98,7FM [NOMIN]✓

By nomixxn

624K 53.1K 4.8K

[COMPLETED] Nasib buruk Nakamoto Jaemin; seorang penyiar radio karena mengenal Park Jeno. TW / VIOLENCE, PSY... More

⚠️Warning!
Introduction
Who is Jen?
Welcome Baby
Is That You?
Yes, I Am
Im Your Master 🔞
Dissident
Submit 🔞
A Secret
Reason
Creepy Wedding
Shy to be Naughty 🔞
Try To Understand
Planning
Dissapear
Naughty 🔞
Open Heart?
Sweet
You're the Fire 🔞
Effect
Clingy
Feel Hot 🔞
Good News
Broken Melodies
In Control
Jealous? 🔞
Teasing 🔞
Is it Love?
Welcome Baby
True Story
The Lost Child
Moving On
Freedom (Road to End)
Traitor
Meet Again
Complicated
END 1 OF 2
Angels Like You
-SEQUEL 1-
-SEQUEL 2-
-SEQUEL 3-
-SEQUEL 4- 🔞
-SEQUEL 5-
Final Chapter

Why?

10.8K 1K 69
By nomixxn

Jaemin keluar dari mobil sang suami yang baru saja masuk ke dalam garasi, lalu menyusul sang suami. Satu tangannya langsung merentang dan Jeno pun langsung merengkuh pinggang suaminya.

Keduanya baru saja kembali dari rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kandungan. Apalagi perut Jaemin juga sudah mulai membesar. Mengingat usia kandungannya memasuki bulan ke enam. Janinnya juga tumbuh sangat baik, Jeno merawatnya dengan penuh cinta.

Jaemin mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang lalu mengeluarkan hasil usgnya, bibirnya melengkungkan sebuah senyum dengan mata berbinar menatap bayinya, kemudian jemari kanannya bergerak mengusap perutnya.

Jeno meletakkan kantung belanjaan mereka ke atas meja, saat pulang tadi, mereka sempatkan berbelanja camilan untuk Jaemin. Dia menoleh dan ikut melempar senyum, dia hampiri suaminya dan membungkukkan tubuhnya membuat wajah mereka sejajar, membuat Jaemin langsung menoleh, namun hanya sekilas lalu ia pandang lagi potret putranya.

“Baby boyku.” Ucap Jaemin dengan senyum.

“Kau bahagia Sayang?” Tanya Jeno, Jaemin menoleh dengan anggukan membuat Jeno ikut merasakan kebahagiaan sang suami.

“Aku tidak sabar untuk segera melihatnya, menurutmu, wajahnya akan mirip siapa?” Tanya Jaemin.

“Mirip denganku tentu saja, dia harus tampan seperti Daddynya.” Jeno berkacak pinggang membuat Jaemin tertawa.

“Lalu aku dapat apa?” Tanya Jaemin merajuk.

“Nanti buat satu lagi agar mirip denganmu.” Ucap Jeno setengah tertawa.

“Ck, padahal aku punya saudara kembar, kenapa aku tidak hamil anak kembar.” Jaemin menggerutu sendiri membuat Jeno gemas.

“Mau dia mirip Papa atau Daddynya sekali pun, dia tetap anak kita.” Balas Jeno seraya mengacak rambut suaminya sayang.

Jaemin hanya menghela nafas pelan, membenarkan ucapan suaminya. Dia lantas beranjak untuk mengganti baju setelah itu menikmati buah sembari merajut di temani sang suami.


📻📻📻


“Sayang, ayo katamu ingin berenang.” Ajak Jeno seraya masuk ke dalam kamar.

Jeno menoleh saat mendapati suaminya berdiri di depan cermin, kaosnya tersingkap menunjukkan perutnya yang membesar, dia yang tersentak saat mendengar suara sang suami, langsung menurunkan kaosnya dan berbalik, melihat Jeno berdiri di dekat pintu memandangnya dengan senyum.

“Sedang apa hei?” Tanya Jeno melangkah mendekati Jaemin.

“Tidak. Aku hanya melihat, kenapa selucu ini.” Jawab Jaemin mengusap perutnya. “Tubuhku juga bertambah gemuk.”

“Lalu, di mana masalahnya?” Tanya Jeno.

“Apa kau baik-baik saja?” Tanya Jaemin.

“Kenapa kau bertanya padaku? Aku yang harus bertanya, apa kau baik-baik saja?”

“Ya, aku baik-baik saja.” Jawab Jaemin membuat Jeno tersenyum.

“Ayo, katamu ingin berenang.” Ajak Jeno seraya mengulurkan tangannya dan Jaemin menyambutnya dengan menggenggam jemari suaminya.

Keduanya kemudian turun menuju halaman belakang, mengingat kandungan Jaemin semakin membesar, pria itu mulai melakukan olahraga.

Jeno masuk ke dalam kolam lebih dulu, tangannya terulur dan Jaemin langsung meraihnya, pria itu membantu Jaemin turun dengan mata tak lepas memerhatikan langkah Jaemin yang juga tampak berhari-hati.

Keduanya mulai berenang selama beberapa menit, sesekali Jeno akan berdiri di tengah kolam, melihat suaminya berenang. Pria itu berkacak pinggang memandangi Jaemin yang berenang lalu kedua tangannya terulur saat Jaemin mendekat dan dia langsung merengkuh suaminya.

Kedua tangan Jaemin langsung mengalung di leher sang suami, sementara tangan Jeno memeluk pinggangnya. Iris hitam milik pria Leo itu bertemu dengan pria di depannya.

Tak ada yang di lakukan Jeno, hanya menatapnya dengan penuh cinta, berhasil membuat wajah Jaemin memerah serta jantung yang berdebar tidak karuan. Dia tak bisa menahan rasa malunya saat netra itu terus menyelami dirinya hingga ia tertawa salah tingkah. Wajahnya langsung masuk dalam ceruk leher suaminya.

“Kenapa?” Tanya Jeno dengan senyum.

“Jangan lihat aku seperti itu, aku malu.” Ucap Jaemin membuat Jeno tertawa gemas.

Dia memeluk suaminya, mengusap sayang punggung itu, sementara Jaemin menumpukan dagunya pada pundak sang dominan, merasakan telapak tangan besar pria itu mengusapi punggungnya.

“Terima kasih, Jaemin.” Ucap Jeno membuka topik menjadi lebih serius.

“Untuk?” Tanya Jaemin.

“Bersamaku sampai hari ini. Aku benar-benar mencintaimu, aku takut kehilanganmu.”

“Aku di sini bersamamu. Aku tak akan ke mana-mana. Aku juga mencintaimu.” Balas Jaemin, pria itu tersenyum mendengar jawaban suaminya, dia lantas mengecup rambut Jaemin yang basah lalu melepaskan pelukan mereka.

“Ah ya Sayang. Ada yang ingin kuberitahu padamu.” Ucap Jeno.

“Lusa aku sudah wisuda.”

Raut wajah Jaemin berubah, tanpa ekspresi. Ada banyak hal yang ia pikirkan setelah mendengar kalimat itu, namun beberapa detik kemudian, dia tersenyum dengan anggukan kepala.

Jeno pun tersenyum lalu mengacak rambut suaminya dan mengajak Jaemin untuk keluar dari kolam, namun baru saja hendak melangkah, Jaemin menarik lengan suaminya membuat Jeno berbalik.

“Berikan hadiah untuk Renjun, bisakah?” Tanya Jaemin.

Mengingat bahwa Jeno lusa akan melakukan wisuda, itu berarti saudara kembarnya juga. Dia ingin hadir di sana, atau malah seharusnya mereka melakukan wisuda bersama. Tapi Jaemin tahu bahwa Jeno tak akan mengizinkan.

Dan semoga saja, Jeno memahami keinginannya kali.

“Baiklah.” Jawab Jeno dengan senyum.

Dia menarik lengan suaminya, mengajak Jaemin untuk keluar dari kolam, dan Jaemin pun menurut, dia membersihkan dirinya dan mengganti baju.

Pria itu turun menuju lantai bawah saat tak mendapati suaminya di kamar. Dia putuskan menuju dapur dan minta di buatkan corndog oleh koki. Sembari menunggu, dia duduk di sofa ruang tamu dan menonton televisi.

Matanya fokus pada acara televisi, tapi pikirannya tidak. Dia terus memikirkan ucapan Jeno yang hendak melangsungkan wisuda. Membuat dia berpikir jauh ke belakang.

Sudah banyak hal yang dia lewati bersama Jeno. Tak ia sangka, bukan waktu yang berubah tapi dirinya. Tiba-tiba, hatinya berdenyut nyeri memikirkan dia yang berakhir di sini.

Bagaimana membangkangnya ia dulu pada Jeno, sekujur tubuhnya habis lebam, remuk dan hatinya terluka seperti di sayat-sayat. Saat siang dan malamnya seperti mimpi buruk, hidupnya mengenaskan di tangan pria itu. Namun sekarang, dia jatuh dalam pesona pria itu.

Ada banyak hal yang Jaemin sesali, termasuk Mark dan pendidikannya. Perjuangannya, pekerjaannya, keluarganya, semuanya.

Jika di ingat lagi, dia ingin kembali memberontak. Dia ingin pulang lagi. Tapi dia takut, dia tahu bahwa dia tak akan pernah berhasil melarikan diri dari Jeno. Jika saat ini dia memberontak, dia tak tahu akan semengerikan apa Jeno ketika murka.

Mungkin seperti singa yang di ganggu dari tidurnya. Jaemin tak akan sanggup membayangkan itu. Bisa saja, Jeno menghabisi nyawanya saat itu juga jika ia kalap menyakiti Jaemin.

Tidak. Dia tidak ingin.
Dia tak ingin membiarkan Jeno membunuh bayinya. Semengerikan apa pun Jeno, dia tetap menyayangi putranya. Jangan sampai Jeno melakukan sesuatu juga pada kandungannya. Jaemin masih manusia yang memiliki hati. Bayinya, tak boleh menjadi korban dari ia dan Jeno.

Dan juga, sudah banyak hal yang mereka lewati. Jeno benar-benar menunjukkan bahwa ia mencintainya. Bibi benar, caranya memang salah.

Setelah semua yang ia lalui dengan Jeno, cinta yang telah ia terima. Ia jatuh dan dia tak mau meninggalkan Jeno. Biar yang sudah berlalu, dia ingin menerima Jeno sekarang.

Entahlah. Jaemin bingung dengan pikirannya sendiri.


“Kau di sini, Sayang?” Tanya Jeno, saat dia keluar dari ruangannya hendak ke kamar, mendapati sang suami menonton televisi sendiri.

Lantas dia menghampiri sang suami dan duduk di sampingnya.

“Sayang...” Panggil Jeno menepuk pundak Jaemin membuat lamunan pria itu buyar.

“Ah ya.” Jawab Jaemin, dia menoleh dan melihat sang suami sudah duduk di depannya.

“Kau melamun? Memikirkan apa?” Tanya Jeno penuh selidik.

“Huh, tidak. Aku hanya memikirkan corndog, kenapa belum selesai, aku sudah lapar.” Jawab Jaemin menoleh ke arah dapur, melihat koki yang masih berkutat membuat camilan untuknya.

Jeno pun menoleh, mendapati koki di sana lalu kembali menoleh ke arah Jaemin. Dia lihat Jaemin mengusapi perutnya terus menerus.

“Kenapa?” Tanya Jeno, dia menepis tangan Jaemin yang mengusap perut besarnya.

“Gatal.” Jawab Jaemin membuat Jeno tertawa, namun tawanya terhenti saat merasakan tendangan keras putranya.

“Aegi...” Panggil Jeno, kepalanya mendekat pada perut sang suami, melihat perut itu membentuk gelombang yang acak.

“Kenapa belakangan tendangannya sangat kencang?” Jeno bertanya-tanya.

“Bulan ini memang dia sangat aktif.” Jawab Jaemin kembali mengusap perutnya membuat bayi di dalam kandungannya kembali menendang.

Jeno tertawa dengan mata berbinar melihat perut suaminya terus bergelombang. Dia mengusap perut Jaemin lalu mengecupnya.

“Kau harus hidup dengan baik di sini sampai bertemu Daddy dan Papa.” Ucap Jeno membuat Jaemin tersenyum.

“Kau dari mana?” Tanya Jaemin.

“Mencari kesukaan saudara kembarmu.”

“Jadi, mau kau beri apa?”

“Buket bunga dan boneka Moomin.” Jawab Jeno membuat Jaemin tertawa.

“Kau tahu dari mana?”

“CCTV di rumah kalian.” Jawab Jeno membuat wajah Jaemin berubah menjadi datar.

“Aku sudah mematikannya sejak lama. Jadi aku hanya melihat rekaman lama saja.” Ucapnya setelah menyadari perubahan ekspresi sang suami.

“Jeno...” Panggil Jaemin dan sang suami menaikkan kedua alisnya sebagai jawaban. “Aku rindu keluargaku.” Tuturnya lirih.

“Hanya keluargaku. Bersumpah, Ayah, Papa dan Jwin. Tidak... Bukan dia. Hanya keluargaku.” Jaemin dengan cepat mengoreksi kalimatnya, takut Jeno salah paham, mengira Jaemin juga memaksudkan Mark dalam kalimatnya.

Dia takut Jeno marah dan membangunkan singa di dalam dirinya yang selama ini tengah tidur lelap. Apalagi melihat wajah suaminya yang dingin.

Pria itu menarik kepalanya saat jemari Jeno terangkat, pasalnya, pria itu tak memberikan jawaban, takut jika Jeno tiba-tiba menjambaknya karena marah. Namun sebuah belaian sayang yang ia dapat.

“Belum bisa, Sayang.” Ucap Jeno.

“Jeno. Setidaknya biarkan keluargaku tahu bahwa aku masih hidup.”

“Mereka tahu.”  Sahut Jeno membuat alis Jaemin bertaut.

“Kejadian di Jepang beberapa bulan lalu. Aku yakin mereka tahu. Aku tahu siapa-siapa saja anggota Ayahmu. Aku yakin mereka mencium keberadaan kita, itu sebabnya mereka berada di bandara.” Jeno menjelaskan.

“Bukan itu maksudku. Aku tahu mereka tahu aku masih hidup, tapi mereka pasti khawatir dan setidaknya butuh penjelasan dariku.”

“Belum, Sayang.”

“Jeno...”

“Aku tak yakin kau akan lebih memilih aku dari pada keluargamu. Aku tak siap kau tinggalkan.” Ucap Jeno dengan wajah sedih, memancing perhatian Jaemin agar iba padanya.

“Jeno, aku akan di sini bersamamu. Aku tidak akan meninggalkanmu.” Sahut Jaemin mencoba meyakinkan sang suami, jemarinya langsung menggenggam jemari Jeno.

Dan Jeno berhasil membuat Jaemin iba padanya. Jeno akan selalu menjadi pemain yang pintar.

“Kalau begitu tunggu sedikit lagi. Bisa kan?” Tanya Jeno, kedua tangannya menangkup pipi Jaemin.

Alis Jaemin bertaut sedih, mengapa dia tunduk begitu mudah pada Jeno. Dia seperti tak tega untuk membantah, takut melukai hati Jeno. Dan dia berakhir mengangguk, dia luluh begitu saja.

Jeno tersenyum tipis lalu memeluk suaminya, mengusap surai itu dengan sayang.

“Aku takut kehilanganmu, apalagi kita akan menyambut kelahiran putra kita.” Ucap Jeno.

“Uhm, tak apa. Sedikit lagi.” Balas Jaemin memeluk suaminya erat.

Setelahnya, pelukan itu terlepas. Jeno mengulum senyum yang di ulas terpaksa, menatap suaminya yang seperti orang linglung. Dan kedatangan maid yang menyajikan sepiring corndog, memecah suasana haru mereka.

Jaemin mengambil satu buah corndog dan mulai menyantapnya, sementara Jeno hanya memperhatikan, dia tertawa kecil melihat sang suami. Entah mengapa, Jaemin selalu cantik dan gemas di matanya.

Jaemin menoleh saat merasa di tatap, dia lihat Jeno yang memandanginya dengan mata berbinar. Lantas ia menyodorkan corndognya ke arah Jeno dan pria itu menggigitnya, mereka menikmati camilan sore berdua sembari menonton televisi.

“Ah ya. Daddy dan Papi tidak pulang untuk wisuda mu?” Tanya Jaemin.

“Tidak. Aku sudah terbiasa tanpa mereka. Setelah sekolah menengah pertama, mereka sudah meninggalkanku di sini dan sibuk di Amerika.” Jelas Jeno, dia menarik tisu di atas meja dan menyeka minyak di sudut bibirnya.

“Lalu kau datang dengan siapa? Aku juga pasti tidak boleh ikut.” Gerutu Jaemin.

“Sendiri, setelah acaranya selesai, aku akan langsung pulang. Jangan khawatir.” Ucap Jeno.

“Sendiri? Dan membiarkan Junkyu mendekatimu?” Tanya Jaemin menoleh ke arah suaminya dengan sengit, yang di tatap hanya tertawa lalu dia mencubit pipi tembam suaminya.

“Apa dia masih kecentilan padamu?” Tanya Jaemin, dia lihat suaminya itu seperti berpikir lalu mengendikkan bahunya.

“Aku tidak tahu kecentilan itu seperti apa? Tapi dia memang masih sesekali mendekatiku.” Jawab Jeno.

“Dan kau merespons?”

“Tidak, Sayang. Bahkan aku meninggal ponselku di kamar. Jika di rumah, seluruh perhatianku sudah untukmu.”

“Kalian bisa saja diam-diam bertemu di luar kan?”

“Kau terlalu posesif padahal suamimu tidak seperti itu. Sudah kukatakan aku tidak tertarik padanya.”

“Lagi pula, kenapa tiba-tiba dia mendekatimu?”

“Menurutmu kenapa?” Tanya Jeno, menyibak poninya ke atas dengan senyum menggoda ke arah sang suami membuat Jaemin mencebik.


Jeno tertawa melihat reaksi suaminya, apalagi saat pria itu memukul paha Jeno dengan sebal.

“Sejak aku tidak memakai kacamata, banyak yang mendekatiku di kampus.” Ujar Jeno membuat Jaemin mendelik.

“Kau uh? Dasar!” Omel Jaemin memukul paha Jeno, tangannya berusaha untuk mencubit sang suami namun Jeno terus menghalangi dengan tawa.

“Mau apa seperti itu? Mau cari perhatian? Atau mau apa?” Omel Jaemin berusaha mencubit suaminya.

“Sayang, Hei jangan.” Pekik Jeno di sela tawanya.

“Memangnya kenapa?” Tanya Jeno setengah menggoda, ia sudah berhasil menggenggam pergelangan tangan suaminya dan menahan tindakan Jaemin yang hendak mencubitnya.

Jaemin hanya mengerucutkan bibirnya membuat Jeno terus menggodanya.

“Ayo jawab, kenapa memangnya?”

“Kenapa bertanya, aku cemburu.” Sungut Jaemin membuat Jeno tertawa kecil, dia kemudian mencubit hidung Jaemin gemas.

“Apa yang kau cemburukan saat seluruh duniaku hanya kau.” Ucap Jeno.

Pria itu menarik nafas lalu menyandarkan tubuhnya pada sofa dan menyambar corndog di atas meja, menyudahi candaan dengan sang suami.  Jaemin hanya menatap suaminya yang menonton televisi sembari menyantap corndog.

“Jeno...” Panggil Jaemin membuat Jeno menoleh.

“Kenapa kau mengubah penampilanmu saat di kampus?” Tanya Jaemin.

Dia telah menyimpan pertanyaan ini sangat lama, dan memutuskan untuk bertanya, setelah pembahasan mereka barusan. Dia lihat Jeno menatapnya tanpa ekspresi membuat Jaemin merasa was-was dengan pertanyaannya.










Continue Reading

You'll Also Like

68.5K 3.7K 16
kejadian tak terduga dimana membuat Jung Jaehyun dan lee taeyong bertemu. baca y guys-!
574K 55.1K 39
[JN x JM] [M] Mata itu akan bersinar saat berada di kegelapan, dan Jaemin akan tunduk tanpa bantahan.
74.6K 7.2K 5
| BXB || JAEYONG || MPREG || ANGST | Dunia Taeyong seakan runtuh dalam hitungan detik saat suaminya; Jung Jaehyun, mengatakan dengan lantang jika ia...
422K 8K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.