Destiny Line [END]

Oleh Harefa_Halu

806K 71.4K 1K

Cup Dari sanalah awal semua kehidupan gadis itu berubah... Dimana Sesha berciuman dengan mumi FIRAUN. Lebih Banyak

🔹INTRO🔹
01🔹 KISS
02🔹 SESHA
03 🔹PERTEMUAN
04🔹 MAGANG
05🔹ASISTEN
07🔹TEROR
08🔹CLUB
09🔹TERTINGGAL
10🔹LUKISAN
11🔹MIMPI?
12🔹BERTAMU
13🔹ARES
14🔹RATU
15🔹LUKA
16🔹KESAL
17🔹MEET
18🔹INSIDEN
19🔹KEPERGOK
20🔹BOOK
21🔹Expression
22 🔹Dinner
23 🔹Esterlla
24 🔹Jenguk
25 🔹Punishment
26 🔹Shocked
27 🔹Dream
28 🔹Puzzle
29 🔹Something
30 🔹Kingdom
31 🔹Satire
32 🔹Candidate
33 🔹Amazement
34 🔹Tale
35 🔹Call
36 🔹Like?
37 🔹Disappear
38 🔹Found
39 🔹Destiny
40 🔹Acquaintance
41 🔹Leave
42 🔹Improve
43 🔹Memory
44🔹Reject
45🔹Fail
46 🔹Before.....
47 🔹Past
48 🔹Tandem
49 🔹Forget about
50 🔹Friend
51 🔹Incident
52 🔹END

06🔹 Halu or Real?

24.1K 2.1K 7
Oleh Harefa_Halu

Stay Enjoy
Happy Reading

________________________

Helaan napas berat, yang sudah keberapa kalinya memenuhi halte bus yang sudah sepi. Tubuh letih itu ia sandarkan di sandaran kursi panjang yang tersedia. Kepala Sesha terasa berat sekarang, membuat tangan kecilnya ia gunakan untuk memijitnya.

Jam besar dari sebuah gereja yang berada di seberang jalan berbunyi, yang terpanjang di atas sana dengan megahnya. Sesha memperhatikan pergerakan jarumnya yang sudah menunjukan pukul setengah delapan.

Sial!

Sesha terjebak di sana. Mungkin Sophia sekarang sedang bersantai di balik selimut bulunya, sambil ditemani secangkir susu cokelat hangat dengan uap mengepul. Ah, mengingat itu Sesha menjadi geram sendiri.

Sesha masih menggerutu, menatap ke atas langit tanpa bintang itu. Perlahan gemuruh dari sana saling bersahutan, disertai dengan kilat. Sesha masih diam di tempat, menanti saja rintik air yang mulai menetes satu persatu itu.

S

ebenarnya Sesha takut, hanya saja ia mencoba biasa saja. Gadis itu memang sedang mendapatkan berkat sial hari ini. Di mulai diperkerjakan bagai babu oleh Sky, hingga membuatnya pulang jam tujuh, melewati jam tugas teman-temannya yang sudah pulang sejak jam lima sore.

Sesha terdampar dengan dompet yang tertinggal di rumah. Harapan satu-satunya ia harapkan adalah Bian. Gadis itu sudah mengabari abangnya yang sedang berkerja di rumah sakit. Lelaki itu berkata jika ia baru saja mau pulang saat ia meneleponnya tadi. Dan sekarang lelaki itu pasti sedang menuju ke sini walaupun letak kantor dan rumah sakit itu berbeda arah.

Xander dan Vernon? Kedua kakaknya itu sedang perjalanan bisnis.

Sesha mematung dengan wajah pucat. Apa ia sedang berhalusinasi sekarang? Tunggu-tunggu.... Siapa kumpulan orang-orang dengan baju aneh, yang berjalan di bawah guyuran hujan, sambil mengangkat sebuah PETI?

Sesha langsung berdiri, menatap dengan bahu terangkat dan tubuh gemetaran. Bahkan lidahnya sudah kelu dengan napas terengah. Pakaian itu? Terasa tidak asing.

Sesha dalam diam terus memerhatikan gerak-gerik mereka yang melewatinya begitu saja, seakan mereka tidak melihat keberadaannya.

Sesha ingat. Gadis itu kini membengkap mulutnya. Menetralisir ketakutannya yang kian meningkat. Tidak, ia harus diam agar mereka tak mengganggunya.

Baju itu... Itu pakaian khas kerajaan mesir kuno. Sesha tau dari Kevin saat sedang mengimput info saat mereka liburan. Pantas saja sangat familiar.

Sekarang Sesha lemas, seakan tenaganya ditelan habis-habisan oleh semua ini.

Gadis itu dengan napas tak beraturan dan mulut yang terus ia bekap, menatap tanpa berpaling pada mereka yang perlahan menghilang dengan misterius, bagaikan tersapu oleh lahapan angin jalanan.

Namun seseorang perempuan yang berdiri paling belakang menoleh, menatap tepat di mata abu-abunya. Benar, Sesha tak salah lagi. Dari segi penampilan serta riasan.... Mereka adalah bangsa Mesir.

Sesha meremas roknya kuat, perempuan itu sendirian setelah yang lain menghilang. Mengapa ia melihat Sesha seperti itu. Bibir perempuan itu terangkat, sebuah senyum misterius terpatri di sana, sebelum tubuhnya perlahan transparan lalu hilang terbawa angin.

"Sesha"

Sebuah suara serta tepukan pada kepalanya, langsung membuat gadis itu terkejut akibat takut dan gelisah secara bersamaan.

"ABANG!"

Dengan cepat Sesha langsung melompat memeluk Bian, yang bereaksi bingung, ada apa dengan adiknya. Namun lelaki itu memilih membalas pelukan Sesha dengan tak kalah erat, menghalau dinginnya malam berhujan.

"A-abang kenapa lama", ujar Sesha.

"Kan jauh sayang. Apalagi hujannya lebat. Kamu kenapa pucat? Kamu sakit?", ujar Bian.

Sesha menggeleng dengan pandangan lesu. Jangan tanyakan lagi beban pikirannya yang semakin bertambah diumurnya yang masih muda akibat kejadian barusan.

"Nah kan kamu melamun lagi. Tadi juga kamu melamun terus, sampai-sampai suara klakson abang nggak kamu denger", ujar Bian menyentil pelan kening Sesha membuat gadis itu meringis.

"Abang udah berapa lama di sini?", tanya Sesha.

"Sekitar sepuluh menit. Karena kamu nggak kunjung masuk ya makanya abang samperin. Lihat nihh, baju abang udah basah. Ayok masuk", ujar Bian yang melepaskan jasnya, meletaknnya di kepala Sesha, kemudian menariknya cepat ke mobilnya.

Pintu tertutup. Bian langsung menyalakan penghangat mobil. Lelaki itu mengambil selimut di bangku belakang yang selalu ia siapkan di sana, lalu menyelimuti tubuh Sesha yang masih diam menatap ke depan.

Bian ikut menoleh, menatap ke arah pandangan adiknya, kemudian kembali menatap gadis itu.

"Kamu liatin apa sihh Ses dari tadi. Dari abang klakson sampe sekarang kamu liatin itu terus", ujar Bian.

Sesha menoleh pada Bian yang mulai menjalankan mobilnya pergi dari sana. Gadis itu memilin ujung baju seragamnya di balik selimut.

"Abang tadi udah liatkan? Sekelompok orang yang lewat gitu aja di bawah hujan, kan abang udah lama di sana tadi", unar Sesha.

"Sekelompok orang lewat di bawah guyuran hujan Ses?"

Sesha mengangguk.
"Aneh kamu. Nggak ada siapa-siapa kok tadi", ujar Bian.

"Ada lohh bang. Mereka pake baju khas kerajaan Mesir Kuno sambil ngangkat peti", ujar Sesha dengan serius.

Bukannya membalas dengan serius, Bian malahan tertawa keras, menganggap omongan Sesha adalah candaan semata.

"Abang! Sesha serius!", ujar Sesha dengan geram lalu membuang muka ke arah jendela.

Bian mengelus kepala Sesha, sambil sesekali menatap gadis itu sebelum kembali fokus ke depan.
"Kamu cuman capek sayang. Itu cuman halusinasi, apalagi kamu lagi ngantuk. Udah biasa menghalu sesuatu yang nggak nyata. Mending kamu bobo yaa", ujar Bian setelah itu menarik tangannya.

Dalam diam Sesha memejamkan mata, mengaminkan perkataan Bian jika itu hanyalah halusinasinya. Bian benar, ia cuman lelah dan mengantuk. Gadis itu mengeratkan selimutnya, sangat hangat dan nyaman, sebelum mimpi membawanya terbang memasuki dan menjelajahi alam bawah sadarnya. Sesha terlelap lamai.

Mobil hitam itupun semakin melaju kencang, meninggalkan halte bus. Termasuk sebuah bayangan transparan yang menatap kepergian kendaraan mewah itu. Bayangan itu melayang melewati rintik hujan, menatap jam besar di atas gereja yang terlihat menyeramkan saat lampu-lampu jalan dan sekejap padam. Sebelum ia hilang bersamaan angin kencang menusuk kulit.

***

"Di mana asisten saya"

Suara dingin dari balik kursi mewah, membuat senyum sehangat mentari di pagi hari ini milik Advent mengendur.

Dengan sigap lelaki itu meletakan sebuah surat tertutupi oleh amplop putih, lalu kembali menebar senyum. Advent tidak ingin mengotori paginya dengan aura tertekan. Sebisa mungkin lelaki itu menganggap ini adalah hal biasa, melewatinya dengan senyum lebih baik bukan? Apalagi ia memiliki bos dengan temperamen yang berubah-ubah.

"Surat izin dari nona Lucyasesha. Beliau sedang tidak enak badan untuk hari ini tuan", ujar Advent.

"Keluar", ujar dingin Sky.

Dengan senang hati Advent keluar. Berada satu ruangan dengan sang bos menbuatnya kesulitan bernapas. Lebih baik ia disibukan dengan segunung berkas yang minta dikerjakan, dari pada penghadapi tuannya.

Saat ia sudah menutup pintu dan melangkah dengan langkah ringan, lelaki itu melewati begitu saja meja Sarah yang berada di luar ruangan samping pintu Sky. Perempuan itu hanya mendengus, lalu kembali memfokuskan diri pada tabnya.

"Oh kau"

Advent berpas-pasan di pintu lift dengan gadis yang ia tahu adalah salah satu anak magang.

"Pagi Sir", ujar Esterlla sambil membungkuk hormat.

"Yayaya apa yang kau lakukan di sini", ujar Advent.

Esterlla menunduk lagi.
"Saya mau melapor pada tuan Antares, Sir", ujar Esterlla.

"Ohh aku lupa jika kau adalah ketua dari anak magang. Tapi kau tidak perlu ke sana. Saya baru saja melapor padanya. Lagipun kau melapor sama saya karena tuan orang sibuk", ujar Advent.

Esterlla bergumam tidak jelas.
"Maaf Sir, saya akan terus tetap melapor pada tuan Antares kerena ini adalah tugas saya, tanggu jawab saya", ujar Esterlla.

"Yasudah kalau begitu", ucap acuh Advent sebelum pergi masuk ke dalam lift.

Tok tok tok

Sky menatap pintu yang diketuk. Laku menekan remot di atas mejanya, membuat pintu tersebut terbuka lebar, memperlibatkan seorang gadis dengan pakaian khas anak magang berjalan mendekat.

"Apa??", ujar datar Sky.

"Saya ingin melapor tuan", ujar Esterlla.

Sky mengangkat alisnya, menatap gadis itu dingin.

"Bukankah bawahan saya baru saja melapor? Keluar", ujar Sky.

Esterlla membasahi bibir bawahnya gugup, tatapan mata elang Sky membuatnya tak berkutip.

"Tapi ini adalah tugas saya tuan", ujar Esterlla pelan.

Sky menggeram, ia tidak suka dibantah.
"Keluar dari ruangan saya. Jika kau ingin melapor.... Laporkan pada sekretaris dan tangan kanan saya, kau mengerti?", ujar tegas Sky.

"Baik tuan, saya mengerti", ujar Esterlla gemetar.

Sky membuang muka, kembali menatap layar komputernya. Seperti biasa, pekerjaannya tidak pernah ada habisnya. Untung saja ia memiliki Sarah dan Advent bawahannya, yang memiliki kualitas terbaik, dan terpercaya tentunya.

"Apa kau tidak dengar?"

Sky ingin sekali menghabisi nyawa gadis kecil ingusan di depannya, yang masih saja tak beranjak sedari tadi.

"T-tuan.... S-sesha tidak datang hari ini. S-saya dengar dia adalah asisten a-nda. S-saya bisa menggantikannya hari ini", ujar Esterlla takut-takut.

"Apa yang kau bisa?", ujar Sky.

Esterlla memberanikan diri mendongak, menatap ke arah Sky yang menatapnya tanpa ekpresi. Akhirnya gadis itu memiliki keberanian sekarang. Setelah sejak tadi merasa terintimidasi.

"Saya memiliki pontensi besar tuan. Saya memiliki nilai akademik paling tinggi. Saya juga suka tentang dunia bisnis, dan dari dulu saya banyak belajar tentang itu. Setidaknya saya bisa membantu anda, bukannya merepotkan anda karena tidak bisa apa-apa, seperti semua teman-teman magang saya. Setidaknya saya hanya ingin membuat nama sekolah saya baik, saya berusaha agar sekolah saya tidak mendapatkan cap buruk", unar Esterlla dengan mantap.

Sky menyeringai, lalu mengangguk saja.
"Kita lihat. Saya rasa kau juga cocok menjadi asisten saya", ujar Sky membuat senyum gadis itu terbit.

"Kau dan Lucyasesha akan menjadi asisten saya", ujar Sky dengan senyum miring.

***

Entah apalah isi otak si Sky :v
Apa rencana Sky mengangkat dua asisten, pdhal udh punya sekretaris sama tangan kanan heoll')

Salam_Halu🔖

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

3.6M 270K 63
Diana Anggita Dwitama, gadis dengan kondisi tubuh sakit-sakitan bahkan untuk berjalan saja dia kesulitan. Kecewa pada diri sendiri ditambah dengan ke...
3.7M 407K 35
~Don't copy my story if you have brain~ Menjadi selingkuhan Protagonis pria adalah bencana untuk Altheya. Awalnya ia hanya ingin hidup dengan baik na...
3.7M 367K 49
Canaria Adelia atau kerap di sapa Kana harus menjalani sisa hidupnya dengan cara yang menyakitkan, saat berada diambang kematian Kana dikejutkan deng...
3.7M 388K 56
|Tamat| Asteria tidak pernah menyangka kalau takdir hidupnya begitu rumit. Dia yang semula hanya seorang editor novel dan Desain cover harus merasaka...