Lover In War | βœ”

By queentuucky

3.5K 491 143

[ Seri ketiga dari Marriage In Rush ] 𝐜𝐑𝐒𝐜𝐀π₯𝐒𝐭 - 𝐫𝐨𝐦𝐚𝐧𝐜𝐞 - 𝐰𝐒𝐭𝐑 𝐚 𝐬π₯𝐒𝐠𝐑𝐭π₯𝐲 𝐚𝐜𝐭... More

LOVER IN WAR
TEASER
Visual | Main Character
The Beginning
Prolog
LIW | 1
LIW | 2
LIW | 3
LIW | 4
LIW | 5
LIW | 6
LIW | 7
LIW | 8
LIW | 9
LIW | 10
LIW | 11
LIW | 12
LIW | 13
LIW | 14
LIW | 15
LIW | 16
LIW | 17
LIW | 18
LIW | 19
LIW | 20
LIW | 21
LIW | 22
LIW | 23
LIW | 24
LIW | 25
LIW | 26
LIW | 27
LIW | 28
LIW | 29
LIW | 30
LIW | 31
LIW | 32
LIW | 34
LIW | 35
LIW | 36
LIW | 37
LIW | 38
EPILOG
_the untold story_
_side track_

LIW | 33

35 7 3
By queentuucky

Kejadian dua hari sebelumnya menyebabkan kecanggungan yang tiada tara baik bagi Devan maupun Maura. Namun meski begitu, keduanya tetap menjaga hubungan agar tetap baik-baik saja.

Diluar dugaan, nyatanya ada sedikit perasaan lega pada diri Devan setelah kejadian itu. Devan sudah mulai memahami apa yang dirinya rasa. Namun, ia masih menyimpan ragu. Lagipula, Devan tak ingin cepat-cepat mengambil keputusan. Setidaknya, ia masih punya waktu yang cukup untuk berpikir ulang.

Hari ini, Devan menjalani terapi dengan cukup baik. Dokternya bilang, kemajuan Devan telah menanjak naik dibanding beberapa hari sebelumnya. Dan Devan merayakan itu dengan terus berlatih. Ia bahkan berjalan kembali ke kamar inapnya tanpa dibantu kursi roda. Tentunya dengan Maura yang siap sedia berjaga di sampingnya dan seorang bodyguard titipan Mama Devan yang menjaga dari jarak jauh.

"Kalau capek, bilang. Biar kita bisa istirahat dulu sebentar. Biarpun kemajuan kamu menanjak drastis, dokter gak menyarankan kamu untuk memaksakan diri kayak gini. Yang ada, nanti kamu malah semakin sakit," ucap Maura memberi nasihat pada Devan yang kini berjalan lebih lambat dari sebelumnya.

Devan ingin sekali menghiraukan ucapan Maura, namun kakinya terasa sakit dan ia juga tak yakin dirinya masih mampu untuk kembali berjalan. Dan Maura menyadari ketidakberdayaan Devan itu. Jadi dengan berberat hati, Devan menyetujui ucapan Maura dan memilih duduk sebentar di atas kursi rumah sakit. Diikuti oleh Maura yang mendudukkan diri di samping Devan.

"Gimana bisnis baru kamu? Lancar?" tanya Devan membuka percakapan.

Maura membenarkan kursi roda Devan yang ia bawa sambil menganggukkan kepalanya pelan. "So far so good. Aku banyak dibantu Laura dalam prosesnya."

"Sorry," ucap Devan mengagetkan Maura.

"Sorry? Buat apa minta maaf?"

"Karena menghalangi usaha kamu? Baik dulu dan sekarang."

Maura menggelengkan kepalanya tanda tak setuju.

"No, you did nothing wrong. Jangan merasa bersalah!"

Kedua mata Devan lantas menatap Maura dengan sungguh-sungguh. "Aku yakin kamu akan jadi wanita karir yang sukses nantinya. Kamu akan punya masa depan yang bagus dengan kemampuan yang kamu miliki."

"Wah, too early to call it that. Tapi, makasih. Kamu juga," balas Maura merespon pujian dari Devan. Namun dalam hati, ia merasa bangga juga karena kerja kerasnya terlihat oleh orang lain.

"Aku juga? Bagian mananya? Kayaknya habis ini aku akan jadi pengangguran. Kamu tau sendiri kalau aku dipurnatugaskan."

Seketika Maura terdiam. Ia merasa telah salah berbicara. Suasana pun hening.

Keduanya terdiam cukup lama. Devan sibuk meredakan rasa sakit di kedua kakinya sedangkan Maura sibuk memainkan jari jemari yang ia letakkan di atas paha dengan canggung.

Devan yang menyadari sepenuhnya keheningan yang terjadi diakibatkan oleh ucapan pahitnya itu memilih untuk mencari topik pembuka yang lain. Namun ia tak terpikirkan satu pun ide pembicaraan hingga akhirnya Devan memilih untuk menceritakan tentang dirinya sendiri.

"Sama kayak kamu yang banting stir jadi business woman, aku juga banting stir jadi anggota polisi."

Fokus Maura yang tadinya berada pada jari-jarinya langsung berpindah pada wajah Devan. Manik matanya mengisyaratkan sebuah pertanyaan, "Kenapa?"

"Gak ada alasan yang spesifik. Dibilang cita-cita juga bukan. Aku cuma pengen aja masuk akademi polisi. Gak expect bakal berkarir sebagai polisi sampai sejauh ini, tapi itulah yang terjadi.

"Tapi kalau diingat-ingat lagi, kayaknya karirku yang sekarang adalah bukti pemberontakan aku di masa remaja.

"Keluargaku sudah punya planning untuk anak-anaknya. Mereka sudah bersiap membangun jenjang karir yang bagus untuk kami, anak-anaknya. Dika termasuk produk kesuksesan orang tuaku.

"Dia kompeten, penuh ambisi, karirnya bagus, punya jabatan tinggi di perusahaan dan disegani dalam dunia bisnis. Sebagai adiknya, aku tau kesulitan-kesulitan yang harus dialami Dika sebelum meraih kesuksesannya saat ini. Aku tau pola belajarnya yang tidak pernah berhenti, aku tau tuntutan-tuntutan orang tua kami yang harus dia penuhi, aku tau kesulitan-kesulitan yang Dika alami dan aku memilih untuk tidak mengambil jalan yang sama seperti Dika.

"Dan saat itu, akademi kepolisian muncul di pikiranku layaknya suatu pertanda. Akademi kepolisian adalah my exit way."

Maura terlarut dalam cerita Devan dan menyadari bahwa ada beberapa cerita dalam hidup Devan yang sama dengan miliknya. Namun Maura masih enggan berkomentar. Ia tahu bahwa cerita Devan belum habis sampai disitu.

"Sayangnya, tidak mudah menghentikan Mama yang keras kepala. Dia memang tidak banyak mengganggu hidupku, tapi ia menjadi lebih protektif dari sebelumnya. Mata dan telinga yang Mama punya lebih banyak dari yang aku miliki sebagai detektif di kepolisian. Tapi sepertinya, setelah aku dalam keadaan mengenaskan begini, Mama akan menarik mata-matanya karena menganggap dia tak berguna. I feel bad for him."

Pernyataan Devan diluar dugaan Maura. Pandangan Maura diam-diam melirik ke arah penjaga yang berdiri tegap beberapa langkah dari tempatnya duduk. Dirinya tahu bahwa Tante Reyna memang sangat mencintai putranya, ia bahkan memberikan penjagaan yang ketat bagi Devan selama Devan dirawat. Tapi mata-mata? Itu benar-benar diluar dugaan Maura. Namun, bukan kapasitasnya untuk ikut campur dan memberikan komentar atas sikap protektif Mama Devan. Jadi, Maura hanya bisa diam dan mendengarkan keluh kesah dari Devan.

"Setelah perceraian Dika, aku yakin mereka akan lebih selektif lagi dalam memilih menantu. Kamu siap dengan kemungkinan ditolak oleh mereka?"

Mendengar pertanyaan yang melenceng jauh dari mulut Devan itu seketika membuat Maura tersedak salivanya sendiri.

"Kenapa tiba-tiba pertanyaannya gitu, sih?" seru Maura kemudian setelah meredakan rasa terkejutnya.

"Loh? Apa yang salah? Tujuan kamu tetap ada disini untuk itu, 'kan? Ditambah dengan fakta bahwa kamu sedang taruhan dengan teman-teman kamu yang lain.

"Atau kamu menyerah dan mencari calon lain? Yang lebih sempurna dan bisa diandalkan tidak seperti aku yang cacat ini?"

Maura terdiam. Ia nampak memikirkan jawabannya sendiri.

"Itu tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah juga. Yang jelas, aku masih belum menyerah dengan taruhan itu dan sedang tidak mencari calon pengantin pria yang lain. Dan bukannya dari awal tujuan aku sudah jelas? Aku ingin memastikan sesuatu dalam diriku sendiri."

"Memastikan sesuatu yang kamu sebut itu cinta? Bukannya kemarin-kemarin itu..."

Ucapan Devan terhenti seketika saat melihat tatapan tajam milik Maura yang mengisyaratkannya untuk diam. Devan terkekeh pelan sambil mengangkat kedua tangannya ke udara, tanda menyerah. "I'll stop, I stop!"

"Tapi, pertanyaan aku soal yang tadi belum kamu jawab."

"Yang mana?" balas Maura berpura-pura lupa. Devan berdecak pelan.

"Tentang kamu yang kemungkinan ditolak oleh orang tua aku."

Maura menatap manik mata Devan dengan tatapan geli. "Kamu gak percaya sama kualifikasi aku? Aku itu representasi menantu sempurna bagi semua mertua di dunia ini tau!" jawab Maura besar kepala.

Devan tak dapat menahan tawa. Ia lantas mengacak puncak kepala Maura sekilas sebelum bangkit dari duduknya. "Yuk ah kita ke ruangan. Aku mau rebahan!"

Maura yang sempat membeku untuk sepersekian detik seketika tersadar. Ia lantas berdiri dan mengikuti Devan sambil berteriak pelan ke arah bodyguard yang berjaga di belakangnya, "Tolong bawain barang-barang Devan ya, Pak!"

Sedangkan dirinya sendiri sudah berjalan berdampingan dengan Devan. "Berani-beraninya nyuruh bodyguard level A buat bawain barang-barang aku," omel Devan pelan yang tak diindahkan oleh Maura. Maura tahu kalau ucapan Devan itu hanya bermaksud untuk menggodanya saja. Terlebih saat tiba-tiba saja lengannya berada dalam gandingan Devan, ia tahu pasti bahwa keputusannya mempercayakan barang-barang Devan ke bodyguard itu merupakan pilihan yang tepat.

Dan keduanya melanjutkan perjalanan mereka ke ruangan Devan dengan saling bergandengan satu sama lain lengkap dengan senyum tipis yang terukir di bibir keduanya.

Note: Gamau bilang ceritanya bakal tamat sebentar lagi, tapi kayanya sedikit lagi beres ya?  

Continue Reading

You'll Also Like

337K 41K 54
(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Karma is real. Itu pepatah yang cocok menggambarkan nasib Saka Rivano Thomas, sang dokter muda yang disibukkan mengejar cint...
553K 27K 37
Audy dan Deka sudah bersahabat sejak lama, bahkan kedua keluarganya sudah saling mengenal sejak mereka masih TK. Keduanya hampir tidak pernah terpisa...
578K 28.1K 57
Sederhananya ini adalah kisah tentang Bryan yang ditinggal menikah dan Laura yang gagal menikah.
15.5K 999 17
Sedari kecil chimon selalu mendapatkan cacian makian dari om dan tante nya bahkan tidak jarang ia mendapati pukulan dari tante nya, perbuatan om dan...