Shin tertawa kemudian berkata pada kak Jeje untuk menanyakan sesuatu padanya yang kali ini tidak dia mengerti
"Coach Shin pengen panggil kamu Ina boleh gak? Karena Shabrina terlalu susah untuk diucapkan"
"Ohh boleh boleh" katanya. Semenjak saat itu di lingkup timnas dia dipanggil Ina

Setelah basa basi sebentar mereka menuju ke hotel tempat mereka akan menginap selama pemusatan latihan atau TC. Shabrina membawa kopernya lebih dulu ke hotel untuk check in. Koper yang ia beli kemarin di Senayan City, yang lebih kecil tentunya daripada yang ia bawa ketika pindahan kemarin. Mereka harus tinggal di satu hotel yang sama dengan pemain setiap TC. Dan Shabrina mendapatkan kamar juga. Dia akan satu kamar dengan seorang official perempuan yang merupakan tim humas PSSI bernama Olivia.

Shabrina memulai harinya dengan bersemangat. Dia sudah membaca berita-berita yang beredar di media masa daring bahwa salah satu pemain yang ada dalam TC ini adalah Ridho. Semoga Shabrina bisa bertemu dengan Ridho dan Ridho bisa mengenalinya

Mereka diminta berkumpul di lobby 10 menit lagi sebelum berangkat ke stadion Madya untuk memulai latihan. Shabrina sudah stand by di lobby, melihat beberapa orang yang kemungkinan besar adalah keluarga atau teman-teman pemain timnas. Dia izin sebentar untuk ke toilet. Kembali dari toilet Shabrina menuju ke lobby lagi. Dia berdiri diantara kerumunan tim official yang baru saja dia sadari kalau mereka tinggi-tinggi. Perasaannya, dulu dia sudah cukup tinggi diantara orang-orang disekitarnya dengan tingginya 167 cm. Tapi Shabrina tenggelam disini karena berada diantara orang-orang yang tinggi dan gagah besar. Ada sosok yang ia kenali sedang berdiri di ujung lobby, bersama perempuan muda dengan penampilan stylish khas anak Jakarta. Dia menerima totebag pemberian wanita itu kemudian wanita itu memeluknya. Tiba-tiba rasa sesak memenuhi dada Shabrina melihat tragedi itu. Sakit. Sungguh sakit. Harapannya untuk bisa mendekati Ridho, pupus.

"Alasanku berani mengambil keputusan ke Jakarta itu karena pengen bisa ketemu kamu lagi, Dho. Tapi alasanku yang satu ini ternyata salah. Aku mundur karena kamu sudah dimiliki. Semoga ini bukan tanda-tanda keputusanku salah, Dho. Aku masih ingin disini menggapai mimpiku" katanya dalam hati

Continue Reading

You'll Also Like

183K 15.3K 57
Tentang Arshaka Maisadipta yang dibuat jatuh hati dengan seorang laki-laki berpangkat Mayor. Perwira menengah angkatan darat baret merah. Salah satu...
208K 12.7K 56
Renata Purinda, seorang mahasiswa kedokteran yang sedang mencari pekerjaan. Suatu saat dosen Renata memberi suatu lowongan pekerjaan, tanpa mengetahu...
330K 32.7K 113
[imagine] Bagaimana rasanya jika kamu menjadi pacar sekaligus pendamping hidup dari seorang idol terkenal yaitu Suho? Mau tau? Cari tau bagaimana ras...
68.3K 4.2K 44
Lakukan apapun yang kau mau sakiti aku kalau perlu katakan apapun yang kau mau maki saja aku kalau perlu pergi kemanapun kau mau tinggalkan aku kal...