Glow Up Moment (Tamat)

By ujwarf

9K 1.3K 368

(Hai, jangan lupa follow sebelum baca yaa). *** Setelah video Tiktok-nya viral, kehidupan Kelana Ken Kertaran... More

PROLOG
MOMEN SATU - DUA COWOK
MOMEN DUA - RUANG KEPALA SEKOLAH
MOMEN TIGA - TENTANG KELANA
MOMEN EMPAT - PASAR TANAH ABANG
MOMEN LIMA - SURPRISE
MOMEN 6 - SEKOLAH SEBELAH
MOMEN 7 - JEBAKAN
MOMEN 8 - HILANG
MOMEN 9 - KEADAAN KELANA
MOMEN 10 - BERTEMU MAMA
MOMEN 11 - Pertemuan Kelana dan Bian
MOMEN 12 - MENGIKUTI KELANA
MOMEN 13 - Tawaran Dari TV
MOMEN 14 - Masalah Baru
MOMEN 15 - Keputusan
MOMEN 16 - Bertemu Seseorang
Momen 17 - Berbagai Keajaiban
MOMEN 18 - KEN ANTARIKSA MANAGEMENT (KAM)
MOMEN 19 - Tuntutan untuk Kelana
Momen 20 - Terpukau
MOMEN 21 - Rencana Baru
MOMEN 22 - TERIMA ATAU TIDAK?
MOMEN 23 - Hal-hal Baru Lagi
MOMEN 24 - Kehadiran Orang Baru
Momen 25 - Tantangan Baru
Momen 26 - Kalah atau Menang
MOMEN 27 - Pimpinan KAM
Momen 28 - Hancur
Momen 29 - Telah Berubah
Momen 30 - Pengorbanan dan Kesempatan
Momen 31 - Lelah
Momen 32 - Dijemput
MOMEN 34 - Latihan Cheers
MOMEN 35 - Bian untuk Siapa?
Moment 36 - Mencari Tahu
Momen 37 - Kabar Mencengangkan
Momen 38 - Tersebar
Momen 39 - Ketakutan yang Terjadi
Momen 40 - Duka yang Dalam
Momen 41 - Pilihan
Momen 42 - Mengetahui Semuanya
Momen 43 - Kuat
Momen 44 - Press Conference
Momen 45 - Memulai Kembali
EPILOG

MOMEN 33 - Modeling

81 16 1
By ujwarf


Guuuuys. Apa kabar? Apa kalian masih nunggu cerita ini? Sorry ya, akhir-akhir ini aku memang belum sempat nengok wattpad lagi. Akhirnya sekarang bisa up part baru. Selamat membaca yaaa.

***

Kelana melangkah dibarengi oleh Adi menuju studio sekolah model yang cukup terkenal di Jakarta. Sekolah model itu bernama Keyz School yang didirikan oleh seorang model senior bernama Laura Chan. Sementara, Irgi sendiri adalah salah satu pemilik aset di sekolah ini. Irgi yang memang senang dengan dunia fashion mulai menggelontorkan uang untuk turut andil di sekolah model, salah satunya milik Laura Chan.

Dalam sebulan ke belakang, Kelana sudah dikenalkan banyak hal di kelas modeling. Tentang aksi, ekspresi, gesture, konsep, dan pelajaran lain dalam dunia model. Maka saat ini, tepat sebulan setelah mengikuti serangkaian kelas, Kelana ada dalam situasi yang menegangkan. Praktek. Itu pulalah kenapa jadwal kelas Kelana digeser ke sore hari. Ini berkenaan dengan kesiapan berbagai pihak yang lebih avilable di waktu ini.

"Hai cantik." Irgi memeluk Kelana setelah masuk ke studio, disusul menyalami Adi. "Bapak totalitas banget sampe nganterin Kelana segala. Padahal saya nggak punya ekspektasi lebih lho, Pak. Sejak kerja sama untuk mengurus talent di KAM, saya belum pernah lihat Bapak turun langsung menemani talent."

Ucapan itu membuat Adi seperti tertangkap basah. "Kamu bisa aja, Gi. Saya memang ingin melihat progres Lana. Apalagi dia baru banget, kan? Talent KAM rata-rata udah punya jam terbang sebelum gabung di KAM. Nah kalau Lana kan beda lagi."

"Bohong banget nih, Pak Adi!" Irgi tertawa. "Jangan-jangan Lana ini akan jadi salah satu kandidat buat calonnya Ken. Makannya Bapak turun dan ngenilai langsung Lana kayak gimana."

"Wah, makin ngaco!" Adi tertawa. "Lana cocok jadi adiknya Ken. Bukan pacar."

"Iya, iya." Irgi mengangguk-angguk, mengakhiri celotehannya.

Percakapan itu membuat dada Kelana sedikit mendidih. Kandidat buat jadi calon, Ken? Ada kebahagiaan saat Irgi berbicara begitu. Namun di sisi lain, Kelana sadar diri. Apalagi saat Adi bilang jika Kelana lebih cocok jadi 'adik'. Di mata Kelana, itu bentuk halus dari penolakan Adi bahwa anaknya, Ken, akan mendapatkan sosok yang lebih dari Kelana.

"Udah siap, girl?" Irgi melirik ke arah Kelana. "Praktek pertama lo berupa photoshoot dengan tema anak SMA. Jadi, lo nggak perlu ganti baju. Cukup gue touch up aja bentar."

Kelana mengangguk-angguk. "Nanti harus ngapain aja, Kak?"

"Lho, lho?" Raut wajah Irgi langsung berubah. "Bukannya lo udah belajar banyak?"

Kelana memang mengikuti kelas tanpa bolong. Namun, tak banyak yang menempel di otak. Rata-rata, materi yang dia terima hanya singgah sementara, setelahnya buyar. Apalagi harus dikombinasikan dengan pelajaran lain di dunia acting yang jelas berbeda bidang.

"Awas lo ye kalo ngecewain!" tegas Irgi.

Kelana hanya mengangguk sambil diam-diam menggigit bibir.

Konsep photoshoot kali ini berada di sebuah ruangan. Di dalamnya terdapat bangku, kursi, buku tulis, papan tulis, dan benda-benda lain seolah kelas pada umumnya. Kelana diharuskan untuk mengkeskpolari gaya foto dengan benda-benda yang ada.

"Lana?" Laura, sang guru yang juga model terkenal berbicara lembut. "Inget kata gue ya. Seorang model itu bukan hanya perkara gaya, gerakkan, dan mimik, tapi juga soal kenyamanan. Pastiin lo nyaman ada di sini."

Kelana menatap perempuan 30 tahun itu. Laura adalah guru yang lembut sekaligus tegas. Selama belajar dengannya, Kelana sama sekali tidak pernah dimarahi. Namun, kemarahan akan diganti dengan nasihat yang penuh filosofi. Sementara untuk menghardik dan menekan, Irgilah yang punya kuasa.

"Okey, Mis." Kelana mengangguk yakin.

Semua property sudah siap. Kameramen dengan kameranya, lighting yang sudah diatur dengan pencahayaan yang pas, serta orang-orang di balik layar seperti Irgi, Laura, serta Adi yang turut hadir.

"Go!" tegas Irgi. "Lo udah bisa mulai."

Kelana maju ke depan, hingga dia benar-benar on frame.

Sebelum benar-benar memulai, Kelana mendapatkan aba-aba jika photografer sudah siap. Kini, Kelana mengambil buku paket, kemudian membukanya. Dia memilih gaya duduk dengan kaki diangkat dan ditumpangkan ke kaki lainnya. Sementara kedua tangan memegang buku yang terbuka. Setengah wajahnya sengaja diarahkan ke sebelah kanan dengan mata menatap tajam.

"Girl, lo bisa lebih anggun lagi. Kalo mimik wajah lo kayak gitu, lo bukan mau baca buku, tapi mau ngajak berantem!" tegas Irgi.

Kelana menghela napas. Dia mulai mengganti mimik. Kini, tatapannya tidak semelotot tadi, tetapi normal. Sementara bibirnya melebar.

"Senyum lo kayak nahan berak!" Irgi berteriak. "Lo bisa lebih cantik dari itu."

Sambil mengikuti intruksi dari Irgi, fotografer terus memotret Kelana dari beberapa sisi.

"Dagunya diangkat sedikit, Lana." Laura berbicara. "Good."

"Matanya ke arah kamera sebelah kanan." Irgi ikut bersuara. "Yes. On point!"

Nggak begitu buruk, pikir Kelana.

"Gaya lain!" tegas Irgi.

Saat diminta begitu, badan Kelana langsung menegang. Dia sama sekali tidak punya referensi gaya. Selama punya pengalaman sekolah di SMA, dia belum pernah sekalipun sengaja difoto di kelas.

Untungnya, dia mengingat posisi ketua kelas saat harus menghapus tulisan di papan tulis. Akhirnya, Kelana beranjak ke depan. Dia mengambil penghapus, dan mulai menggesek benda itu di papan tulis.

Gue harus gaya kayak gimana lagi, ya?

"Lo nggak harus bergaya kayak anak sekolahan pada umumnya," ucap Laura. "Lo bisa kasih sentuhan dari gesture tubuh lo. Inget, Lana. Lo ditantang supaya menghasilkan gaya-gaya menarik dari gerakkan monoton yang pernah ada."

Kelana masih mematung dengan badan menghadap papan tulis.

"Jadi punggung lo doang yang mau difoto?" Irgi berteriak kencang. "Kasihan nih potografer yang dari tadi ke sana ke mari nyari wajah lo!"

Itu adalah bentuk teguran, Kelana tahu. Hingga Kelana memilih untuk menegok ke sebelah kanan. Mengangkat tangan yang memegang penghapus sejajar dengan wajah. Dan bagian kaki, sengaja dia lipat ke sebelah kiri.

"Ya ampun, Lana. Gue baru tahu kalo lo sekurus itu!" Irgi menggeleng. "Calon model itu harus proporsional. Bulan depan, gue nggak mau tahu ya, lo harus ikutin jadwal fitnes."

Jadwalnya mau ditaro di mana? Apa di tengah malam aja? Pertanyaan itu terlontar karena Kelana merasa jadwalnya sudah sangat-sangat padat.

"Satu lagi." Irgi melanjutkan. "Pantat lo tepos banget. Nggak ada model yang kayak gitu, Lana!"

Mendengar ucapan itu, kali ini Kelana menggigit bibir. Sungguh, Kelana merasa jika dirinya cukup berani melawan bullying di sekolah. Namun untuk melawan ucapan Irgi, rasa-rasanya dia tidak mampu. Masalahnya, ucapan itu, meski menyakitkan, memang ditujukan untuk kebaikkan Kelana. Kelana tidak punya alasan untuk melawan.

"Cukup." Irgi menggeleng. "Semuanya mentah! Lo kayak nggak pernah belajar sama sekali!"

Kelana meringis sambil menatap Laura dengan tatapan tidak enak. Laura berperan besar sebagai pengajar. Effort-nya luar biasa. Dia sangat totalitas melatih Kelana. Namun di saat praktek langsung seperti sekarang, Kelana merasa telah membuat Laura malu. Ilmu-ilmu Laura seolah tak ada yang diaplikasikan di praktek ini.

"Kalau udah begini, berarti jadwal les modeling Kelana harus ditambah jadi dua kali lipat!" tegas Irgi, mengakhiri sesi praktek.

***

"Maaf ya, Pak, saya sudah mengecewakan," ucap Kelana dengan badan tertumpu di kursi. "Padahal Bapak udah biayain semuanya."

Adi yang tengah memutar garpu ke spageti di piring, mendadak berhenti dari gerakkan. "Lana, kamu masih mikirin soal tadi?"

Kelana mengembuskan napas keras untuk menjawab pertanyaan Adi.

"Lana," Adi menggerakkan tangan, disusul usapan pelan di gundukkan tangan Kelana. "Latihan buat jadi model itu nggak bisa dengan waktu sebulan doang. Jadi wajar kalau masih banyak kekurangan. Kamu tahu? Saya terkesan karena kamu sudah bisa bergaya seperti model di depan kamera. Itu udah keren banget."

Senyum Kelana terulas. Disusul anggukkan pelan.

"Ingat. Perjalanan kamu masih panjang." Adi menatap Kelana. "Masih banyak waktu untuk terus berkembang dan jadi mahir di suatu bidang."

"Iya, Pak." Kelana memilih mengambil orange jus, kemudian menyeruputnya. Gesture tubuh Kelana sudah lebih luwes. "Makasih karena Bapak udah nenangin saya. Saya ngerasa beruntung karena diperhatikan langsung oleh Bapak."

"Dengan senang hati." Adi mengangguk-angguk. "Nah sekarang, kamu makan dulu. Itu spagetinya malah udah mau dingin. Atau kamu mau pesen yang lain?"

Kelana menarik piring. "Enggak usah, Pak." Kelana mulai menyendok makanan itu dengan gerakkan kaku. Setelah berhasil, dia melahapnya. "Mmm."

"Enak?" tanya Adi.

"Spagetinya lembut. Nggak alot. Terus tingkat kematengannya juga pas." Kelana mengangguk-angguk. "Saya jadi ingat masa-masa SMP. Ada teman saya bawa spageti ke sekolah. Saya cuman bisa bayangin dan menduga-duga rasanya. Eh, ternyata emang senikmat ini."

"Oya?" Adi terkekeh. "Pantes sampe belepotan begitu." Kini, tangan Adi bergerak ke ujung bibir Kelana, lantas mengusapnya pelan.

Gerakkan Adi terlihat lembut, terutama dibarengi dengan senyum lebar. Sementara, Kelana menanggapinya dengan kebekuan, disusul anggukkan tak percaya karena Adi bahkan bisa berbuat sedetail itu.

Ma, beruntung ya kalau Lana punya Bapak seperti Pak Adi? Mama harus ketemu Pak Adi deh suatu hari. Dia baik banget.

***

Continue Reading

You'll Also Like

557K 7K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
350K 21.6K 40
Agnia tak menyangka, hubungan yang terjalin lebih dari sepuluh tahun kandas dalam waktu beberapa detik bahkan dengan satu kata. *** Agnia Pras Rysa...
10.6K 534 20
NOVEL TERJEMAHAN 天災末世行 Pengarang: Benzyl Books Tipe: Danmei Doujin Status: Selesai Pembaruan terakhir: 18 Oktober 2021 Bab Terbaru: Bab 196 pengantar...
4M 311K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...