We Have To Break Up | ✓

By djangles

429K 60.1K 4K

Arsyanendra dan Miwa adalah sepasang sepatu yang pas, dengan perpaduan tali yang sempurna, juga harmonisasi w... More

Prolog
1 : Pre-Wed
2 : Lagi-lagi Hal yang Sama
3 : Waktu yang Terbuang
4 : Lebih Baik Break
The Journey : Year 0
5 : The End and The Beginning
6 : Persiapan
7 : Pagi yang Berbeda
8 : Menepi Sejenak
9 : Klise
10 : Afeksi
11 : On His Side
12 : Gradasi Asa
13 : Harapan
14 : Sebuah Pesan
15 : Berarti
16 : Hanya Sesaat
17 : Perlahan Menerima
18 : Tanpa Daya
19 : Transisi
20 : Benar atau Salah
21 : Pilihan Terbaik
22 : Tidak Ada Waktu yang Tepat
23 : 180 Degree
24 : Tentang Sebuah Usaha
25 : Mengakar Kuat
26 : Seperti Hari-hari Lalu
28 : Definisi Hubungan
29 : Permainan Waktu
30 - Bersama
31 - Kenyataan
32 - Kembali Datang
33 - Dua Garis Singgung
34 : Masih Adakah Harapan?
35 : Waktu Sendiri
36 : Mari Akhiri Segalanya
37 : Arti Rumah
38 : Makna Bersama
Epilog
WHTBU - Extra Parts

27 : Lovely Miwa

8.9K 1.2K 137
By djangles

27 : Lovely Miwa

"Ada titipan."

Arsya mengambil satu tas bekal berwarna biru tua dan berbentuk kotak yang dibawakan Rendi untuknya. Asistennya itu duduk di depan-tengah mengatur seatbelt, bersebelahan dengan Pak Danur, supirnya.

"Dari?" Tanya Arsya heran karena Rendi tak memberikan penjelasan apapun padanya.

"Dari Miwa. Tadi hampir aja Nazira jatoh karena buru-buru nyamperin kita yang udah ke lobby," penjelasan Rendi terdengar dengan begitu tenang. Pasalnya, ia dan Rendi memang akan melihat langsung venue untuk hari jadi CBN nanti. Karena disiarkan live dan project hari jadi ini adalah project pertama Arsya yang begitu besar, laki-laki itu memutuskan untuk turun tangan langsung pada segala kebutuhan acara.

Arsya membuka tas bekal itu cepat. Dia memang belum sarapan karena berangkat terburu-buru tadi pagi karena harus membereskan beberapa hal urgent selama dia di rumah sakit terlebih dahulu sebelum memenuhi janjinya dengan pihak venue. Ketika tas itu terbuka, ada catatan kecil yang tertulis di sticky notes :

Jangan lupa makan:)
-M

Tanpa sadar, sudut bibirnya terangkat. Arsya menatap Rendi dan Pak Danur di depan. Seketika dia mengembuskan napas lega karena mereka tak memperhatikan perubahan ekspresi pada raut wajah Arsya yang saat ini tengah berbunga-bunga meski dia sekuat tenaga menahannya.

Bagaimana tidak?

Miwa dengan begitu jelas menolaknya ... mentah-mentah, membuangnya seperti sampah, serta menyatakan ketidaksukaannya dengan teramat jelas. Namun, di sisi lain, perempuan itu melakukan hal-hal yang membuat Arsya kepedean. Seperti pagi ini ... mengirim bekal ini. Padahal, mereka tak lagi saling komunikasi sejak Arsya diperbolehkan pulang.

Arsya mengambil ponselnya. Tentu saja dia berniat menghubungi perempuan yang bisa membuatnya gila itu karena masih berutang terima kasih kepada Miwa yang telah menyempatkan waktunya untuk memasak untuknya.

"Halo?"

Arsya lagi-lagi tersenyum. Ternyata sudah begitu lama dia tak mendengar suara Miwa pada sambungan telepon. Terdengar asing dan manis, membuatnya tergelitik, tak tahan untuk tersenyum.

"Halo ... Arsya?"

"Oh, nomorku masih kamu save?" Arsya menimpali membuat Rendi spontan melirik ke belakang mengetahui bosnya itu tengah menghubungi seseorang.

"Sya, sebelum aku lupa, tadi malam aku udah catetin menu yang bisa kamu makan berdasarkan saran Dokter Alfa. Aku bikin modifikasi jadi lima puluh menu trus udah aku kasih ke Bibi. Jadi, kamu nggak perlu nyari catering sehat lagi," Miwa berbicara panjang sekali tanpa Arsya bisa mencerna semuanya.

Arsya terhenyak, "Gimana?"

"Haduh!" Miwa mengeluh, "Aku udah bikin menu makanan buat kamu, lengkap sama bumbu-bumbu yang nggak boleh dimakan, buah-buahan yang harus dikonsumsi. Intinya, sebulan ke depan kamu makan bekal dulu. Dokter kemarin bilang kalau pola hidup kamu, termasuk makanan, masih nggak teratur nanti jantung kamu jadi lemah, Sya."

Laki-laki itu masih kehilangan kata-katanya. Bukan begini respons seseorang yang baru saja menolak ajakannya untuk kembali.

"Kamu dengar nggak, sih? Kok aku ngomong sendiri? Halo?"

"Iya, aku masih dengar. Miw, nggak ada yang minta kamu lakuin itu. Too much," Arsya mengungkapkan perasaannya.

"Udah jadi, trus ... mau gimana? Mau dibuang aja? Itu bekal buat kamu udah dimakan belum? Aku titip Ziya."

"Ini mau dimakan. Makasih ya?"

"Ya udah. Mulai besok aku nggak sempat masak, hari ini udah mulai career coaching lagi. Nanti malam aku sibuk. Dimakan loh, Sya, masakan Bibi."

Hati Arsya rekah, pikirannya berkelana. Membayangkan jika saja ada Miwa disampingnya sekarang mungkin dia akan memeluknya hingga Miwa memohon untuk dilepaskan. Kembali ke kenyataan, Arsya menanggapi, "Iya. Iya. Gemes banget lho kamu pagi ini."

Rendi sampai menoleh ke belakang mendengar percakapan itu.

Miwa hanya berdecak di seberang sana membuat Arsya melempar bom kepastian kepada perempuan yang kemungkinan besar sedang berada di jalan juga mengingat beberapa kali Arsya mendengar bunyi klakson. "Ini kamu ... nggak mau balikan aja?"

Sejujurnya segalanya bisa lebih mudah dan tepat ketika mereka memutuskan kembali. Segala sikap dan perhatian ini tak lagi menjadi tanda tanya atau ... diartikan hanya sebatas rasa kasihan.

"Nggak. Apaan, sih?" Miwa lagi-lagi menolaknya.

Arsya mengabaikan, membuka membuka kotak bekal yang diberikan Miwa kemudian terkekeh kecil, "Kamu bekalin laki-laki umur dua sembilan loh, Miw bukan anak sembilan tahun." Di dalam bekal itu terdapat chicken roll dan vegies salad yang dibentuk Miwa menjadi boneka beruang.

Terdengar tawa geli Miwa diseberang sana. "Aku lagi menerka-nerka reaksi kamu pas buka. Suka?"

"Suka, dong." Sudah pasti.

"Udah dimakan belum?" Miwa makin penasaran.

"Belum."

"Yaelah, nggak valid pujiannya."

Andai Miwa tahu, apapun akan Arsya sukai jika itu dari tangannya. Meski terdengar begitu budak cinta, tentu Arsya begitu rasional. Pasalnya tangan Miwa seperti terbentuk untuk memasak masakan yang enak atau yang akan selalu disukai Arsya.

"Oh ya. Kemarin aku minta tolong Rendi buat ganti microwave di ruangan kamu. Microwave di ruangan kamu udah jadul banget, Sya aku ganti sama lebih terbaru. Dan, bikin lebih sehat juga."

Arsya menatap ke depan, membuat Rendi kembali menoleh padanya

"Microwave di ruangan gue udah diganti?" Tanya Arsya.

"Udah. Kemarin." Rendi melirik sekilas ponsel Arsya, "Bukan cuma microwave tapi gorden sampai isi kulkas, trus jenis kopi udah gue ganti juga pakai teh." Bahu Rendi turun, mengingat kemarin dia tak hanya mengerjakan tugas-tugas yang Arsya berikan, namun juga bolak-balik mengambil barang-barang kiriman Miwa ke kantor. Dia benar-benar lelah seharian kemarin.

Arsya langsung bisa memahami ekspresi Rendi. "Kamu jangan ngerjain Rendi segitunya dong, Miw. Dia udah ketiban banyak kerjaan karena aku."

"Ya nggak apa-apa, sekali-kali," Miwa tertawa lagi, seolah-olah puas. "Sebulan ini kamu harus fokus pemulihan dulu, Sya."

"Iyaaa, Miwa." Arsya terdiam, "Nanti malam pulang jam berapa? Acaranya di hotel apa?"

"Nggak tahu, aku juga ada agenda ke salon malam ini."

Arsya mengernyitkan dahi. "Salon? Ngapain?"

"Ya ... memangnya kenapa?" Miwa tergagap.

"Kamu mau kencan sama siapa sih, Miw? Sampai ke salon segala?"

"Apaan sih? Aku cuma mau perawatan badan sama wajah."

Arsya mendengkus. "Nggak biasanya."

"Ih ... Ngatur?" Nada Miwa sudah terdengar begitu tidak suka. "Udah ah, macet nih. Jangan lupa di makan loh, Sya. Ntar siang dapat kiriman dari Bibi! Rendi udah tahu juga."

"Kamu ini ... lagi tega banget lho, Miw."

"Tega gimana? Aku cuma ngatur jam makan kamu karena aku tahu kamu sering lupa."

Astagaaa!

Laki-laki mengalihkan pandangan ke luar mobil dan menarik napas panjang. Miwa mematikan sambungan itu begitu saja sedang dia berusaha menerka lebih dalam ... apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Kenapa semuanya menjadi begitu rumitnya? Saat jawabannya sudah terlihat begitu jelas.

Arsya memutuskan tak lagi berpikir dan menikmati sarapan yang dibuatkan Miwa untuknya.

Sialan. Dia ingin merutuki semua hal yang membuat mereka berpisah seperti ini.

Dia harus berhasil kali ini. Dia tak boleh gagal lagi dalam project ini. Jiwanya mendidih karena ambisi. Dia akan membuktikan kepada Irsya atau siapapun bahwa dia pantas berada di posisi ini. Arsya akan membuat semua orang yang menganggap remeh dirinya tak bisa berkata-kata. Khususnya, papanya sendiri ... agar laki-laki itu bisa menutup mulutnya untuk mencampuri urusan pribadi Arsya lagi.

***

Kehadiran tamu sore ini cukup membuat Arsya terdiam lama. Pasalnya, kedatangan Citra kali ini benar-benar diluar dugaannya. Setelah kencan buta mereka dapat dikatakan gagal karena Miwa mendadak merengek meminta ikut-meskipun Arsya menurunkannya di restoran terdekat, mereka berbicara lagi saat Arsya sedang di opname, setelahnya tak ada lagi komunikasi diantara keduanya.

"Oh, Hai, Citra. Habis ketemu Tante Wanda?" Arsya tentu sedang berbasa-basi.

Citra tersenyum ke arahnya, berjalan dengan anggun memasuki ruangannya. "Nggak. Aku mau melihat kondisi kamu," ada satu goodie bag di tangannya. Setelah duduk di depan Arsya, doa memberikannya kepada laki-laki yang masih terkaget-kaget itu.

Arsya mengamati Citra, perempuan yang dikenalkan oleh tantenya itu berdarah Indonesia-Spanyol, tentu menawan. Sayangnya, Arsya tak sempat melakukan background checking pasca mereka kencan karena kedekatannya dengan Miwa kembali mengalihkan segalanya.

"Udah mendingan dari kemarin-kemarin. Thanks loh, udah jengukin."

Citra mengangguk ringan, dia terlihat nyaman berada di ruangan ini meski ini pertama kalinya, "Aku minta chef di rumahku buat bikin menu ini karena kamu sekarang lagi pemulihan."

Arsya mengangguk samar. Dia tak pernah memiliki chef di rumahnya karena semuanya telah diakomodir oleh Bibi. Lain lagi apabila Mamanya mengadakan acara dan mengundang chef dari luar. Biasanya Mamanya juga berpesta sekali sebulan.

Citra berdiri dari duduknya, dia mengelilingi ruangan Arsya dengan tenang. Seketika Arsya teringat saat Miwa datang dan melongo melihat ruangannya. Pikiran itu membuatnya tersenyum.

Dan langsung menunduk, karena Citra menangkap senyumannya.

"Oh Sori. Tiba-tiba ingat sesuatu yang lucu," Arsya tersenyum. "Kamu mau minum apa?" Dia bersiap untuk menekan nomor telepon di meja sekretarisnya. Bagaimanapun, Citra termasuk ke dalam kolega keluarganya, rekan bisnis keluarganya.

Perempuan di depannya itu menduduki posisi CMO pada sebuah platform fashion yang menaungi beberapa brand. Arsya tahu dengan pasti CBN memiliki beberapa kerjasama dengan perusahaan Citra.

"Aku cuma sebentar, Arsya. Bentar lagi balik," dia menatap Arsya lurus, "dan, aku penasaran ... kenapa kamu nggak pernah menghubungiku setelah kita makan malam? Makanya aku ke sini aja buat tahu alasannya lebih cepat." Citra menantang mata Arsya, "jujur aja itu membuat aku sedikit bertanya-tanya."

"Ya ... itu, aku masih berpikir ulang tentang berkenalan orang baru."

"Kamu habis putus?" Tembak Citra.

Arsya mengangguk. "Ya."

Citra tersenyum lebar, "That's okay. Kita bukan dijodohkan untuk menikah, Sya. Kita bisa berteman dulu. Kalau kamu butuh apapun, kamu bisa cari aku."

Lagi-lagi Arsya hanya mengangguk sungkan. "Thanks, Citra."

"Minggu depan aku meeting di sini untuk persiapan hari jadi CBN," Citra memberitahu, perempuan anggun itu kembali duduk, "Sya, aku mau langsung berhubungan sama kamu. Boleh, kan? Bukan staf kamu?"

Arsya langsung mengangguk, "Sure. Hubungi aku kapan kamu ke sini. Atau ... mau asistenku atur jadwal?"

"Nanti aku hubungi lagi."

Setelah percakapan singkat itu, Citra berpamitan pulang. Laki-laki itu mengantar Citra hingga ke dalam lift, mereka sempat membahas beberapa hal terkait konsep wardrobe pada acara hari jadi CBN nanti. Jika sebelumnya mereka begitu canggung membahas hal pribadi, keduanya terlihat cocok dalam membahas pekerjaan. She's so smart dan juga memiliki ide-ide yang unik.

Bahkan Arsya sudah tidak sabar bertemu kembali dengan Citra untuk membahas ide-ide kreatifnya pada acara hari jadi CBN nanti. Selain itu, Citra cukup menarik dalam dunia bisnis mereka. Setelah lulus kuliah, perempuan itu langsung menduduki jabatan strategis sedangkan Arsya dulu harus ditempatkan dimana-mana oleh Irsya, baru mendapatkan posisi ini.

Laki-laki itu menarik napas panjang sebelum kembali ke ruangannya.

"Pak Bos, ini kiriman ... loh? Udah ada makanan?" Rendi sedikit terkejut mendapati Arsya tengah membuka kotak makanan di atas mejanya.

"Lo makan yang ini," Arsya memberikan makanan yang diberikan Citra kepada Rendi dan mengambil makanan yang ada di tangan Rendi. "Itu dari Citra. Tadi dia ke sini."

"Kenapa gue harus makan ini."

"Karena gue harus makan yang ini, sebelum gue dicerewetin lagi kayak tadi pagi."

Rendi mengangkat alisnya, "Citra? So cool nyamperin lo duluan."

Arsya mengangguk setuju. "Ya. Juga berani." Dia tentu langsung bisa menangkap agenda lain Citra selain membahas pekerjaan dengannya tadi.

Rendi mengangkat wajah, "Jadi, Miwa atau Citra yang akan Bapak ajak untuk jadi partner di acara CBN Tech nanti?" Rendi mengambil jeda sejenak, "mengingat Miwa nggak pernah mau muncul ... sepertinya Citra ya?"

Arsya menimbang-nimbang, benar juga ... dia dan Miwa telah putus meski saat ini dalam keadaan begitu rumit, setidaknya bagi dirinya. Akhir-akhir ini, dia menjadi lebih peka pada acara-acara formal. Terkadang, tidak masalah dia datang sendirian setelah selama ini datang bersama Irsya. Namun sayangnya, ada momen-momen dia membutuhkan partner saat datang ke acara-acara formal tertentu.

Rasanya begitu asing, aneh saat datang sendiri. Apalagi dengan keadaan yang tidak bisa diprediksi di dalam pesta atau pertemuan-pertemuan itu.

"Ren, atur jadwal gue akhir bulan ini ketemu Ayah Miwa."

Rendi hampir tersedak makanannya sendiri, "Ya. Berapa hari?"

"Tiga sampai lima hari. Sparing futsalnya lo atur sebelum gue ketemu orang tua Miwa."

Rendi mengangguk.

"Satu lagi, jangan sampai Miwa tahu soal ini."

Setelah melihat sendiri bagaimana sikap dingin Miwa kepada Nazira, Arsya benar-benar ingin berbicara dengan kedua orang tua Miwa secara langsung. Dia hanya ingin berterima kasih dan meminta maaf jika selanjutnya dia akan menjaga jarak demi menjaga perasaan Miwa. Dan obrolan itu, tentu sesuatu yang tak pantas dibicarakan melalui telepon.

Cepat atau lambat, Arsya harus mengambil tindakan. Atau, dia lagi-lagi akan menyakiti perempuan itu lagi.

"Kalau Miwa menolak, gue akan datang sama Citra ke pembukaan CBN Tech."

"Noted."

TBC
Kira-kira Miwa harus apa ya setelah ini?

Terima kasih sudah baca❤

Continue Reading

You'll Also Like

1M 77.9K 93
New adult, romance. 1 in Chicklit - 26 Juni 2020 53 in Romance - 21 Juli 2020 "Sekerlip bintang tanpa warna." Pertemuan tak terduga Karenina Hasan de...
2.9M 146K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
31.6K 2.9K 29
"Kalau rumah tangga, bukan bangunan rumah, ­­mau?" "Iyuh! Tambah ogah! Lo, kan berniat punya bini empat. Say goodbye aja, ya," Syahdan-sahabatnya-tib...
600K 50.4K 43
Gunadi Series #1 [COMPLETED] Setiap pertemuan pasti bermakna. Ini tentang pertemuan antara Rafka dan Syanin. Dunia mereka sama, tapi mereka berbeda...