Riana - Lepaskan Tali di Lehe...

By Ramdan_Nahdi

180K 15.5K 770

Sebuah kos-kosan berubah menjadi angker, saat salah satu penghuni melakukan bunuh diri. Namanya, Riana. Entah... More

Lepaskan Tali di Leher
Riana Mengikutiku
Kamar Petra
Mbak Cici
Kronologi Penemuan Jenazah
Sesak
Rencana Pengajian
Pergi ke Masjid Kampus
Tali Yang Masih Tergantung
Sebelum Ada Korban Lain
Dapur
Riana Mengincar Petra
Do or Drink
Membersihkan Kamar Riana
Tali Tambang
Pesugihan Tali Gantung

Alasan Riana

8.8K 860 96
By Ramdan_Nahdi

Aku mendobrak pintu, dibantu oleh Mas Ilham dan Supri. "Tra! Petra!" panggil Mas Ilham.

Aku mengintip melalui kaca jendela, tapi kamarnya gelap. Tak terlihat apapun. Padahal sebelum pintu tertutup, kamarnya masih terang benderang. "Pet!" panggilku, masih tak ada jawaban darinya.

Kriet!

Pintu terbuka, hanya dengan dorongan yang tidak begitu kuat. Spontan kami masuk ke dalam kamar dan menyalakan lampu. Terlihat Petra sedang meringkuk di bawah meja.

"Pet!" Kusentuh bahunya.

HUA!

Petra berteriak kencang. Sukses membuat kami terkejut hingga menjaga jarak. "Kayanya kesurupan," ucap Mas Ilham.

Petra mendongak, menatap wajah kami. "Dia udah pergi belum?" ucapnya, pelan.

"Yeee! Gua pikir lu kesurupan," omelku.

Tiba-tiba Mas Ilham berlari ke luar. Otomatis, kami berhamburan ke luar.

Brug!

Terdengar suara benturan, tak lama Petra ke luar sambil memegangi kepala. "Ada apa sih pada lari semua? Gua ampe kejedot!" ucapnya, marah.

"Ada apa, Mas?" tanyaku, sama-sama tak mengerti alasan Mas Ilham tiba-tiba lari.

"Nggak ada apa-apa," balas Mas Ilham, lalu terkekeh. "Abisnya kalian ini penakut banget," imbuhnya sembari kembali ke kamarnya.

Aku menghela napas, bisa-bisanya dalam situasi seperti ini, Mas Ilham malah bercanda. "Lu juga, pake acara ngumpet di bawa meja. Ngapain coba?" tanyaku.

"Ntar gua ceritain," bisik Petra.

Kami pun kembali ke kamar Supri. Sesampainya di sana, Petra langsung menutup dan mengunci pintu. Kemudian duduk di pinggir kasur. Ia menghela napas panjang, sebelum mulai bercerita.

"Tadi ... pas pintu ketutup. Dari ekor mata, gua liat si Entu ke luar dari kamar mandi. Terus kaya jalan nyamperin gua. Gua panik banget! Makanya gedor-gedor pintu.

Gua ngerasa dia semakin deket, soalnya mulai bau busuk gitu. Untung banget pas situasi kepepet gitu, otak gua tiba-tiba jadi encer. Gua matiin aja lampunya, terus ngumpet di kolong meja," cerita Petra.

"Cerdas sih, tapi dia gak nyamperin?" tanyaku.

"Mana gua tau, Bal. Kan kondisinya juga gelap, terus gua tutup mata. Yang jelas bau masih kecium, sampe gua denger pintu kebuka."

"Ya, untung pintunya bisa dibuka, kalau gak ... lu berdua di dalem sampe pagi," ucap Supri.

"Omongan lu jahat berner, Pri," protes Petra.

"Terus laptopnya mana, Pet?" tanyaku.

"Astaga! Gua lupa! Tadi keburu panik gara-gara kalian lari."

"Yah ... gagal nonton film bagus deh."

"Kita nonton anime aja sampe ngantuk," balas Petra.

Supri menaruh laptopnya di atas meja. Kemudian kami duduk berderet di atas kasur, sambil menonton anime — kartun jepang.

_________

Kulihat ponsel, waktu menunjukan pukul 12 malam. "Masih belum ada yang ngantuk?" tanyaku.

"Belum, Bal. Nanggung lagi seru," sahut Petra.

Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan. Spontan kami menoleh ke arah pintu. "Kalian denger?" tanyaku.

"Iya," sahut Supri dan Petra.

"Suara dari pintu kamar ini, kan?" tanyaku lagi.

"Kayanya sih begitu," sahut Supri.

Tok! Tok!

Pintu kembali diketuk. "Siapa, ya?" tanyaku, dengan suara kencang. Hening. Tak ada jawaban. "Coba lu cek, Pet!" perintaku.

"Ogah!" sahut Petra.

Tok! Tok! Tok!

"Tuh ngetok lagi," ucap Petra.

"Siapa?" teriak Supri.

"Mas Ilham," sahut Suara dari luar.

"Buka pintunya, Pet!" bisikku.

"Lu aja ah. Gua takut."

"Takut kenapa? Itukan Mas Ilham."

"Ya, lu aja yang buka!"

Terpaksa aku bangkit untuk membuka pintu. "Mas?" panggilku sebelum memutar kunci.

"Ya, Bal," sahutnya. Luar biasa, ia bisa mengenali suaraku.

Krek!

Kuputar kunci. "Eh bentar dulu, Bal!" cegah Supri.

"Apaan?" Aku memegang gagang pintu, lalu membuka pintu sedikit.

"Kayanya itu bukan Mas Ilham."

"Hah? Seriusan?" Kucoba mengintip sedikit. Ternyata tidak ada siapa-siapa. Bergegas, kututup pintu. "Kenapa gak bilang daritadi!" protesku, masih berdiri di dekat pintu.

"Barusan gua cek grup WA, ternyata Mas Ilham lagi ngobrol. Gua tanya aja, dia di mana? Eh jawabannya ada di kampus," jelas Supri.

"Jadi yang barusan ngetok siapa?" tanyaku.

"Gua, Bal," sahut Suara Riana dari balik pintu.

HUA!

Spontan aku melompat ke kasur. Duduk berdempetan bersama Supri dan Petra. "Pintunya lu kunci, kan?" bisik Supri. Aku menggeleng, lupa tidak menguncinya kembali.

Gagang pintu bergerak perlahan.

Krek! Bruk!

Pintu dibanting kencang, hingga membentur tembok. Sontak, kami berteriak. Petra menarik selimut, lalu menutupi tubuhnya.

"Jangan serakah, Pet!" Aku masuk ke dalam selimut, disusul Supri.

"Geser dikit," ucap Supri.

"Lu ngapain ngumpet juga, Bal?" ucap Petra.

"Gua juga takut!" sahutku.

"Gara-gara lu kagak ngunci pintunya!"

"Lupa, Pet! Lupa!"

Udara di balik selimut sudah semakin pengap. Keringat pun mulai bercucuran. "Lama-lama kita mati keabisan oksigen," ucap Petra.

"Terus harus gimana?" tanyaku.

"Ya, lu tutup pintunya!"

"Kalau dia ada di sana gimana?"

"Itu salah lu sendiri!"

"Gimana kalau kita cabut aja dari kosan," usul Supri.

"Cabut ke mana?" sahut Petra.

"Ke kampus."

"Caranya?"

"Kita jalan pelan-pelan ke jendela."

Sebuah ide yang buruk. Ke luar melalui jendela sama saja mencari masalah baru. Soalnya, di luar jendela adalah area jemuran dengan tembok yang tinggi. Untuk ke luar dari sana, tetap harus melewati pintu di dapur.

"Kalau dia lagi gelantungan di jemuran gimana?" ucap Petra.

"Huuh, belum lagi nanti musti lewat dapur sama ruang tamu," timpalku.

"Jadi mau begini terus?" tanya Supri.

ARGH!

Terdengar suara teriakan dari luar. Sepertinya dari penghuni kamar atas — perempuan. "Dari atas, ya?" tanyaku.

"Iya, kayanya dari atas kamar ini," balas Supri.

"Emang di atas kamar ini siapa?"

"Gina."

Terdengar suara langkah kaki mendekat. "Kalian kenapa pada ngumpet?" tanya Suara yang mirip dengan Amira.

"Mira?" sahutku.

"Iya!"

Kami membuka selimut. Terlihat Amira, Poppy dan Dahlia berdiri di dekat pintu.

"Kalian ngapain di sini?" tanya Supri.

"Gina," balas Poppy.

"Kenapa Gina?" sahutku.

"Tadi gua denger dia teriak gitu. Terus kita samperin kamarnya, eh ... pintunya dikunci. Gua coba panggil, dia gak nyaut. Malah kedengeran suara orang nangis di dalem," jelas Amira.

"Makanya kita buru-buru turun ke bawah. Terus ngeliat pintu kamar ini kebuka," imbuhnya.

"Ih, kalian ngapain diem aja?" ucap Poppy.

"Lah? Kita musti ngapain?" sahutku.

"Ya, bantuin lah. Gua takut Gina kenapa-napa."

Jujur, aku pun khawatir kalau terjadi sesuatu pada Gina. Apalagi kalau ia sampai mengikuti jejak Riana.

"Kan lu tau sendiri cowok gak boleh ke atas," ucap Petra.

"Ini darurat, Pet!" balas Amira.

Aku bangkit, "Yaudah, kita cek sama-sama," ucapku.

"Tapi, Bal ...." Petra sepertinya tidak setuju.

"Bener kata Amira, ini darurat. Kalau terjadi sesuatu ke Gina, ntar kita nyesel."

"Oke deh!" Petra dan Supri pun bangkit.

Sebelum naik ke lantai dua, kami mencoba membangunkan Farel dan Galih. Namun, mereka berdua sepertinya sudah tidur nyenyak.

Aku berjalan paling depan, menaiki tangga. Sesampainya di lantai dua, langsung disambut dengan gasir kuning yang melintang di depan kamar Riana. Dengan cepat aku berbelok, ke arah kamar Gina.

"Buka pintunya, Bal," ucap Amira.

Kuraih gagang pintu. Kriet! Pintu terbuka. Terlihat Gina sedang duduk dengan kepala tertunduk, di depan kamar mandi. "Gin?" panggilku, tapi ia tak merespon.

"Gin?" panggilku lagi seraya melangkah mendekat.

Langkahku terhenti saat Gina tiba-tiba berdiri dan melotot ke arahku. Kemudian ia mulai menangis. "Bal," ucapnya, lirih. Seketika itu, aku tau kalau itu bukan Gina, melainkan Riana. "Bal, tolong lepasin talinya. Gua tersiksa banget, Bal. Sakit."

"Kenapa harus gua?" balasku.

"Soalnya cuman lu yang bisa," balasnya, lirih. Sambil memegang leher.

"Kenapa?"

"Soalnya gua suka sama lu."

Apa ia bilang? Suka? Jika ia benar-benar suka padaku. Kenapa malah menerorku? Mungkinkah itu hanya alasannya saja, agar aku mau melepaskan tali itu.

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

69.7K 7.7K 19
Delapan Mahasiwa terjebak di sebuah Vila Angker. Teror demi teror mereka hadapi semenjak hari pertama kedatangan. Hingga satu persatu dari mereka pun...
346K 25.9K 44
#3 03062018 #4 25052018 #8 08032018 #9 08032018 Setelah menginjak usia 20 tahun, Kenar selalui di hantui mimpi buruk setiap kali ia memejamka...
7.6K 693 18
Berawal dari sebuah ide sederhana, hingga membuat mereka tersiksa. Berharap kalau liburannya akan baik-baik saja, tetapi yang terjadi adalah yang seb...
296K 30.5K 47
Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum me...