Gay-ilan [COMPLETED]

By zmingky176

304K 18K 2.3K

Nyatanya penyesalan selalu datang di akhir. Qilla merasakan hal itu. Karena truth or dare, Qilla terpaksa ha... More

Prolog || Gay-ilan
01 || Gay-ilan
02 || Gay-ilan
03 || Gay-ilan
04 || Gay-ilan
05 || Gay-ilan
06 || Gay-ilan
07 || Gay-ilan
08 || Gay-ilan
09 || Gay-ilan
10 || Gay-ilan
11 || Gay-ilan
12 || Gay-ilan
13 || Gay-ilan
14 || Gay-ilan
15 || Gay-ilan
16 || Gay-ilan
18 || Gay-ilan
19 || Gay-ilan
20 || Gay-ilan
21 || Gay-ilan
22 || Gay-ilan
23 || Gay-ilan
24 || Gay-ilan
25 || Gay-ilan
26 || Gay-ilan
27 || Gay-ilan
28 || Gay-ilan
29 || Gay-ilan
30 || Gay-ilan
31 || Gay-ilan
32 || Gay-ilan
33 | Gay-ilan
34 || Gay-ilan
35 || Gay-ilan
36 || Gay-ilan
Epilog || Gay-ilan

17 || Gay-ilan

6.8K 409 78
By zmingky176

Happy Reading all❣︎
Semoga feel nya dapet, udh beberapa kali hapus soalnya•́  ‿ ,•̀

VOTE DAN KOMEN JGN LUPA YA, XOXO

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

Membawa minuman coffee yang tadi dia beli dari kafetaria kampus, dengan dua buku tebal di tangannya satu lagi. Membawa langkah nya menuju rooftop sekolah. Jangan lupakan AirPods yang menempel di kedua telinga, mendengarkan alunan lagu milik Cigarettes After Sex.

Bell berbunyi beberapa menit yang lalu, bertepatan dua manusia aneh yang menjadi sahabat nya tidak bisa berkumpul di kantin, karena satu alasan, menyelesaikan tugas harian yang begitu menumpuk.

Oh.

Qilla putuskan saja, menikmati harinya disini, tepat nya di rooftop sekolah. Dengan buku buku yang berada di tangan. Jam kelima nanti akan diadakan ulangan harian, jadi Qilla harus menyiapkan diri. Semalaman dirinya tidak menyentuh buku apapun, untuk mempelajari materi hari ini.

Jam kelima adalah kelas Seni. Berhubung materi cukup mudah, jadi Qilla hanya membaca sekilas. Qilla tidak terlalu peduli. Dia ingin ulangan harian ini digantikan dengan praktik tari atau teater. Itu lebih menyenangkan daripada ulangan tulis. Otak nya kan encer untuk hitungan saja. 

“Dalam istilah Yunani kuno, teater dik-”

“Eyy!”

Seseorang memanggil, Qilla refleks menghentikan hafalan nya, saat derap langkah terdengar mengganggu, tepatnya menggangu konsentrasi belajarnya.

Ternyata itu Dylan, berjalan santai kearahnya, dengan penampilan yang tidak menggambarkan seorang siswa. “Ulangan?” tanya cowok itu tiba-tiba. Duduk disamping Qilla dan menyambar minuman coffee miliknya.

“Heh, punya guee!” Qilla memekik pelan, mengambil paksa minuman itu dari tangan Dylan. “Beli sana! Lo kan kaya,” gerutunya dengan perasaan kesal.

“Ntar gue ganti,” balas Dylan santai.

Berdecih pelan, dan tak menanggapi ucapan itu. Qilla kembali fokus dengan lembaran kertas di tangan nya. Tiba-tiba, sesuatu hal melintas di pikiran Qilla. Ini masih berhubungan dengan kejadian saat itu. Menoleh pada Dylan, ah sial! Ternyata cowok itu tengah menatapnya juga.

Tentang kejadian dua hari yang lalu, dimana Dylan mengantarnya. Tentu saja kalian semua ingat bukan? Entah kenapa, pikiran itu yang justru mengganggu pikiran Qilla. Seketika itu juga konsentrasi belajar nya lenyap.

“Lo kenapa datang kesini sih? Gue jadi nggak fokus ngafal tau!” geram Qilla dengan blak blakan, membuat Dylan sedikit kaget, tetapi tidak terlalu jelas pada ekspresi yang ditunjukkan. Dylan sedikit memiringkan kepala nya, menelaah wajah Qilla yang tampak seperti ‘khawatir, entahlah Dylan tidak terlalu tau.

“Masalahnya?”

“LO SIH, MUNCUL MULU DI OTAK GUE!!”

Ehh, oops!

Dylan sedikit kaget, saat intonasi Qilla sedikit naik, sebelum menunjukkan senyum menyebalkan yang cowok itu miliki. Dilain sisi, Qilla mengumpat. Kenapa dirinya harus jujur seperti tadi? Dylan pasti tinggi hati mendengar nya.

“Miss me, Baby?”

Wajah Qilla memerah, kalimat yang membuat jantungnya langsung berdegup itu, tidaklah aman. “Pede lo! Ga-”

Dylan secepat mungkin menutup mulut gadis disampingnya, Dylan duduk menghadap Qilla kali ini, menetap jelas gadis itu. “Sstt!” kata Dylan, mencondongkan sedikit tubuhnya menghadap Qilla, lebih dekat. “Gak terima kebohongan lo.” Lagi, dan lagi, Dylan justru menyentil pelan bibirnya.

“Udah, diam! Gue tau apa yang ingin lo bilang.” Qilla mencibir pelan, gerakan mulutnya yang seolah mengulangi perkataan Dylan, membuat sang cowok mendengus.

Lalu, cowok itu mengambil paksa buku yang tengah di genggam Qilla, membaca materi yang tadinya Qilla baca. “Materi gampang gini, lo gak tau?” tanya Dylan, dengan nada ledekan di dalamnya.

“Bukan gak tau, gue cuma ogah ngafal materi nya,” elak nya mencoba mencari pembelaan.

Lagi, dan lagi, Dylan menyentil pelan dahinya. “Pantes bego!” Qilla tentu saja melotot mendengarnya, enak saja cowok itu mengatainya. Sebelum Qilla berkata, Dylan lebih dulu memotong perkataan nya. “Lo nggak perlu sampe ngafal, cukup pelajari.”

Ini pertama kalinya, Dylan sedikit mau memberikan Qilla ceramah. “… Gue gak yakin lo lulus ulangan nanti.”

Kan' dirinya tidak sempat belajar kemarin, yah seperti biasanya, hanya menghabiskan harinya di ranjang, atau memainkan ponsel, melirik buku saja tidak.

“Lo dengarin gue kan?” Tidak ada sahutan dari Qilla, dengan geraman rendah, Dylan mengambil paksa AirPods yang menempel di telinga. Memasang alat itu di kedua telinganya, Lagu Heaven yang dibawakan The Neighborhood, terdengar di telinga nya.

Qilla beralih menatap Dylan-yang tadinya menatap beberapa bangunan yang menjulang tinggi di hadapannya. Qilla tau Dylan mengambil AirPods itu, tapi kenapa dia cukup kaget? Ah lamunannya terlalu fokus hingga membuat ekspresi berlebihan seperti itu.

“Lo yakin banget, gue nggak bakal bisa lulus ulangan seni.” Masih dengan dunia nya, Qilla berkata. Entah kenapa dia terbawa suasana. Memikirkan ulang perkataan Dylan.

“Nggak baik melamun, pelajari materi lo, sebelum bel bunyi.” Dylan berdiri, melepaskan AirPods, lalu meng-off kan benda itu. “Gak akan fokus kalo lo belajar sambil dengarin musik.”

Hah? Dylan sedang kerasukan atau apa? Kenapa hari ini, Dylan sangat aneh, eum maksudnya, sedikit perhatian.

“Lo yang buat gue, seperti ini.” Dylan itu bisa membaca pikiran nya atau tidak sih? Kenapa perkataan itu pas dengan yang sedang Qilla pikirkan. “Bullshing. Kemerahan itu yang buat gue, seperti ini.”

Dylan sedikit membungkuk, menatap Qilla yang mendadak gugup sendiri. Cowok itu berbisik, “Lo paham kan?” tanya nya, menoleh pada Qilla dan menipiskan jarak yang ada.

Dan kejadian baru, kembali tercipta, membuat Qilla semakin tidak fokus untuk beberapa hari kedepan, mungkin saja. Sensasi baru yang Qilla rasakan saat in, sangat nyata,  bulu kuduknya menjalar hingga seluruh tubuh, dan jantung yang berpacu kencang di dalam organ.

Dengan kurang ajarnya, bibir Dylan menekan bibirnya. Qilla panik, berusaha mendorong tubuh Dylan yang kini sudah hampir menempel dengan tubuhnya, tidak ada lagi jarak disana, Dylan mencengkram kedua tangan Qilla, hingga kerusuhan itu tak lagi mengggangu kegiatan Dylan.

Dengan sengaja, Dylan mengigit pelan bibirnya, hingga kemerahan muncul disana, sangat kontras dengan bibir nya yang sedikit pucat, ada rasa panik bercampur malu saat Dylan kembali mengulum bibirnya. Hingga menit kemudian, Pangutan itu terlepas.

Suasana hatinya semakin memburuk dengan kelakuan Dylan baru saja, apalagi tamu bulanan nya yang menyebabkan Qilla berapi api menatap Dylan.

Qilla menunduk setelahnya, tidak ada lagi muka garang yang dia tunjukkan, rasa khawatir dan malu yang bercampur dalam dirinya. Dylan tetap tenang di tempatnya, seolah tidak pernah melakukan hal yang merugikan sebelumnya.

“Gue lupa, lo harusnya bersiap untuk ulangan nanti.” Dylan mulai membuka percakapan. “Btw, bibir lo manis juga.”

Cup kosong, bekas minuman Qilla tadi, terlempar mengenai Dylan, lebih tepatnya, wajah tampan nya. “PERGI DARI HADAPAN GUE, BEDEBAH!”

❦︎

Semuanya tak sesuai yang Qilla harapkan, Qilla kira, ia mendapatkan nilai rendah pada ulangan nya kali ini, tapi nilai dengan tinta merah di samping namanya bertuliskan ‘Remedial’ disana, sangat buruk untuk di pandang. Ini adalah nilai paling rendah yang Qilla dapatkan selama kelas 11 ini. Setidaknya nilai ulangan Bahasa Indonesia lebih tinggi daripada yang sekarang.

“Anjlok banget nilai guee!” Qilla menatap nanar kertas yang tengah ia genggam itu.

Nilai dengan angka rendah itu membuat nya geram, Qilla tak terima. Tentu saja. Seluruh kertas telah tergenggam erat di tangan, dan perlahan lahan, tangan itu meremukkan kertas yang tadinya tidak ada kerusakan terlihat di kertas putih polos itu. Qilla tidak akan membuangnya, walaupun sudah berantakan bentuknya dan nilai yang tidak pantas untuk matanya lihat, Qilla tetap menyimpan kertas itu pada tempat ‘Secret’ miliknya.

Anggap saja, kenang kenangan.

“Semoga, ini terakhir nya gue kayak gini.” Dalam diam, gadis itu berharap. “Memalukan!” lanjutnya.

Qilla berdiri dari tempatnya duduk. Sebenarnya bel pulang udah berbunyi beberapa menit yang lalu, bertepatan nilai yang tadi diperiksa berjamaah, kini telah dibagikan sewaktu pulang sekolah.

‘Mana di umumin depan kelas lagi nilainya. Anjing banget!’ Qilla sibuk mendumel dalam batinnya, masih tidak terima.

Seakan ingat, siapa yang menyebabkan dirinya malu di kelas tadi. Qilla menggertak kan giginya, kekesalan sudah hampir memenuhi isi kepala dan hatinya. Jika ini kartun mungkin, seluruh wajahnya akan memerah pertanda sedang datangnya amarah.

Masa karena perkara ciuman tadi, dirinya tidak fokus? Jika di pikir lagi, Qilla memang salah juga. “Gak! Pokoknya Dylan yang salah! Gue kan cewek, cewek kan selalu benar.” Benar saja, Qilla tetap kepala batu, ingin tetap menyalahkan Dylan.

Bisa bisanya Qilla terbawa perasaan karena masalah ciuman di rooftop tadi. Tetap saja, itu adalah ciuman nya yang paling ia jaga, Dylan memang selalu berhasil membuat dirinya gila seperti ini.

“Lo gak pulang?”

Kenapa orang yang sedang Qilla pikirkan muncul begitu saja, dengan santainya berdiri juga bersandar di depan pintu masuk, dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku. Seperti biasanya, ekspresi itu selalu datar bak tembok.

“Lo ngapain?” tanya Qilla bingung.

“Hari ini bareng gue!” kata Dylan dengan penekanan. “Hingga seterusnya.” Lanjut Dylan. Ekspresi nya memang selalu menyebalkan.

Dylan tidak lagi bersandar santai, cowok itu sepertinya memang mulai tertarik untuk mengganggu Qilla. Dengan langkah pelan, Dylan mendekati Qilla yang sedang was-was ditempatnya. Sepertinya tidak ingin kejadian yang sama terjadi kembali.

Hingga tak sadar, jarak keduanya cukup dekat, tapi tidak sedekat jarak sebelumnya. “Izinkan gue, mulai besok jadi supir pribadi lo.” Bisik Dylan dengan suara bariton nya.

Qilla ingin berteriak, mengatakan, “gue nggak mauu! Lo harus jaga jarak 100 meter dari gue.” Tapi percuma saja, Qilla tidak bisa! Seakan akan mulut nya di beri lem, sehingga sekedar untuk berbicara saja rasanya sulit.

“Lo diam, gue anggap sebagai persetujuan.”

Cih, apa apaan itu?

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

agak cringe, diharap maklum

Yeay, sekitaran 2 bulan, akhirnya up juga 🤩

Ceritanya, ide chapt 17 ini timbul Sabtu lalu saat aku lagi dengarin lagunya Chase Atlantic, yang judulnya Swim dan Slow Down, wkwk.

Sampai jumpa, di bab selanjutnyaa🤍

Continue Reading

You'll Also Like

109K 4.1K 41
karena sebuah taruhan aku memilikimu dan aku kehilangan mu!! Alea Putri cewek cantik yang menarik diri dari pergaulan di kampus, trauma oleh cinta se...
1.2M 52.7K 51
Highest rank : #1 in boyfriend [15 januari 2019] "Jauh-jauh dari gue!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir. Mau tidak mau Adel menurut...
189K 5.1K 57
- END - PROSES REVISI - ⚠️ 17+ ⚠️ ⚠️ Typo bertebaran ⚠️ ⚠️ Mengandung kata-kata kasar ⚠️ ✨Me and my story ✨ Tidak, ini bukan cerita percintaan mengen...
95.5K 12.5K 34
"Rockstar" -(n) a famous and successful singer or performer of rock music. Bintang rock yang menjadi kebanggaan negara Inggris itu bernama Nathaniel...