Glow Up Moment (Tamat)

By ujwarf

9K 1.3K 368

(Hai, jangan lupa follow sebelum baca yaa). *** Setelah video Tiktok-nya viral, kehidupan Kelana Ken Kertaran... More

PROLOG
MOMEN SATU - DUA COWOK
MOMEN DUA - RUANG KEPALA SEKOLAH
MOMEN TIGA - TENTANG KELANA
MOMEN EMPAT - PASAR TANAH ABANG
MOMEN LIMA - SURPRISE
MOMEN 6 - SEKOLAH SEBELAH
MOMEN 7 - JEBAKAN
MOMEN 8 - HILANG
MOMEN 9 - KEADAAN KELANA
MOMEN 10 - BERTEMU MAMA
MOMEN 12 - MENGIKUTI KELANA
MOMEN 13 - Tawaran Dari TV
MOMEN 14 - Masalah Baru
MOMEN 15 - Keputusan
MOMEN 16 - Bertemu Seseorang
Momen 17 - Berbagai Keajaiban
MOMEN 18 - KEN ANTARIKSA MANAGEMENT (KAM)
MOMEN 19 - Tuntutan untuk Kelana
Momen 20 - Terpukau
MOMEN 21 - Rencana Baru
MOMEN 22 - TERIMA ATAU TIDAK?
MOMEN 23 - Hal-hal Baru Lagi
MOMEN 24 - Kehadiran Orang Baru
Momen 25 - Tantangan Baru
Momen 26 - Kalah atau Menang
MOMEN 27 - Pimpinan KAM
Momen 28 - Hancur
Momen 29 - Telah Berubah
Momen 30 - Pengorbanan dan Kesempatan
Momen 31 - Lelah
Momen 32 - Dijemput
MOMEN 33 - Modeling
MOMEN 34 - Latihan Cheers
MOMEN 35 - Bian untuk Siapa?
Moment 36 - Mencari Tahu
Momen 37 - Kabar Mencengangkan
Momen 38 - Tersebar
Momen 39 - Ketakutan yang Terjadi
Momen 40 - Duka yang Dalam
Momen 41 - Pilihan
Momen 42 - Mengetahui Semuanya
Momen 43 - Kuat
Momen 44 - Press Conference
Momen 45 - Memulai Kembali
EPILOG

MOMEN 11 - Pertemuan Kelana dan Bian

169 26 9
By ujwarf

Yeah, akhirnya update juga. Enjoy ya guys. Jangan lupa tinggalkan jejak.

***

DUA TAHUN LALU

Siang bolong ini, lapangan utama SMA Unggulan Bina Bakti didominasi suara jeritan dan teriakkan para cewek. Suara itu hadir dari setiap sudut sekolah. Baik dari lantai atas atau lantai bawah. Bukan hanya siswa baru yang antusias, orang-orang yang sudah lama bersekolah di sana pun ikut takjub melihat penampilan dari ekskul basket. Terutama saat salah satu anggotanya melakukan shooting dari luar garis three point dengan sangat sempurna.

"Biaaaaan!" teriakan itu sudah mengudara sejak tim basket masuk ke lapangan.

Ya, Bianlah yang berhasil menembak bola dengan akurat ke ring di depannya.

Bian adalah anggota tim basket yang paling sering disebut. Tinggi badannya 172 sentimeter. Meski baru kelas dua SMA, badannya cukup atletis. Selain soal badan, orang lain sering terpesona terhadap senyum lebarnya. Soal ciri fisik, jangan ditanya. Matanya bulat, alisnya tebal, rambutnya lurus dan rapi. Jika dia melompat di lapangan, rambut yang juga ikut mengapung menjadi daya tarik tersendiri.

"Hallo semuanya," teriak Bian setelah timnya melakukan berbagai atraksi basket selama lima menit. "Itu adalah persembahan dari tim basket kami. Maka dari itu, kami juga mengundang teman-teman yang mau bergabung dengan tim basket kami. Mari sama-sama menggali potensi dan melatih skill. Ii juga bakal jadi bekal kita untuk membanggakan sekolah."

"Cewek bisa gabung nggak, Kak?" teriak Clarissa yang tentu saja masih mengenakan seragam SMP.

"Wah ..." Bian menggeleng. "Saat ini belum ada tim basket cewek di sekolah ini. Tapi mungkin, lo bisa jadi pelopornya suatu hari nanti."

Semua orang bertepuk tangan mendengarkan jawaban dari Bian.

"Kami hanya menerima anggota laki-laki. Mungkin untuk perempuan bisa gabung di cheerleaders sekolah ini. Beberapa kali, Cheerleaders sekolah ikut dukung kami saat bertanding kok."

"Asyikkk," teriaknya lagi. "Mau ikut dooong ke tim cheerleaders biar bisa lihat Kak Bian tiap hari."

"Huuuuuuuuu! Ganjennnn!"

Teriakkan itu mengundang tawa seluruh siswa.

"By the way, kami punya beberapa gantungan kunci, kaos, dan topi. Ada yang mau?" teriak Bian lagi. Di situasi ini, dia yang baru diangkat sebagai kapten basket dipercaya untuk lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak baru.

"Mauuuuu!"

"Ini untuk kalian!" Itu teriakan Putra, anggota basket dengan badan paling besar.

Kontan, gantungan kunci berbentuk bola basket melayang ke pinggir lapangan. Orang-orang yang ada di sana langsung menangkap dengan antusias.

"Ini juga!" Arya, cowok berwajah oeriental turut melemparkan beberapa kaos putih bertuliskan nama tim basket mereka.

Jika dilihat dari atas, orang-orang yang awalnya berdiri rapi itu bercerai-berai. Mirip seperti semut yang sedang mengamuk. Mereka berusaha untuk mengambil barang-barang yang dilempar.

"Udah dapet semua?" tanya Bian.

"Yaaah, nggak dapet!" teriak beberapa orang.

"Yang dapat boleh ke depan ya. Kita foto bareng. Yang dapat kaos atau topi, bisa pula minta tandatangan dari kami."

Mendengar ucapan itu, orang-orang yang mendapatkan barang merasa beruntung luar biasa. Pasalnya, mereka yang awalnya hanya melihat dari pinggir, kini bisa maju ke depan. Sementara, kebanyakan dari mereka merasa kecewa karena tidak mendapatkan barang yang dilempar tadi.

Di antara banyaknya orang yang mendapatkan marchandise, ada seorang cewek yang maju dengan langkah malas. Wajahnya ditekuk. Jika siswa lain membereskan rambut dahulu sebelum maju, maka cewek ini tidak. Beberapa anak rambut dibiarkan menutup mata. Ya, itu Kelana.

Di tengah-tengah lapangan, ada 10 siswa baru yang mendapatkan barang. 6 cewek, 3 cowok. Entah karena terlalu antusias atau bagaimana, ternyata jumlah anak-anak cewek lebih banyak mendapatkan barang. Atau, anak-anak cowok memilih mengalah? Mungkin mereka malu jika harus dikerumini cewek-cewek yang begitu antusias melihat anggota tim basket.

"Foto bareng yaaa," kata Bian.

Mereka berjejer. Bahkan anak-anak cewek berusaha memilih untuk berdiri dekat Bian. Ada empat anggota tim basket juga, tetapi kelihatannya, pesona Bian masih tetap nomor satu dibanding dengan yang lainnya.

"Kak, boleh foto bareng nggak?" tanya salah satu cewek.

"Barusan kan udah." Bian masih setia menanggapi.

"Aku pengen berdua sama Kakak."

Ucapan itu lagi-lagi diteriaki oleh banyak orang.

"Boleh. Yang lain juga boleh kalau mau antri foto bareng gue," jelas Bian.

Mereka yang ada di depan bersorak ceria, kecuali satu orang.

"Hei, elo." Bian mendongak kepada cewek yang masih diam di sisi kiri. Semua orang sudah mendapatkan giliran foto bersama dan tanda tangan di barang mereka. "Mau foto?"

"Saya?"

"Iya. Siapa lagi?"

"Nggak," jawabnya tanpa berpikir panjang.

Jawaban itu kontan membuat beberapa orang terbengong-bengong. Orang-orang berlomba untuk ke depan, melakukan berbagai cara agar berdekatan dengan anggota tim basket, tetapi cewek ini?

"Oh, okey." Bian mengangguk dengan sedikit canggung. "Mmmm, kaosnya mau ditandatangani?"

"Nggak perlu juga," katanya lagi. "Saya nggak perlu foto bareng dan tanda tangan."

Jawaban itu membuat beberapa orang greget. Bahkan dari sisi lapangan, Clarissa berteriak kencang. "Weyyy, kalau tahu gitu, buat gue aja kaosnya! Gue pengen foto sama Kak Bian! Gue pengen minta tanda tangan dari anggota basket!"

"Iya nih. Sok cantik banget. Wajah gelap dan kusam aja sombong!"

Teriakkan itu membuat Bian buru-buru berbicara lewat pengeras suara. "Eh, eh. Nggak apa-apa kok. Foto bareng dan tanda tangan itu bukan hal wajib. Jadi nggak masalah."

Sebelum dipersilahkan untuk kembali, Kelana angkat suara. "Sudah beres kan?"

Bian belum mengangguk, tetapi Kelana tetap mundur, "Saya ke sana dulu. Terima kasih kaosnya. Sukses buat kalian."

Kelana berbalik dan melangkah tanpa memperhatikan orang-orang yang berdesas-desus.

"Hei, tunggu." Bian berteriak.

Kelana menengok lagi. "Kenapa?"

"Nama lo siapa?" tanyanya lagi.

"Kelana Ken Kertarani." Kelana mengangguk, dia kembali melangkah.

Bian mematung cukup lama untuk menyaksikan menjauhnya Kelana. Dua tahun terakhir, Bian digandrungi cewek-cewek di sekolah. Hampir setiap cewek yang bertemu berusaha pendekatan. Dan ya, barusan, baru pertama kali Bian mendapatkan satu hal unik. Ada satu cewek yang terlihat tidak tertarik kepadanya.

"Kelana." Bian berucap pelan. "Menarik."

Kepergian Kelana menjadi akhir dari perpisahan antara tim basket dan orang-orang yang ada di lapangan. Namun meski sudah pergi dari lapang basket, sesekali Bian mencuri pandang. Mencari sosok Kelana di antara ratusan siswa. Untuk pertama kalinya, Bian dibuat penasaran oleh siswa baru.

***

Bian menarik buku dari rak. Buku Sejarah Indonesia. Ah, itu bukan buku yang dia cari. Dia tidak ingin mencari buku apa-apa. Dia hanya sedang mencari satu sosok yang meski sudah seminggu berlalu, sosok itu selalu terbayang di otaknya. Bian masih ingat nama sosok itu. Kelana Ken Kertarani. Nama paling unik yang pernah dia dengar karena mengandung tiga K sekaligus.

Pergerakkan Bian sangat tepat. Bekas buku yang dicabut itu mendapati celah bolong yang bisa membuat Bian mengintip ke seberang sana. Di jajaran kedua, dia mendapati Kelana tengah berjingjit, berusaha menggapai buku di rak paling atas.

"Sial!" Kelana merutuk pelan. "Susah amat sih?"

Bian mengulas senyum. Dia menemui banyak cewek di sekolah. Rata-rata, mereka berbicara lembut atau lebih tepatnya, dilembut-lembutkan. Namun Kelana, rasa-rasanya dia adalah cewek pertama dengan cara berbicara yang berbeda. Ah, Bian suka sekali cewek tegas model Kelana.

"Siapa lagi yang bisa dipintai tolong?" Kelana melirik ke kanan dan ke kiri. "Masa harus minta tolong ke penjaga perpus sih? Ogah banget. Mana perpus lagi sepi."

Sekarang, Bian terkekeh. Bian cukup tahu penjaga perpus itu. Permintaan tolong dari pengunjung perpus hanya akan dihadiahi dengan wajah jutek dan perkataan yang menyakitkan.

"Tuhan!" Kelana terduduk di lantai.

Beberapa hari ini, Bian seperti seorang detektif misterius. Dia berusaha mengawasi Kelana dari jauh. Dia bahkan pernah mengikuti Kelana pulang hingga mendapati bahwa cewek itu datang ke pasar Tanah Abang. Dari sana juga Bian tahu jika Kelana sering membantu ibunya jualan.

Detik ini, Bian merasa jika menolong Kelana adalah kesempatan penting. Bian sudah menanyakan nama Kelana saat di lapangan, tetapi berkenalan secara langsung? Tentu saja belum.

Pelan, cowok itu melangkah. Dia lantas mengambil buku paket Biologi dari atas dengan sangat mudah, lantas menyodorkannya kepada Kelana. "Nih."

Kelana yang dari tadi menunduk karena merasa kepayahan, sekarang menunjukkan mukanya ke atas. "Lho, bukunya ...."

"Buat lo. Dari tadi, lo pengin ambil buku ini kan?"

Kelana merebut bukunya. "Kok elo tahu gue mau buku ini?"

"Tadi gue liat elo kesulitan ngambil."

Kelana langsung melotot. "Lo ngikutin gue?"

"Geer amat." Bian memanyunkan bibir. "Enggak. Gue emang lagi nyari buku juga. Emangnya, perpustakaan ini punya nenek moyang lo? Siapa aja bebas ke sini kan?"

"Tapi ...." Kelana menatap Bian, "ya udah. Nggak penting." Dia berbalik, lantas melangkah ke arah bangku kosong di pinggir rak.

"Tunggu."

"Kenapa lagi?"

"Gue udah ngambilin bukunya lho," jelas Bian.

"Terus?" Kedua alis Kelana terangkat. "Lo mau nyimpen lagi bukunya di atas? Nih. Gue nggak butuh. Lagian, gue nggak pernah minta tolong sama lo."

Kalimat itu membuat Bian malah tertawa. Dia tidak habis pikir karena bisa menemukan cewek seberani itu. "Thanks karena udah ngambilin bukunya buat gue," ucap Bian, sengaja menyindir Kelana.

"Lo nggak tulus nolong gue?"

"Susah banget bilang makasih ya?" Sekarang, Bian melipat tangan di dada.

"Seorang kapten basket sehaus itu akan ucapan terima kasih?" Kelana tertawa. "Oh, lo pikir, gue bakal seperti cewek-cewek yang lain?"

Bian terdiam.

"Inget ya, siapa pun elo, gue nggak peduli!" Kelana berbalik dan kembali melangkah santai.

Ucapan itu terasa telak di telinga Bian. Namun, bukannya Bian marah, dia malah semakin tergelitik dengan kata-kata tanpa beban yang terlontar dari mulut Kelana. Dengan sigap, Bian menarik tangan Kelana hingga badan cewek itu jatuh ke dalam dekapannya.

"Dari tadi, gue emang ngikutin lo. Bahkan gue ngikutin elo sejak minggu lalu," ucap Bian.

Kelana memelotot saat mendapati pengakuan itu.

"Lo menarik dan gue tertarik," sambung Bian.

Ucapan itu membuat Kelana langsung ingat akan posisinya. Dia mendorong badan Bian hingga Kelana lepas dari dekapan itu.

"Lo nggak menarik, dan gue nggak suka sama lo!" tegas Kelana.

*** 

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 123K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
9.3K 831 40
"Reputasi gue taruhannya....." Kinan mendengus kesal, kenapa sih laki-laki ini??? "Nan, mau ya? Bantuin gue plisss... Lo satu-satunya orang yang gu...
18.3K 1.1K 31
Kisah gadis berwajah pas-pasan bahkan nyaris berada dibawah rata rata dibilang cantik enggak dibilang jelek juga enggak pokoknya standar . CACA ANDRE...
1.2K 132 28
(TAMAT) Aku mengenalnya sejak aku masih kecil, kami berjalan seiringan, menggoreskan kisah yang tak bisa kulupakan, hingga takdir memilih jalan yang...