Love You MBAK!

By Ne_Aurora

15K 657 3

"Mbak ragu sama aku?!" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Farez membuat Vio tersentak, suara Farez terdenga... More

Note and Prolog
Bagian 001
Bagian 002
Bagian 003
Bagian 004
Bagian 005
Bagian 006
Bagian 007
Bagian 008
Bagian 009
Bagian 010
Bagian 011
Bagian 012
Bagian 013
Bagian 014
Bagian 015
Bagian 016
Bagian 017
Bagian 018
Bagian 019
Bagian 020
Bagian 021
Bagian 022
Bagian 023
Bagian 024
Bagian 025
Bagian 026
Bagian 027
Bagian 029
Bagian 030
Bagian 031
Bagian 032
Bagian 033
Bagian 034
Bagian 035
Bagian 036
Bagian 037

Bagian 028

237 12 0
By Ne_Aurora

°°°

"Nadda, kita pencar ya belanjanya. Kamu ke tempat cemilan. Mama mau ke tempat sayur sama buah." Kata Rani setelah mengabil keranjang untuk tempat belanjaan.

"Oke Mah, aku langsung kesana ya?"

"Iya, hati-hati oke." Ingat Rani pada Nadda.

Nadda mengangguk kemudian berjalan menuju ke tempat cemilan, guna mengambil beberapa cemilan kering dan es krim untuk isi kulkas.

Nadda mulai membaca satu persatu merek cemilan yang berada didepannya dengan teliti. Kemudian tangan kanannya terulur mengambil satu bungkus cemilan berisi keripik ketela.

"Dikit banget isinya." Kata Nadda setelah mengocok perlahan bungkus cemilan ditangannya. "Ah mahal lagi." Nadda menggeleng pelan saat melihat harga yang terpajang untuk cemilan ditangannya.

Setelah mengembalikan cemilan ke tempat semula, Nadda menggeser tubuhnya kesamping dan saat matanya melihat cemilan kesukaannya, tanpa sadar Nadda menghentakkan kedua kakinya senang.

Nadda berniat mengambil cemilan yang hanya tinggal satu itu, namun tak berselang lama ada uluran tangan orang lain yang lebih dahulu mengambil cemilan itu.

Nadda menoleh cepat ke samping, dengan wajah yang mengeras dan kedua mata yang melebar. Nadda menunjuk tak sopan pada laki-laki yang kini menatapnya dengan tatapan terkejut namun tak lama berubah menjadi datar.

"Cowok rese! Itu punya gue, seenaknya main ambil aja!" Kata Nadda dengan suara yang mengeras.

Laki-laki yang dimaksud Nadda hanya menatap malas ke arah Nadda dengan senyum mengejek. "Oh ya? Kamu itu perempuan gila yang ditoilet waktu itu kan? Gimana? Mau masuk toilet cowok lagi buat mesum?" setelahnya mengangat sebelah alisnya dengan tatapan menuduh.

Nadda mengepalkan satu tangannya saat mendengar perkataan laki-laki itu.

"Ini punya kamu? Jangan halu! Saya duluan yang ambil ini." Kata laki-laki tersebut.

Dan sedetik kemudian, tangan kanan Nadda berhasil meraih kerah baju laki-laki tersebut hingga membuat tubuhnya sedikit membungkuk maju beberapa senti pada Nadda.

"Mau apa kamu?" Tanya laki-laki tersebut dengan suara tercekat akibat terkejut dengan tindakan Nadda.

"Halu? Lo harus tahu siapa yang bakal cocok sama kata itu." Nadda menyeringai kecil kemudian tanpa aba-aba melepaskan tangannya dari kerah baju laki-laki tersebut dan sedetik kemudian sebelah kakinya mendorong kaki laki-laki didepannya dengan sedikit keras hingga membuat sang empu terdorong kebelakang dan jatuh terduduk kelantai.

"Shit!" Umpat laki-laki tersebut saat tulang ekornya terasa nyeri saat sudah terduduk diatas lantai mall.

"Kamu!" Rama menunjuk Nadda dengan rahang yang mulai mengeras.

Nadda mengibaskan rambunya sekilas, kemudian meraih cemilan didalam keranjang yang juga ikut terjatuh di depan laki-laki tersebut.

Nadda menggerakan bungkus cemilan ditangannya kekanan kekiri. "Ini punya gue. Jadi selamat menikmati rasa sakit, halu!" Kata Nadda dengan senyum lebar kemudian berbalik dan berlalu tanpa memperdulikan teriakan makian dari laki-laki yang masih terduduk di lantai.

Nadda tidak perduli lagi dengan kalimat tuduhan yang dilontarkan sebelumnya, karena dengan melihat laki-laki itu kalah saat beradu fisik dengannya. Nadda merasa lebih senang dari pada harus membalas menggunakan perkataan.

"Rama?" Panggil Hani yang terkejut saat melihat Rama yang terduduk di lantai dengan keranjang belanjaan yang ikut jatuh didepan Rama.

"Hani." Kata Rama setelah mendongak dan menemukan Hani di depannya. "Tolong bantu saya berdiri." Kata Rama mengangat sebelah tangannya.

Dengan segera Hani bergerak membantu Rama untuk berdiri tak lupa membantu membereskan sebagian belanjaan yang berceceran dari keranjang.

"Kepeleset Ram? Kok bisa jatuh gitu?" Tanya Hani heran.

Rama hanya menganguk kecil, Rama sangat menahan rasa malu, untuk kedua kalinya dirinya dibuat malu oleh perempuan gila itu. Apalagi sekarang ada Hani yang melihatnya duduk dilantai dengan ringisan akibat menahan nyeri pada tubuh bagian belakangnya.

Hani tertawa keras saat melihat respon Rama. "Kayak bocah kamu Ram. Bisa-bisanya kepeleset gitu." Kata Hani yang kembali tertawa.

Dan Rama tahu tawa Hani tersebut adalah ejekan yang begitu membuat pendengarannya gatal.

"Kalau sampai kita bertemu lagi. Saya pastikan akan beri kamu perhitungkan perempuan gila!" Batin Rama kemudian mengelus bagian tubuhnya yang masih terasa nyeri dengan perlahan.

***

Farez menghentikan laju mobilnya setelah memasuki area parkir pada sebuah resto yang kebetulan baru dibuka awal tahun lalu.

"Yuk turun." Kata Farez setelah melepas sabuk pengaman dari tubuhnya.

Vio menganguk, kemudian langsung ikut turun dari mobil.

Hamparan persawahan yang begitu luas menyambut keduanya setelah turun dari mobil. Vio tersenyum kagum dan dengan sadar bertepuk tangan ringan saat kedua matanya menangkap pemandangan yang begitu nampak asri dan menyejukkan didepannya saat ini.

"Gimana? Pemandangannya asri kan?" Tanya Farez yang sudah berdiri disamping Vio dengan sebelah tangan merangkul bahu Vio.

Vio menganguk sembari menoleh pada Farez. "Iya, udah lama banget saya gak lihat pemandangan kayak gini." Kata Vio tersenyum kecil setelahnya.

"Emang udah pernah lihat sawah sebelumnya?"

"Pernah, kalau lagi pulang ke rumah Mbah di Jawa Timur. Pasti selalu bisa lihat dan main disawah." Jelas Vio.

"Ah jadi Mbak keturunan Jawa Timur ya." Farez menganguk mengerti, satu informasi baru lagi yang Farez dapat. Karena kedua nya memang jarang membahas tentang silsilah keluarga. Farez hanya tahu kalau kedua orang tua Vio memang bukan asli dari kota dimana mereka tinggal sekarang.

"Iya, saya sekeluarga paling sering pulang kampung kalau pas lebaran idul fitri aja. Karena ya gitu, susah banget cari waktu kosong disela-sela kegiatan kerja sama sekolah dihari biasa kayak gini."

"Wah, jadi Mbak juga ngerasain mudik ya kalau pas lebaran."

"He em, seru banget. Itu salah satu momen penting buat saya sama keluarga saya." Kata Vio sembari tersenyum bahagia.

Farez ikut tersenyum saat melihat wajah berseri-seri dari Vio saat menceritakan betapa serunya perajalanan mudik dan juga kumpul bersama dengan keluarga tak setiap hari bisa ditemuinya.

***

Setelah berhasil menemukan saung kosong untuk keduanya, Farez dan Vio akhirnya mendudukkan diri di saung yang dikelilingi oleh tanaman padi yang masih berwarna hijau.

[Saung adalah bangunan kecil seperti rumah di sawah atau di kebun.]

"Padahal udah sore, tapi udaranya masih sejuk gini." Farez menoleh sekelilingnya.

"Iya, apalagi cuacanya yang agak mendung gini. Jadi tambah adem." Tambah Vio, yang kini masih sibuk mengamati buku menu didepannya.

"Kita pesen yang paketan, atau satuan aja Rez?" Tanya Vio membuat Farez menggeser duduknya hingga lebih dekat pada Vio.

Farez menompang dagu dengan sebelah tangan kemudian menatap buku menu lamat-lamat. "Menurut Mbak, enakan yang mana?" Farez balik bertanya, ia kurang mengerti dengan beberapa makanan yang namanya nampak asing baginya.

"Paketan sih, kita jadi bisa cobain banyak menu."

Farez menatap Vio dengan senyum kemudian menganguk setuju. "Yaudah, aku ngikut Mbak aja."

Vio mengangguk kecil, kemudian melambaikan sebelah tangannya sambil memanggil pegawai resto yang mereka kunjungi saat ini

Farez menatap berbinar pada menu yang sudah tersaji di atas meja depannya saat ini. "Wow, paketan menunya sebanyak ini?" Gumam Farez nampak tak percaya.

"Saya juga kaget, tapi gak masalah lah. Kita kan sama-sama doyan makan. Jadi kecil lah kalau cuma buat ngabisin ini semua." Vio terkekeh pelan, kemudian menyendok nasi untuknya dan Farez.

Farez ikut terkekeh pelan. "Iya juga ya. Yaudah kita langsung eksekusi semua makanan ini." Kata Farez dengan candaan, yang langsung membuat Vio lagi-lagi terkekeh.

Keduanya sama-sama menikmti acara makan sore disaung yang berada ditengah-tengah sawah. Angin tipis-tipis yang berhebus setiap menitnya membuat keduanya semakin menikmati sajian yang keduanya pesan dengan perasaan bahagia.

"Padahal tadi sempet makan di perjalanan. Tapi tenyata rasa lapar ku langsung dateng lagi setelah lihat semua makanan tadi." Kata Farez setelah menggeser gelas berisi jus jeruk.

Vio tersenyum, kemudian mengelap keringat di pelipis Farez dengan tisu. "Jadi bagus kan, makananya jadi bisa habis semua."

"Iya, tapi nanti kalau perjalanan pulang mendadak laper lagi. Bekal yang masih tadi bisa aku habisin kok."

Vio tertawa pelan. "Terserah kamu, yang penting perutmu muat."

"Yaudah, aku bayar dulu ya. Baru nanti ketempat selanjutnya sebelum pulang."

"Oke. Saya ketoilet dulu ya."

"Mau aku anterin?" Tanya Farez menawari dengan sebelah alis yang terangkat tanda menggoda Vio.

Vio mengibaskan tangannya sebagai tanda menolak. "Ihh bisa banget bercandanya." Kata Vio sedikit menggerutu.

Farez terkekeh saat melihat Vio yang begitu cepat berlalu untuk menuju ke toilet.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

"Selamat sore Mas Farez." Sapa pegawai toko kain yang Farez kunjungi dengan Vio saat ini.

Farez menganguk kecil dan tersenyum. "Sore juga. Mas Yovannya sudah dateng belum ya?" Tanya Farez.

"Sudah, Mas Farez bisa langsung ke atas saja."

"Oke, makasih ya." Farez kembali menggandeng Vio untuk berajalan menuju ke lantai tiga.

"Kamu kenal sama pemilik toko ini?" Tanya Vio pada Farez.

"Kenal, dia Kakaknya Rian."

"Hah? Rian punya Kakak?" Vio terkejut saat mendengar perkataan Farez.

Farez terkekeh pelan melihat reaksi yang Vio tunjukan. "Kaget banget sih." Tangan Farez terulur menepuk-nepuk pelan sebelah pipi Vio.

"Wah tumben, langsung pemiliknya yang kesini." Yovan menepuk pelan bahu Farez yang baru saja duduk dengan Vio.

Farez tersenyum kecil. "Iya Mas, kebetulan ada waktu jadi bisa kesini langsung."

Yovan menganguk pelan, kemudian menatap Vio sekilas. "Wah mau sekalian ngenalin cewek kamu ya?" Kata Yovan tersenyum jail.

Farez memberikan jempol ke arah Yovan sambil tersenyum bangga.

"Kenalin. Saya Yovan, Kakak dari temen Farez yang namanya Rian." Yovan mulai mengulurkan tangannya pada Vio.

Vio membalas menjabat tangan Yovan dengan senyum pelan. "Vio. Mmm... kebetulan saya juga kenal dengan Rian."

"Wah, kenal udah kenal juga ya sama Adik saya?" Vio menganguk membenarkan. "Wah pantes aja Rian sering curhat galau ke saya, orang temennya udah ada yang punya pacar." Yovan tertawa kecil."

Farez ikut tertawa saat mendengar keluhan Yovan atas tingkah Rian. "Rian mah kena karma Mas. Dulu dia sering mainin cewek, eh sekarang malah dia yang bucin sama mantan terakhirnya."

"Nah betul itu. Tapi malah jadi bagus, sekarang dia jadi jarang kelayapan ke bar setelah kejadian itu." Kata Yovan dengan kekehan setelahnya.

"Udah tobat dia Mas." Balas Farez yang ikut terkekeh.

Dan masih berlanjut lagi sesi pergosipan dengan Rian sebagai tokoh utamanya.

Farez dan Yovan kembali menertawai Rian, begitupun dengan Vio yang ikut terkekeh saat mendengar lebih jelas lagi bagaimana cerita hubungan Rian dan Clara sebelum putus hingga akhirnya putus karena sebuah kesalahpahaman yang sampai sekarang masih membuat Clara membeci Rian karena hal itu.

Setelah beberapa jam membahas soal Rian dengan Clara, Farez dan Yovan berlanjut membahas tentang kerjasama antara keduanya. Dan Vio yang tidak paham dengan pembahasan keduanya hanya duduk diam sebagai pendengar saja.

Pembahasan Farez dan Yovan cukup panjang, namun setelah ada kata sepakat dari kedunya. Akhirnya Yovan mau menyetujui untuk mengurangi kiriman kain untuk produksi distro Farez selama waktu yang  sudah Farez tentukan.

Bukan karena ada masalah penurunan pemasukan distro, melainkan untuk sementara waktu kedepan Farez tidak bisa mengawasi proses produksi distronya secara langsung. Dan oleh karena itu Farez lebih memilih memperbanyak kiriman kaos dan celana jadi, untuk dijual oleh di distronya. Yang ia beli dari beberapa pabrik langganannya saja.

Setelah adzan maghrib berkumandang dan keduanya telah selesai melaksanakan sholat bersama dengan Yovan juga. Keduanya pamit untuk pulang, karena ingin berkendara dengan kecepatan santai untuk perjalanan pulang kerumah.

***

Nino menatap risih ke arah Rian yang sedari tadi tak henti-henti menggaruk telinga sebelah kirinya. "Ck! Sana gih bersihin pakai katenbat, ada baby oilnya juga di laci." Kata Nino menunjuk laci meja televisi.

"Punya lo?"

"Bukan, punya keponakan gue kemarin lupa dibawa pulang sama Kakak gue."

Rian manggut-manggut kemudian berdiri dan berjalan mengambil dua barang itu dari dalam laci.

"Lo gak pernah bersihin telinga ya Yan? Dari tadi lo garuk-garuk gitu." Kata Nino setelah Rian kembali duduk.

"Tuduhan lo menjatuhkan banget No. Gue mah anaknya bersih. Kandang ayam tetangga aja gue bersihin apalagi telinga gue sendiri. Ya jelas gue bersihin tiap hari sebelum mandi lah." Balas Rian tak terima.

Nino memutar bola matanya. "Halah, terus kenapa dari tadi lo garuk-garuk gitu?" Kata Nino menatap Rian dengan raut wajah malas.

"Ini kalau kata Emak gue, telinga yang tiba-tiba gatel gak jelas gini berarti tanda kalau lagi ada yang ngomongin gue jelek. Makanya dari tadi gatel gini."  Kata Rian kemudian mulai membersihkan telinganya dengan katenbat.

Nino mengehela nafas jengah. "Ini udah tahun berapa kali, masih aja percaya sama gituan. Ya kalau gatel tandanya telinga lo emang minta di bersihin. Dasar buaya rawa!" Kata Nino melempar kulit kacang ke arah Rian.

Rian berdecak malas. "Ck! Kalau lo gak percaya ya terserah lo. Kalau gue sih percaya sama omongan Emak gue." Balas Rian kukuh.

"Bodoamat lah Yan. Suka-suka lo aja." Kata Vano kemudian beranjak untuk kedapur guna mengambil minum guna membasahi tenggorokannya yang terasa kering setelah adu mulut dengan Rian.

"Perempuan kan selalu bener, jadi ucapan Mama gue emang bener kan?" Gumam Rian pelan. "Lagian siapa sih yang ngomongin gue. Kayak gak ada bahan gibah aja sampai gue yang jadi korban gini." Kata Rian menggerutu kesal.

***

"Saya pikir kamu cuma beli barang jadi aja dari pabrik Rez. Ternyata kamu punya hasil produksi sendiri juga?" Vio menoleh pada Farez yang masih fokus dengan setir mobil.

"Aku pikir Mbak ngeh waktu aku lihatin gambar yang aku bikin waktu itu." Farez terseyum kemudian menoleh sekilas pada Vio.

"Ya saya pikir kamu mungkin cuma ngasih gambar itu, terus yang buat ya tetep pabriknya aja."

"Kalau kayak gitu sih, malah rugi di aku Mbak. Soalnya kalau banyak permintaan harga barangnya juga makin dimahalin. Dan pastinya kalau udah dijual distro harganya jadi tambah mahal lagi."

"Ah iya juga ya." Vio menganguk paham.

Farez tekekeh pelan kemudian mengelus puncak rambut Vio singkat. "Maaf ya, aku cuma ngajak Mbak kesini buat nemenin aku bahas kerjaan."

Vio mengerucutkan bibirnya sekilas, kemudian memukul pelan lengan Farez. "Apa sih Rez, kok pakai minta maaf segala. Saya seneng kok bisa nemenin kamu gini. Ini juga udah lebih dari kata kencan kan?" Kata Vio tersenyum.

Farez tersenyum sembari menganguk kecil. "Makasih. Nanti lain kali aku ajak kencan beneran deh, gak berkedok kerja kayak gini."

"Iya, harus banget itu. Awas aja kalau gak." Kata Vio dengan tatapan dibuat serius pada Farez.

Farez bersikap hormat dengan menjajarkan telapak tangannya pada pelipis. "Siap laksanakan komandan." Kata Farez sembari menoleh singkat ke arah Vio dengan senyum lebar setelahnya.

Dan tawa keduanya pecah sedetik setelahnya.

°°°

Continue Reading

You'll Also Like

542K 9.2K 20
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1M 108K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
299K 33.5K 21
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
5.7M 301K 57
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...