Darius Circus: The Master Who...

By nayltae

2.3K 401 85

Seorang Master Sirkus tanpa topi? Lilith Arabella kapok datang ke sirkus setelah terakhir kali, saat umurnya... More

1. Kuliah, Kerja, Menemukan Hal Ajaib
2. Undangan dari Seorang Pria Bernama Darius
3. Meninggalkan Realitas, Menuju Dunia Ajaib
4. Cara Darius Meyakinkan Bella Pergi
5. Dokar Eksekutif Jurusan Sirkus (Ajaib) Darius
6. Danfell, Tempat Sihir Selanjutnya Menumpang Bermain
7. Selamat Datang di Sirkus Darius (yang Gila)
8. Pertunjukkan Kartu Jack, Raja, dan Ratu
9. Seorang Gadis Berambut Emas, Ratu Keriting
10. Wanita yang Sehangat Musim Panas di Evesea
11. Pidato Darius setelah Meminum Arak Jagung
13. Obrolan Sepasang Merpati di Bianglala
14. Kancing Perak yang Membuat Bella Jatuh Hati
15. Perkamen Berwajah Selena Ditemukan di Caddlewand

12. Pertunjukkan Memotong Tubuh Seseorang menjadi Setengah

114 22 5
By nayltae

DARIUS CIRCUS
THE MASTER WHO LOSES HIS HAT

— Pertunjukan Memotong Tubuh Seseorang menjadi Dua —

TERNYATA Darius payah.

Penyihir yang Bella kenal bisa melakukan dan menciptakan apapun, ternyata langsung mabuk hanya dengan secangkir arak jagung. Bella tidak mengatakan dirinya bisa lebih hebat dari itu, tetapi, untuk seorang Darius si pria dewasa yang berumur tidak masuk akal, setidaknya dia baru boleh mabuk dengan satu tong arak jagung. Bukan secangkir.

Kedatangan Luca yang susah payah menggendong Darius di punggungnya disambut heboh oleh Selena. "Astaga, apa kau baik-baik saja, Luca?" kata Selena, agaknya tidak peduli dengan Darius yang pingsan padahal kondisi pria itu lebih pantas dikhawatirkan. Bahkan saat Luca menidurkan Darius di kasurnya yang kini berseprai biru laut, Selena dengan matanya yang bergetar-getar masih memandangi wajah Luca seolah dia harus jadi orang pertama yang menolong Luca saat pria itu mengerutkan kening dan meringis sedikit saja.

"Apa yang Badut Pensil lakukan kepadamu?" Bella bergabung duduk di pinggir kasur, sedikit melirik Darius yang tidur seperti mati dan mendadak dia terserang melilit.

"Dia hampir memotongku," Luca menunduk, bahunya turun, masih terguncang. "Dia mengajakku bermain dengannya di pertunjukan memotong tubuh malam ini."

"Badut itu sialan sekali!" Selena marah. "Apa kau terluka?"

Selena terlihat ingin membuka kemeja Luca untuk memastikan apakah Badut Pensil membuat rajanya tergores, tetapi dia masih punya sopan santun. Sebagai gantinya, dia hanya terus-terusan menatap perut Luca dan itu akhirnya membuat Luca tidak nyaman.

"Aku tidak apa-apa, Selena." Luca beringsut mendekati Bella sambil menutupi perutnya dengan pelukan. "Untungnya Darius datang tepat waktu. Dia bilang dia yang akan bermain dengan Badut Pensil nanti malam. Tapi, bagaimana kalau dia tetap pingsan sampai nanti malam? Lagipula, apa yang terjadi padanya sampai bisa pingsan begitu?"

Bella tidak mau menceritakan yang sebenarnya terjadi kepada Luca, tetapi dia sedang tidak bisa merangkai cerita bohong dadakan. "Sebenarnya, itu—"

"Aku sudah sadar, Nak. Tidak perlu khawatir."

Tiga kepala langsung menoleh ke arah Darius. Pria itu acak-acakan seolah baru bangun dari tidur berdurasi satu tahun. Rambutnya dan kemejanya kusut, kedua matanya yang bengkak menunjukkan kalau dia sebenarnya keberatan karena harus bangun tiba-tiba. Bella tegang, khawatir Darius akan buka mulut dan bercerita kepada Luca kalau dia baru saja mabuk setelah minum berduaan di pinggir sungai bersama Bella. Namun, untungnya pria itu hanya memijat batang hidungnya kemudian turun dari kasur.

"Bagaimana denganmu?"

Luca berkedip-kedip polos. "Kau khawatir padaku?"

"Tidak, aku ingin marah." Darius berjalan sempoyongan ke arah meja, menuangkan air dari teko, dan menenggaknya buru-buru hingga airnya merembes membasahi leher. "Bagaimana bisa kau kalah padahal kalian dua lawan satu? Dua cuma punya satu kaki, sedangkan kau punya dua! Kau bisa saja melarikan diri saat dia baru mengajakmu. Dia tidak akan mengejarmu. Dia tidak bisa berlari."

"Dia membawa gergaji besar yang berdarah-darah! Semua orang akan takut duluan melihat itu!"

"Kalau takut, kau harusnya lari."

Luca berdiri, membuang napas kasar. Darius hanya tidak tahu betapa Luca sudah sekuat tenaga mencoba melawan kakinya yang gemetar hingga sedikit pun tak sanggup digerakan, apalagi untuk berlari. Namun, dia tidak akan menceritakan bagian itu kepada Darius. Dia tidak akan memamerkan kepengecutannya kepada Bella, yang berarti, Darius menang. Luca tidak punya alasan apapun untuk membela diri karena yang dia punya hanya kisah-kisah memalukan.

"Bukankah akan lebih memalukan kalau aku kabur?"

Darius menahan tawa. "Kau—astaga, jangan sok keren. Kalau saja Selena tidak buru-buru datang—"

"Darius." Selena memotong. "Bukankah kau pusing? Jangan membuang-buang tenagamu untuk memarahi Luca. Istirahat saja, ya? Sekaligus, aku mau bicara sesuatu denganmu."

Alis Darius terangkat sebelah. "Tumben? Bicara apa?"

"Sesuatu yang penting."

Bella dan Luca dengan pengertian keluar dari tenda setelah Selena melayangkan tatapan tolong keluar sebentar, ya? Aku dan Darius mau bicara berdua dulu dan ini rahasia.

Busana Selena kini berubah menjadi gaun sabrina berwarna merah muda yang dibanjiri mutiara warna serupa. Bagian atasnya mengekspos leher dan bahunya yang bersih. Tidak semewah kostum Ratu Keriting, tetapi Selena masih terlihat seperti seorang putri kerajaan yang menghilang. Dengan gaun yang sebenarnya amat dia benci, Selena melangkah ke arah Darius yang menatapnya dengan penantian. Pola air yang mengalir dari dagu ke lehernya masih belum kering, dan Darius terlihat seperti bedebah dengan tampilan itu.

"Tolong jangan katakan apapun kepada Luca dan Bella tentang kucing emas." Selena terlihat sedih, entah kenapa. "Aku tidak mau mereka tahu kalau Kucing Emas adalah diriku, apalagi Luca. Dia tidak boleh tahu."

"Kucing Emas?"

"Luca menamaiku begitu." Merah menjalar di pipi Selena, seolah dia senang dengan sebutan itu.

"Apa ada alasan kuat kenapa aku harus menurutimu?"

"Kumohon, Darius." Selena maju selangkah. Kini, dia berada di jarak yang cukup dekat untuk bisa berbisik. "Ini adalah permintaan pertamaku setelah terakhir kali aku meminta sihir permanen agar aku bisa berubah menjadi kucing kapanpun aku mau. Anggap saja aku meminta kepadamu dua puluh tahun sekali, dan ini adalah permintaanku yang terakhir sebelum dua puluh tahun yang akan datang."

Darius melipat kedua tangan di dada. Wajahnya condong ke depan, ke wajah Selena, berusaha mencari bukti dari dugaannya di mata cokelat terang gadis itu. "Kau tidak harus terlihat seputus asa ini demi permintaan sederhana itu. Kau pasti menyembunyikan sesuatu."

Selena menunduk. Menurutnya, apapun yang keluar dari mulutnya setelah ini adalah kesalahan. "Aku mencintainya."

Darius menegakkan tubuhnya, tersenyum puas. "Kau melakukan kesalahan, Selena. Kau tahu itu tidak boleh."

"Bagaimana denganmu?" Selena menyela cepat. Matanya yang merah dan berair berkilat-kilat menatap Darius. Antara marah dan sedih. "Kau juga tahu itu tidak boleh. Kita sama-sama tahu itu tidak boleh, tapi kita melakukannya."

"Aku sudah mengalami hal ini lebih dari sekali, dan aku tahu betul apa yang harus aku lakukan. Berbeda denganmu, Selena. Kau baru kali ini jatuh cinta dengan seorang manusia, dan kau gegabah. Kau gegabah dalam memutuskan segala sesuatu. Kau akan lebih gegabah lagi kalau berurusan dengan cinta."

"Aku akan berhati-hati." Suara Selena bergetar.

"Dan jangan bawa-bawa aku. Jangan minta aku apapun untuk membuat kalian berakhir bahagia, karena bahkan aku tidak bisa memastikan kisahku akan berakhir bahagia."

Setetes air mata mengalir ke pipi Selena yang putih. Hal itu langsung menyadarkan Darius bahwa Selena tidak main-main. Rasa cinta sudah sangat besar ketika berhasil membuat seseorang menangis, dan Darius tidak tahu apa yang membuat Selena begitu mudah mencintai Luca padahal mereka baru bertemu beberapa kali. Apa Selena mulai mencintai Luca sejak pria itu mengelus bulunya di toko Dunja? Apa sesederhana itu membuat Selena jatuh cinta?

"Kau cukup jaga rahasia ini, Darius. Aku bahkan tidak memintamu memberiku kebebasan agar bisa mengganti gaunku seperti yang bisa dilakukan pemain-pemainmu yang lain. Aku masih terkurung di gaun keparat ini."

"Kau harus tetap memakai itu agar kau tidak lupa diri."

"Dan sesuai keinginanmu, seumur hidup aku selalu ingat siapa diriku." Wajah Selena kini bersimbah air mata, dan sesungguhnya, Darius tidak pernah tega melihat Selena menangis. "Ini adalah kebahagiaan pertamaku yang sempurna. Bagaimanapun akhirnya, tidak peduli apakah boleh atau tidak boleh, aku akan tetap mencintai Luca."

*****

Malam kedua di Sirkus Darius tak kalah ramai dengan malam kemarin. Bella mendengar jeritan-jeritan pengunjung dari atas bianglala, juga tangisan anak-anak kecil yang tidak diperbolehkan ibunya membeli mainan Jack in the Box karena itu bisa membuat mereka tidak bisa tidur. Bedanya, malam ini Darius tidak banyak bicara. Pria itu hanya duduk sambil tertidur di atas peti harta karun dan tampak terlalu tenang untuk ukuran orang yang sebentar lagi akan dipotong.

Bella masih berdiri di sebelah Luca, memastikan pria itu sudah cukup tenang karena dia tahu bagaimana rasanya berhadapan dengan Badut Pensil, dan sebentar lagi mereka akan kembali melihat Badut Pensil yang akan datang menjemput Darius. Sesekali juga dia menyenggol Luca agar pria itu merespons ketika diajak bicara oleh Selena.

"Kau berasal dari daerah mana di Danfell, Luca?"

"Aku bukan berasal dari sini."

"Benarkah? Kalau begitu, dari mana kau berasal?"

"Kau tidak akan tahu walau kuberitahu."

Luca berusaha menjaga matanya agar tidak melihat Selena meskipun hanya bagian ujung gaunnya karena sejujurnya, Luca mengaku Selena adalah gadis paling bersinar di sirkus ini, dan dia tidak mau ditangkap basah Bella sedang menatap gadis lain, meskipun Bella pasti tidak peduli. Selain itu, Luca ingin Selena segera berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dia ketahui jawabannya.

"Kalau begitu, sepertinya tidak masalah kalau kapan-kapan aku mengajakmu jalan-jalan keliling Danfell. Aku akan menunjukan padamu hal-hal menyenangkan yang ada di sini."

"Ya... Semoga aku punya waktu."

Luca terlihat seperti ingin minta tolong, dan entah kenapa Bella merasa sedikit ingin membantu. Ada kerikil sebesar kuku yang mengganjal di hati Bella, dan itu cukup mengganggu. Seperti rasa cemburu tetapi Bella tidak mau menyebutnya cemburu. Luca bahkan terlihat ogah-ogahan menanggapi Selena dan Bella tidak perlu cemburu untuk itu.

Beberapa saat kemudian, gerombolan pengunjung yang sedang berbahagia tiba-tiba membentuk formasi barisan menyambut Badut Pensil yang datang melompat-lompat sambil menggeret gergaji raksasanya di pundak. Telinganya sudah bersih dari darah, tetapi aroma karat darah agaknya adalah aroma khas Badut Pensil. Kali ini, Badut Pensil tidak terlihat semenyeramkan kemarin dan tadi pagi karena dia tidak datang sambil menyeringai.

"Darius? Di mana pria yang akan main denganku?"

Dari balik pundak Luca yang lebar, Darius muncul sambil mengucek mata. "Aku tidur sebentar karena kukira kau akan terlambat. Kepalaku juga masih agak pusing karena mabuk."

"Aku tidak terlambat." Suara Badut Pensil rendah dan galak, tersinggung. "Ayo. Sekarang giliran kita."

"Baiklah. Aku juga tidak berniat buang-buang waktu."

Darius pergi begitu saja bersama Badut Pensil, dan saat itu Bella menyadari kalau hati kecilnya ingin Darius setidaknya berpamitan sambil berkedip genit, seperti yang biasa pria itu lakukan. Angin sunyi berhembus menuju salah satu ruang hatinya yang mendadak terasa kosong. Namun, di tengah itu, Bella malah merasakan Luca menggenggam tangannya, erat, hangat, dan bersama teriakan yang memohon agar Bella jangan jauh-jauh darinya.

"Kalau kau mau menonton, jangan lepas tanganku."

Bella menatap tangannya yang bertaut dengan tangan Luca. "Ini karena kau yang ketakutan atau karena kau tidak ingin aku ketakutan?"

"Keduanya." Luca berusaha tersenyum, tetapi masih khawatir. "Aku sebenarnya khawatir pertunjukannya tidak berjalan lancar. Darius mengorbankan dirinya bermain dengan badut itu karena menyelamatkanku."

Bella tidak yakin Darius akan gagal, tetapi itu bukan berarti mustahil. "Jangan bebani pikiranmu. Kalau kau terbebani, tenda kita akan jelek malam ini."

Luca tertawa dan berusaha menyirami perasaannya dengan sesuatu yang menyenangkan, termasuk bergandengan tangan dengan Bella dan disaksikan oleh Selena yang mendadak merasa tidak berhak berkata apa-apa. Wajahnya murung dan matanya bersinar sedih menatap tautan tangan Luca dan Bella. Dia cemburu, menjerit-jerit di dalam hati aku bahkan bisa memelukmu agar kau tidak ketakutan, Luca! Bella cuma bisa menggenggam tanganmu! tetapi Darius bilang, dia tidak boleh menjadi gegabah karena cinta.

Dan menurutnya, mengamuk karena cemburu adalah salah satu tindakan gegabah.

"Luca," Kepala Selena muncul di tengah-tengah mereka. "Kau tidak perlu menonton Darius kalau kau takut. Cukup tunggu di sini bersama kami."

Sejemang, Luca bimbang. "Tapi aku jadi tidak tahu diri kalau tidak menontonnya. Darius akan sakit hati."

"Lalu, kau akan pergi?"

Kali pertama Luca memandang Selena, dia malah mendapati gadis itu tengah menatapnya dengan sorot seteduh pukul lima pagi. Buru-buru membuang pandangan, Luca menjawab, "Kurasa kehadiran kita akan mendukungnya."

Bella dan Luca berjalan romantis sambil bergandengan tangan sedangkan Selena selangkah di belakang. Menyedihkan, memang, tapi Selena merasa dirinya akan lebih menyedihkan jika melangkah sejajar dengan pasangan itu. Selena mau berpura-pura tidak mengenal Bella dan Luca sampai mereka tiba di panggung pertunjukan.

"Hari ini, kalian akan menyaksikan aksi dari Master Pemotong! Ya, aku sendiri, akulah Master Pemotong!"

Bella, Luca, dan Selena bergabung bersama gerombolan penonton yang saat ini sedang bersorak-sorai, memberi tepuk tangan meriah kepada Badut Pensil yang malam ini menyebut dirinya sebagai Master Pemotong. Luca tidak membiarkan Bella turut bertepuk tangan karena kelihatannya pria itu enggan melepas genggaman tangannya.

"Di sebelahku adalah Grey. Dia yang akan menjadi objek aksi memotongku malam ini. Menurut kalian, apakah aku akan berhasil memotong pria ini?"

"Bisa! Kau pasti bisa!"

"Kau harus bisa memotongnya!"

"Bukankah Grey terlalu tampan untuk dipotong?"

"Bu, apa yang akan terjadi setelah pria itu dipotong? Apakah dia akan benar-benar mati atau mati lalu hidup lagi?"

Dan bisik serta sorakan lain yang dapat dengan jelas Bella dengar di telinganya. Intensitas penonton malam ini meningkat dari pertunjukan kemarin, membuktikan bahwa pertunjukan yang membahayakan nyawa lebih menarik bagi orang-orang dibanding drama romantis yang berakhir tragis.

Selena terdorong gerombolan penonton yang terlalu antusias, hingga tubuhnya tanpa dia inginkan menabrak pundak Luca.

"Hati-hati, Selena. Jangan terlalu jauh dari kami."

Selena berpikir akan lebih baik bagi hatinya jika kalimat itu dikatakan oleh Bella, tetapi tidak. Yang barusan bicara adalah Luca. Meski Luca bahkan hanya meliriknya tak lebih dari satu detik, itu cukup membuat Selena berhenti berpikir kalau dirinya bukan siapa-siapa di sini. Dia bersemangat beringsut berdempet dengan Luca. "Baiklah. Aku tidak akan jauh-jauh."

"Aku akan memasukkan Grey ke dalam kotak."

Wajah Darius mengatakan aku sudah memainkan permainan ini ribuan kali dan sekarang aku bosan saat Badut Pensil mendorong menggemboknya ke dalam kotak bagai tahanan. Dia tidak terlihat takut apalagi antusias, dan siap menerima apa saja yang akan Badut Pensil lakukan padanya setelah ini.

"Grey sekarang sudah masuk ke dalam kotak." Badut Pensil melompat sekali. "Dengan gergajiku ini, aku akan memotong bagian perut Grey dan membaginya menjadi dua bagian. Tapi, sihirku akan membuatnya tetap hidup."

Penonton pada dasarnya tidak tahu kalau Sirkus Darius benar-benar menggunakan sihir. Orang-orang yang yang bisa menggunakan sihir Darius hanyalah para pemain, baik yang magang maupun tetap (itupun hanya di dalam sirkus), dan orang-orang yang memang Darius inginkan. Saat memasuki Sirkus Darius, pengunjung hanya tahu kalau pemain-pemain di Sirkus Darius adalah orang-orang ajaib.

"Grey, apa kau siap?"

"Aku bahkan ingin ini cepat berakhir," jawab Darius.

Seringai Badut Pensil berkedut karena merasa direndahkan. "Baik. Kalau begitu kita tidak perlu buang-buang waktu dan segera mulai aksinya!"

Penonton makin semangat. Kemudian saat Badut Pensil mulai memasukkan gergajinya, suasana berubah sangat hening.

Melihat ekspresi ringan Darius, Bella yakin pria itu akan baik-baik saja. Namun, saat satu gerakan yang dibuat Badut Pensil selanjutnya akan benar-benar memotong tubuh Darius, pria itu tiba-tiba menatap ke arahnya dan tersenyum. Bukan senyum centil, hanya segaris senyum lembut yang membuat Bella tiba-tiba diserang khawatir.

"Satu... Dua..."

Bella menutup mata rapat-rapat.

"Tiga!"

Krek, krek, krek

Bunyinya menjijikan, dan mungkin begitulah bunyi perut Darius ketika digergaji oleh gergaji raksasa.

Kepala Darius terjatuh ke samping dengan mata tertutup. Badut Pensil juga sempat kaget karena itu. Namun, agar pertunjukannya tetap berjalan lancar, dia bersikap tidak peduli dan menarik bagian atas kotak, membaginya menjadi dua, dan menunjukkan kepada penonton kalau dia sudah berhasil membelah tubuh Darius menjadi dua, tanpa darah.

"Lihat? Aku berhasil memotongnya menjadi dua!"

Tidak ada tepuk tangan. Melihat Darius sepertinya mati, semua orang kini malah khawatir, termasuk Bella.

"Badut itu tidak benar-benar memotongnya, 'kan?"

"Tentu saja itu betulan! Kau tidak lihat tubuhnya terpisah?"

Luca menyadari genggaman Bella mengetat. Dari samping, dia melihat wajah Bella begitu takut dan khawatir menonton Darius yang tidak sadarkan diri.

"Bella, dia seharusnya tidak apa-apa, 'kan?"

Bella menelan ludah. "Tidak. Dia adalah pemilik sihir di sirkus ini. Dia jelas akan baik-baik saja."

Luca mengangguk. "Aku juga berpikir demikian. Jadi, kau tidak perlu terlalu khawatir. Aku rasa kau terlalu takut sampai kau hampir menyakitiku karena genggamanmu."

Bella menoleh menatap Luca, sedangkan pria itu tersenyum. "Ini pasti bagian dari triknya. Iya, 'kan?"

"Maaf." Bella menarik tangannya, tetapi Luca menahan.

"Tidak apa-apa. Kita lihat apa yang akan terjadi setelah ini."

Badut Pensil masih memamerkan keberhasilan aksinya sedangkan kepala Darius bergoyang-goyang bagai kepala mainan yang terlepas dari lehernya karena Badut Pensil terus menarik bagian atas kotak. Ada kegelisahan di wajah Badut Pensil karena Darius terlihat seperti mati betulan, ditambah penonton kini mulai menatapnya dengan sebuah tuntutan agar dia segera mengembalikan Darius.

"Tenang. Dia tidak mati. Dia akan kembali—astaga!"

"Berhasil!" Darius hidup kembali. Pria itu tersenyum menghibur. "Lihat. Tubuhku terbelah tapi aku masih hidup."

Tepuk tangan meriah dari penonton.

"Bajingan itu." Bella mengumpat.

Bella kesal, dan Luca benci karena Bella terdengar demikian. Di balik umpatan itu, Luca merasa Bella sebetulnya merasakan hal yang kontradiktif. Yang Luca rasakan bukan sekadar kekesalan, melainkan buncahan kekhawatiran.

"Kalian lihat? Tubuhnya terpisah tapi dia tetap bisa bicara." Seringai puas menghadiri wajah Badut Pensil. "Sekarang, aku akan mengembalikan dia ke bentuk semula."

Sejak Darius meninggalkannya tanpa kata-kata bersama Badut Pensil beberapa saat lalu, Bella khawatir obrolan mereka di Festival Musim Panas pagi tadi memengaruhi sikap dingin Darius. Namun, di dalam kotak panjang di atas panggung, saat tubuh Darius masih terbelah menjadi dua, pria itu bahkan tidak menatap apapun selain dirinya bersama senyuman luar biasa tipis yang mungkin hanya bisa dirasakan oleh Bella. Darius terlihat jadi lebih baik dari sekadar pria remaja yang senang menggodanya dengan kedipan.

Dan, Luca semakin mengeratkan genggaman tangannya. []

*****

sampe sini saya bingung mau tim luca-bella atau luca-selena 😁☝🏻

Continue Reading

You'll Also Like

498 54 9
Belanda yang ingin menguasai tanah air demi memiliki kekayaan alam berlimpah, memutuskan menjajah dan mengambil paksa semua rempah-rempah di Hindia B...
746 152 7
❝ Tanyakan pada mawar, sudah berapa hati yang luka karnanya ❞ kisah balada pemuda Sastra, kepada nona Aruna, yang hatinya membeku sebab kecewa. ° li...
203K 31.1K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
97.7K 12.9K 16
A local short story of Liu Yangyang. Alviano Liu serta gombalannya selalu nempelin Alisya Adipati setiap hari. © 2020 insparkl [END ON 2020/03/29] [R...