There's no black or white [BN...

By SeoStory4

21.2K 2.7K 506

Dimana setelah bertahun tahun lama-nya pemerintah jepang berusaha mengambil kembali Yokohama dari tangan peme... More

01 : ucap seseorang yang memiliki title Shin Soukoku dengan musuhnya
02 : "kalian ingat? Waktu tahun diskriminasi itu?
03 : pahlawan tidak memiliki hak dalam politik
04 : protagonist dan protagonist
05 : Pada dasarnya semua dimulai dari kerakusan manusia
06 : ujian
07 : Dia menangis karena terlalu bahagia.
08 : first day at UA
09 : frustasi
10 : pertunjukkan yang sebenarnya
11 : pelajaran yang lebih banyak
12 : pelajaran pahlawan dimulai!!
13 : siapa yang menang?
14 : Akutagawa sensei!!
15 : Buku?
16 : misteri terpecahkan!!
17 : Oshi
18 : Patroli
20 : sejarah yang kita tahu
21 : Butterfly effect
22 : Wanted Villain Organitation
23 : Pesan Ancaman L.O.V
24 : "pengkhianat"
25 : Latihan tempur
not an update...
26 : sebuah tim
27 : Todoroki VS Shiozaki
28 : Keraguan Yaoyorozu
29: Monoma VS Yaoyorozu
30 : small talk
31 : Criminal at Yokohama
32 : USJ again..
33 : Asrama guru
34 : UA Sport Festival p1 : halang rintang
35 : UA Sport Festival p2 : Soccer
36: UA Sport Festival p3 : Gate Of Hell
37 : UA Sport Festival p4 : Battle 1vs1
37 : UA Sport Festival p4 : Battle 1vs1 part 2
38 : Searching the Criminal
39 : Petunjuk, kota Hosu.
40 : program magang
41 : Unexpected meeting
42 : Miko-chan
43 : Visit the City
44 : Death from hunger
45 : Ancient Lady : May prepare for the worse
46 : Magang p1 : Kita bertemu lagi! ... Pahlawan!
be right back
47 : Magang p2 : wanna come with me?
48 : Ancient Lady : Unforgiven Past
49 : L.O.V : "masih belum terlambat"
50 : magang p3 : Hero K1ller
51 : L.O.V : Live
52 : Dangerous Feeling : meeting the culprit
53 : the 3 worlds meeting : Japan is in danger

19 : Korban dari Hero palsu

434 58 9
By SeoStory4

Vote, komen gess! >:))

Mangap ges, banyak tugas jadi kapan2 lagi yak

.
.
.

Atsushi adalah yang pertama bangun, dilanjutkan dengan Akutagawa, pada dasarnya mereka terbangun hampir bersamaan, hanya beda beberapa detik saja.

Laki laki bersurai silver itu memegang kepalanya dengan perasaan pusing, mungkin karena gerakan yang tiba tiba dari wanita itu membuat Atsushi mengalami lag sementara, pandangannya pusing dan keringat mengucur dari dahinya.

Akutagawa tidak kalah, dia merasakan sesak nafas yang sama, seperti ruangan ini (ruangan?) Penuh sesak dengan udara pengap, oksigen terasa sangat tipis seolah mereka sedang berada di atas pegunungan.

"Ah .. Hah... " Atsushi berusaha mengambil kembali kesadarannya dengan cara menggeleng gelengkan kepalanya dengan kuat, dia melirik ke arah Akutagawa yang juga sama sama menatapnya.

Mereka berdua berdiri dengan keringat dingin yang bercucuran di pelipis dan wajah mereka.

Akutagawa memperhatikan sekeliling. Sekarang sepertinya mereka sedang berada di bagian dalam rumah kayu, rumah tempat mereka berdua menghantarkan wanita tadi. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena tempat mereka terlalu gelap untuk di terawang. Bahkan sekedar melihat kakinya berpijak saja terasa sangat sulit.

Berbeda dengan Akutagawa yang kesusahan melihat dalam gelap, berkat Ability Atsushi, dia memanfaatkan kekuatannya untuk melihat dalam gelap, walau itu artinya ekor dan telinga harimaunya harus sampai terlihat keluar, beruntung Akutagawa tidak bisa melihat dengan benar.

"Kita kena jebakan bukan begitu?" Atsushi menyeka sekali lagi keringat di dagunya. Menatap sekeliling dengan mata terang menyala.

Akutagawa mendengus dan berkata dengan sinis,"aku sudah merasakan ada yang aneh, sedari awal kurasa niatmu untuk membantu sama sekali tidak diperlukan" waw kata yang panjang dari Akutagawa-sensei.

Atsushi menggaruk pipinya tidak gatal dan berkata dengan tidak enak,"iya maaf, tapi bagaimana jika wanita itu benar benar butuh bantuan?"

Akutagawa berdesis,"maka jangan ajak aku ke dalamnya"

"Iya iya maaf" Atsushi agak muak berbicara dengan Akutagawa yang egois. Dia lebih memilih menelusuri ruangan dan merapatkan diri ke tembok, menelusuri dinding kayu yang terlihat tidak rata.

Yup.

Tanpa pintu.

Mereka terjebak.

"Heh, sia sia bukan?" Akutagawa seolah merasa menang, padahal dia hanya berdiri seraya menatap sekeliling.

Atsushi berbalik,"hei! Setidaknya aku mencoba melakukan sesuatu!--"

Tiba tiba ruangan bergeser. Atsushi dan Akutagawa di pisahkan oleh sebuah dinding kayu yang membelah ruangan menjadi dua. Memisahkan Shin Soukoku dengan keterbatasan masing masing.

"Apa!?--" Atsushi mendekat ke arah dinding yang membelah ruangan menjadi dua, hanya untuk kembali di pindahkan ke ruangan yang lain. Dia berdecih dan berbalik, melihat sebuah ruangan yang berisi meja makan, lemari, dan ... Anehnya penerangan sebuah pelita minyak yang tergantung menyala di atas meja makan.

"Apa... Apa ini?" Atsushi menatap dengan air wajah yang masam.

Atsushi dan Akutagawa merasakan firasat buruk.

"Ah sebentar" Atsushi memeriksa jam saku-nya yang telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Dia melirik Izuku,"rumahmu cukup jauh, Midoriya?" Dia bertanya selidik.

Akutagawa juga menyadari bahwa anak ini membawa mereka dengan jalan memutar. Tetapi dia hanya memilih diam karena dia malas berbicara dengan harimau itu.

Izuku yang tertangkap basah menggaruk kepalanya dengan canggung, matanya bergulir ke atas dan ke bawah. Dia bukanlah pembohong yang baik,"eh-ehhhh?? Benarkah? Kurasa ini jalan yang biasanya aku lalui kok!"

Atsushi hanya terkekeh,"tenang Midoriya, aku tidak marah" Laki lako berambut silver berasumsi jika Midoriya Izukus ingin mendengar cerita tentang rumah kayu tadi sampai habis,"tapi serius, kau harus segera pulang, jika tidak ibu-mu akan khawatir" malam sudah larut, Atsushi dan Akutagawa masih memiliki waktu panjang sampai matahari terbit untuk berpatroli, mereka tidak bisa membawa anak anak ke tempat berbahaya di malam hari.

"Ah-- iya.. " sangat disayangkan karena Izuku masih ingin mendengar ceritanya sampai habis.

Atsushi menepuk kepala anak itu,"lain kali sensei ceritakan, mengerti?"

Izuku tersenyum gigi.

Pada akhirnya mereka sampai di rumah Izuku saat jam menunjukkkan pukul setengah sebelas malam. Inko Midoriya selaku ibu dari Izuku terlihat mondar mandir di depan rumah, tidak bisa memilih antara menunggu di rumah atau pergi mencari anak semata wayangnya yang entah berada dimana. Setelah sampai Inko Midoriya langsung memeluk Izuku dan terlihat sangat khawatir, dia berterima kasih pada Atsushi dan Akutagawa yang telah mengantar anaknya pulang dengan selamat.

Atsushi melambaikan tangannya ke arah Izuku yang perlahan menjauh dari pandangan. Dia masih mempertahankan senyumannya walau sudah menjauh dari kediaman Midoriya.

Sekarang satu hal lagi yang menyebalkan.

"Kau yang laporkan, aku akan kembali patroli"

Segera setelah mengatakan hal itu, tanpa menunggu jawaban dari Atsushi, Akutagawa segera melesat dan berbelok di gang tak jauh dari tempat mereka berpijak.

Atsushi menghela nafas. Hapal dengan tabiat Akutagawa yang pada dasarnya tidak suka dengan orang orang kota ini, dia bukannya tidak bisa melapor, tetapi dia tidak suka di tanyai oleh pihak kepolisian yang berada di daerah ini.

Atsushi memejamkan matanya sesaat dan memijat pelipisnya lelah. Dia mengingat peristiwa yang baru terjadi beberapa jam yang lalu.

Itu pengap, walau dengan cahaya rasanya Atsushi masih dibutakan oleh sesuatu, seolah ada sebuah tangan yang menutup wajahnya, dia melihat semuanya, tetapi disaat bersamaan dia tidak bisa melihat apa apa. Perasaan apa ini? Rasanya seperti di kunci di dalam sebuah berangkas, sesak dan tidak bisa keluar.

Saat itulah Chaos yang sebenarnya terjadi.

Entah darimana, suara teriakkan yang memekakkan telinga terdengar, membuat Atsushi dan pendengarannya yang tajam dan sensitif terduduk kesakitan seraya mematikan Abilitynya agar setidaknya dia bisa bertahan dengan suara yang menyakitkan telinga itu. Atsushi berkeringat dingin, dia tidak bisa berdiri dengan tegap akibat dari kepala yang sakit.

Tak lama dia juga mendengar suara seruling (?), ya benar, suara seruling yang merdu terdengar, melantun sangat indah. Seketika sebuah pintu terbentuk di hadapan Atsushi, hanya pintu tak bergagang. Laki laki bersurai silver itu bergetar, tetapi dia tahu kalau dia harus membuka pintu itu, berharap bahwa dia bisa bertemu dalang dari semua ini.

Wanita itu.

Wanita berkacamata dengan surai merah itulah dalang dari semua ini.

Atsushi harus menemukannya, tetapi pertama tama dia harus menemukan Akutagawa terlebih dahulu.

Dengan mantap Atsushi berdiri, tangan kirinya masih memegang telinga kiri-nya, masih merasakan sakit, sedangkan tangan sebelah kanannya membuka pintu tak bergagang yang terlihat usang dan tua, seolah hanya dengan sekali dorong pintu itu bisa hancur.

Atsushi menemukan ruangan lain, anehnya ruangan itu membentuk sebuah tema Jepang kuno, dengan pintu pintu geser yang tidak bisa di kunci.

Sial.

Sebuah labirin.

Atsushi mendapatkan ide dari internet, jika kita terjebak di sebuah labirin, letakkan tangan kananmu di tembok dan ikuti jalurnya.

Itu jika pintu keluar berada di satu sisi.

Jika berada di tengah tengah maka tidak berguna.

Atsushi mengaktifkan Abilitynya dan melompat setinggi mungkin, tetapi dia terhantuk sesuatu yang membuat dahi-nya mengeluarkan asap.

"Aduduh! Shhhh" Atsushi terduduk di lantai, bersila, dia bergunam,"baiklah.. Kalau tidak bisa dengan cara baik baik--"

Kuku-kukunya menjadi tajam seketika, matanya bersinar, Ability milik Atsushi diaktifkan. Dia dengan cepat menyerang dinding dinding labirin yang ternyata sangat mudah untuk di tembus. Dia mencakar segala macam benda yang ada di depannya, sesaat dia berhenti, memperhatikan pintu geser yang di hancurkannya di belakang mengeluarkan.. Darah!?

"Apa apaan!?" Atsushi bergidik ngeri.

Dia mulai berpikir, Jika tebakkan acaknya benar, ini berarti kekuatan wanita itu adalah tubuh wanita itu sendiri. Darah darah itu, itu artinya rumah ini terhubung ke tubuh utama wanita itu. Melihat pintu pintu geser itu tidak kembali ke bentuk semula itu berarti wanita ini tidak bisa beregenerasi.

Oh...

Kalau begitu...

Atsushi merasakan hembusan angin kuat mengarah padanya, sangat kuat sampai melemparkannya ke dinding kokoh, membuat laki laki itu tersedak. Dia memperhatikan dari balik debu debu yang beterbangan, sesosok laki laki...

"Akutagawa!?"

"Jinko!?"

" 'Jinko' matamu!"

Kedua laki laki ini akhirnya bertemu setelah berpisah selama beberapa menit, Atsushi tidak menghitung.

Pria bersurai raven itu berdecih,"dan kukira aku menemukan dalangnya" ucapnya jengkel.

Atsushi yang menempel di dinding melepaskan diri dengan susah payah,"aku juga berpikir demikian, kukira kau wanita itu" jawaban itu di hadiahi tatapan maut oleh Akutagawa.

Atsushi merenggangkan lehernya yang sedikit sakit akibat serangan Akutagawa, dia mendekat ke arah laki laki itu, menunjuk ke pintu pintu geser yang sekarang telah berlumuran darah,"lihat, kurasa kita berada di daerah kekuasaannya"

Akutagawa mendekat dan berjongkok ke arah genangan darah, mengambil kira kira setetes di jari telunjuknya dan mengangguk kecil.

Atsushi menghela nafas, tidak bisakah hari ini jadi lebih buruk?

Laki laki bersurai silver mendekat ke arah Akutagawa, saat dia mendengar suara seruling merdu lainnya dan segera menarik kerah laki laki yang berjongkok itu, membuat mereka terjatuh ke belakang.

"Apa apaan Jinko!?--" Akutagawa tidak jadi marah ketika dia melihat ruangan yang tadinya labirin kembali berubah tempat, kali ini area hutan. Walau begitu dia menatap jengkel ke arah tangan Atsushi yang masih memegang kerah baju kesayangannya.

"Jangan marah dulu oke!? Aku hanya reflek!" Atsushi melepaskan cengkeraman tangannya dari pria itu. Memeriksa sekeliling, berkacak pinggang dia menghela nafas,"setiap kali ada suara seruling ataupun teriakkan, ruangan akan selalu berpindah, masih asumsi, tetapi itulah hasil penyelidikkan sementaraku"

Akutagawa masih sibuk merapikan jas kesayangannya, tidak mendengarkan Atsushi. Dia sepertinya masih kesal.

"Kau dengar tidak sih!?" Atsushi merasa jengkel.

Akutagawa hanya diam, berpikir,"anehnya tidak ada suara apa apa saat pertama kali ruangan berpindah, tetapi terdengar suara seruling ketika ruangan tadi berpindah... "

Atsushi berdecak kagum melihat pria itu bisa berbicara sangat panjang.

Atsushi membatin,'ruangan akan selalu berpindah saat ada dua suara, seruling dan teriakkan, tetapi pada saat kami bangun, ruangan berpindah tanpa aba aba, apakah ini berarti kedua suara tersebut bukanlah patokan akan terjadinya perpindahan ruang? Lalu.. Apa syaratnya?'

Ability milik Atsushi sekali lagi aktif, dia berlutut dan memegang rerumputan, seolah mendeteksi apa yang ada di sekitar, beruntung dengan indra harimaunya, dia bisa merasakan hawa keberadaan manusia dan makhluk hidup lainnya yang berada pada radius tertentu. Kini dia bisa merasakan segalanya, rumput yang bergoyang, suara angin.

"Ssssshhhhhh...." Atsushi membuka matanya, dengan warna emas menyala yang kontras dengan gelapnya hutan.

Tidak membantu sama sekali.

Mungkin otak lebih dibutuhkan dibandingkan Abilitynya.

Atsushi menghela nafas,"ada ide?" Dia bertanya ke Akutagawa.

Pria itu, hanya dengan sekilas melirik ke arah Atsushi, menyampaikan asumsinya,"suaranya..." Sedikit jeda,"seberapa besar suara teriakkan dan suara seruling terdengar?"

"Eh?" Atsushi berpikir,"kalau suara teriakkannya ... Aku tidak tahu, sebab terlalu berisik, aku tidak bisa fokus, tetapi seruling yang aku dengar memiliki suara samar samar dan berdengung, memberikan kesan kalau... "

Mata Atsushi terbelalak.

Suara!

Benar juga!

"Kau memang jenius, Akutagawa!" Atsushi tanpa sadar memuji pria yang sudah menatapnya dalam diam, seolah memproses apakah dia harus menerima pujian itu atau tidak.

Mereka memutuskan untuk menjelajah hutan yang kelihatannya kecil namun ternyata luas, mereka memperhatikan sekeliling, merasa aneh. Kenapa tepatnya pohon pohon ini memiliki kertas kertas menggantung di dedaunan mereka? Diikat menggunakan tali merah pula. Menyeramkan.

Atsushi tidak memiliki niat untuk mendiskusikan hal itu dengan Akutagawa sama sekali, bahkan dia hanya melirik sedikit ke pria yang lebih tinggi dari dirinya itu sudah membuatnya merinding. Tatapan Akutagawa adalah hal lain yang Atsushi berusaha hindari di hidupnya.

Lalu, samar samar Atsushi mendengar suara teriakkan, kali ini kecil. Suara teriakkan yang sangat berbeda, suara pria? Yang semakin mendekat, dekat, dan semakin mendekat!?

Atsushi dan Akutagawa melompat ketika sebuah kepala melayang ke arah mereka.

"Kepala!?" Atsushi bergidik ngeri. Menatap ke arah mana kepala itu melayang, melihat seorang wanita yang sangat familiar.

Si dalang.

"Kenapa? Kenapa? Padahal aku lebih cantik dari dia... Kenapa?"

Atsushi dan Akutagawa mendengar suara wanita itu dengan lekat, mereka seolah berbicara dengan sosok yang sangat berbeda, wanita yang anggun tadi berubah, seolah kehilangan akal sehatnya, tatapan mata yang kosong dan menghitam menjadi nilai plus jika wanita itu kehilangan kewarasannya.

"Setiap hari setiap waktu aku selalu bertatap di cermin, dia--dia mengatakan aku cantik! Sangat cantik! Jadi--jadi kenapa kau tidak memilih aku?" Wanita itu mengucek rambutnya yang panjang, seolah menyisirnya dengan tangan, senyuman tak lagi tampak di wajahnya.

Atsushi ngeri, siapa 'dia' yang dikatakan oleh wanita ini?

Tanpa aba aba sama sekali, Akutagawa menyerang wanita itu dengan Ability-nya tanpa ampun, seolah dia muak dengan semua kejadian yang barusan terjadi, dia rupanya bisa berekspresi begitu ya?

"Tunggu Akutagawa! Kita tidak bisa membunuhnya!" Atsushi menghalangi pandangan pria itu.

"Aku yang akan membunuhnya, bukan 'kita' " tatapan pria bersurai Raven itu menunjukkan niat membunuh yang dalam.

Baiklah.

Atsushi juga jadi tidak berani menghalanginya kalau begini.

Kemudian karena angin, dia menunduk dan Akutagawa melompat ke belakang.

Sialan, wanita ini tidak memberi mereka jeda sama sekali.

Atsushi menoleh ke arah wanita itu, yang kini menunjuk seorang wanita di koran, seoranh pahlawan pro yang ... Eksotis? Entahlah, Atsushi tidak berani menatap wanita dalam koran lama lama.

"Lihat! Mount Lady dan aku! Kecantikan kami tidak berbeda bukan?! Benarkan!? Lalu--lalu kenapa mereka lebih memilih wanita itu!?" Wanita itu tertawa, tetapi air merembes dari mata itu, dia tertawa tetapi juga menangis di saat yang bersamaan.

Atsushi tidak mengerti.

"Coba saja.. Kalau aku lebih cantik... Aku juga ingin jadi pahlawan! Aku ingin menolong orang orang, aku ingin semuanya jadi lebih baik! Tapi.. Tapi kenapa niatku yang baik malah dianggap remeh!? Wanita j*alang itu yang mendapatkan semuanya! Hanya karena tubuhnya yang elok!!-"

Akutagawa sudah siap untuk menyerang lagi, tetapi dihalangi oleh Atsushi, pria bersurai silver itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, seolah membuat isyarat bagi Akutagawa untuk mendengarkan terlebih dahulu.

"Aku juga korban tahu!! Aku hanya ingin melindungi orang yang aku sayangi! Tetapi--karena aturan tentang Quirk sialan itu, aku jadi kehilangan kesempatanku satu satunya untuk menjadi pahlawan! Tidak peduli alasan apa yang aku katakan, mereka selalu menyebut 'Vigilante' , apa itu!? Hanya karena aku menggunakan kekuatanku tanpa izin beberapa kali mereka mencapku sebagai tukang onar!? Sungguh dunia yang menyenangkan!" Perkataan sarkas dikeluarkan oleh wanita itu.

"Hiks.. Hiks... Aku hanya.. " Atsushi melihat wanita itu menatap dirinya dan Akutagawa, tangisannya sangat menyedihkan,"aku hanya ingin melindungi kakak... Hiks hiks... Apakah aku salah? Kakak... Kakak adalah segalanya bagiku.. Aku tidak bisa membiarkannya mati...." Suaranya bergetar oleh rasa takut, dia mengoyak koran yang berisi pahlawan Pro Mount Lady, kini terduduk dan terisak.

Tepat saat Atsushi akan mendekat, wanita itu berteriak, sangat kencang, tetapi kali ini penuh dendam, bercampur isak tangis dan juga membawa angin yang seolah membuat tuli telinga.

Kedua pria itu menutup telinga rapat rapat, tetapi anehnya ruangan tidak berpindah, hanya berputar, membuat mereka susah berpijak, penglihatan mereka berdua juga menjadi kabur, tidak jelas.

"Baiklah..." Wanita itu menyeringai,"kalau penjahat yang mereka harapkan, maka penjahat yang akan mereka dapatkan"

Atsushi melihatnya.

Seruling itu.

Wanita itu memainkan seruling bambu berwarna hitam pekat dengan hiasan pita bunga di ujungnya. Suaranya merdu, tetapi, kekuatannya bukan main main. Hembusan angin tajam mengarah ke Atsushi dan Akutagawa, selama wanita itu masih bermain, serangan akan terus berlanjut.

Akutagawa tidak pernah suka di serang, dia menyerang balik dengan Abilitynya dengan liar tetapi penuh presisi.

Ternyata ada gunanya bekerja sebagai anggota mafia.

Atsushi tidak suka menyerang orang lain, malahan jika bisa dia ingin berdamai dengan keadaan, tetapi situasi dan kondisinya tidak memungkinkan, dia mengaktifkan Abilitynya dan berubah menjadi harimau putih seutuhnya, mengaum dan menggeram seraya berlari ke arah wanita itu, dia mencakar dan juga mengoyak tubuh itu, tetapi tidak peduli sebanyak apa darah yang keluar, tidak peduli setajam apa cakarannya, wanita itu tidak berkutik.

Atsushi dan Akutagawa sadar jika ada yang tidak beres, kembali ke wujud manusia-nya, Atsushi dan Akutagawa bertatapan selama beberapa detik.

Akutagawa menatapnya lekat,"Kau melemah"

"Sadar diri! Seranganmu juga tidak ada yang kena!" Balas Atsushi kesal.

Keduanya melirik ke arah yang berbeda, dengan dahi yang berkedut. Serius, apakah mereka harus bertengkar disaat seperti ini?

"Hei heiii~ setelah kulihat lebih jelas, bukankah aku juga cantik~?"

Atsushi dan Akutagawa terganggu oleh suara wanita itu, entah kenapa sekarang seruling yang dipegang olehnya telah tergantikan oleh sebuah cermin dengan bingkai emas. Wanita itu bersolek dan bergaya di depan cermin seolah dia adalah model.

"Eh? Apa-- " apa yang terjadi?

Akutagawa berdeham mengerti,"oh... Begitu"

"Apanya yang 'begitu'?" Atsushi menatap Akutagawa, seolah mengharapkan sesuatu dari laki laki itu.

Pria bersurai raven memilih diam, dia tidak ingin memberitahukan asumsinya sekarang --entah kenapa--

Tiba tiba Atsushi merasakan angin dingin menyentuh tengkuknya yang terbuka, dingin sekali, seperti seseorang meniupnya dengan lirih, merinding, sebuah perasaan yang menjamahnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Wanita tadi berubah lagi dalam satu kedipan, Atsushi mengucek matanya tidak percaya, ketika dia menoleh ke Akutagawa pria itu juga memasang wajah waspada, pertahannya meningkat seiring dengan suara lengkingan, kali ini lebih halus dan lembut.

Area mempengaruhi serangannya, kedua pria ini berada pada jarak yang terlalu dekat dengan wanita itu, sehingga telinga mereka seperti akan berdarah karena tidak kuat mendengar suara itu.

"Oke Akutagawa! Jika kau punya ide lebih baik katakan sekarang!" Atsushi berteriak pada laki laki itu. Masih dengan telinga tertutup,"jika tidak kita akan berada di sini semalaman!"

Akutagawa menutup sebelah matanya dan melirik ke arah Atsushi, menimang apakah dia harus memberitahukan ide-nya atau tidak, dia kemudian bolak balik menatap wanita dan Atsushi.

"Dari awal-- ... Semua ini tidak ada maknanya sama sekali" pria bersurai Raven itu berteriak, membingungkan Atsushi dengan perkataannya,"karena-- tempat ini hanyalah ilusi!"

"Hah!?" Atsushi melirik dan melompat saat sebuah batang kayu besar dilemparkan ke arahnya.

Akutagawa melanjutkan,"dia tidak terluka, itu berarti, inti dari tempat ini bukan padanya" gaya bicaranya jadi normal karena suara teriakkan itu telah berhenti, sebagai gantinya angin yang tajam lainnya datang, memaksa Akutagawa dan Atsushi menghindar.

Atsushi membelalakkan mata, sekarang semua jadi masuk akal. Tapi masih ada yang janggal, kenapa wanita itu tetap berdarah? Pintu pintu geser tadi juga mengeluarkan cairan kental --darah-- , semuanya masuk akal tetapi juga ada sesuatu yang belum terjawab di saat bersamaan.

Dan yang paling penting.

Inti tempat ini apa?

"JINKO!"

"HUH--!?"

Pinggang Atsushi di tarik oleh Rashoumon menjauh saat beberapa pisau hampir menembus tubuhnya, berakhir menancap di batang pohon, tertanam sangat dalam.

Waw, jika kena badan pasti sakit.

*SMACK!*

"AKH!" Atsushi memegang kepalanya yang di *Bonk oleh Akutagawa.

"Fokus bodoh!" Akutagawa berdesis di samping pria bersurai silver.

"Aku tahu!" Atsushi memberang ke arah pria itu, dengan setetes air mata di ujung kelopak matanya, menahan sakit akibat pukulan pria itu.

"Hmmmm~" wanita tadi bergumam senang, terlihat seruling hitam tadi kembali tampak di tangannya, mengarah ke bibirnya, seolah siap dengan serangan lain,"bukankah sudah saatnya kita berhenti main main? Aku mau lihat darah!" Seruling di tiup, kali ini bukan ruangan berpindah, bukan juga angin yang tajam.

Sebuah raksasa berbentuk roh rubah berekor sembilan berwarna keemasan muncul, dengan topenh rubah di wajah Kitsune itu, beserta dengan kesembilan ekornya yang menyatu membentuk kelopak teratai, terlihat anggun dan menampilkan kemegahan di atasnya.

Atsushi tidak bisa tidak kagum dengan Quirk wanita ini.

Dan ya semuanya jadi masuk akal.

Kitsune selalu terhubung dengan ilusi dan juga kecantikan seorang wanita yang menggoda, melihat bahwa kekuatannya berdasarkan rubah penggoda menjadi jelas kenapa wanita ini terobsesi dengan kecantikan dan merasa tidak mau kalah, karena dari dulu rubah ekor sembilan selalu disebut sebut sebagai yang terbaik dari rubah rubah lainnya, bahkan jatuhnya rubah ekor sembilan itu bisa di sebut sebagai roh.

"KITSUNE!" Wanita itu berteriak, merentangkan kedua tangannya ke atas,"kupersembahkan! Darah terbaik!"

Darah terbaik katanya?
Apakah dia serius atau menjadi sedikit tidak waras karena kekuatannya sendiri?

Atsushi dan Akutagawa masih memproses apa yang terjadi, tetapi mereka mencium bau wangi yang sangat menyeruak ke hidung, seperti wangi parfum bunga yang sangat kuat, lekat bahkan sangat tidak nyaman. Atsushi melihat kabut emas, kedua pria itu menutup hidung mereka dengan sapu tangan, berusaha menghalang bau wewangian.

Wanita itu menyeringai, meniup serulingnya, menatap dengan tajam dan melancarkan serangan.

Ekor ekor rubah itu melesat tajam menuju Atsushi dan Akutagawa, terlalu cepat! Mereka berdua tidak diberikan waktu untuk sekedar berpijak karena ekor ekor itu selalu mengincar jantung mereka, untungnya baik Akutagawa dan Atsushi tidak terkena serangan itu dan sangat berhati hati, mereka menggunakan Ability mereka, Rashoumon menyerang dengan brutal seraya menahan ekor ekor itu sedangkan Atsushi berubah menjadi harimau dan mencoba menyerang wanita pengendali Kitsune, beberapa hanya berhasil menjangkau tangan atau kaki wanita itu, terlihat tidak menyakitinya sama sekali, bahkan wanita itu hanya tersenyum ketika di cakar oleh Atsushi dan kembali melemparkan serangan lainnya ke pria bersurai silver, membuat Atsushi terpaksa menjauh.

"Kuso!" Atsushi dan Akutagawa menghela nafas kesal, mereka berpikir seraya menghindari serangan brutal dari si wanita.

Apa sebenarnya inti dari tempat ini!?

Atsushi dan Akutagawa sekali lagi mencoba peruntungan mereka. Pria raven memecah Rashoumon menjadi beberapa bagian, masing masing membentuk jarum jarum kecil yang tajam dan menusuk ekor ekor rubah ke tanah, memang tidak tertahan lama, tetapi setidaknya itu berguna agar Akutagawa dan Atsushi bisa mendekat ke arah wanita itu dna menyerang.

"Curang ihh!!" Wanita itu melompat ke atas kepala rubah, mencoba memainkan seruling lagi, tetapi kali ini keseimbangannya terganggu saat Atsushi dan Akutagawa telah berada di depannya dengan sekali kedip, membuat wanita itu terperanjat, berakhir dengan dia di tinju oleh kedua pria itu sampai menabrak pohon dan darah mengucur dari tubuhnya.

Darah itu masuk akal.

Tetapi itu tidak memberikan kesan apa apa pada wanita itu, malahan dia telah berdiri kembali, kali ini dengan tatapan menantang.

"Heh, serangan kalian itu lemah, tidak sepantasnya kalian menyentuh wanita cantik sepertiku!" Wanita itu berdecih kesal, berdiri tegap.

Atsushi dan Akutagawa menoleh satu sama lain dengan datar, seolah tidak peduli dengan perkataan wanita itu.

Merasa di abaikan, wanita itu marah, terlebih kesal dengan Kitsune-nya yang tidak bergerak,"baiklah! Kalian membuatku kesal! Sekarang--" dia mengarahkan tangan ke bibirnya,"eh?"

Dimana--dimana serulingku!? Wanita itu hanya melihat dahan kayu di pegangannya, kapan!? Dimana!? Dia melihat sekeliling mencari seruling itu, saat dia menyadarinya.

"Oh... Sama kalian ya.. " wanita itu mengecilkan irisnya.

Atsushi adalah yang memegang seruling itu, dan di tunjukkannya ke si wanita. Mengangguk tanda pembenaran, dia berkata,"kurasa seruling ini sangat berharga bukan begitu?" Dia membolak balik seruling itu, menatapnya lekat,"kau tidak berdaya tanpa benda ini kan?"

Wanita itu berjalan selangkah,"kembalikan! Kembalikan kubilang!" Dia berlari ke depan tetapi tak pernah sampai.

*ZRAASHH!!*

Rashoumon menusuk tempat ke jantung wanita itu, menbuat darah muncrat dari asalnya, wajah Atsushi dan Akutagawa tertutup oleh darah, wanita itu tidak bereaksi, malahan tambah marah, tetapi tak bisa melakukan apa apa. Hanya bisa meronta seraya mengucapkan sumpah serapah yang ditujukan ke kedua pria itu.

Atsushi menatap dengan kasihan ke arah wanita yang tergantung di atas sana, tetapi dia tidak bisa melakukan apa apa, mereka harus keluar dari tempat ini, dan yah ini mungkin tebakkan random.

Atsushi memegang seruling itu di kedua tangannya, menghirup nafas dalam dalam, memejamkan mata dan mematahkan seruling itu menjadi dua, teriakkan sekali lagi terdengar, tanah beguncang seperti gempa bumi.

Ketika membuka matanya, hutan tadi telah kembali menjadi ruangan kayu, kali ini dengan pintu mengarah keluar. Atsushi menatap dengan datar ke arah wanita yang telah tergeletak dengan darah di tubuhnya, tak bergerak sama sekali, dia melihat ke arah seruling yang telah patah menjadi dua dan meletakkannya di kantung pakaian wanita itu.

Tidak membiarkan Atsushi melakukan apapun lagi, Akutagawa menyeret wanita itu di kerah bajunya dan berjalan keluar. Atsushi mengikuti dan pada akhirnya malam yang panjang selesai.

Begitu banyak hal yang harus dilaporkan ke kepolisian, bahkan setelah keluar dari gedung para petugas polisi itu hatinya masih tetap tidak tenang.

Peristiwa tadi masih menghantuinya.

Pahlawan dan penjahat.

Sebenarnya siapa pelaku dan korban disini?

Apakah pelaku selalu penjahat?

Wanita tadi.

Bisa jadi dia hanyalah satu dari sekian banyak orang yang terluka akibat pahlawan.

Banyak yang bermimpi menjadi pahlawan untuk menyelamatkan orang lain, tetapi tidak banyak pahlawan yang bisa menyelamatkan diri mereka sendiri, dari rasa cemburu, rasa superior yang tinggi, selalu merasa menjadi pahlawan. Manusia tidak bisa menyelamatkan diri mereka dari ego mereka sendiri.

Mount Lady.

Mungkin Atsushi harus mengingat nama itu.

---------

Sampai jumpa beberapa abad lagi ya reader terzeyengg >:))

Continue Reading

You'll Also Like

998K 37.6K 89
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
2.8K 72 7
What happens when a class 1-A suddenly meet boboiboy and his friends? what happens when they are fighting against them? well you're going to find o...
51.6K 2.6K 32
Okay, I know you'll think this is a series like the others when Boboiboy is transported to the world of the Mha universe right? But this will be diff...