Should I Call It Love? [COMPL...

humuhumuismailaip

21.7K 1.9K 412

First pikir dia tidak akan jatuh cinta pada Khaotung, dan Khaotung pun berpikir demikian. Еще

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. (Ending)

13.

688 77 22
humuhumuismailaip

Happy reading!!

Tuk.

First menyimpan gelas minum untuk Mix yang tiba-tiba saja datang ke apartementnya saat ia dan Khaotung hendak berbicara diluar kamar.
Khaotung memperhatikan Mix yang terlihat canggung, mungkin Mix tidak tahu jika Khaotung akan datang karena tadi ia mengatakan pada Mix jika dia hari ini ada kelas pagi, Mix pun yang juga khawatir pada First memutuskan untuk memastikan keadaannya.

"Jika aku tahu kau datang lebih awal, aku tidak akan kesini."

Khaotung menganggukkan kepalanya mengerti. "Maafkan aku, aku pasti membuatmu khawatir tentang First."

"Tidak apa-apa, aku lega dia baik-baik saja." Mix mengatakannya sembari menoleh pada First, yang terlihat sama sama canggung karena tidak menyangka akan bertemu bertiga seperti ini.

"Aku akan langsung kembali ke kampus, View mungkin sedang menungguku." Khaotung lalu membawa tasnya yang sempat ia lempar ke sofa dekat Mix. Kemudian, Mix juga mengatakan hal yang sama. Utusannya di kampus belum selesai karena lebih memilih datang ke sini.

"Mau pergi bersama? Aku bawa mobil."

"Ah baiklah, terimakasih Phi."

Khaotung lalu menolehkan kepalanya pada First. "Jika kau ingin berbicara temui aku di klub Jun nanti."

"Em, aku mengerti."

Setelah itu, keduanya lalu pergi dari apartement First.
Terlihat sekali First yang menghela napas lega setelah lepas dari kecanggungan yang dia rasakan seorang diri, bagaimana bisa dia bertemu dengan Mix sesaat setelah mencurahkan semua kesedihannya pagi buta tadi, lalu juga di hadapkan dengan Khaotung yang mengatakan bahwa dia mengetahui rahasianya.

"Aku merasa semakin dekat dengan masalah," gumam First kemudian kembali pergi ke kamar untuk melanjutkan tidur, memang percuma juga dia pergi ke kampus.
.
.
.
Mobil tersebut terlihat sunyi, Mix yang memang pendiam dan Khaotung yang tak pandai cari pembahasan.
Tapi Khaotung penasaran dengan First yang mendatanginya sambil mabuk, jadi dia membuka pembicaraan dengan bertanya soal itu.

"Mungkin dia memiliki hari yang buruk?" Ujar Mix dengan pertanyaan kembali.

"Aku tidak tahu, dia selalu terlihat baik-baik saja."

Mix menganggukkan kepalanya, jika dilihat sekilas memang First terlihat seperti orang baik-baik saja. "Tapi, jika kau memperhatikannya lebih dalam, kau bisa menemukan jika dia penuh oleh kesedihan, hidupnya sangat mendung."

Mix terdengar lebih tahu soal First daripada dia, bahkan Khaotung merasa jika Jun tidak ada bandingannya dengan Mix soal First.
Khaotung pikir hubungan keduanya (First dan Mix) hanyalah kenalan biasa, tapi jika dipikir lagi sepertinya tidak.
Mix yang gay berteman dengan Jun dan First yang juga Gay, jadi Khaotung menyimpulkan jika First sudah Gay sejak awal.
Tapi, apa hubungannya dengan Mix? Apa yang membuat First dan Mix memiliki waktu untuk berbasa-basi belum lama ini padahal keduanya sering bertemu sejak First dan Khaotung datang sebagai mahasiswa baru.

"Ah, Phi. Aku sudah lama tak pernah melihatmu pergi ke klub Jun. Apa ada yang sedang kau kerjakan hingga tak memiliki waktu hangout?"

"Tidak, Earth memiliki banyak waktu libur beberapa Minggu ini jadi aku menghabiskan waktu dengannya. Aku berulang kali ingin membawanya ke klub, tapi katanya dia sedang tak mau keluar apartement. Nanti malam aku akan kesana, kau kerja tidak?"

Itu artinya View berbohong, Khaotung juga sebenarnya mempertanyakan darimana View mengetahui jika First adalah gay, apa mungkin dari pembicaraan tak sengaja Mix? Mengingat View yang dikata First pergi kesana kemari untuk memastikan identitasnya, Khaotung kemudian menyimpulkan jika hubungan Mix dan View renggang karena itu.

"Phi, bisakah kita cari tempat untuk berbicara?"

Mix menolehkan kepalanya pada Khaotung dengan tatapan terkejut. "Tak bisa di mobil saja?"

"Em, haruskah kita pergi ke apartementmu?"

Cukup lama Mix memikirkan saran Khaotung, tapi ia berakhir menganggukkan kepalanya. "Baiklah, sepertinya kau ingin berbicara serius."

"Tidak, aku hanya ingin bertanya biasa saja."

----

First baru saja keluar dari kamar mandi saat ponselnya bergetar dan menunjukkan nama kontak View, First pun segera mengangkatnya.

'Khaotung masih disana, ya?'

"Tidak, dia sudah lama pergi dari sini. Kenapa? Belum sampai ke kampus?"

'Belum, kupikir kau menahannya disana.'

First hanya menghela napas lalu memberitahu View jika Khaotung pergi dengan Mix.

'Phi Mix? Kenapa?'

"Mana aku tahu, telpon saja Mix atau kekasihmu itu kenapa malah menghubungiku?"

'Terserah aku. Sudahlah, kau tak membantu.'

Setelah itu, View lalu memutuskan sambungan teleponnya begitu saja.
Tadinya First tidak mau memikirkan Khaotung yang belum kembali pada View, tapi saat mengingat Khaotung perginya dengan Mix tiba-tiba saja First menjadi khawatir. View tahu dia gay dari Mix yang kurang berhati-hati, jadi First sedikit trauma bila mengingatnya lagi jadilah
Buru-buru dia mencoba menghubungi Mix.

"Phi Mix."

'Ada apa?'

"Kau masih bersama Khaotung?" Tanya First.

'Iya, kita  di apartementku. Kenapa?'

"View mencari Khaotung dan mengatakan jika Khaotung tidak bisa dihubungi."

'Ah, aku akan memberitahunya.'

----

Khaotung segera melihat ponselnya yang ia simpan di dalam saku dengan keadaan mode silent, pantas saja dia tidak bisa mendengar suara dering ponsel dari View.

"Baiklah, aku tutup ya."

Khaotung kembali fokus pada Mix yang sudah memutuskan sambungan telepon First.

"Apa yang kau ingin tahu soal First? Kau lebih mengenalnya daripada aku." Mix memutuskan untuk kembali fokus pada pembicaraan mereka yang sempat tertunda.

Khaotung menghela napas, orang-orang terus mengatakan hal seperti itu, padahal Khaotunglah yang tak mengetahui apapun soal First.

"Kupikir kau mengerti maksudku."

Mix menggelengkan kepala dengan senyum sedikit kikuk. "Aku tidak mengerti."

"Aku memiliki firasat jika kau mengetahuinya juga, jadi aku ingin bertanya."

"Tapi sebelum itu, bolehkah aku tahu kenapa First datang kesini dalam keadaan mabuk? Dia tipikal orang yang akan berkeluh kesah saat mabuk."

Mix terlihat berpikir, inginnya memang dia memberitahu Khaotung, tapi jelas dia tetap harus mendapat izin First lebih dulu.

"Aku tidak bisa memberitahumu tanpa sepengetahuan First."

Khaotung menganggukkan kepalanya. "Itu masuk akal, aku hanya terlalu penasaran.

"Jadi apa yang kau ingin tanyakan?"

Khaotung terlihat diam sebentar, mencoba merangkai kata dan mengingat hal-hal yang menurutnya cukup janggal tentang hubungannya First dan Mix, pun dengan jati diri First.

"Apa kau mantan kekasih First?"

Itu pertanyaan diluar dugaannya Mix,  dia pikir Khaotung akan bertanya apakah First seorang Gay atau bukan.
Mendengar pertanyaan itu, sepertinya dia tidak diberitahu oleh View dan Mix terlihat terkejut dengan pertanyaan tersebut.

"Kau sudah tau dia gay?"

Khaotung menganggukkan kepalanya. "Itu mengejutkanku, tapi aku bisa dengan cepat menerimanya dan membiarkan dia yang ingin menyembunyikannya."

"Orang yang membuatnya menangis pada Jun malam itu, kau kah itu?" Tanya Khaotung lagi, benar-benar terlihat ingin mendapatkan kepastian dari kecurigaannya.

Khaotung masih ingat jelas bagaimana First menangis membicarakan tentang betapa dia mencintai seseorang waktu itu, dan Khaotung berpikir jika itu adalah Mix.

"Apakah First masih berharap padamu hingga hari ini? Alasan dia datang dengan mabuk kesini pasti karena dia mencintaimu begitu dalam."

"Aku hanya bisa menjawab jika memang benar aku adalah mantan kekasihnya, dan dia tak berharap apapun padaku lagi."
.
.
.
.
Khaotung terlihat sudah berada dalam perjalanan menuju kantin, View menungguinya cukup lama disana.
Terlihat gadis itu memasang wajah kesal ketika melihat Khaotung datang, wajarlah dia marah karena Khaotung terlambat datang. Kelasnya sudah lama berakhir dan dia berakhir harus menunggu Khaotung yang katanya akan menungguinya saat jam kelas berlangsung.

"Aku tidak akan memaafkanmu hanya karena kau membawa ice cream."

Khaotung menghela napas dengan kresek berisi beberapa jenis ice cream didalamnya. "Aku tahu, maafkan aku. Aku tidak tahu akan ada urusan mendadak tadi."

"Ada urusan apa kau dengan phi Mix!" Tanya View.

"Tidak terlalu penting untukmu, ini soal First."

Khaotung bisa melihat wajah terkejut View saat dia menyebut nama First.

"Kau menelpon First tadi ya?"

"Em, aku pikir kau masih dengannya."

Khaotung menghela napas lagi. "Jangan cemburu pada First, kau membuat hubungan pertemanan kita sedikit renggang."

"Kenapa aku harus cemburu pada pria?"

Khaotung menganggukkan kepalanya, itu juga yang dia pikirkan. Tapi, View tahu jika First gay. Mungkin wajar jika View terlihat berapi-api saat mengetahui teman dekat Khaotung adalah Gay dan berpikiran sempit jika First akan menyukai Khaotung.

"Jadi, ada urusan apa kau bertemu dengan Phi Mix?" Tanya View.

Khaotung menggelengkan kepalanya. "Tidak terlalu penting."

View menghela napas lalu meminta Khaotung untuk tidak terlalu dekat dengan Mix. "Kau tahu dia gay, bisa saja dia menyukaimu nanti."

Khaotung tertawa, ia sudah menduga jika View akan mengatakan hal seperti ini, tapi tidak tahu akan selucu ini mendengarnya secara langsung.

"Lalu apa? Yang pentingkan aku menyukaimu."

"Tetap saja, mencegah lebih baik dari apapun."

Khaotung menghela napas lalu mengusap kepala View. "Jangan mengatakan hal seperti ini, jika Mix mendengarnya dia akan terluka."

"Lihat? Kau peduli padanya~"

"Tentu saja, dia temanmu dan juga temannya First. Siapapun itu, kita tidak boleh melukai perasaannya." Khaotung tersenyum lalu meminta View untuk mengingat ucapannya tersebut, bahwa dia tidak boleh melukai siapapun hanya dengan berdasarkan ketakutannya sendiri.

"Aku tidak seperti itu," ujar View, sedikit tidak nyaman karena bayangan First yang marah padanya tempo hari muncul saat Khaotung berbicara.

"Aku senang jika seperti itu, kekasihku tidak boleh melukai siapapun dan tidak terluka oleh siapapun."

Semakin Khaotung terlihat sempurna seperti ini, semakin khawatir View dibuatnya. Selain Mix, inginnya dia juga menjauhkan Khaotung dari First.
Tapi, itu sesuatu hal yang tidak mungkin. Kecuali....

----

First berada di tempatnya Jun, di lantai tiga dengan tatapan kosong.
Dia selalu mengandalkan Jun untuk membuat perasaannya menjadi lebih beraturan, seperti orang bodoh saja kemarin dia malah pergi pada Mix.

"Kau tidak merokok?"

First mengangkat kepalanya, menatap Jun yang baru saja naik ke lantai tiga dengan rokok dicelah bibirnya.
Dipikirnya, First lupa membawa rokok jadi Jun memberikan bungkus rokoknya untuk berbagi.

"Aku sudah menghabiskan dua batang sebelum kesini, nanti saja."

First lalu duduk di sofa diikuti oleh Jun.  "Kali ini, apa?"

"Apa ya?" First malah balik bertanya.

"Kau patah hati, kan? Kudengar Khaotung dan gadis itu sudah resmi."

First menganggukkan kepalanya, awalnya dia datang memang untuk membicarakan hal itu, bahwa dia harus mengakhiri sesuatu yang dia mulai sendiri.
Tapi, dia merasa sesuatu yang lebih besar akan datang.

"Mix tadi datang ke apartementku saat Khaotung mengatakan bahwa dia mengetahui sesuatu dari beberapa hal yang aku sembunyikan darinya."

Jun terlihat terkejut, itu sesuatu yang dia tunggu sebenarnya. Karena First yang memberitahu Khaotung akan terdengar sangat mustahil mengingat First sangat kuat akan prinsipnya, jadi memang Khaotunglah yang akan mengetahuinya lebih dulu.

"Untuk apa Mix ke apartementmu?"

First menggelengkan kepalanya. " Aku bahkan tidak mengerti kenapa aku ke apartementnya kemarin."

"Apa dia mulai nyaman kembali denganmu?"

First mendecih, itu sesuatu hal yang tidak mungkin. "Hei, fokus pada Khaotung."

"Ah, benar. Terlalu banyak kejutan di awal ceritamu."

"Sepertinya View memberitahu dia bahwa aku gay? Apa alasan dia mau pindah ke apartement View karena tau aku gay?"

"Apa menurutmu dia seseorang yang merendahkan orang-orang seperti kita?"

First menghela napas lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, kau tahu bagaimana dia begitu bersemangat untuk dekat dengan Mix?"

"Keluargaku tidak apa-apa jika ada gay diluar keluarganya, dan mengamuk saat tahu aku salah satunya."

First kembali merenung, benar juga.

"Kau khawatir dengan apa?"

"Dia bertanya identitasku, aku harus jawab apa ya?"

Jun lalu mengatakan jika First datang untuk meminta saran padannya, Maia First sudah tahu apa yang akan dia ucapkan tentang masalah ini. "Tak ada yang lebih baik dari kau yang jujur padanya lebih cepat."

"Tapi, itu tak mengubah apapun menjadi lebih baik kecuali menjadi lebih buruk."

"Hanya jangan berharap lebih seperti dia akan jadi gay, tetap menerimamu sebagai teman saja sudah cukup, kan?"

"Kau aneh, kau tak mau dia tahu tapi berharap dia menyukaimu balik."

"Tidak, bukan seperti itu." First kemudian menjelaskan jika dia tidak mau memberitahu Khaotung begitu saja. "Aku merasa dia sudah menjauhiku, jadi aku takut untuk mendapatkan hal lebih buruk lagi."

"Kau sudah mengetahui bagaimana kehidupanmu saat ini, tidakkah kau penasaran dengan apa yang akan terjadi jika kau melangkah keluar dari zona nyamanmu?"
Jun kembali mencoba membujuk First untuk lebih berani.

Jun juga mengatakan bahwa First memiliki Jun, bahkan saat ini hubungannya dengan Mix menjadi lebih baik dari apa yang diharapkan. First tidak lagi sendirian bila seseorang mengetahui siapa dia sebenarnya, ada yang akan melindunginya.

Setelah mengatakan itu, Jun lalu pamit pergi karena Min sang kekasih menghubunginya.
First terlihat berpikir saat ini, apa dia harus mengatakannya sebelum Khaotung bertanya?
Puluhan kali di sarankan Jun untuk terbuka pada Khaotung, baru kali ini First terlihat memikirkannya.

----

Khaotung datang ke klub Jun walaupun dia saat ini tidak ada jadwal bekerja.
Khaotung sudah menghubungi First dan dia tak mendapatkan jawaban apapun, pergi ke apartementnya juga tidak ada jadi Khaotung memutuskan datang ke klub Jun.

"First di lantai tiga," ujar Jun yang terlihat sibuk bekerja tapi menyempatkan diri untuk mendatangi Khaotung yang terlihat kebingungan setelah masuk.

"Terimakasih, Jun."

Khaotung pun melangkahkan kakinya lebih cepat menuju tangga yang langsung menghubungkannya ke lantai tiga, namun di tengah jalan dia bertemu First yang sedang menuruni anak tangga.

"Kau terlambat?"

"Kupikir kau tak datang kesini, ponselmu sulit dihubungi."

First dan Khaotung lalu saling diam di anak tangga, First memang sengaja membuat ponselnya dalam mode diam karena saat ini dia sedang berpikir dengan mempertaruhkan banyak hal.
First lalu menolehkan kepalanya ke lantai satu, terlihat ramai.

"Mau ke lantai tiga?"

Khaotung menganggukkan kepalanya lalu kembali berjalan mengikuti First yang berjalan lebih dulu.

Suasana lantai tiga selalu seperti ini, sendu dan sejuk. Angin malam yang datang membuat suasana memang cocok untuk depresi dan Jun sebagai dokter psikolog.

"Rokok?" Tawar First dengan memberikan bungkus rokoknya.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Khaotung setelah menerima batang rokok tawarannya tersebut.

"Apa yang kau ketahui," jawab First.

Khaotung terlihat gugup, dia sebenarnya tidak berencana mengatakannya dan sekarang harus mengatakannya karena First kemungkinan besar penasaran.

"Kau pergi dengan Phi Mix, apa ada yang kalian bicarakan disana?" Tanya First lagi.

"Ada," jawab Khaotung. "Jika kau ingin tahu, aku bisa memberitahumu-"

"Aku yang akan memberitahumu."

First menarik nafas lebih dulu sembari menatap Khaotung. "Jika yang kau ketahui aku adalah gay, maka itu benar."

"View mungkin mengatakannya untuk berjaga-jaga siapa tahu aku menyukaimu, aku tidak masalah. Aku menerimanya."

Walaupun Khaotung sudah mengetahuinya, ada perasaan terkejut  darinya setelah mendengar langsung dari mulut First. "Aku mengetahui hal lain lagi."

"Apa itu?"

"Mantan kekasihmu itu Phi Mix, dan kau masih mengharapkannya hingga hari ini," ucap Khaotung.

"Tidak heran kenapa phi Mix terdengar sangat mengenalmu dariku," ujarnya lagi diselingi senyum kecil.

"Kau tak masalah aku gay?"

Khaotung menganggukkan kepalanya.  "Kau ingin aku bereaksi seperti apa? Menolakmu? Bagaimana aku bisa melakukannya."

"Mungkin kau merasa dibohongi, jadi aku takut alasan kau pindah bukan semata mata hanya karena ingin tinggal dengan View."

"Aku mengetahuinya sehari sebelum aku memutuskan untuk pindah, saat itu pun aku sempat berpikir haruskah aku tetap tinggal? Aku ingin melihatmu lebih teliti lagi setelah mengetahui jati dirimu yang sesungguhnya. Apa yang salah dariku hingga kau pun memasukan ku ke dalam daftar orang yang tak boleh tahu."

First lalu menolehkan kepalanya ke arah lain, ia mulai merasa tidak bisa melihat tatapan Khaotung lebih lama lagi. "Karena kau sudah kuanggap bagian keluarga, aku tidak mau keluargaku tahu. Aku tidak mau kau meninggalkanku, walaupun aku tidak pernah ditinggalkan karena jati diriku tapi aku memiliki ketakutan itu."

Khaotung tersenyum lalu menganggukkan kepalanya mengerti. "Baik, semua sudah selesai sekarang. Aku bisa menemui dan berbicara seperti biasa lagi padamu, kau gay ataupun bukan. Aku akan pergi padamu seperti biasanya. Karena aku sudah mengetahui semua rahasiamu, aku merasa seperti sahabatmu lagi."

"Semua rahasiaku?" Tanya First.

"Em, itu semua rahasiamu kan?" Tanya Khaotung balik.

"Tidak, aku memiliki satu rahasia lagi," jawab First. "Apa kau penasaran?"

Khaotung menelan air liurnya, kenapa tiba-tiba saja dia merasa gugup. "Apa itu?"

"Seseorang yang aku harapkan saat ini bukanlah Phi Mix, tapi kau."

"...."

"Aku merasa jika semuanya sudah ketahuan, lebih baik kau mengetahui semuanya saja," ujar First lagi. Namun setelah itu, ia tak mampu mendengar jawaban Khaotung jadi dia memutuskan untuk pergi dari klub Jun tanpa mendengar sepatah kata pun dari Khaotung.

TBC.

Продолжить чтение

Вам также понравится

69.8K 2K 3
Nanon&ohm Mau tau...
299K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
6K 323 13
⚠️WARNING⚠️ JANGAN SALAH LAPAK WOI kusus fujosi dan fudan yah kawan 🏳️‍🌈🏳️‍🌈 bxb⚠️🏳️‍🌈 bl⚠️🏳️‍🌈 boyloves⚠️🏳️‍🌈 Mengandung kekerasan ya kak...
Adopted Child k

Фанфик

225K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...