-----
Selamat membaca
-----
Jam istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.
Heksa dkk sekarang berada di sebuah warung kecil yang terletak tidak jauh dari SMA Gerdana.
Heksa dkk sering memanggil warung ini Warpit alias warung bi Ipit. Warung bi Ipit ini merupakan warung yang bisa dibilang tempat tongkrongan kedua mereka setelah rooftop jika di sekolah.
Mereka dan pemilik warung sudah akrab saking seringnya mereka ke warung ini, apalagi saat kelas sepuluh dan sebelas.
Terkadang Heksa dkk sering menjadikan warpit sebagai salah satu tempat bolos mereka.
Bi Ipit sering sekali menasihati ketujuh pemuda tampan tersebut, namun mereka nantinya pasti akan menjawab,
"Bosen Bi, gurunya nyebelin."
"Bosen Bi, pelajaran hari ini bikin pusing."
"Gurunya galak Bi, jadi saya kabur aja."
Kira-kira begitulah tanggapan-tanggapan mereka. Ada-ada saja.
Saat ini, mereka sedang menikmati semangkuk mie, ditemani dengan gorengan dan secangkir es teh manis.
"Huh, nikmat mana lagi yang kau dustakan," celetuk Jiko senang saat merasakan rasa mie-nya yang tentunya enak.
Lima menit kemudian mie yang mereka makan habis.
"Neng Elsa, gue mau es teh lagi dong satu." Heksa menampilkan senyuman mautnya disertai kedipan mata pada Elsa, anak bi Ipit yang usianya satu tahun dibawahnya.
Elsa membalas senyuman Heksa dengan senyuman manis. "Tunggu bentar ya Bang."
"Oke cantik!" Kembali Heksa mengedipkan matanya genit. Ia kembali ke kursinya.
Keenam sahabat Heksa yang melihat tingkahnya mencibir.
"Keluar juga ke permukaan sifat aslinya."
"Si eksotis sedang beraksi."
"Hih, keluar juga jiwa-jiwa ke playboy - an nya."
"Playboy ya gitu."
"Kenapa lo kedip-kedip mata gitu? Sakit mata ya?" tanya Rasya yang sebenarnya sedang meledek tingkah Heksa tadi.
"Diem lo pendek!" balas Heksa kesal.
"Gue kan makhluk hidup, jadi gak bisa diem. Gitu aja gak tahu. Dasar item."
"Anjing ya lo."
"Elo ya yang anjing."
"Dasar setan."
"Dasar tuyul."
"Diem lo babi."
"Elo yang harusnya diem, buaya darat."
Oke, kelima pemuda yang tersisa hanya menghela napas jengah dengan keributan Heksa dan Rasya di hadapan mereka. Mereka sudah terbiasa, begitulah Tom and Jerry.
Ting
Heksa mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja.
Sebuah pop up pesan dari Marka disertai dengan sebuah link yang membuat keningnya mengernyit.
Dek jangan panik!
Itu isi pesannya
Heksa membuka pesan tersebut, memencet link yang diberikan, membaca satu persatu kata yang ada di judul yang dibawahnya terdapat sebuah screenshot berita.
Breaking news, terjadi tragedi kecelakaan jalur udara. Sebuah pesawat lion air dengan tujuan penerbangan Surabaya-Bandung dikabarkan terjatuh.
Sebelum dikabarkan jatuh, pesawat ini dikabarkan sempat hilang kontak pagi tadi pada pukul 09.00 WIB.
Badan Heksa menjadi gemetar, ia teringat dengan ayahnya yang akan pulang hari ini dari kota Surabaya.
"Lo kenapa Sa?" tanya Yoga yang menyadari perubahan Heksa.
Semua mata tertuju pada Heksa yang masih terlihat gemetar dan tak tenang.
"Gak papa," balas Heksa singkat.
Heksa mencoba tenang. Ia menarik napas, dengan tangan yang gemetar, Heksa mengetikkan satu persatu huruf di keyboard pesannya.
Sekarang Abang dimana?
Bandara.
Dek!
Ini bukan punya Ayah kan?
Tim petugas nemuin ini di sekitar tempat jatuhnya pesawat.
Prang
Heksa menjatuhkan ponselnya. Ia terdiam, foto yang dikirimkan Marka membuat ia tak bisa berpikir jernih. Ia ingat di foto itu merupakan sebuah tas pemberian dari dirinya yang sering ayahnya bawa kemana-mana.
Bunyi dentuman dari ponsel yang Heksa jatuhkan membuat kaget semua orang yang ada disana.
Januar menatap Heksa yang saat ini seperti patung. Dirinya mengambil ponsel yang di jatuhkan Heksa.
Ia membaca pesan yang baru saja masuk.
Dek!
Jangan cuma di read
Bales pesan gue!
Jiko menghampiri, ia dan Januar pun membaca chat dari Marka satu-persatu.
Dan mereka berdua terdiam setelah tahu apa yang membuat Heksa seperti ini.
Jidan dan Chiko menepuk bahu keduanya pelan.
"Kenapa Bang?"
Jiko dan Januar tersadar.
Jiko menepuk bahu Heksa. Mencoba menyadarkan keterdiamannya.
Heksa yang sadar langsung berlari kencang menuju parkiran. Ia tak tenang, ia harus memastikan jika ayahnya tak ikut serta dalam tragedi jatuhnya pesawat tersebut.
"Lho Sa, lo mau kemana?" teriak Rasya
Heksa terus berlari tanpa memperdulilkan teriakan para sahabatnya.
"Sebenernya ada apa sih Bang?" tanya Chiko masih clueless
Mereka kini sudah berada di area parkiran sekolah, Heksa sudah terlebih dahulu pergi.
"Yang gue lihat dari message Bang Marka. Pesawat yang ditumpangin Om Joni jatuh," jelas Jiko langsung pergi mengejar Heksa dengan motornya. Diikuti Januar.
Tanpa basa-basi Rasya, Yoga, Chiko dan Jidan langsung menaiki motor masing-masing. Mereka mulai melajukan motornya mengikuti.
Di sisi lain Heksa melajukan motornya dengan kencang, mengebut di keramaian jalan. Ia bahkan tak memperdulikan traffic light yang masih berwarna merah. Dipikirannya saat ini hanya tertuju pada sang ayah.
Batinnya terus merapalkan doa, berharap ayahnya tidak menjadi salah satu penumpang pesawat yang jatuh tersebut.
Sesampainya ia di bandara Husein Sastranegara. Heksa langsung berlari panik menuju Marka yang sedang menunggu info lebih lanjut di area boarding room.
Selain Marka, disana juga banyak orang-orang yang mungkin saja keluarga dari penumpang pesawat yang sedang harap-harap cemas menunggu kabar.
Dibelakang Heksa ada keenam sahabatnya yang ikut berlari.
"Gimana Bang? Itu bukan pesawat yang di tumpangin Ayah kan?" tanya Heksa tergesa.
Marka menggeleng. "Gue belum tahu Dek, belum ada pengumuman lagi tentang korban. Dan semoga bukan." Marka memberikan selembaran kertas yang berisi orang-orang yang menjadi korban pesawat yang sudah teridentifikasi.
"Terus tas yang Abang foto tadi mana?"
Marka memberikan tas yang petugas berikan padanya. Yang langsung Heksa terima.
Heksa meneliti tas tersebut, tas ini memang sama persis dengan tas yang selalu ayahnya gunakan jika berpergian
Namun ada satu hal yang membuat Heksa yakin jika tas ini bukan kepunyaan sang ayah.
Karena saat membelinya dulu, Heksa sempat merequest kepada pembuat tas. Agar namanya, nama Joni dan nama Marka di rajut di bagian bawah.
Dengan tujuan, agar tasnya tidak sama dengan orang lain dan tidak tertukar.
Dan saat di cek ternyata tidak ada hasil rajutan apapun.
"Adek, Abang. Kalian ngapain disini?"
Sebuah suara bariton membuyarkan lamunan Heksa. Marka dan Heksa dkk menoleh ke sumber suara.
"Kalian juga kenapa pada bolos sekolah?"
_______________________________________________
TBC
TERIMA KASIH.