Protect You || Malik [au]

By mid-asgard

712K 68.1K 4.1K

"Ini hanya tentangku yang kau benci. Tentangku yang terlalu takut kehilanganmu. Tentangku yang mencintaimu d... More

informasi
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 65
Chapter 66
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
EPILOGUE
Bonus Chapter

Chapter 64

6.9K 768 76
By mid-asgard

*zayn's pic at mulmed*

sorry for typo(s)

_________________________________

Sinar matahari membuat mataku terbuka secara perlahan. Aku mengerang ketika kapasitas cahaya itu langsung menyerang indra penglihatanku begitu aku membuka mata. Gambaran remang-remang sekarang bisa menjadi lebih jelas setelah aku mengerjap beberapa kali. Di samping jendela, Liz sedang tersenyum geli menatapku. Ia melepaskan pegangannya pada jendela dan menghampiriku.

Berat tubuhnya menekan sisi ranjang ketika ia duduk. Aku menarik diriku untuk ikut duduk lalu meletakan sebuah bantal pada pangkuanku.

"Tadi Bels mencarimu," ujarnya.

"Dimana dia sekarang?"

"Oh, dia sudah berangkat sekolah. Tadi ia sempat bertanya apakah hari ini kau akan kembali ke apartemen atau tidak." jawab Liz.

Aku terdiam begitu mendengar ucapannya. Ingatan tentang kejadian semalam lantas kembali memenuhi benakku. Tentang bagaimana Zayn yang sebenarnya dan apa tujuannya mendekatiku. Jadi, semua kebenaran itu bukanlah mimpi. Ini kenyataann yang masih cukup sulit kuterima.

Bagaimana mungkin hal serumit ini terjadi hanya dalam waktu satu malam? Aku menghela nafas panjang, bukan itu yang harus kupikirkan. Sekarang yang terpenting adalah, apakah aku bisa benar-benar kembali ke apartemen atau tidak?

"Untuk dua hari ke depan mungkin aku masih tetap tinggal di sini. Bagaimana, Liz, kau keberatan? Kalau iya maka aku akan-"

"Tidak, tentu saja tidak. Kau bisa menginap di sini sesuka hatimu." potong Liz.

Aku tersenyum sekilas padanya dan hendak menyampaikan ucapan terimakasihku. Tapi dilihat dari ekspresi wajahnya, Liz terlihat tidak mau aku mengatakan apapun mengenai ucapannya. Perempuan ini, betapa beruntungnya aku mempunyai teman seperti dia.

Harusnya sejak dulu aku menuruti ucapannya untuk menjauhi Zayn sehingga hal seperti ini tidak akan terjadi padaku. Harusnya aku tahu kalau ucapan Liz benar, dia bukan orang yang bisa kupercaya. Tapi yang terjadi justru kebalikannya. Aku tidak menjahuinya, aku mempercayainya, aku jatuh cinta padanya. Dan sekarang semuanya sudah terlambat. Aku hanya bisa menyesali perbuatanku dan berusaha sekeras mungkin untuk bisa melupakannya.

"Aku ada kuliah pagi hari ini, kau mau berangkat atau tidak?" tanya Liz.

"Jam berapa sekarang?" ungkapku setelah mengingat bahwa kemarin aku baru saja membolos kuliah.

"Delapan," Liz mengecek jam tangannya. "Aku berangkat pukul setengah sembilan nanti. Kau mau sarapan dulu?"

"Tidak perlu, aku ada jam kuliah pagi juga hari ini. Sama sepertimu, hanya saja semua buku materiku ada di apartemen. Aku harus mengambilnya dulu sebelum ke kampus."

Liz mengangguk, ia lalu berdiri, "Aku akan membuat sarapan. Kau bisa ikut makan kalau mengubah pikiranmu, oke? Aku tidak mau kau pingsan di kelas karena kelaparan."

Aku tertawa singkat, "Tenang saja, Liz. Aku tidak selemah itu. Lagi pula apakah penampilanku sangat menyedihkan?"

"Iya," ia mengamati diriku lalu tersenyum kecil. "Kau terlalu banyak menangis. Jadi, tolong usahakan agar kau tidak menangis lagi hari ini. Kantung matamu sudah cukup besar karena terlalu banyak menangis. Tapi, ingat, kau masih bisa bercerita tentang apa yang kau alami padaku."

Aku terdiam ketika mendengar ucapannya barusan. Tentu saja penampilanku sangat buruk hari ini. Bagaimana aku bisa lupa kalau tadi malam aku hampir tidak bisa berhenti menangis? Bahkan aku baru bisa berhenti ketika mataku terlelap.

Liz nampak tahu apa yang aku butuhkan. Ia keluar dan menutup pintu kamar ketika melihatku yang tidak membalas ucapannya. Bukannya apa-apa, aku hanya tidak ingin kembali menceritakan apa yang terjadi. Aku tidak mau mengingat-ingat hal buruk itu. Karena semakin sering aku mengingatnya semakin sering juga aku sadar apa yang dilakukannya padaku. Dan hal itu tambah menyulitkanku untuk melupakannya. Baik melupakan hal buruk ataupun melupakan hal manis yang pernah ia lakukan padaku.

Aku menyingkap selimut yang menutupi sebagian kakiku sebelum bangkit dari tempat tidur. Aku harus mulai beraktivitas seperti biasa hari ini. Karena, aku tahu, aku akan tetap mengingat semua kesalahannya jika aku tetap berdiam diri seperti ini. Aku juga harus mulai memutar otak untuk menjauh dari hal-hal yang berkaitan dengannya. Aku harus mulai mencari pekerjaan baru, karena uang tabunganku semakin menipis.

Dan untuk buku materi yang masih tertinggal dari apartemen., kurasa mau tidak mau aku harus ke sana untuk mengambilnya. Kuharap ia sedang tidak ada apartemennya sehingga aku tidak perlu bertemu dengannya.

Mungkin ini terakhir kalinya aku mengunjungi apartemen sebelum aku kembali ke sana hanya untuk mengemasi barang-barangku dan juga Bels. Karena, seperti yang telah kupikirkan sebelumnya, aku tidak bisa lagi tinggal di sana selama ia masih di sana. Dan kenyataan bahwa ia lah pemilik cabang apartemen itu membuatku tersadar. Aku tidak bisa menetap di sana lebih lama lagi.

Melangkahkan kaki menuju kamar mandi, aku mencoba menghilangkan harapan untuk bisa sekedar melihat wajahnya. Paling tidak sebelum aku benar-benar mencoba untuk melupakannya karena dia tak cukup baik untukku.

Aku merindukannya, sangat. Tapi aku tidak bisa memenuhi kemuanku sendiri untuk menemuinya. Tidak setelah apa yang sebenarnya ia lakukan padaku. Aku tahu, aku juga bisa membayangkan apa yang sedang dilakukannya sekarang. Dia pasti sedang menertawakan kebodohanku dan menceritakan hal itu pada teman-temannya. Dia pasti sudah bersama dengan wanita lain tadi malam.

Pantas saja ia tidak pernah meminta lebih dari ciuman.

Aku tertawa miris ketika memikirkan kenyataan yang ada. Pantas saja. Dia pasti berbuat begitu bukan karena ketulusannya padaku. Bukan karena ia yang menghormati prinsipku. Tapi melainkan karena ia yang tetap ingin bersamaku sehingga tujuannya untuk memanfaatkanku tercapai. Lalu dengan gampangnya, ia akan melampiaskan keinginanya dengan wanita lain ketika aku tidak sedang bersamanya.

Bagus.

Aku memejamkan mataku ketika guyuran air mulai membasahi kepalaku hingga ujung tubuhku. Hatiku kembali terasa nyeri ketika pemikiran itu datang. Aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak lagi menangis. Tapi sialnya, aku tahu. Meskipun sedang berada di bawah guyuran air aku bisa mendengar isakan kecil yang terlepas dari mulutku.

Dari isakan kecil diiringi isakan lain yang membuatku jatuh terduduk. Aku tidak merasakan air dingin yang membasahi tubuhku ketika aku hanya berdiam di sana. Menangis, lagi. Kenyataan bahwa aku masih mencintainya membuatku membenci diriku sendiri. Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku tidak bisa termakan oleh ungkapan palsunya bahwa ia mencintaiku. Tidak setelah kebenaran yang kuketahui.

Aku membencinya, aku membencinya, aku membencinya, aku-

Tapi kau juga mencintainya.

Suara itu kembali menelusup pada benakku. Aku mengusap wajahku dengan kalut menggunakan kedua tangan, masih dalam posisi memeluk lututku sendiri dan menangis. Membiarkan guyuran air terus yang menerus membasahi punggung dan kepalaku, membuatku perlahan-lahan merasakan dingin yang tidak bisa diabaikan.

Namun aku tetap diam tanpa merubah posisi tubuhku. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk melampiaskan rasa kecewaku padanya. Melampiaskan rasa benci yang memang kurasakan padanya. Melampiaskan rasa benci pada diriku sendiri karena masih bisa mencintainya yang jelas-jelas hanya mempermainkanku saja.

**

Aku menghela nafas lega ketika melihat pintu apartemennya yang tertutup. Berarti ia sedang tidak ada di sana. Mungkin perkiraanku benar, ia sedang bersenang-senang dengan temannya yang lain.

Lupakan pemikiran itu, Clarisse.

Sialan, aku benar-benar harus mengunci pikiranku agar tidak terus menerus memperkirakan apa yang sedang ia lakukan. Karena itu hanya membuatku makin merasa buruk. Cukup dengan apa yang telah kulakukan tadi sewaktu mandi. Liz terus memanggil diriku dari luar, membuatku mempunyai kekuatan untuk keluar dari sana tanpa harus pingsan kedinginan.

Aku tidak bisa terus bertingkah bodoh hanya karena dia.

Memasukan kode apartemen, aku menekan tombolnya sehingga pintu bisa terbuka. Suasana apartemen masih sama seperti kemarin malam. Karena, aku tahu Bels pasti langsung menemui Liz ketika hendak berangkat sekolah. Semua keperluan sekolahnya ia bawa ke rumah temannya sehingga Bels tidak perlu ke sini untuk mengambilnya.

Langkah kakiku terhenti ketika melihat sesuatu yang tak pernah kusangka akan ada di sini. Bukan sesuatu, tapi seseorang.

Aku mematung, nafasku tercekat ketika melihatnya sedang tertidur di sofa ruang tengah apartemen. Ruangan dimana aku biasanya menghabiskan waktu dengannya hanya untuk menonton film ataupun membicarakan hal acak seperti apa lagu favoritku sampai hal mengenai apa rencana hidupku.

Ekspresi tenang wajahnya membuatku tanpa sadar melangkahkan kaki untuk mendekatinya. Matanya tertutup rapat, nafasnya teratur, menandakan bahwa ia sadang tertidur pulas. Aku mengulurkan tanganku ketika melihat garis di bawah kantung matanya. Tapi, aku segera mengurungkan niat begitu menyadari apa yang hendak kulakukan.

Oh, lihat, siapa yang begitu merindukan lelaki ini.

Aku menutup mulut batin sialan yang sudah dengan lancangnya menyindirku. Dorongan kuat untuk memeluknya membuatku bangkit dari posisi menunduk dan menjauh darinya. Aku tidak boleh membangunkannya. Dia tidak boleh mengetahui keberadaanku di sini.

Tapi, apa yang ia lakukan di sini? Mengapa ia bisa masuk ke dalam padahal aku tidak memberitahu kode apartemen kepada siapapun selain Bels.

Tatapanku terpaku pada tiga buah botol bir yang tergeletak di atas meja samping sofa. Kentara sekali jika dua diantara botol itu sudah kosong. Jadi, apakah dia mabuk semalaman?

Astaga, aku menutup mulutku karena tidak percaya. Setahuku ia hanya akan mabuk jika sudah merasa sangat frustasi dan butuh pelampiasan. Tapi, apa yang ialakukan? Mengapa ia mabuk? Mengapa juga ia justru kembali ke apartemenku dan bukan miliknya sendiri?

"Clarisse,"

Semua pertanyaan dalam otakku langsung menguap begitu saja ketika aku tersentak kaget karena mendengar suaranya. Suara khasnya ketika baru bangun tidur, suara yang akhir-akhir ini jarang kudengar lagi meski itu hanya beberapa hari.

_____________________________

gue tau ini kurang greget, gue juga tau kalo ini pendek. tapi, maaf kalo penyampaiannya kurang maksimal. konsentrasi malem ini lagi pecah guys, haha x(

sorry for late update (again) too much romors about the boys. i cant handle this. u know something like niall & melissa, louis & blonde girl and then.... zerrie wedding.

its just.. hard. haha apalagi ini ff zayn, so... kalian tau sendiri lah:''

cukup tinggalin vote+comment aja kalo kalian baca chapter ini. luv ya guys xx

19 April 2015

Continue Reading

You'll Also Like

288K 13.2K 45
9 september 2017 Menceritakan tentang anak Dhirga dan Gray, yaitu Ayra dan Arvin. Dua anak itu sekarang tumbuh dewasa, memiliki kepribadian yang berb...
208K 19.5K 71
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
2.5M 70.9K 29
Telah dibukukan. Sebagian part telah didelete. Salahkah apabila seorang ayah -walaupun tidak sedarah- mencintai anak yang diasuhnya, dan cinta itu bu...
241K 20.9K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...