Should I Call It Love? [COMPL...

By humuhumuismailaip

21.8K 1.9K 412

First pikir dia tidak akan jatuh cinta pada Khaotung, dan Khaotung pun berpikir demikian. More

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. (Ending)

14.

676 78 28
By humuhumuismailaip

Happy reading!

Bisakah keduanya tetap bersahabat setelah ini?
Hal yang ditakuti View benar terjadi, dan First tidak bisa menghadapinya dengan fakta tersebut.
Ketakutan dan gugup masih menjadi penguasa tubuh dan pikiran First, dia bangga dengan saran Jun yang digunakannya, tapi dia tak memberikan rasa berani pada dirinya sendiri untuk mendengar respon Khaotung.
Menjauh dan bersembunyi menjadi keahliannya selama ini, dan mengurung diri di apartementnya menjadi pilihan terakhir First sembari mencoba menerima semua hal kemungkinan yang akan terjadi pada hubungannya dengan Khaotung saat ini.
First akan menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, Khaotung yang tak mau berteman dengannya lagi misal?

"Aku melakukannya dengan baik, aku melakukannya dengan baik."

Kalimat itu menjadi penenangnya kalau-kalau First merasa menyesal di kemudian hari.
Pukul 9 malam, terlalu pagi untuk First pergi tidur dengan keadaan gundah gulana seperti ini, tapi memang tenaganya habis semua di klub Jun, maka pergilah dia ke alam mimpi dengan harapan bahwa Khaotung akan tetap menyambutnya.
.
.
.
.
Hari kedua Khaotung tinggal satu apartement bahkan satu ranjang dengan View, terlihat gadis itu bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Hari ini keduanya memiliki jadwal kelas siang, tapi View ingin menghabiskan waktu sebelum berangkat ke kampus bersama Khaotung di atas kasur sembari menonton film.
Khaotung sebenarnya tidak tidur, dia hanya memejamkan matanya semalaman dengan pikiran tertuju pada First dan pengakuannya.

Itu luar biasa mengejutkannya, bahwa selama ini First menyimpan perasaan padanya, disembunyikan sedemikian rupa hingga Khaotung pun tidak menyadarinya.
Khaotung jelas tak memiliki perasaan seperti itu pada First, dia murni ingin bersahabat dengan First walaupun sudah tahu dia adalah Gay. Tapi jika seperti ini, menurutnya tak ada alasan lagi untuk tetap berteman dengan First.

"Sayang, mau teh hangat atau kopi?". Khaotung menolehkan kepalanya pada View yang muncul di ambang pintu kamar mereka, dengan senyuman Khaotung meminta View membuatkannya kopi saja.

"Aku akan membantumu setelah cuci muka," sambung Khaotung yang dibalas ucapan terimakasih dari View.

Khaotung sangat bahagia dengan hubungannya dengan View, tak ada satu haripun dia merasa lelah atau bosan setelah memasuki apartement ini. Diluar mungkin dia terlihat begitu fokus pada First dan hal lainnya, tapi saat dia disini maka ia secara penuh hanya melihat View dan hanya ingin terus bersama gadis tersebut.
Kejujuran First malam tadi tak merubah apapun, itulah kenapa Khaotung berpikir bahwa ia dan First sudah tak lagi bisa bersama. Apalagi, yang ditakutkan View benar adanya bahwa ada masa dimana teman gay akan menyukai teman prianya yang jelas-jelas menyukai lawan jenis.

"Nanti malam, mau pergi kencan?"

View yang sedang membuat sarapan terlihat terkejut dengan ajakan Khaotung, rasanya sudah sangat lama Khaotung tak mengajaknya kencan karena terlalu asyik kencan di apartement.

"Boleh, aku harus dandan lebih cantik kan?"

"Jika itu yang kau mau, maka aku juga harus mengimbanginya."

Keduanya lalu tertawa, menikmati waktu pagi bersama mereka dengan mesra.
Khaotung benar-benar terlihat mencintai View pun sebaliknya, keduanya adalah pasangan sempurna karena saling menyukai sejak awal. Komunikasi pun berlangsung dengan sangat baik, jadi jarang sekali keduanya terlibat perdebatan tidak terlalu penting.

"Ah, aku lupa bertanya soal First. Apa dia baik-baik saja kemarin?"

"Em, dia baik-baik saja. Hanya telat bangun, jadi aku memakinya sebentar." Ada rasa tak nyaman saat Khaotung harus membahas soal First.

"View."

"Hem?"

"Haruskah aku jangan terlalu sering bertemu dengan First?"

View kembali terlihat terkejut, baru kemarin Khaotung meninggalkannya di kampus karena First yang dikhawatirkannya, dan sekarang tiba-tiba saja Khaotung mengatakan bahwa dia akan menjauhi First?

"Kenapa?" Tanya View.

"Aku mengetahui rahasia besar First tadi malam, kau tahu lebih dulu, kan? Aku secara tak sengaja mendengar percakapanmu dan First di parkiran klub Jun."

View menghela napas dan meminta maaf jika dia sebenarnya kesulitan untuk memberitahu Khaotung. Ada banyak alasan kenapa View tidak pergi pada Khaotung untuk memastikan First itu gay atau bukan, apalagi Khaotung dirasanya pun tertipu dengan First.

"Dia bukan penipu, dia hanya tak mau banyak orang yang tahu tentang jati dirinya."

"Lalu kenapa kau tak mau menemuinya lagi setelah tahu dia gay? Bukankah kau sangat ingin dekat dengan Phi Mix karena tertarik dengan status gay-nya." Tanya View dengan wajah bingung.

"Aku memikirkan kekhwatiranmu, aku tidak mau kau berpikir negatif terus menerus bila aku masih terlalu sering bertemu dengan First."

View kembali tersenyum sipu. "Aku tidak pernah berpikir kau akan memilihku dari First, sangat bahagia~"

Tak lama kemudian, terdengar dering ponsel Khaotung dari ruang tengah. Khaotung pun pamit pergi lebih dulu untuk memeriksa ponselnya, View pun pergi memeriksa ponselnya dan masuk ke dalam sebuah obrolan grup berisi teman-temannya.

View: Rencana untuk membuat First dipermalukan akan aku batalkan. Tenang saja, aku akan tetap mentraktir kalian.

----

First bangun pagi-pagi juga hari ini, terlihat lebih baik dengan wajah bangun tidur. Dia lalu pergi ke balkon apartement dengan bungkus rokok ditangannya, menghabiskan satu batang rokok setiap pagi sembari menikmati pemandangan padat kota Bangkok.

'Bagaimana?'

"Apanya?"

'Reaksi Khaotung lah.'

"Tidak tahu, aku pergi sebelum mendengar apapun darinya."

Setelah mengatakan itu, terdengar suara Jun yang mengumpat diseberang sana.

"Aku sudah berusaha sebaik mungkin, sialan."

'Benar juga, aku harus menghargainya.'

'Aku tak memiliki firasat kau akan bersama dengan Khaotung.'

Jangankan Jun, First sendiri pun berpikir demikian. First hanya berharap hubungannya dengan Khaotung akan tetap baik-baik saja setelah ini.

"Walaupun aku tahu aku akan ditolak, tetap saja aku akan patah hati. Tapi, kau benar. Aku tidak bisa terus diam seperti kemarin."

'Lakukan yang terbaik sampai akhir, aku ada di klub jika kau membutuhkanku.'

Setelah itu Jun lalu mematikan sambungan teleponnya, dan First segera mencari kontak Khaotung untuk melihat apakah dia mengirim pesan atau semacamnya, tapi ternyata tidak ada apapun di dinding pesannya.

"Haruskah aku yang menemuinya?" Pikirnya, kemarin dia ketakutan dan sekarang malah penasaran. Lagipula, dialah yang memulai semua ini, jadi First sendiri yang harus mengakhiri dan menemukan jawabannya dari Khaotung, dan apapun itu dia harus menerimanya.

Tapi, baru saja First akan pergi ke kamar mandi, terdengar suara pintu apartementnya diketuk.

"Phi Mix?" Hanya beberapa orang yang datang berkunjung ke rumahnya dengan mengetuk, karena Khaotung memiliki kunci cadangan Apartementny, jelas dia tak akan mengetuk.

"Kupikir kau tidak akan membukakanku pintu setelah meninggalkanku di klub Jun tadi malam." Itu Khaotung, bukan Mix.

Ditengah rasa terkejut First akan kedatangannya, Khaotung langsung masuk ke dalam apartement First begitu saja.

"Dan kau pikir aku tidak akan pergi menemuimu setelah pengakuanmu?"

First lebih dulu menutup pintu apartemennya lalu berjalan mendekat Khaotung. "Akh berencana pergi menemuimu setelah mandi."

"Tidak perlu, kita bicara saja langsung."

Dengan raut wajah seperti itu, First yakin jika Khaotung tidak nyaman dengan pengakuannya malam tadi, dan First tidak bisa membela apapun selain menerimanya. First lalu menganggukkan kepalanya dan menyuruh Khaotung berbicara lebih dulu.

"Sejak kapan kau menyukaiku? Saat kita pertama kali berteman?"

"Tidak, beberapa Minggu sebelum kedatangan View."

Khaotung kali ini yang terlihat terkejut, namun segera dia merubah kembali wajahnya menjadi penuh ketidaksukaan. "Apa yang membuatmu menyukaiku?"

First mengangkat bahunya sekilas, ada begitu banyak hal untuk dibicarakan bila Khaotung memang sangat penasaran. "Waktu yang kita habiskan, kita melakukan banyak hal bersama."

"Hanya itu?"

First kembali membayangkan beberapa moment manis keduanya yang membuat dia berpikir bahwa benar adanya jika dirinya mulai menaruh hati pada Khaotung. "Bagaimana kau berbicara denganku, bagaimana kau selalu menggunakan bahuku untuk berkeluh kesah tentang View, saat kita pergi ke laut bersama, saat aku menunggumu pulang dari bekerja di klub Jun. Kau mungkin harus tinggal seharian disini untuk mendengar lebih banyak."

"Kalau begitu sampai sini saja, aku tidak bisa tinggal lebih lama dan mungkin ini akan jadi terakhir kalinya aku berkunjung."

"...."

Khaotung lalu menghela napas dan merubah ekspresi tidak sukanya menjadi tidak tega setelah melihat wajah sedih First. "Maafkan aku, tapi aku tidak ingin melukai siapapun. Entah itu kau ataupun View."

Khaotung berpikir jika dia terus bersama First, bertemu secara rutin seperti biasanya hanya akan membuat rasa suka First menjadi lebih besar lagi, dan View pun akan terluka bila melihat dia terus bersama First, apalagi View mudah sekali berpikiran negatif.

"Tapi yang paling penting saat ini adalah aku harus menjaga perasaan kekasihku, aku tidak marah kau menyukaiku aku hanya berpikir jika kau lebih dulu jujur aku akan menjaga sikap yang akan membuatmu menyukaiku."

"Aku berpikir untuk membuatmu membenciku sebelum datang kemari," lagi Khaotung berbicara, kali ini diiringi rasa bersalah. "Tapi melihatmu seperti ini membuatku tidak tega."

"Jadi kita tidak akan lagi berteman? Karena aku menyukaimu?"

Khaotung menghela napas lalu menjelaskan kembali jika bukan itu maksudnya. "Kita masih bisa saling berbicara di kampus."

First lalu menundukkan kepalanya, dia sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk Seperti ini, tapi tetap saja dia merasa patah hati. "Ini salahku, tapi aku tidak tahu dimana yang paling salah atas tindakanku. Menyukaimu? Tidak jujur padamu dari dulu? Atau mungkin seharusnya aku tidak jujur akan apapun padamu."

"First..."

"Tak bisakah kita tetap seperti ini?" Tanya First, mencoba untuk memohon daripada pasrah seperti biasanya.

"Aku memang menyukaimu tapi tidak pernah menghalangi kau ataupun View untuk menjadi lebih dekat, aku berdiam diri selama ini dan aku baik-baik saja."

"Tapi aku tidak nyaman, bisakah kau baik-baik saja saat aku bersama View?"

"Kenapa kau perduli pada perasaanku?"

"Karena kita sahabat dan aku tidak mau melukaimu. Aku tidak mau jadi topik utama dalam curhatanmu pada Jun."

First kembali menundukkan wajahnya kemudian mengusap rambut sembari berbalik membelakangi Khaotung, memohon membuatnya semakin terlihat menyedihkan tapi dia tak bisa menjalankan kesehariannya tanpa Khaotung.

"First, kita tetap berteman."

First tetap diam menatap lantai apartementnya.

"Kita bisa berbicara di kampus, pergi bermain bertiga dengan View dan semacamnya. Tapi, untuk datang kesini dan menginap sendirian aku tidak bisa, bisakah kau mengerti posisiku?"

Khaotung lalu mendekati First kemudian menyentuh bahu lebar tempatnya biasa bersandar dahulu, dulu bahu itu terasa tegap tapi tidak lagi saat ini.

"First~"

First lalu menolehkan kepalanya pada Khaotung, sudah lama rasanya dia tak mendengar suara rengekan tersebut.

"Jika kita tidak saling bertemu terlalu sering, kau mungkin tidak akan menyukaiku lagi. Kau bisa mencari pria lain dan memulai hubungan baru seperti yang aku lakukan, benar?"

Khaotung lalu merengek mengatakan bahwa dia benar-benar memiliki rencana untuk membuat dia dan First saling membenci dalam perjalanan ke apartement, tapi semuanya menjadi berubah seperti ini karena memang keduanya tak bisa berjauhan dalam waktu cukup lama, apalagi keadaan First saat ini bukannya membenci Khaotung malah memohon untuk tidak ditinggalkan, ya mana tega Khaotung.

"Ini tidak seperti aku akan menghilang dari kehidupanmu."

"Em, aku mengerti. Maafkan aku, kau mungkin mengalami kesulitan karena aku."

First lalu mencoba tersenyum membuat Khaotung sedikit tertegun dengan keikhlasan First, ia pun mengangguk dan tersenyum balik. Setelah itu, keduanya terlihat canggung secara tiba-tiba.

"Aku akan pergi mandi, jika kau ingin pulang maka pulang saja."

Khaotung menganggukkan kepalanya. "Iya, aku juga memiliki urusan dengan View."
.
.
.
Khaotung dan View sudah sampai di restoran tempat keduanya akan berkencan. Keduanya bahkan mengenakan pakaian senada, benar-benar mempersiapkan semuanya untuk kencan ini.
Setelah dari restoran ini, keduanya akan pergi ke tempat hiburan yang sedang berlangsung tak jauh dari kampus mereka.

"Bagaimana? Kau suka tempatnya?" Tanya Khaotung.

"Suka, karena bersuasana tenang," jawab View.

Keduanya saat ini sedang menunggu hidangan yang telah di pesan.
Mengobrol banyak hal untuk membuat hubungan menjadi lebih erat, karena sebenarnya View maupun Khaotung belum mengenal satu sama lain lebih jauh mengingat umur perkenalan mereka belum terlalu lama.

"Aku ingin ke toilet lebih dulu, tidak apa-apakan?"

Khaotung menganggukkan kepalanya saat View menjelaskan jika dia ingin merapikan make upnya. Setelah View pergi menuju toilet, Khaotung lalu mengeluarkan ponselnya dan memeriksa pesan siapa saja yang masuk, tapi dari semua pesan yang masuk tidak ada yang dikirimkan oleh First.
Jadi, Khaotung langsung pergi menuju dinding chatnya dengan First dan terlihat pesan yang dikirim Khaotung sore tadi hanya dibuka oleh First.

Pesan yang dikirim Khaotung sebenarnya hanya pesan biasa, besok dia dan First memiliki kelas yang sama dan Khaotung hanya bertanya apakah First akan menghadirinya atau tidak.
Khaotung sebenarnya tidak pernah bertanya seperti ini walaupun keduanya masih tinggal bersama, karena First jelas akan datang. Tapi, Khaotung  masih merasa bersalah walaupun masalah keduanya sudah bisa dinyatakan selesai. Khaotung terlihat labil dengan keputusannya, dia ingin menjauhi First tapi setelah First menyetujuinya dia malah tidak bisa terlihat jauh dari First. Mungkin dia tak bisa lagi sering bertemu dengan First seperti biasanya, tapi Khaotung mulai berbicara hal hal yang menurutnya tak penting di dinding chat First.

"Apa dia sibuk?" Tanya Khaotung pada dirinya sendiri. Niatnya Khaotung ingin mengirim pesan lagi pada First, tapi View lebih dulu kembali dari toilet membuat Khaotung dengan segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku jaket.

"Makanannya belum datang?" Tanya View.

"Belum, mungkin sebentar lagi," jawab Khaotung.

View lalu kembali duduk didepan Khaotung, kemudian menarik tangan sang kekasih dan mengusapnya dengan lembut.

"Apa terlalu lama? Haruskah kita pindah tempat saja?" Tawar Khaotung, tapi View menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, yang penting aku menunggunya bersamamu," jawab View lalu tertawa kecil.

----

First baru saja kembali dari klub Jun, pulang di awal malam karena dia hanya berencana membantu Jun membuka klubnya. First langsung duduk di meja belajarnya, kemudian sembari minum air putih yang dia bawa dari dapur First melihat ponselnya, ada pesan dari Mix dan grup fakultasnya, ada juga pesan Khaotung yang sore tadi hanya dia baca. Bukan semata-mata karena First sibuk di klub Jun, tapi memang dia sengaja.

First terlihat hendak membalas pesan tersebut, dengan beralasan sibuk atau semacamnya. Tapi sesaat kemudian, First menghapusnya dan menyimpan ponselnya ke atas meja belajar.
Jika dia seperti ini, maka rasa rindunya akan semakin membara. Jadi benar apa yang dikatakan oleh Khaotung, keduanya harus berjauhan untuk sementara waktu sampai mungkin perasaan First padanya hilang secara total.

First lalu memperhatikan dinding meja belajarnya yang dipenuhi oleh fotonya dan juga foto Khaotung, bahkan masih ada banyak barang Khaotung yang tertinggal di meja tersebut, juga banyak sekali barang yang sebenarnya milik First namun lebih sering digunakan oleh Khaotung.
Setelah berpikir sebentar, First lalu pergi keluar kamar da kembali dengan membawa dus besar kosong.
Pertama, dia melepaskan semua foto yang terpajang dan memasukannya ke dalam dus, disusul oleh barang-barang Khaotung dan juga beberapa barang miliknya yang sering digunakan Khaotung.

Tidak hanya itu, First bahkan memindahkan meja belajarnya ke sisi lain, merubah letak lemari dan juga memisahkan meja komputer dimana saat ini kursi dan meja komputer milik Khaotung sudah kosong, dibawa oleh pemiliknya ke apartement kekasih.

"Apalagi?" First terlihat kembali berpikir dengan keringat diwajahnya, apa yang harus dia ubah untuk membuat dirinya lebih mudah melupakan Khaotung dan melihatnya kembali dimasa depan sebagai teman biasa.

---

Di lain tempat, tepatnya Khaotung yang sedang menikmati hiburan para penyanyi anak band dari berbagai kampus. View saat ini sedang pergi bersama teman-temannya, secara tak sengaja dia bertemu dengan mereka dan Khaotung mengizinkannya untuk pergi dan Khaotung menunggu dipinggir panggung.
Khaotung saat ini sedang menatap ponselnya ditengah berisiknya suara musik dan para penonton, dia sedang menunggu First membalas pesannya setelah melihat kontak pria itu mulai menunjukkan bahwa dirinya sedang aktif di aplikasi chatting tersebut, Khaotung juga sedang menahan diri untuk tidak mengirimkan pesan lainnya yang akan membuat dirinya terlihat bodoh Dimata First, dia yang meminta berjauhan tapi dia juga yang kelimpungan karena tak mendapat kabar First seharian ini.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

127K 10K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
69.8K 2K 3
Nanon&ohm Mau tau...
491 100 38
❗MURNI HASIL PEMIKIRAN OTAK SENDIRI. MOHON DIMAAFKAN APABILA ADA UNSUR YANG SAMA, SAYA PASTIKAN KARNA TIDAK KESENGAJAAN, TERIMAKASIHπŸ™. ] Kisah i...
14.5K 901 30
Pawat Chittsawangdee ,biasa di panggil ohm adalah ketua geng motor dari geng bernama Dervanus dengan musuh bebuyutannya yang bernama Ganstars yang di...