Riana - Lepaskan Tali di Lehe...

By Ramdan_Nahdi

184K 15.8K 774

Sebuah kos-kosan berubah menjadi angker, saat salah satu penghuni melakukan bunuh diri. Namanya, Riana. Entah... More

Lepaskan Tali di Leher
Riana Mengikutiku
Kamar Petra
Mbak Cici
Kronologi Penemuan Jenazah
Sesak
Rencana Pengajian
Pergi ke Masjid Kampus
Tali Yang Masih Tergantung
Sebelum Ada Korban Lain
Dapur
Riana Mengincar Petra
Alasan Riana
Do or Drink
Membersihkan Kamar Riana
Pesugihan Tali Gantung

Tali Tambang

8.6K 837 38
By Ramdan_Nahdi

Dilema!

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Di satu sisi, sangat takut bila harus berhadapan dengan tali itu. Di sisi lain, ingin teror ini segera berakhir.

"Gimana, Dek Iqbal?" tanya Bapak Kos.

"Apa nggak bisa sama orang lain aja, Pak?" balasku.

"Dek Iqbal tenang aja, nanti yang lepasin talinya Pak Karta atau Pak Ustad. Tapi ... kalau sampai gagal, bapak mohon Dek Iqbal bisa bantu."

"Oh, oke, Pak." Aku tidak begitu mengerti. Apa susahnya melepaskan sebuah tali?

"Yaudah, bapak ke atas dulu."

"Iya, Pak."

Bapak Kos, Pak Karta dan Pak Ustad pergi ke kamar Riana. Sementara aku, memilih kembali ke kamar.

"Bal," panggil Petra sembari masuk kamar bersama Supri.

"Apa?" sahutku yang sedang berbaring di atas kasur.

"Lu kagak ikut ke atas?" tanya Petra.

"Kagak."

"Terus tadi ngobrolin apaan?"

"Ih kepo dah."

"Gua juga penasaran, Bal," ucap Supri.

"Bapak Kos cuman minta tolong buat lepasin tali di kamar Riana. Kalau Pak Karta atau Pak Ustad gak berhasil," jelasku.

"Masa lepasin tali doang gak berhasil," sahut Petra.

"Nah, makanya. Gua juga heran," balasku.

"Ya coba ditunggu aja. Siapa tau emang beneran gak bisa," timpal Supri.

"Masalanya ... gua laper banget, Pri. Mau makan di luar," ucapku.

"Ya ke luar aja dulu."

"Lu udah makan belum, Pet?"

"Udah."

"Bah, curang gak ngajak-ngajak."

"Ngajak gimana? Orang lu aja tepar kagak bangun-bangun."

"Yaudah, ntar kalau Bapak Kos nyari. Bilang aja lagi makan di luar," ucapku sembari mengambil tas selempang.

"Oke."

Aku berjalan ke luar kamar, "Lu berdua mau di sini?" tanyaku, berdiri di dekat pintu.

"Eh iya!"

Supri dan Petra pun ke luar kamar.

_________

Saat kembali ke kosan. Terlihat Petra sedang berdiri di teras. Wajahnya tampak gelisah. "Lu gua telponin kok gak diangkat!" omelnya.

"Gua gak bawa handphone, Pet," sahutku seraya membuka pagar. "Emang ada apaan sih?"

"Bapak Kos nyariin lu."

"Hah? Ada apa, ya?"

"Ya, mana gua tau. Dia cuman bilang kalau Iqbal datang suruh ke atas."

Waduh! Jangan-jangan, Pak Karta tidak berhasil melepaskan tali itu.

"Yee malah diem aja! Buruan!" tegur Petra.

"Iya, sabar."

Kami melangkah ke dalam. Terlihat para penghuni kamar atas sedang duduk di ruang tamu. Wajah mereka sama gelisahnya dengan Petra. Aku punya firasat buruk. Pasti terjadi sesuatu di kamar Riana.

"Loh? Lu kagak ikut?" ucapku saat Petra tidak ikut menaiki tangga.

"Yang disuruh naek cuman lu doang," balas Petra.

Kutarik tangannya, "Temenin lah, Pet. Gua takut."

"Kagak ah. Gua juga takut."

"Eh Dek Iqbal udah dateng," sapa Bapak Kos. Aku hanya bisa menggaruk-garuk kepala sambil tersenyum canggung. "Bapak butuh bantuan Dek Iqbal. Ayo ke atas."

Terpaksa, aku harus menaiki tangga, menuju lantai dua. "Ada masalah apa ya, Pak?" tanyaku, sesampainya di lantai dua.

"Dek Iqbal liat sendiri di kamar." Bapak Kos berjalan duluan, kemudian masuk ke kamar Riana.

Langkahku terhenti tepat di depan pintu. Melihat karung putih dan beberapa kotak kardus diletakan di dekat pintu. Sepertinya itu berisi pakaian dan barang-barang milik Riana. Wangi pemberih lantai pun begitu menyengat.

Tiba-tiba terdengar suara lantunan ayat suci Al Quran, diikuti sura orang mengerang. Spontan aku masuk ke dalam kamar. Melihat ke arah sumber suara. Pak Karta!

Ia sedang terbaring di atas kasur. Tubuhnya terlihat kaku dengan tangan mengepal kencang. Wajahnya tampak pucat, dengan mulut terbuka dan mata melotot menatap langit-langit. Di sampingnya ada Pak Ustad yang sedang merapal doa, sembari mengusapkan air ke wajah Pak Karta.

Aku menatap Bapak Kos. "Pak Karta kenapa, Pak?" tanyaku.

"Dia tiba-tiba jadi begitu pas pegang tali," balas Bapak Kos.

Aku terkejut mendengarnya dan sedikit rasa tak percaya. Bagaimana mungkin hanya dengan menyentuh tali, bisa berakibat seperti itu? Memang ada apa dengan tali bekas orang bunuh diri.

"Dek Iqbal bisa bantu lepasin talinya?" tanya Bapak Kos.

Jujur, setelah melihat apa yang terjadi dengan Pak Karta, keberanianku langsung berada di titik terendah. Melihat kamar mandi saja, jantung ini sudah berdetak kencang.

"Saya takut, Pak," balasku.

"Jangan takut. Insya Allah gak akan terjadi apa-apa," ucap Pak Ustad. Bagaimana mungkin ia yakin tidak akan terjadi apa-apa. Sementara Pak Karta saja masih terbaring tak berdaya.

"Gimana Dek Iqbal? Bisa bantu?" tanya Bapak Kos, lagi.

Aku menatap tembok kamar mandi, sembari mengumpulkan keberanian yang masih tersisa. Kemudian, menghela napas panjang.

"Bismillah," ucapku, sambil melangkah ke depan.

Kini aku sudah berada tepat di depan kamar mandi. Pintunya terbuka, sehingga dengan jelas aku bisa melihat kursi plastik berwarna biru yang berdiri tegak di tengah kamar mandi.

Kutatap plafon kamar mandi yang berlubang cukup besar. Terlihat balok kayu rangka atap, tempat Riana mengikatkan tali tambang kecil untuk bunuh diri. Aku tak menyangka Riana bisa berpikir sejauh itu.

"Jangan lupa baca doa," ucap Bapak Kos yang berdiri di belakangku.

"Iya, Pak," balasku seraya melangkah ke dalam kamar mandi. Kemudian naik ke atas kursi sambil merapal doa dalam hati.

Saatku sentuh tali tambang itu, tubuhku seperti tersetrum. Pandangan kabur dan kepala ini berat sekali. Kaki pun mulai kesemutan, menjalar sampai ke tengkuk leher.

Dingin. Aku merasa ada es batu sedang berjalan perlahan di punggung. Disertai kuping yang berdenging.

"Bal," bisik Suara Riana. "Tutup pintunya."

Entah bagaimana, tubuh ini bergerak dengan sendirinya. Menutup pintu lalu menguncinya.

"Dek Iqbal, kenapa pintunya ditutup!" teriak Bapak Kos sambil menggedor pintu.

Aku tak memperdulikannya.

"Naek lagi, Bal," ucap Suara Riana. Aku pun naik ke atas kursi. Menatap tali tambang yang berada di hadapan. "Pegang talinya!"

Kupegang tali tambang itu. Tiba-tiba muncul hasrat ingin bunuh diri. "Nggak sakit kok, Bal." Perlahan aku memasukan kepala pada lingkaran di ujung tali tambang. "Tendang kursinya, Bal."

Kutendang kursinya. Seketika itu aku tersadar. Panik!

Kaki ini berusaha mencari pijakan. Sementara tanganku menarik tali tambang, berharap tali itu putus. Sayangnya semua usahaku gagal. Sementara jeratan di leher terasa semakin kuat.

Aku mulai kehabisan napas. Sesak. Dada ini seperti terbakar. Aliran darah ke kepala sepertinya sudah terhenti. Hingga membuat kepala ini pusing sekali.

Tubuh ini sudah mulai lemas dan bergerak tak beraturan. Kejang. Kurasakan air liur menetes di sudut mulutku. Perlahan, pandanganku meredup. Kini aku hanya bisa pasrah.

Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, terdengar suara pintu dibanting cukup keras.

BRUK!

"Dek Iqbal!"

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

73.7K 3.9K 16
Banyak hal di dunia ini yang tak pernah kita duga, termasuk mereka yang hidup berdampingan dengan kita tapi tak pernah kita lihat. Mereka berkomunik...
9.2K 242 5
Dari kisah nyata, sebuah perjalanan 7 kawan yang diselimuti kisah horror. Mending langsung baca aja dah
2.8K 756 72
Berlatar di benua antah-berantah bernama Manunggal; Ni'mal, pemuda culun dan lugu ini harus mengikuti sebuah sayembara demi menemukan satu-satunya ke...
9.5K 679 21
"Kamu siapa?" "kamu bisa melihat ku?!" penasaran?cuss langsung masuk aja ..banyak plot twist yang ga bakal kalian duga NOT BXB YES BROTHERSHIP Sebe...