ENJOYYYY
---------
Menghela napas lelah, sudah terhitung sepuluh hari aku tidak menemukan Natalie. Aku sudah mencarinya kemana-mana.
Di sekitar hutan, tidak ada. Di kampus, tidak ada. Begitu pun di apartemennya, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.
Kamarnya pun terlihat gelap dengan kasur yang masih tertata rapi, ku yakin Natalie memang tidak pulang ke sana. Apalagi setelah mengetahui bahwa aku memata-matai tempat tinggalnya, hal yang aneh jika dia masih menempatinya.
Dan hal itu berhasil memperkeruh pikiranku. Kepalaku kini terasa berat dengan mata yang mengantuk.
Tidak ku duga, kehilangan Natalie mempengaruhi semangat hidupku, aku tidak niat menjalani hari. Jangankan untuk tertidur, sekarang saja aku masih ingin mengelilingi hutan untuk mencari keberadaannya.
Hatiku tidak tenang.
Jam yang menunjukkan pukul sebelas malam tidak membuatku mengantuk sama sekali. Aku hanya menginginkan Natalie.
Kalau saja dia ada di sampingku, pasti akan lebih mudah untukku tertidur. Ditambah lagi aroma tubuhnya yang sangat wangi, aku mulai merindukannya.
Masih terlarut dalam pikiranku sendiri, tiba-tiba saja sepasang tangan memeluk perutku dari belakang, membuatku sontak menoleh. Natasha.
Wajah cantiknya menatapku prihatin dan elusan tangannya di perutku terasa lembut, berusaha menenangkan. Yang anehnya tidak merubah apa-apa, aku masih tetap cemas dan overthinking.
Pikiran-pikiran buruk apa yang terjadi pada Natalie di hutan memenuhi pikiranku. Sungguh, aku hanya ingin menemukan wanitaku selamat dan tidak ada pria lain yang mendekatinya.
Akan ku bunuh semua pria yang berani menyentuhnya!
"Sudah, Al, tidak perlu kau pikirkan lagi. Bukankah kau sudah berjanji jika mate-mu tidak sesuai harapan, kau akan kembali padaku?" tanya Natasha dengan memelas.
Tanpa aba-aba pula tangannya masuk ke dalam bajuku, seakan sengaja ingin mengelus kulitku secara langsung. Bulu kudukku merinding, merasakan ketidaknyamanan.
Dulu, kami memang terbiasa seperti ini. Jangankan hanya tangannya, seluruh tubuhnya saja aku sudah pernah melihatnya. Akan tetapi itu cerita lama, aku lupa bagaimana rasanya disentuh pertama kali.
Berbeda saat bersama Natalie, dia mana mau memulai duluan. Wanitaku sangat sombong dan pelit, selalu saja aku yang harus membujuknya.
Mengingat wajahnya yang selalu memohon untuk ku lepaskan, membuatku semakin ingin mengurungnya. Entah mengapa semakin ditolak, aku malah merasa semakin menantang.
Mendengar ucapan Natasha, keningku mengerut bingung. Tidak sesuai harapan?! Natalie bahkan jauh lebih baik dari harapanku.
Tidak muluk-muluk, aku hanya menginginkan seorang mate yang bisa membuatku menjadi diri sendiri. Aku baru sadar jika sifat manjaku hanya keluar saat bersama Natalie. Aku selalu ingin memeluknya dan menatap wajahnya yang penuh ekspresi, hanya dengan membayangkannya saja sudah terasa menyenangkan.
"She's perfect, aku tidak mau mendengarmu berbicara seperti itu lagi, Nat!" tegasku, tidak mau ada bantahan.
Sekilas dapat kulihat wajahnya yang terkejut dengan mata terbelalak. Tangannya menarikku ke arah kasur dan mendudukkanku di sana.
Saat ini kami sedang berada di kamarku. Melihat banyak foto Natalie di dinding, aku seperti merasakan keberadaannya di sini.
"Tunggu, kau serius menyukainya? Aku sudah pernah menceritakannya padamu. Dia sangat buruk, Al, tidak pantas untukmu. Apa kau tidak tahu seberapa banyak prianya? Ew jalang murahan!" sinisnya dengan menepuk-nepuk pipiku, menyadarkan.
Ekspresinya terlihat sangat menyebalkan dengan mulutnya yang ceplas-ceplos. Aku tidak suka saat seseorang mengejek mate-ku. Rasanya amarahku naik ke ubun-ubun.
Walaupun aku sudah sering mendengar Natalie memiliki banyak pria, kenyataannya tidak seperti itu. Gelagat tubuhnya tidak mungkin berbohong, dia terlalu polos dalam berhubungan. Berciuman saja masih sangat payah.
Wanitaku seperti kanvas putih yang ku coret-coret. Terasa menyenangkan karena aku orang pertama yang melukisnya.
Refleks aku mencengkram dagu Natasha dan mendongakkan kepalanya hingga wajah kami berhadapan.
"Jangan berani-beraninya berbicara seperti itu lagi, Nat, aku memperingatimu! Aku lah yang tidak pantas untuknya," ucapku sambil menggeram marah.
Tidak ku sangka, Natasha malah memegang kedua pipiku dan mengelusnya lembut, seakan ingin meredamkan amarahku. Dapat ku dengar pula helaan napasnya yang terdengar berat berulang kali.
"No, Al! Natalie tidak ada apa-apanya dibandingkan aku. Coba kau lihat mataku, apa kau yakin dia lebih cantik dariku?" tanyanya dengan percaya diri.
Perlahan, aku pun membalas tatapannya. Matanya terlihat jernih hingga aku bisa melihat diriku sendiri. Keningku mengerut melihat kilat ungu di sana dan entah mengapa tiba-tiba saja aku merasa sedikit pusing. Spontan mataku terpejam, merasa tidak nyaman.
Anehnya, saat aku membuka mata, aku seperti melihat Natalie di hadapanku. Wajahnya yang manis sedang tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
"Ya, kau yang tercantik, Nat," ucapku tanpa sadar.
Setelahnya dia menyeringai puas dan berkomat-kamit tidak jelas. Aku tidak tahu apa yang dia ucapkan, terdengar seperti bahasa alien. Ditambah lagi pikiranku yang mulai terasa kosong dengan pandangan memburam.
Kepalanya semakin mendekat pada telingaku dan dia berbisik halus di sana.
"Dengar, Al. Hanya aku yang mau menerimamu, semua orang jijik padamu. Apa kau tidak ingat sudah berapa banyak wanita yang menyentuhmu?!" tanyanya yang membuatku sontak mengangguk patuh.
Dia benar, aku tidak suci lagi. Aku tidak ingat sudah berapa kali berhubungan, hanya saja ucapannya terdengar meyakinkan.
Di bayanganku semua orang kini berjalan menjauhiku, bahkan Rolf sekalipun. Namun, ada seorang wanita yang masih setia di sebelahku.
"Ya, aku menjijikkan dan hanya Nat yang mau menerimaku," ungkapku, mendeskripsikan apa yang ku lihat.
Aku tidak tahu wanita itu Natasha atau Natalie. Pikiranku kalut dan terasa campur aduk. Yang ku tahu, aku merasa sangat tenang berada di dekatnya. Dia mengelus kepalaku dengan lembut dan senyumnya mengalihkan perhatianku.
Namun, elusan seseorang di perut, membuatku kembali sadar pada dunia nyata. Natasha sedang membuka bajuku dengan terburu-buru. Tangannya tidak berhenti membelai ototku di sana dan semakin lama semakin naik.
Matanya sayu dan berkabut menatapku, napasnya pun terasa hangat menghembusku. Dia tengah bernafsu.
Sedangkan aku, masih terpaku, tidak tahu harus melakukan apa. Rasanya otakku berhenti bekerja dan tubuhku pun tidak bergerak seperti yang ku mau. Aku ingin menyentuhnya, tanpa nafsu sedikitpun. Bukankah itu aneh?
Melihatku yang hanya terdiam, kilat ungu itu kembali datang. Setiap melihat matanya aku merasa sangat pusing. Mataku kembali terpejam erat dan kali ini aku meringis kesakitan, seperti ada benda tajam yang menusuknya.
Sekali lagi, sosoknya berubah. Di hadapanku bukan lagi Natasha, melainkan Natalie yang sangat ku rindukan.
Wajahnya yang cantik membuatku bergairah. Tatapan matanya yang sayu itu melumpuhkan otakku. Meneguk ludah kasar, aku merasa kepanasan dengan hawa di sekitar kami.
Aku menginginkannya, lebih dari apapun di dunia ini.
Ditambah lagi dengan suaranya yang terdengar merdu di telingaku, sudah sangat lama aku tidak merasakan ketenangan seperti ini. Natalie benar-benar ada di hadapanku dan tidak dapat ku sangkal, aku sangat merindukannya.
"Jangan mengecewakanku, Al, hanya aku yang mencintaimu. Aku tidak akan memaafkanmu kecuali kau menyetuhku. Katakan kalau kau juga menginginkanku."
---------------
TERNYATA OH TERNYATAAA
TEBAKKK ALEX BAKAL NGAPAINNN?
SIAPAAA YANG MASIH KESEL SAMA ALEX? JUJUR GUE AGAK KASIAN SIH
TAPI LEBIH KASIAN SAMA NATALIEE :((
JANGAN LUPA VOTE COMMENTS YAAA
LOVE YOUUUU🤍