To Love With All Your Heart a...

By greevenna

52.2K 3.2K 53

"Minggu depan kita akan menikah. Kalau kau punya hal yang ingin kau sampaikan mengenai pernikahan silahkan di... More

Prolog ; Night Changes
The Character
Prolog ; Night After Earth's Marriage Proposal
Prolog ; We Didn't Match Each Other
Prolog ; Please, We Will be Partner From Now
Prolog ; God, Why Did He Do That?
Prolog ; I Think I'm Falling in Love
Prolog ; Now, We're Going to Eternal
Phase 1 ; Just A Dream
Phase 1 ; Let Me Down Slowly
Phase 1 ; Begin Again
Phase 1 ; Lost Star
Phase 1 ; One Time
Phase 1 ; Be Alright
Phase 1 ; What Lovers Do
Phase 1 ; Fall For You
Phase 2 ; Thinking Out Loud
Phase 2 ; Wannabe
Phase 2 ; IDGAF
Phase 2 ; IDGAF 2
Phase 2 ; Counting Star
Phase 2 ; Fix You
Phase 2 ; A Thousand Miles
Phase 2 ; Should've Said No
Phase 2 ; Unfaithfull
Phase 2 ; Sial
Phase 2 ; Everytime
Phase 2 ; You Broke Me First
Phase 2 ; Head Above Water
Phase 2 ; Exile
Phase 2 ; Somewhere Only We Know
Phase 2 ; 7 Years
Phase 2 ; Father
Phase 2 ; Mother, How Are You Today?
Phase 2 ; Clarity
Phase 2 ; Way Back Home
Phase 2 ; Can We Kiss Forever (Part 1)
Phase 2 ; Can We Kiss Forever (Part 2)
Phase 2 ; Can We Kiss Forever (Part 3)
Phase 3 ; Sea - Wherever, Whenever (Part 1)
Phase 3 ; Sea - Wherever, Whenever (Part 2)
Phase 3 ; Sea - Wherever, Whenever (Part 3)
Phase 3 ; Sea - Maps
Phase 3 ; Sea - Golden Hour
Phase 3 ; Sea - Wherever You Will Go
Phase 3 ; Sea - When You Say Nothing at All
Phase 3 ; Sea - Heaven
Phase 3 ; Sea - Rewrite the Stars
Phase 3 ; Sea - Lovely
Phase 3 ; Sea - Try
Phase 3 ; Sea - Love Someone
Phase 3 ; Joong Neo - Party in USA (Part 1)
Phase 3 ; Joong Neo - Party in USA (Part 2)
Phase 3 ; Joong Neo - Stargazing
Phase 3 ; Joong Neo - Firestone
Phase 3 ; Joong Neo - This Town
Phase 3 ; Joong Neo - Stay
Phase 3 ; Joong Neo - Bad Liar
Phase 3 ; Joong Neo - Issues
Phase 3 ; Joong Neo - Right Now
Phase 3 ; Joong Neo - Flying Without Wings
Phase 3 ; Phuwin - So Far Away
Phase 3 ; Phuwin - Struggle
Phase 3 ; Phuwin - Storm
Phase 3 ; Phuwin - In The Star
Phase 3 ; Phuwin - Lose Somebody
Phase 3 ; Phuwin - Say Something
Phase 3 ; Phuwin - No Boundaries
Phase 3 ; Phuwin - Safe and Sound
Phase 3 ; Phuwin - The Middle
Phase 3 ; Fourth - Watermelon Sugar (Part 1)
Phase 3 ; Fourth - Watermelon Sugar (Part 2)
Phase 3 ; Fourth - Because of You
Phase 3 ; Fourth - Without Me
Phase 3 ; Fourth - It Will Rain
Phase 3 ; Fourth - Easy on Me
Phase 3 ; Fourth - Right Here Waiting
Phase 3 ; Fourth - (Everything I Do) I Do It For You
Phase 3 ; Fourth - She Will Be Loved
Phase 3 ; Fourth - Scars to Your Beautiful
Phase 3 ; Fourth - You are My Sunshine
Sequel ; Namaku Fourth (Part 1)
Sequel ; Namaku Fourth (Part 2)
Sequel ; Christmas Carol
Note from Author

Phase 1 ; A Little Too Much

1K 58 0
By greevenna

Mix tersenyum menutup ponselnya, ia kembali menatap luar jendela mobil menikmati rasa tawanya barang untuk sebentar. Setidaknya First, sahabat sohibnya sejak sekolah menengah dan Khaotung, sahabatnya yang ia temui sejak ospek kemarin menjadi salah satu sumber mood dia.

Semenjak pulang dari Jepang, hubungannya dengan Earth tidak ada kemajuan apapun. Walaupun sudah pindah ke rumah baru, terakhir Mix bertemu dengan Earth adalah seminggu lalu saat ia tidak sengaja bangun tengah malam untuk mengambil air minum. Kehidupan rutinitas mereka tidak sama.

Earth harus berangkat sebelum jam 7 pagi dan akan kembali lagi ke rumah tengah malam dari senin hingga minggu. Sedangkan Mix, akan bangun pada pukul 7 lebih karena kelasnya dimulai pukul 9 pagi dan akan pulang sekitar sore jam 5 atau paling malam saat ia harus rapat pukul 10 malam.

Mix tidak mempermasalahkan lagi mengenai kehidupan barunya, setidaknya ia merasa dirinya dan Earth hanya hidup bersama dalam satu atap. Mix tidak mengusik kehidupan Earth yang sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga Earth yang tidak repot-repot ingin tau apa yang Mix lakukan.

First pernah berkomentar bahwa jika ia tidak berinisiatif, maka hubungan Mix tidak akan berubah hingga kapan pun. Mix menyadarinya, hingga hampir dua bulan pernikahan ini sekali mereka duduk untuk berbicara atau sekedar makan saja tidak pernah.

"Mix"

Satu yang mungkin Mix sadar bahwa mungkin seluruh kegiatannya sudah masuk ke telinga Earth dari sopir pribadinya ini. "Kenapa kak Jo?"

"Mungkin pak Earth belum memberitahumu, beliau hari ini tidak akan pulang"

Mix mengangguk, menanggapi dengan malas. Bahkan jika ia tidak pulang beberapa hari ke depan pun juga tidak berpengaruh untuk Mix. Ia juga bertanya-tanya, kenapa dirinya dan Earth tidak ada interaksi yang signifikan.

"Kak Jo"

Mungkin perkataan First benar. Jika dirinya tidak mengambil inisiatif untuk berinteraksi, mungkin sampai mati ia akan terjebak pada hubungan seperti orang asing ini. "Ya?"

Mix menelan ludah mulai memberanikan diri, "Aku boleh tau kegiatan Earth?"

Kak Jo cukup terkejut dengan pertanyaan Mix. Tentu saja, selama 2 bulan ini Mix tidak pernah mengusik kehidupan Earth hanya untuk sekedar mencari tau saja. "Aku akan mengirimkan jadwal pak Earth padamu"

Mix mengangguk sedikit ragu. Apakah keingintahuan ini membuat mereka akan kembali bertengkar satu sama lainnya?

Hal ini masih mengganggu Mix, hingga kak Jo mengirimkan berkas ia masih menatap lekat pesan tersebut dan urung untuk membukanya. Apa yang akan terjadi jika dirinya mengetahui semua kegiatannya? Apakah ia harus merasakan cemas saat ternyata suaminya diam-diam bertemu dengan seseorang?

Mix menyunggingkan senyum pahitnya. Tentunya kak Jack dan Som bukanlah orang yang teledor untuk menyortir semua jadwal milik Earth. Mengapa hal ini harus membuat Mix cemas? Lagi pula, tidak ada hubungan yang signifikan antara dirinya dan Earth.

"Mix! Anjer lo diajak rapat malah main hape mulu!"

First menegur Mix yang sejak tadi masih terpaku dengan ponselnya. Ia segera menyimpan gawainya dan kembali ke rapatnya. "Gimana? Daerah ini oke kan?"

"Hm, oke aja sih. Yang paling penting kan program dan sasarannya", jelas Mix.

"Bener tuh, selain sosialisasi mengenai limbah plastik dan rumah tangga kita bisa tambahkan di sosialisasi tentang berita gimana?", tanya Khaotung.

"Aku rasa itu bagus. Dibuat padat saja untuk 7 hari itu"

Suara berat seorang lelaki mengejutkan gerombolan pemuda-pemudi yang sedang rapat di kantin kampus malam itu. Mix menghela nafas pelan, memberikan raut wajah yang sedikit tidak menyenangkan saat lelaki tersebut mengambil duduk di sampingnya.

"Kak Luke? Belum balik??", salah satu gadis tersipu melihat Luke yang sedang membagikan kaleng kopi pada semua yang sedang rapat.

"Belum, mau balik bareng Ohm", ujarnya sambil menunjuk seorang lelaki berbadan besar yang sedang mencatat.

Suara godaan mengudara untuk Ohm Thitiwat dan Luke Plowden. Rapat menjadi lebih hangat dan santai dengan hadirnya Luke sebagai penengah mereka. "Mix mau kopi?"

Luke memberikan kopi kaleng cappucino khusus buat Mix, teman-temannya yang menyadari perbedaannya kembali menggoda Luke dan Mix. "Waah, kaleng khusus gitu ya", komen mereka.

Sebenarnya Mix menyukai kopi, hanya saja ia tidak menyukai Luke yang selalu memberi sesuatu yang tidak dia inginkan. Tetapi ia juga tidak bisa menolaknya di depan teman-teman dan seniornya. "Thanks kak"

First dan Khaotung terdiam, ada perasaan kurang nyaman dari Mix yang terpancarkan. "Jadi tinggal cocokin jadwal kalian aja", tambah Ohm yang mengembalikan diskusi mereka,

"Surat ijin nanti dari BEM atau bagaimana kak?"

Pertanyaan Khaotung membuat Ohm mengangguk, "Dari BEM aja kali ya Luke?"

"Bisa aja sih. Kalian tulis nama, nomor mahasiswa, dan jurusan kalian aja"

"Eh sekalian nomor ponsel yang bisa dihubungi"

First menangkap hal yang janggal, ia merasa harus bertanya kembali untuk memastikan sesuatu. "Perlu banget nomor hp nih kak?"

"Kan udah punya semua", tambah First.

"Ya harus dong. Kalau nanti jurusan harus menghubungi kalian gimana?"

First yang masih mahasiswa baru harus mengalah untuk memahami sistem kampus. Mix yang tanpa ragu langsung menuliskan data dirinya di dalam kertas yang diberikan Ohm.

"Kalau gitu kita bisa rapat lagi akhir minggu ini buat persiapan semuanya"

Mix yang lega segera membereskan barang-barangnya, teman-teman lainnya langsung berpamitan pada Ohm dan Luke selaku senior mereka. Tak terkecuali Mix, First dan Khaotung.

"Udah malem banget, kalian ga mau kita anter?", Luke menawarkan.

"Gue naik mobil kak", jawab First tanpa ragu.

"Aku nebeng First karena kita searah", tambah Khaotung.

Luke beralih ke Mix, "Aku ada supir yang udah nunggu dari tadi kak"

Luke dan Ohm mengangguk dan mempersilahkan mereka untuk pulang.

"Mix"

First dan Khaotung menghentikan Mix yang sudah hampir sampai parkiran mobil. "Gue tau ini bukan ranah gue. Cuma gue ga mau kalau lo kaya gini terus.", kali ini First mulai memberikan pendapatnya.

"Mix, lo harus make a move", desak Khaotung yang membuat Mix terdiam.

"Gue boleh nginep di rumah lo ga First?"

First menganggangguk. "Gue ikutan ya", Khaotung segera mengambil ponselnya untuk meninggalkan pesan pada orangtuanya bahwa dia akan menginap di rumah temannya malam ini.

"Gue biar dianter sama kak Jo aja", kata Mix yang langsung masuk ke mobilnya.

Benar saja, kak Jo sudah sabar menunggu Mix yang malam ini harus rapat hingga malam hari. Ia mengecek ponselnya, sudah pukul 11 malam. "Kak Jo, kita ke rumah First ya. Malam ini aku nginep di rumah dia"

Kak Jo awalnya agak ragu untuk mengantarkan Mix, "Sudah ijin pak Earth?"

Kali ini Mix sedikit bingung, biasanya ia tidak perlu ijin apapun perihal kegiatannya. Bahkan seperti hal ini, ia pulang larut malam pun tidak pernah sedikitpun kak Jo atau kak Som meminta dia untuk ijin pada Earth.

"Harus ya?"

Sebenarnya bukan karena ia takut Earth tidak mengijinkannya. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali mengirim pesan pada Earth. Mungkin seminggu sebelum pernikahan?

"Kak Jo aja yang laporan. Toh juga seluruh kegiatanku selalu dilaporkan sama kak Jo dan kak Som"

First tentu saja sang pemilik rumah sudah berada di kediamannya lebih dulu. Tapi Mix tidak melihat Khaotung dan mobil First, "Mana Khaotung?"

"Beli Pizza, laper dia. Dan siapa tau curhatan lo bisa sampe subuh"

"Anjir lo"

First tau betul Mix. Setelah pulang dari Jepang selain bertemu di kampus, ia tidak pernah lagi melihat Mix pergi ke kafe atau mall yang sering ia lakukan dulu sebelum menikah. Ia seolah-olah terjebak dalam kesehariannya, atau bisa dibilang takut untuk melakukan hal yang biasanya ia lakukan.

"Mix"

Sang pemilik nama kini duduk tenang di tengah pouch sambil memeluk bantal. "Kapan terakhir lo ketemu Earth?"

Mix menutup mata, ia yakin jika berbicara First akan menghardiknya. "Di bandara setelah lo balik dari Jepang?"

"Kaga lah!", sanggahnya segera.

"Lalu?"

"Seminggu lalu"

Belum sempat First mengajukan pertanyaan lanjutan, Khao datang membawa makan -tengah- malam mereka. Mix segera mengambil satu potong pizza, mengalihkan pembicaraan agar First tidak bertanya. Namun First sudah sangat mengerti Mix, ia tidak bisa mengelak dengan cara apapun.

"Kapan terakhir kali lo ngobrol sama Earth?"

Kali ini Mix benar-benar terhenti, ia menyerah dengan First yang selalu tau keadaannya. "Malam waktu gue chat elu di Jepang"

"ANJIR"

Khao yang terkejut hanya bergantian menatap Mix dan First. Suara First mulai meninggi, "hampir dua bulan lo ga komunikasi walau serumah Mix?"

Kini Khao memahami apa yang sedang terjadi. Khao memang sedikit sulit memahami First dan Mix yang sudah lebih lama bersama dalam hubungan pertemanan. Sedangkan dirinya yang baru berkenalan pada awal ospek lalu selalu mencoba cepat memahami keadaan kedua teman barunya.

"Mix, seriusan? Lo serumah Mix sama Earth. Sapaan gitu atau teguran gitu? Masa ga ada sih?"

Mix menjawab semua pertanyaan Khao dengan gelengan kepala. Hal tersebut sukses membuat First mencengkram erat celana panjangnya, menahan emosi untuk tidak meledak seketika.

"Waktu kita berbeda. Earth selalu berangkat sebelum jam 7 dan pulang jam 12 even jam 1 malem. Gue kadang jam 11 dan itu pun kalau kurang dari jam segitu gue cuma di kamar doang, bangun ntar jam 8 pagi kalau itu ada kelas jam 9"

Khao dan First saling bertukar pandangan. "Mix, jujur ini memang bukan ranah kita buat ikut campur. Tapi gue mau tanya satu hal sama lo", ujar Khaotung kemudian.

"Lo ada rencana bakal pisah kedepannya?"

Pertanyaan Khao langsung dijawab oleh gelengan kepala Mix, "Waktu di Jepang, gue beresin semuanya dan satu syaratnya ga akan ada perceraian"

Kali ini First dan Khaotung terdiam.

"Mix. Lo ga bisa kaya gini terus. Lo mau sampe kapan jadi strangers? Ini aja lo ga sadar udah 2 bulan. Ntar bisa jadi 2 tahun bahkan 20 tahun Mix. Lu beneran mau gini mulu?"

Khao kini mulai memberikan pendapat.

"Lo tau Mix. Gue sama Khaotung emang temen lo. Kita bakal ada disaat lo butuh kita, begitu juga sebaliknya. Tapi lo harus tau, kita ga akan terus di samping lo. Ada saatnya kita ga ada waktu lo butuh. Dan yang selalu ada bisa lo andalkan cuma keluarga.", giliran First mengutarakan pendapatnya.

Sebelum Mix membuka suara, First menambahkan argumennya.

"Orangtua lo ga selamanya hidup Mix. Keluarga yang gue maksud bukan Tante Baifern, Om Nine atau Chimon. Tapi Earth. Earth yang sekarang ada satu atap sama lo. Dia adalah keluarga lo yang sekarang. Bukan lagi Om, tante atau Chimon. Lo harus sadar itu"

Mix terdiam. Ia baru menyadari sekarang. Menyadari bahwa dunianya sudah berubah sejak dua bulan lalu. Sejak sumpah di depan altar ia ucapkan untuk menghabiskan waktu dengan orang yang bahkan ia tidak tau secara individu. Semakin ia menyadari, semakin jelas pula bahwa sekarang rumahnya adalah kediaman Earth. Ia tidak bisa lagi kembali ke rumah orangtuanya, secara permanen.

"G-gue ga tau harus gimana"

Tangis Mix pecah. Ia selalu berpikir bahwa mereka hanyalah roommates. Suatu hari, mungkin saat lulus, atau saat Mix mulai bekerja dia akan bisa pindah kapan pun. Tidak pernah ia berpikir bahwa selamanya akan terjebak bersama dengan Earth. Tidak untuk waktu yang secara permanen.

First dan Khaotung mendekatkan tubuh mereka pada Mix. Mengusap punggungnya perlahan, memberikan waktu pada Mix untuk melepaskan seluruh beban pada punggungnya.

"Gue udah ga punya apa-apa", sesekali Mix sesegukan di tengah ia berbicara.

Mencoba menyampaikan sesuatu pada mereka. "Ntar aja Mix, lu nangis dulu aja", cegah First yang semakin membuat tangis Mix semakin kencang. Khaotung menatap First bingung, seolah ingin memprotes mengapa ia justru menyuruh Mix menyelesaikan tangisnya.

"Ribet nanti kaga selesai curhatnya"

Khaotung mengangguk dan ikut menepuk punggung Mix lembut.

Cukup lama First dan Khaotung bersabar menunggu Mix menyelesaikan sesi menangisnya, kini dirinya tengah mengunyah sisa potongan pizza miliknya yang sempat ia tunda. "Berikan aku ketabahan untuk menjadi temanmu Mix", ucap Khaotung.

"Jangan ngomongin ketabahan. Kalau bisa jadi duit, gue adalah orang paling kaya di negara ini", desis First.

"Jahat banget si lo pada", Mix agak kesal dengan gurauan mereka.

"Lo mau lanjut kaga? Udah jam 2 pagi nih. Besok ada kelas jam 9"

First mengacungkan ponselnya ke depan wajah Mix. Kini ia mulai menarik nafas untuk bersiap-siap menceritakan semuanya.

"Saham gue udah di Earth. 50% Perusahaan papa punya Earth sekarang, 20% punya Chimon untuk secure dia kuliah nanti. Papa sekarang punya sekitar 7%, sisanya yang 8% ada di Earth", Mix terhenti, untuk menarik nafas. Tapi First yang mulai paham mengenai arah pembicaraan bertanya lebih lanjut.

"Jadi, Earth sekarang pegang sekitar 58%?"

Mix menjawab dengan anggukan, Khaotung agak sedikit bingung. First menjelaskan mengenai sistem secara singkat. "Intinya, sekarang keluarga Mix cuma punya Chimon buat secure bagian pengambilan keputusan. Sayangnya Chi yang masih underage ga bakal bisa ngapa-ngapain. Kendali sepenuhnya udah di Earth".

Mix kembali mengangguk dengan penjelasan First pada Khaotung. "Sejak balik dari Jepang, ga ada barang milik gue satu pun. Baju, ponsel, mobil, bahkan keperluan kuliah semua dari Earth"

Kini ada rasa mengganjal di hatinya, "Bahkan selama 2 bulan ini Papa sama mama ga ada hubungin gue barang sekedar tanya kabar", lirihnya.

"Chimon?"

"Dia masih sering tanya, walau gue tau yang sebenernya tanya papa sama mama tapi lewat Chimon"

First mengangguk, ia tahu betul bagaimana kedekatan Mix dengan keluarganya. Namun sekarang ia harus benar-benar terpisah dengan mereka, bahkan tidak satu pesan pun mereka berikan pada Mix.

"Gue selalu berharap kalau suatu saat nanti, gue balik ke rumah. Rumah papa dimana ada mama dan Chimon", Mix menarik nafas saat merasakan matanya kembali memanas.

"Tapi gue sadar. Gue ga akan kembali lagi ke sana. Gue mungkin akan singgah, tapi tidak akan selamanya"

"Gue sadar. Rumah permanen gue adalah Earth", kembali, ia tidak bisa membendung air mata yang menggantung di sana. Tapi cukup tenang untuk menyampaikan seluruh kegusarannya.

"Gue sadar kalau sekarang status gue udah bukan lagi hanya seorang mahasiswa", suaranya tersendat. Mix mencoba untuk tetap tenang, menelan ludahnya, dan membiarkan sisa air matanya mengalir perlahan.

"Lo mau gimana sekarang? Apakah lo mau kaya gini terus sampe 20 tahun kedepan?"

Khaotung kurang menyukai cara First yang berbicara secara terang-terangan. Namun First yang sudah kenal betul dengan Mix percaya bahwa perkataannya menyakitkan inilah yang paling dibutuhkan.

"Gue harus gimana?"

First menghela nafas. "Duduk berdua sama Earth. Komunikasikan semuanya Mix. Literally semuanya yang elo rasain. Perkara dia mau mengerti atau kaga itu urusan nanti. Seenggaknya lu udah menyampaikan seluruh pendapatmu"

"Kali ini gue setuju sama First. Lu harus mulai duluan Mix. Posisi lo bukan lagi besar ego siapa yang harus deketin duluan"

Perkataan Khaotung terpotong saat suara ponsel Mix berbunyi. Menandakan adanya pesan masuk bertubi-tubi disana.

Continue Reading

You'll Also Like

33.5K 3.1K 22
New Thitipoom terbangun dari komanya setelah mengalami kecelakaan, seingatnya Tay Tawan hanyalah teman SMA, tapi... kenapa Tay mengatakan jika mereka...
179K 13K 40
Boys Love Dunia Yaoi Dewasa (Rate_M) ๐Ÿ”ž Mpreg (Ukenya punya anak) . JoongDunk NeoLouis . Summary : Dunk dan Louis adalah sahabat baik dan memiliki...
89.3K 9.7K 30
๐ŸŽ  ๊’ฐ harem felix ๊’ฑ โ”โ”โ” โ wlek changbin nyebelin wlek! โž โ huee kak ino ambil mainanku lagi! โž โ€ขโ€ขโ€ข [ desc.] chan sama seungmin capek punya anak gak bi...
59.1K 4.9K 64
Net Arthana (28tahun), seorang model sekaligus pemimpin disebuah perusahaan miliknya sendiri. Yang selalu dituntut oleh sang ibu untuk segera menikah...