Gay-ilan [COMPLETED]

By zmingky176

304K 18K 2.3K

Nyatanya penyesalan selalu datang di akhir. Qilla merasakan hal itu. Karena truth or dare, Qilla terpaksa ha... More

Prolog || Gay-ilan
01 || Gay-ilan
02 || Gay-ilan
03 || Gay-ilan
04 || Gay-ilan
05 || Gay-ilan
06 || Gay-ilan
07 || Gay-ilan
08 || Gay-ilan
09 || Gay-ilan
10 || Gay-ilan
11 || Gay-ilan
12 || Gay-ilan
13 || Gay-ilan
14 || Gay-ilan
15 || Gay-ilan
16 || Gay-ilan
17 || Gay-ilan
18 || Gay-ilan
19 || Gay-ilan
20 || Gay-ilan
21 || Gay-ilan
22 || Gay-ilan
24 || Gay-ilan
25 || Gay-ilan
26 || Gay-ilan
27 || Gay-ilan
28 || Gay-ilan
29 || Gay-ilan
30 || Gay-ilan
31 || Gay-ilan
32 || Gay-ilan
33 | Gay-ilan
34 || Gay-ilan
35 || Gay-ilan
36 || Gay-ilan
Epilog || Gay-ilan

23 || Gay-ilan

5.7K 374 0
By zmingky176

Vote dan komen nya,  jangan lupa❣︎

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

Hujan mengguyur kota malam ini,  dari balkon kamar, dapat dilihat seluruh kota yang telah di basahi oleh rintik-rintik yang turun. Genangan air terlihat jelas pada beberapa jalan berlubang. Qilla masuk, lalu menutup pintu balkon, teras nya sedikit kotor karena air.

Cahaya kuning yang berasal dari lampu di sekitar kompleks menerangi jalanan, cukup indah dengan turun nya butiran air yang berasal dari langit. Qilla ingin rasanya duduk tepat pada tengah jalanan, membuat dirinya terkena percikan air yang tumpah itu.

Membiarkan dirinya basah dan mengigil pada rintik air yang turun dengan derasnya itu, Qilla yakin,  dengan itu dia bisa membuat pikiran nya sedikit jernih, dia ingin bercerita panjang lebar pada langit, menyampaikan segala sesuatu yang masih bersarang pada otak nya.

“Fuck with my heart, you’re more than just a annoying!”

Qilla mengeluarkan kata sampah serampah nya pada Dylan, walaupun cowok itu tidak disini, tapi Qilla masih cukup kesal dengan Dylan hingga saat ini. Dylan memang pemain ulung, cowok itu tidak lebih dari seorang player, Huhh.

Gay? Bahkan cowok itu tidak terlihat seperti seorang gay kemarin, Qilla melihat secara langsung, Dylan selesai melakukan seks malam itu dan tubuhnya dipenuhi jejak kepemilikan.

“Benar-benar cowok sialan!” umpatnya Qilla, kesekian kalinya.

“Kenapa harus Dylan yang nguasai diri gue sekarang, padahal kan hal itu bukan apa-apa untuk gue. Harusnya gue nggak marah untuk kejadian kemarin.” Qilla bergumam pelan.

Qilla tentu seperti orang kebanyakan, mengalami patah hati, mempunyai ketertarikan terhadap lawan jenis, berpacaran, dan menjalani genre romance dalam hidupnya. Memang jarang, tapi Qilla tentu paham bagaimana rasanya.

Malam ini Qilla terkesan seperti cewek yang sedang … patah hati?

“Sayang!!” itu suara Bunda, wanita paruh baya itu berdiri di pintu masuk. “Ayo makan!” seru Bunda, melihat putrinya yang masih memandang ke luar dari pintu balkon.

“Kamu lihat apa diluar?” tanya Bunda penasaran, menghampiri Qilla dan melihat objek yang tengah di pandangi putrinya itu. “Mau kesana?” tanya Bunda kemudian, jari telunjuk nya mengarah ke luar, tepat pada jalanan rumah.

“Boleh?”

Bunda menggeleng, saat Qilla menatapnya dengan permohonan yang terselip disana. “Ya nggak dong Kak, ntar sakit, udah ayo makan!” seru Bunda, menarik pelan tangan Qilla dan membawanya ke ruang makan.

Rupanya ayah lebih dulu tiba disana, duduk dengan tenang pada kursi yang biasa ia tempati.

Bunda masih menyiapkan makanan, jadilah Qilla juga Ayah yang masih duduk tenang pada kursi milik mereka masing-masing. Kenapa tidak Qilla membantu? Bunda melarang, katanya sih hanya tersisa gelas-gelas yang harus di siapkan. p

“Tumben Yah, pulang cepat?”

Qilla menggerutu dalam batinnya, dia tidak berniat menanyakan hal itu, tapi mulutnya saja yang tidak bisa ditahan karena penasaran, ini bukanlah jadwal orang tua nya untuk punya waktu luang di rumah.

Qilla terkesan anak yang durhaka sekarang.

“Loh, Ayah nggak boleh pulang cepat? Emang nya kamu nggak rindu Ayah sama Bunda?” Ayah bertanya dengan gurauan yang dia tampilkan, terlihat jelas saat Ayah justru tertawa kecil.

Qilla menggeleng, “Kangen bangett, tapi gak biasanya Yah, Qilla bahkan hafal jadwal jika kalian pulang nya kapan.”

“Hari ini Rumah Makan nya ayah tutup, hanya malam ini, usaha kita sedang ada masalah sekarang, hanya masalah kecil. Setelah ini mungkin ayah akan pergi karena ada urusan kecil. Tapi kita singgah dulu di rumah, lihat bagaimana keadaan anak kecil Ayah ini.” Ayah mengusap pelan rambut Qilla.

“Bareng bunda?” Ayah mengangguk sebagai jawaban. Qilla mendadak lesu, Aih, dirinya sendiri lagi.

Bunda menaruh beberapa gelas juga sendok pada meja, lalu duduk di samping Qilla, menaruh setiap piring pada dua orang di depannya. Qillla menerima piring itu dengan malasnya.

“Kenapa Kak? Kok lesu?” Bunda bertanya, melihat Qilla dengan muka lesunya, tak biasanya dia melihat Qilla seperti ini, biasanya putrinya itu hiperaktif. “Kamu kayak lagi patah hati deh. Jangan-jangan karena Ayah Bawa Bunda, lagi?” dengan asalnya Bunda menebak, dan itu memang setengah dari kenyataan yang ada.

“Iya, Illa sepi lagi di rumah malem-malem.”

Nyatanya, penyebab dia tak bersemangat seharian itu karena seseorang. Ah bisa dibilang Qilla tengah-

-Patah hati?

‘Menyebalkan.’ Batin Qilla dengan gerutuan yang tak ada habisnya. ‘Hati sialan! Bisanya ngerusak hari bahagia yang lagi gue alamin.’ Lagi, dan lagi, Qilla mengumpat dalam batinnya.

“Biasanya, juga kamu sendiri di rumah, kan'?” tanya Ayah setelahnya.

“Iya juga sih, tapi ini beda lagi, tauu.”

Dan ruangan itu diisi oleh candaan setelahnya, melihat ekspresi Qilla yang tak seperti biasanya, membuat orang tuanya tak menanyakan lebih lanjut.

Ayah berangkat dua jam setelah makan malam usai, rumah kembali sepi seperti biasanya, dan Qilla bingung harus melakukan apa malam ini. Ngomong-ngomong hujan tak juga berhenti sedari tadi, semakin deras bahkan, matanya jauh memandang ke depan. Sial, Qilla ingin berlari kesana dan membiarkan dirinya diguyur hujan.

Qilla berdecak malas, dilihatnya stok makanan ringan dan minuman nya telah habis, hujan-hujan seperti ini dia membutuhkan makanan ringan yang cukup banyak. “Ke minimarket gak ya? Iya aja deh, kan bisa pake payung.” Qilla mengambil cardigan cream di lemari, menutupi t-shirt crop top nya.

Berlari menuju minimarket terdekat, Qilla meringis saat sweetpants nya basah. Jarak minimarket disini tak begitu jauh, tapi ini hujan. Qilla rasa jarak nya mendadak jauh.

Qilla menutup payungnya, begitu sampai di area minimarket yang dia tuju. Tempat ini tak begitu ramai, hanya beberapa orang yang berbelanja disini, mungkin hujan, jadi orang-orang malas untuk keluar.

Qilla memilih rak makanan ringan yang begitu banyak macam makanan disana. Ughh, ingin sekali Qilla membawa semuanya ke rumah. Setelahnya, Qilla memilih beberapa minuman kaleng untuk stok, menaruh barang tersebut pada keranjang merah yang sudah tersedia.

Tak berapa lama, Qilla membawa semua belanjaan nya pada kasir. Tiba-tiba pikirannya terlintas pada kejadian dimana Qilla berbohong pada kasir yang tengah berjaga. Astaga, memalukan sekali kejadian itu, untungnya dia tidak di minimarket yang sama saat ini.

“Totalnya 121 ribu rupiah, Kak,” kata kasir itu seraya tersenyum. Qilla mengambil uang pada dompet yang dia bawa.

ARGHH, FUCKK!!

Qilla hanya membawa selembar uang bewarna merah, hanya satu lembar tanpa ada lembaran bewarna lain, uang nya tidak cukup, kenapa sial sekali harinya sekarang. Masa Qilla menghutang, mana bisa hei! Qilla berdebat pada pikirannya yang masih berkecamuk.

Ini bagai déjà vu, Qilla pernah mengalami hal ini sebelum nya. Kenapa harus terulang untuk kedua kalinya sih? Lagi, Qilla menggurutu dalam batin.

“Ano, itu-”

“Totalkan jumlah keseluruhan di tambah dua minuman ini!” suara bariton seseorang menggangu pikiran Qilla kali ini.

Qilla tidak berbalik badan, dia tau siapa pemilik suara bariton itu. Wangi parfum yang begitu familiar di penciuman Qilla itu sudah cukup menjelaskan siapa orang nya.

Qilla mendadak tak tau harus apa sekarang, dia tidak bisa berkutik, ini cukup mendadak. Lalu déjà vu yang melingkupi hatinya tidak hilang hingga sekarang, Qilla kembali mengingat kejadian yang sama, saat bertemu dengan seseorang siang itu.

“Lo gak usah sok berbaik hati!” ketus Qilla, tetap membuka dompetnya, walaupun uang nya tidak cukup, dia bisa kan mengembalikan salah satu barang, ya walaupun cukup memalukan, sih.

Tapi cowok di belakangnya tak mau mendengarkan apa yang Qilla perintahkan, dia tetap memberikan beberapa lembar kertas berwarna merah di meja kasir. “Jangan nolak! Gue tau permasalahan lo sekarang.” Dylan  menarik pergelangan tangan Qilla menuju salah satu rak disana, tak ingin membuat kehebohan pada orang banyak.

“Dylan!”

C’mon Baby, gue lagi nggak mood debat dengan lo sekarang.”

Qilla mendengkus pelan, “Benar-benar pemain ulung,”

Dylan tidak mengerti sekarang, dia menatap jelas Qilla kali ini, tapi dengusan kesal yang Dylan dapat dari gadis itu. “Lo kenapa sih?” Qilla hanya merespon dengan gelengan kepala beberapa kali, dan itu semakin membuat Dylan bingung. Baiklah, sifat lemot Qilla menular pada nya.

Pemain ulung. Sejenis seorang pemain hati? Begitu? Baiklah, Dylan mengerti sekarang. “Pemain ulung ya? Tapi ini hanya untuk lo.”

‘Dih, keren lo begitu?’ Qilla hanya bisa membatin sebagai tanggapan, dia tak ingin bersuara.

“Lalu, apa bedanya omong kosong dengan, lo?” tanya Qilla, mengambil segala belanjaan nya lalu berlalu dari sana, tanpa mengucapkan sepatah kata untuk Dylan setelahnya, atau setidaknya meninggalkan ucapan terima kasih.

Diluar, hujan semakin deras, Qilla berdecak kesal, ia tau, marah terhadap hujan memang lah sangat dilarang, tapi Qilla benar-benar di puncak kekesalan sekarang, kehadiran Dylan membuat hati nya tiba-tiba buruk tanpa alasan, selain itu Qilla ingin cepat pulang, dia harus menghindari Dylan mulai sekarang.

Dylan itu berbahaya!

Ditambah dengan dua kantong plastik berukuran besar, yang dia letakkan di sisi samping tubuhnya, hujan tidak memungkinkan dia menggenggam plastik itu dengan dua tangan penuh.

“Gue anterin!” Dylan muncul pada pintu masuk minimarket, berdiri di samping Qilla setelahnya.

Qilla menoleh sebentar, sebelum menjawab ketus, dan terkesan tak berminat dengan penawaran Dylan. “Gak butuh bantuan lo! Udah sana, gue bisa sendiri!!” begitu kata Qilla, menolak tawaran Dylan dengan ketusnya.

Tapi Dylan tetap keras kepala, cowok itu bahkan tak bergerak dan tetap memaksa Qilla sesuai keinginan nya. Terdengar menyebalkan, tapi itu lah Dylan.

Terkekeh pelan, Dylan meraih salah satu plastik milik Dylan, menaruh dua minuman dingin milik nya kedalam plastik itu. “Yakin?”

“Jawaban gue tetap sama!”

Dylan menaruh plastik itu kembali, setelahnya bersedekap dada, menatap Qilla yang sudah seperti seseorang yang tampak tertekan dengan keberadaan nya.

“Gue rasa hujan nya nggak bakal berhenti, dan lo juga akan kedinginan disini.”

Menaikkan alisnya sebelah, Qilla memutar tubuhnya tepat berhadapan dengan Dylan, dia rasa cowok itu memang semakin keras kepala sekarang. “Apa lo punya masalah di bagian pendengaran?”

Dylan tak peduli, dia mengambil kedua plastik milik Qilla lalu berlari menuju mobilnya, menaruh segala barang itu di jok belakang. Dylan tau berdebat dengan Qilla tidak akan berakhir jika salah satu diantara mereka tidak ada yang mengalah.

“Masuk! Gue tau lo ingin pulang.”

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

im backk!!

YEAYYY, akhirnya up jugaa!!

ini ritual Qilla sebelum watch movie🍿

Thursday, Sept 22, 6:30 PM

see u, babe
kyy

Continue Reading

You'll Also Like

189K 5.1K 57
- END - PROSES REVISI - ⚠️ 17+ ⚠️ ⚠️ Typo bertebaran ⚠️ ⚠️ Mengandung kata-kata kasar ⚠️ ✨Me and my story ✨ Tidak, ini bukan cerita percintaan mengen...
105K 8.2K 73
Adel seorang siswi di SMA yang terkenal dengan dingin, cuek, bahkan irit ngomong karena masa lalu membuat nya seperti ini. Tapi dia bisa menunjukkan...
4.6K 498 32
[FOLLOW SEBELUM BACA] Bagi Ara , Kean bukan hanya sandaran tapi juga dunianya. Ara bahagia setiap kali Kean memeluknya erat . Ara bahagia setiap ka...
180K 8.2K 57
"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran!" "Iya, Kak." __________ "Punya otak tidak? Soal mudah seperti ini saja tidak bisa." "..." __________...