Chapter 8 - Kecewa

284 20 0
                                    

Ridho berangkat ke restoran sedikit terlambat karena ketiduran setelah latihan tadi. Badannya terasa lelah dan ngantuk berat. Ridho berjalan sendiri menuju ke restoran. Sampai di depan restoran ia melihat Shabrina sedang berbincang dengan salah satu staff restoran. Ridho memilih untuk berhenti dan menunggu Shabrina masuk ke restoran lebih dulu

"Excuse me. I 'm Ina from room 402" (Permisi. Saya Ina dari kamar 402)
"What favor do you want me to do, miss? (Ada yang bisa saya bantu?)
"My friend and I traveling together but my friend is sick. She's in our room right now. May I ask you to deliver food from the restaurant to the room?" (Saya dan teman saya pergi bersama tapi teman saya di kamar sedang sakit. Bolehkah saya meminta tolong untuk mengirimkan makanan dari restoran ke kamar?)
"Sure, with a pleasure. What is your room number?" (Tentu. Berapa nomor kamarnya?)
"402"
"Okay. I'll ask our staff to deliver your food" (Baik, kami akan meminta staf kami untuk mengirimkan makanan)
"Thank you" (Terima kasih)

Ridho hanya mendengarkan dari kejauhan. Ia yakin saat ini Shabrina sendirian, karena tidak terlihat Olivia di sekitarnya. Sepertinya Olivia sedang sakit seperti yang dia sampaikan ke staff hotel tadi. Ridho kagum dengan bagaimana lancarnya Shabrina berbicara dalam bahasa inggris dengan staff hotel, begitu santai dan tenang, tidak terlihat ada rasa gugup. Tidak seperti dirinya yang hanya bisa yes no yes no saja. Shabrina masuk ke restoran. Ridho sengaja memberi jarak antara dia dan Shabrina agar dia bisa duduk satu meja dengan Shabrina nanti. Karena jika Shabrina melihatnya sekarang, pasti Shabrina akan memilih menghindarinya. Banyak pertanyaan yang disimpan Ridho dalam kepalanya dan mungkin ini saatnya bagi Ridho untuk mendengar jawabannya langsung dari Shabrina. Shabrina sudah duduk di kursi sendirian. Ridho sesegera mungkin mengambil makanan dan menyusul Shabrina. Tanpa permisi Ridho langsung duduk di depannya. Shabrina kaget melihat Ridho tepat dihadapannya. Jantungnya berhenti berdetak sementara. Tapi Shabrina mencoba terlihat biasa saja

"Aku duduk sini ya" kata Ridho
"Silahkan" jawab Shabrina dingin

Shabrina makan di depan Ridho dengan tenang. Tepatnya berusaha terlihat tenang meskipun hatinya tidak karuan sekarang. Shabrina mencoba tenang dan tetap duduk di kursinya

"Na" panggil Ridho

Shabrina terpaku mendengar Ridho memanggilnya dengan sebutan itu. Ada rasa rindu dan sakit yang tidak bisa dia definisikan sekarang. Dia rindu Ridho memanggilnya dengan sebutan itu dengan nada dan suara yang sangat ia ingat, bersamaan dengan rasa sakit bahwa orang yang memanggilnya dengan lembut telah dimiliki oleh perempuan lain. Satu kata yang membuat jantung Shabrina berdetak tak beraturan. Satu kata yang membawa kenangan-kenangan masa lalu yang sungguh ingin Shabrina lupakan mengingat Ridho yang sudah memiliki pasangan sekarang. Di sisi lain Ridho bertanya-tanya mengapa Shabrina seolah-olah tidak mengenalnya. Kenapa dia tetap bergeming di kursinya dan tidak menatap Ridho sama sekali

"Aku minta maaf" kata Ridho. Ia mengatakan itu karena takut ternyata pernah berbuat salah pada Shabrina sehingga ia mendiamkan Ridho
"Untuk apa?" jawab Shabrina acuh. Tetap sibuk dengan sendok dan piringnya tanpa menatap Ridho sama sekali
"Kalau aku ada salah aku minta maaf"
"Emang salahnya dimana?" tanya Shabrina tapi masih belum menatap Ridho
"Ya mungkin aku ada salah sama kamu makanya aku minta maaf"
"Emang kamu gak ada salah. Jadi gak perlu minta maaf"
"Trus kenapa kamu kaya gini, Na?" tanya Ridho
"Kaya gini gimana?"
"Ya diemin aku, cuekin aku. Kita kan pernah saling kenal. Kenapa akhirnya kamu malah menjauhiku kaya gini?"

Shabrina menatap Ridho dengan tatapan datar dan misterius. Ridho tidak bisa mengartikan apa arti tatapan itu

"Gini ya. Maaf kalo kamu jadi salah paham. Aku bukan mendiamkan kamu, aku juga tidak menjauhi kamu. Aku biasa aja. Meskipun kita pernah saling kenal, tapi sekarang sudah beda. Aku harap kita bisa mengurusi urusan kita masing-masing aja. Gak perlu terlalu ikut campur. Kamu sudah punya duniamu sendiri begitupun aku" kata Shabrina
"Kenapa kamu sebegininya sama aku? Ada salahku?"
"Kan tadi udah ku bilang gak ada. Kamu gak ada salah. Aku cuma pengen menjaga yang harus dijaga aja. Dan aku harap kamu paham itu"
"Oke gak masalah kalo itu mau kamu" kata Ridho kemudian berdiri meninggalkan Shabrina. Meninggalkan makanan yang belum sempat dia sentuh sama sekali

Shabrina menghembuskan nafasnya gusar. Apa dia terlalu berlebihan? Tapi menurut Shabrina itu keputusan yang paling baik saat ini. Bagaimanapun juga Ridho harus menjaga perasaan pasangannya bukan? Toh masanya sudah berubah. Ridho sudah memiliki dunianya sendiri. Pun Shabrina harus memulai masuk ke dunianya sendiri. Harapan Shabrina untuk meletakkan Ridho dalam salah satu daftar mimpinya hilang mulai detik ini

Di sisi lain, Ridho beranjak dari kursi dan keluar dari hotel. Entah mau kemana tapi dia butuh udara segar. Ridho tidak menyangka dia akan mendapatkan perlakuan seperti ini dari Shabrina. Jujur saat ini dia sangat kecewa. Semua pertanyaan yang ada di kepalanya tidak mendapat jawaban sama sekali, satupun tidak. Bahkan mendapatkan kesempatan untuk bertanya saja tidak. Ridho masih bertanya-tanya apa memang wajar Shabrina bersikap sedingin itu? Dia pikir, mereka bisa kembali seperti dulu. Menjadi teman dekat atau ya mungkin pacar seperti harapan Ridho sejak awal bertemu Shabrina lagi. Karena jujur memang sejak 6 tahun yang lalu Ridho menyukai Shabrina. Apalagi dengan Shabrina sekarang yang terlihat semakin dewasa, lebih anggun dan tetap elegan. Kedatangan Shabrina secara tiba-tiba pada awalnya membuat Ridho berpikir apakah ini cara Tuhan memberikan pasangan pada Ridho setelah dia putus dari pacar terakhirnya setahun yang lalu, tapi ternyata ia salah. Mungkin maksud Shabrina mengatakan bahwa ia ingin menjaga apa yang harus dijaga menandakan bahwa Shabrina memiliki pasangan? Kalau memang seperti itu berarti harapan Ridho harus dipupus mulai dari sekarang sebelum terlalu dalam

"Dho" panggil suara yang dia kenal
"Bang" jawab Ridho sambil menoleh dan ternyata itu Asnawi "Kok disini?"
"Telat makan tadi. Ketiduran"
"Sama dong" jawabku
"Gue tadi pas masuk restoran lihat lo sama Ina. Mau ikut duduk tapi kalian lagi ngobrol serius banget. Jadi gak berani ganggu"

Ridho tersenyum kecut mendengar perkataan Asnawi

"Lo sebelum di sini udah kenal sama dia?" tanya Asnawi
"Iya. Gue kenal sama dia dari dulu bang"
"Ohh" jawab Asnawi

Asnawi mengerti, pasti ada sesuatu terjadi diantara mereka berdua. Tidak mungkin mereka baik-baik saja sedangkan kemarin Shabrina harus berbohong, mengatakan bahwa dia tidak mengenal Ridho, aneh juga kan rasanya mereka berdua saling tidak mengenal tapi bisa satu meja dalam suasana yang sangat serius. Dan akhirnya dia mengetahui kebenarannya setelah menanyakan pada Ridho. Tak ada pancaran rasa bahagia sama sekali ketika Ridho dan Shabrina saling berhadapan tadi, seperti ada masalah yang mereka berdua hadapi sekarang. Tapi Asnawi tidak akan memaksa Ridho menceritakan apa masalahnya. Biarkan dia bercerita jika memang ingin bercerita, bukan dipaksa

"Istirahat, Dho. Besok kita harus latihan pagi"
"Iya bang"

Mereka berdua masuk ke dalam hotel dan berpisah menuju kamar masing-masing. Ridho melihat ke arah restoran dan Shabrina sudah tidak ada di sana. Sesampainya di kamar, dia mendapati Ernando sudah tidur nyenyak. Dia segera bersiap untuk tidur tapi sayangnya matanya tidak bisa dengan mudahnya terpejam. Kata-kata Shabrina begitu terngiang-ngiang di kepalanya. Sedikit tapi sungguh menyayat hati Ridho. Dia tidak menyangka Shabrina bisa mengeluarkan kalimat seperti itu. Setelah mencoba berbagai macam cara, akhirnya Ridho terlelap

Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang