Gabrielle's Private Plane | Turin, Italy.
09.39 PM.
"Seize her," Gabrielle melirik Letizia dari atas sampai bawah, membuat Letizia tersengat aliran nafsu pria itu menelanjanginya. Ia menarik dagu Letizia dan mendekatkan wajah mereka. "You're such a bad girl, Lily," bisiknya dengan suara rendah memabukkan. Gabrielle menyeringai lebar. "Strip her."
Letizia meneguk saliva. Ia tidak percaya ini, Gabrielle bisa begitu kejam padanya. Jantung Letizia berdetak kencang, rasa sesak di dada menjalar ke tenggorokkan, seiring matanya memanas. Tidak hanya ia yang terkejut, melainkan semua orang, bahkan Ace dan Massimiliano terlihat berat hati melakukannya. Mawar macam apa yang dipermalukan seperti ini? Benar, pria itu Gabrielle yang akan membalas semua orang, siapa pun, bahkan Letizia. Letizia mempermalukan Gabrielle dengan menamparnya di hadapan semua bawahannya, maka Gabrielle melakukan yang sama, mempermalukan Letizia di depan bawahan mereka.
Letizia memejamkan mata, menahan malu dan tangis sebisanya. Merasakan sobekan di pakaiannya sehingga menampilkan tank top Letizia. Dan baru ia sadari bahwa pakaiannya sudah berbeda dari sebelum ia pingsan.
"Apologize, Lily." Suara Gabrielle yang penuh emosi terdengar, namun Letizia tidak akan patuh padanya. Bukankah seharusnya Gabrielle yang meminta maaf padanya karena telah melemparnya ke Big Circle Gang?
Letizia membuka mata, menatap lurus tatapan mematikan Gabrielle. "Never," balasnya dengan nada bergetar, masih menahan malu dan tangis.
Gabrielle mengeraskan rahang disertai napas yang memburu. Amarah Gabrielle benar-benar sudah di puncak. Bagaimana tidak? Letizia hampir telanjang, ia tidak mungkin membiarkan gadis itu menampilkan tubuhnya di depan bawahannya. "I SAID APOLOGIZE!"
Letizia memejamkan mata kuat-kuat, takut Gabrielle melakukan hal terburuk yang bisa pria itu lakukan. Refleks, ia menangis, hal yang paling ia takutkan adalah bentakan Gabrielle. Namun, ia tetap keras kepala dan enggan untuk minta maaf.
Gabrielle melihat tangisan ketakutan Letizia mengedarkan pandangan seiring menghela napas berat. Ia menoleh pada salah satu anak buahnya. "Kita landing sekarang," ucapnya sebelum pergi dari sana.
Letizia masih menangis, merapikan pakaiannya yang koyak. Pada saat itu juga Ace membantunya, memberikan jasnya dan berkata, "Itu benar-benar memalukan, Nona."
Letizia tidak merespons dan tetap berusaha berdiri di langkah gemetarnya.
"Ya, penghinaan yang menjijikan," sahut Massimiliano membantu Letizia berdiri. "Mawar menampar Godfather tidak pernah ada, bahkan enggan meminta maaf itu sangat tidak pantas."
Letizia menepis tangan kedua asisten Gabrielle dan melenggang pergi ke kursi, memasang sabuk pengaman dibantu oleh Maria. Telinganya sudah pengang dimarahi Gabrielle, jadi berhentilah menggonggonginya layaknya anjing setia Gabrielle.
"Apa kau baik-baik saja, Nona?" tanya Maria khawatir.
Letizia tersenyum. Maria-lah yang satu-satunya memiliki hati di perkumpulan iblis ini. "Hanya kau yang kupunya di sini."
Sementara di sisi lain, Gabrielle yang mendengar hal tersebut menatap tajam Maria, mengetuk-ngetukkan jari di atas paha.
***
Gabrielle's Mansion | Turin, Italy
10.19 PM.
Letizia duduk di atas kasur, menatap tajam Gabrielle yang melepas dasinya di depan cermin. Ia tidak tahu apa yang ada di kepala pria itu, menyuruhnya untuk tidur di kamar Gabrielle setelah mempermalukannya tadi? Ah, apa ia ingin memukul bokong Letizia atas apa yang ia lakukan tadi?
"Aprì," ucap Gabrielle melepas belt dari celananya. Ia pun berbalik, melihat Letizia hanya menatap dirinya, Gabrielle bersuara lagi, "Don't make me count, Lily."
Letizia pun menurut dengan berat hati, membuka celananya dan setengah telungkup, membiarkan kakinya terjuntai ke bawah. Ia memejamkan mata merasakan ikat pinggang memukul bokongnya dan dirinya mencengkeram seprai menahan sakit, tidak menjerit, tidak bersuara, hanya menangis dalam diam. Bukankah ini yang Gabrielle inginkan? Mengapa hatinya terasa sakit? Bukankah Gabrielle memang seperti ini? Apa yang Letizia harapkan?
"I didn't hear apologize," ucap Gabrielle terus melayangkan pukulan dengan suara tajamnya.
Letizia menahan rasa sakit itu dan berusaha tenang atas perasaan di hatinya."Sorry," balasnya dengan nada datar. Ia tidak peduli lagi pada Gabrielle. Terserah, sungguh ia muak sudah diperlakukan seperti ini. Dan saat itu pula pukulan berhenti, Gabrielle menjatuhkan ikat pinggangnya.
Letizia segera memakai celana dan berbalik, menatap lurus bola mata biru laut Gabrielle yang memabukkan, mengandung racun agar siapa saja terpikat padanya. "Can I go now?" tanyanya dengan netra datar, namun berlumuran air mata.
Gabrielle masih diam, entah apa yang dipikirkannya, yang jelas, Letizia melihat luka di mata pria itu. Ia menarik dagu Letizia untuk menatap lurus netranya, melirik bola mata kecokelatan Letizia bergantian. Meski tatapan Gabrielle tajam, Letizia tahu pria itu frustrasi. Tentu saja, mereka terhubung, jika Letizia diperlakukan dingin oleh Gabrielle pun ia akan merasakan hal yang sama. "You hate me?" bisik Gabrielle dengan suara rendah nan frustrasi.
Letizia menahan tangisnya. Ia masih marah, ia tidak bisa memaafkan siapa pun yang memisahkan mereka, tapi mengapa Gabrielle sendiri yang justru memisahkan mereka? Dan bahkan mempertaruhkan nyawa Letizia dan terancam tidak akan pernah bertemu lagi. Ia membenci Gabrielle yang seperti itu, menjadikan segalanya sebagai permainan, termasuk perasaan Letizia. Bukankah pria itu sudah berjanji untuk selalu berada di sisinya dan menempatkan Letizia di dalam hati pria itu?
"Why are you so stubborn?" bisiknya dengan nada rendah, seolah-olah tersiksa atas keras kepala Letizia.
Gadis itu masih diam, biarkan saja Gabrielle berbicara sesukanya, ia tidak peduli lagi. Bukankah apa pun yang Letizia katakan tidak penting untuknya? Perkataan Letizia tidak akan berpengaruh pada keputusan seorang Gabrielle yang tidak tersentuh. Namun di lain sisi, hati Letizia sakit melihat Gabrielle seperti ini. Entahlah, ini menyiksa hatinya juga, ia tidak mengenal Gabrielle yang frustrasi seperti ini, Gabrielle adalah pria batu yang tidak punya perasaan, menyaksikan Gabrielle sebegini tersiksanya menyakiti hati Letizia.
"Lily," lirihnya, menyentuh wajah gadis itu dengan kedua tangan besarnya. Ia menyentuhkan dahinya pada dahi Letizia. "Am I so evil?" bisiknya seolah merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan terhadap gadis itu, hingga sebegitu sulitnya baginya memaafkan Gabrielle.
"You are," balas Letizia mengusap air matanya yang jatuh entah sejak kapan. "You punish me whenever you want." Letizia masih berusaha tenang di saat hatinya membara. "Have you ever think about how I feel?!" tanya Letizia dengan nada membentak.
Gabrielle langsung meletakkan jari telunjuknya ke bibir Letizia dengan lembut. "Lily, every mistake must be punish—"
"Even if it's you?!" potong Letizia cepat seiring menepis jari Gabrielle dari bibirnya, marah.
"Even if it's me!" balas Gabrielle tidak kalah tinggi, emosinya terpancing karena Letizia berteriak dan menepis jarinya.
Letizia tertawa paksa mendengar kata-kata Gabrielle seolah-olah mendengar lelucon yang sama sekali tidak lucu. "Kapan? Kapan kau menghukum dirimu sendiri, Gabrielle Dominico Stone?!"
"Ketika aku menghukummu! Aku sakit ketika kau merasakan sakit!" balasnya penuh emosi. Ia mengeraskan rahang, lalu berucap dengan suara rendah dan menyakitkan, "I'm dying when you're not around." Gabrielle menarik dagu Letizia, menempelkan kening mereka, dan memejamkan mata. "All I have is only you."
Air mata Letizia lagi-lagi jatuh. Benar, Gabrielle tidak memiliki siapa pun yang ia sayangi selain Letizia, ayah, ibu, dan bahkan keluarganya menjauh dari monster sepertinya. Jika bukan Letizia, maka siapa yang berada di sisi Gabrielle? Tapi mengapa? Mengapa Gabrielle membuangnya lalu memungutnya kembali? Apa Letizia layaknya sampah yang sebegitu gampangnya dibuang dan dipungut?
"That's a fucking bullshit," balas Letizia mendorong tubuh Gabrielle seiring mengusap air mata. "Then why you throw me to hell?! Makes me become your bait and does not care if I'll die there—"
"Bait? You think I can't catch them without a BAIT? You'll not that low, Lily. You're more than treasure for me, you know it!"
Letizia yang kehabisan energi mengusap air mata sambil berucap lirih, "If that so, then why you did this?!"
"To protect you! Aku tidak mau ada yang berani memikirkan untuk menghancurkan Gabrielle adalah dengan menghancurkanmu! Aku tidak mau ada yang seberani ini! Karena itu aku menghancurkan Xuan yang berani menyentuhmu! Agar hal seperti ini terjadi terakhir kalinya dan mereka tahu itu tidak berguna!" bentak Gabrielle tidak peduli jika anak buahnya mendengar dari luar saking kerasnya suaranya.
Letizia akhirnya hanya bisa menangis. "You're so evil." Gabrielle memang mengatakan apa yang ingin didengar Letizia, tapi entah mengapa kalimat haru Gabrielle justru membuatnya ingin semakin menangis.
Gabrielle mengeraskan rahang melihat gadis itu semakin terisak. Ia pun merengkuh tubuh Letizia ke pelukannya. "I'm sorry," bisiknya pelan.
Letizia terus mengusap air matanya di pelukan Gabrielle. "You're so evil."
Gabrielle yang merasa sesak melihat gadis itu terus menangis karenanya menyentuh wajah Letizia dengan kedua tangan untuk menatapnya. "Then lead me to heaven," bisiknya dengan suara rendah khas sang Dewa.
Letizia menatap bola mata biru kelautan Gabrielle bergantian dengan penuh cinta, menyimpan kekaguman dan penuh memuja, lalu mencium bibir pria itu dan mengalungi kedua tangannya di leher Gabrielle. "I love you, Daddy."
Gabrielle berbisik di telinga Letizia, membiarkan napas hangatnya terhembus membelai leher gadis itu. "You are the one for me."
END
Kaboooor! Wkwkwk easyyy masih ada extra chapter kok habis ini hihihihi and...
Are you ready for Anver and Ansell Story?!!!
Anver sama Ansell dijadikan satu story yaaaaaaaaaa
Thank you buat semuanyaaaaa! Vote dan komen kalian sangat berharga. I think I can't finish it without you guys, kalian motivasi aku untuk tetap nulisss! Aku sayang kalian!
Okehhh see you di extra parrrrt!
With love Stylly Rybell❤️
#250622 -Stylly Rybell-
Instagram: maulida_cy