Kamala (Sudah dinovelkan)

By AndienWintarii

63K 9K 631

Luka di hati Kamala Wungu atas kehilangan calon suaminya karena tragedi kecelakaan enam bulan lalu masih basa... More

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14
15
16
17
18
19
20
22
23
24
25
CARA PEMBELIAN NOVEL
Diskon Novel
Promo novel via Shopee
OPEN PO periode 2023

21

1.5K 296 44
By AndienWintarii

Tidak banyak yang bisa dilakukan Prabu. Dia hanya menunggu Kamala sambil duduk di salah satu kursi lobi. Banyak orang yang melihat ke arahnya, tapi dia tidak peduli. Orang-orang kaya yang hilir mudik di sekitarnya tampak membuatnya seperti sebuah ancaman. Tentu saja dia bukan ancaman, dia tidak akan berpikir untuk merampok salah satu kamar di hotel ini.

Prabu pusing dan tidak berniat untuk berlama-lama menjadi bahan tontonan seperti seekor monyet di kebun binatang. Dia memutuskan keluar lobi dan mencari tempat asik untuk merokok. Bangku besi berwarna putih yang terletak di bawah pohon rindang menjadi pilihan menarik untuk membunuh waktu.

Prabu duduk di sana sambil mengeluarkan satu batang rokok dan menyalakannya. Asap mengepul, membumbung tinggi tertiup angin, menerbangkan kebosanannya yang begitu kental. Dari kejauhan, dia bisa melihat Kamala keluar mencari-carinya, Prabu tersenyum hanya untuk sesaat sebelum dia melihat seorang laki-laki yang menyusul Kamala dan memegang tangan gadis itu.

Kamala tampak gusar saat laki-laki itu berbicara padanya. Dengan rasa kesal yang tiba-tiba saja muncul di dalam dada, Prabu membuang puntung rokoknya ke sembarang arah, dia bergegas mendekati Kamala.

"Pikirkan baik-baik apa yang saya katakan padamu tadi."

"Siapa dia, Kamala?"

Kamala menengok ke arah belakang tepat saat Prabu menaruh kedua telapak tangannya pada pundak Kamala, menarik tubuh gadis itu menjauh dari Gama. Ada tatapan tidak suka dari cara Prabu melihat tangan Gama yang tidak kunjung melepaskan genggamannya dari tangan Kamala.

"Hei, bisa singkirkan tangan anda?"

Tidak ada senyum di wajah Gama saat pandangannya bertemu dengan Prabu. "Mungkin seharusnya tangan anda yang menjauh dari Kamala."

Prabu mendengus mengejek, dia melihat Gama dari ujung rambutnya sampai ujung kaki laki-laki itu. "Bung, dia ini gadis saya, saya yang berhak untuk menyentuhnya, bukan anda," ucap Prabu sambil secara paksa melepaskan genggaman tangan Gama dari tangan Kamala.

"Urusanmu sudah selesai?" tanya Prabu pada Kamala yang kini tampak serba salah.

"Sudah."

"Berarti kita pulang sekarang."

Kamala mengangguk, dia membiarkan Prabu menuntunnya sampai ke dalam mobil seperti anak kecil yang mengamankan mainan kesenangannya dari anak kecil lain. Setelah mereka keluar dari wilayah hotel Hyatt, Prabu berkali-kali melihat Kamala yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Gadis itu menjatuhkan pandangan keluar jendela tanpa menghiraukannya.

"Siapa laki-laki tadi?"

Prabu berhasil menarik perhatian Kamala, Kamala menengok ke arahnya dengan sorot mata yang sendu.

"Gama."

"Kekasih barumu?"

"Calon suami yang ditawarkan Ibu ke saya."

"Bagus juga selera ibumu, kenapa bukan dia saja yang kawin dengan laki-laki tadi."

"Jaga ucapanmu, Prabu."

"Kamu mau kawin dengan dia? Oh, atau kamu sudah kawin sama dia di salah satu kamar hotel tadi?"

"Kamu sadar apa yang kamu ucapkan barusan?'

"Kenapa? Ucapan saya benar ya?"

"Berhenti di sini, turunkan saya di sini."

Prabu memukul setir kemudi dan mengarahkan mobilnya ke bahu jalan. Matanya nyalang menatap Kamala yang hendak keluar dari mobil, sebelum Kamala berhasil menjauh darinya, Prabu sudah lebih dulu menarik tangan Kamala agar dia tidak bisa pergi ke mana-mana.

"Prabu!"

"Kenapa kamu marah sampai seperti ini? Jadi semua yang saya ucapkan tadi benar?"

"Sinting, kamu pikir saya pelacur yang sering kamu pakai setiap kali ingin? Saya bukan pelacur yang rela tidur dengan semua laki-laki yang saya temui."

Prabu mendengus meremehkan. "Jangan berlaga seperti perawan, Kamala. Laki-laki itu lebih terlihat pantas bersama kamu. Bisa jadi kamu rela melakukan apa saja demi bersama dia, kan?"

Kamala berusaha melepaskan diri dari Prabu. Namun usahanya sia-sia, genggaman Prabu terlalu kuat. Kata-kata Prabu terlalu menyakitkan untuknya. Seperti ditikam pisau, dadanya sakit bukan main mendengar kalimat penghinaan semacam itu bisa meluncur mulus dengan mudahnya dari bibir laki-laki yang dianggap dapat melindunginya.

Tidak sadarkah laki-laki itu melihat penolakannya saat Gama menggenggam tangannya tadi? Kamala tidak ingin membuang waktu untuk memikirkan kemungkinan Prabu menyadari bahwa dia tidak merasa tidak nyaman saat Gama menyentuhnya, pikiran Kamala tertutup dengan hawa panas yang sudah menjalar-jalar di kedua matanya.

"Lepaskan saya Prabu."

"Katakan dulu, apa kamu menerima perjodohan itu?"

"Urus saja urusanmu sendiri."

"Kamala!"

"Berhenti membentak-bentak saya. Kamu pikir, kamu siapa, Prabu? Kamu menghina saya seperti saya tidak punya harga diri sama sekali. Kalau kamu merasa terintimidasi dengan Gama, jangan salahkan saya."

"Terintimidasi katamu?" Prabu hampir saja tertawa mendengar ucapan Kamala. Dia tidak terintimidasi sama sekali dengan penampilan Gama yang lebih rapi dan menjanjikan. Lebih terhormat dan lebih pantas bersanding bersama Kamala. Dia tidak terintimidasi meski sekali pun laki-laki itu memamerkan seluruh hartanya. Dia tidak akan pernah terintimidasi dengan sekumpulan curut seperti Gama.

"Ya. Kamu cemburu dengan Gama, tapi kamu melampiaskannya ke saya. Akui saja Prabu, kamu memang cemburu dan terintimidasi dengan Gama."

Prabu menarik tangan Kamala, membuat jarak mereka lebih dekat lagi. "Bukan justru kamu yang harusnya mengakui senang diperebutkan seperti ini? Sejak awal kamu menolak saya dengan berbagai alasan, lalu ketika ibumu yang sombong itu menyodorkan laki-laki lain, kamu pasti sudah tidak punya alasan lagi bersama saya. Iya, kan? Kamu bahkan tidak repot-repot melepaskan genggaman tangannya tadi. Kamu senang, kan? Jawab saya Kamala!"

Kamala sudah meneteskan air mata saat Prabu membentaknya dengan seluruh amarah yang meledak-ledak. Seluruh alasannya menolak perjodohan dengan Gama telah menguap. Penyesalan datang berbondong-bondong ke hadapannya sekarang.

Latar belakang dan siapa laki-laki ini sebenarnya, Kamala sendiri belum tau dengan baik. Dia menyadari dirinya telah bodoh membiarkan Prabu masuk begitu dalam pada kehidupannya. Mereka jelas-jelas berbeda, dia yakin sampai kapan pun tidak akan mampu menolerir sikap Prabu yang sembrono dan kasar, serampangan.

Lebih buruknya lagi, Kamala menyadari bahwa dia telah terpikat dengan Prabu, sentuhan laki-laki itu seperti candu, seperti obat untuk seluruh rasa sakitnya atas kehilangan Saputra, seperti muara terakhir tempatnya melarung rasa lelahnya. Prabu adalah harapan terakhir, tapi kini harapan itu pun sudah musnah. Prabu memberikannya alasan untuk berpikir mereka tidak akan pernah sepadan dari segi mana pun.

"Kamala."

Mendadak meski terlambat Prabu merasa bersalah telah membuat Kamala meneteskan air matanya. Gadis itu meronta-ronta ingin dilepaskan. Namun Prabu sudah menguatkan tekadnya, dia tidak akan mundur dan melepaskan Kamala begitu saja.

"Kamala, saya minta maaf."

"Lepaskan saya."

"Kamala."

"Lepaskan saya Prabu!"

Kamala berhasil melepaskan dirinya, dia tidak menunggu waktu lama untuk keluar dari mobil dan meninggalkan Prabu yang terburu-buru mengejarnya.

"Kamala, dengarkan saya dulu. Kamala."

Kepala Kamala tertunduk, dia menghindari tatapan mata Prabu, rasanya nyeri di dadanya sudah menjadi alasan yang cukup untuk membuatnya marah dan merasa terhina. Dia mendorong Prabu berkali-kali meski laki-laki itu tidak juga merasa harus menyerah.

"Kamala, saya minta maaf. Semua ucapan saya tadi, saya tau, saya salah. Saya cuma tidak suka laki-laki itu menyentuhmu seperti tadi."

Akhirnya Kamala mendongak untuk melihat Prabu yang telah menghentikan langkahnya. Air mata memburamkan pandangan Kamala, dia merasa sangat bodoh sekarang. Menangis untuk seluruh penghinaan yang dilontarkan padanya, untuk seluruh penyesalan karena telah membuat Prabu berhasil menempati hatinya. Kenapa dia harus jatuh cinta dengan laki-laki seperti Prabu? Bukan ini rencana awal yang dia buat. Dia hanya butuh laki-laki yang sudih menumbalkan diri untuk membuatnya tetap hidup, dan laki-laki itu akan mendapatkan tubuhnya di ranjang sebagai imbalan. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan. Seharusnya seperti itu hubungan mereka terjalin.

"Saya benar-benar minta maaf. Saya marah pada ibumu, saya pikir hari ini saya bisa meyakinkan dia lagi untuk memberikan restunya ke kita, tapi yang saya temukan justru hal lain."

Prabu membawa kamala kembali dalam pelukannya, ciuman Prabu mendarat di puncak kepala Kamala seperti permohonan maaf yang sempat terucapnya. Salah satu yang dikatakan Kamala benar, dia cemburu kepada Gama yang terlihat lebih pantas bersanding dengan gadis yang telah mengikat seluruh hasratnya.

Benar juga kata Gilang, dia tidak akan pernah pantas untuk Kamala karena hatinya tidak pernah merasakan cinta. Seumur hidup Prabu dihabiskan untuk berjuang mempertahankan hidup. Dia ditempa pada situasi yang sulit dan keras. Sedangkan Kamala tidak pernah merasakan penderitaan yang dia rasakan. Sifatnya yang sembrono adalah bagian dari kurangnya didikan. Prabu menyadari hal itu dengan sangat baik. Darah yang mengalir dalam tubuhnya memang sudah menjelaskan siapa dia sebenarnya. Hanya orang pinggiran yang tidak akan mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat terhormat seperti Kamala.

"Saya benar-benar minta maaf. Seharusnya saya tidak mengatakan hal itu kepadamu."

Kedua tangan Kamala mendorong tubuh Prabu menjauh darinya. Dia sangat lelah sekarang, benar-benar lelah. Hidupnya seakan-akan tidak memiliki arti yang lebih. Dia seperti menunggu harapan kosong. Bersama Prabu diakuinya mampu membuat rasa kehilangan Saputra lenyap begitu saja. Tetapi dia lelah harus menghadapi sikap Prabu yang kasar dan tidak mengerti aturan.

Dia juga lelah menghadapi Srima, ibu tirinya yang selalu mengatur setiap apa-apa saja dalam hidupnya. Dia tidak memiliki suara untuk mengatakan iya atau tidak. Seluruh perasaan itu mengumpul dan berubah menjadi bulir-bulir air mata. Dadanya terasa sesak, tapi Kamala berusaha menyulam kata-kata di dalam kepalanya. Dia harus membuat batas garis yang jelas di antara dia dan Prabu.

"Saya akan bayar uang sewa mobilnya, dan tolong tinggalkan saya sendiri."

"Kamala."

"Saya mohon Prabu, saya lelah sekali."

"Saya sudah berjanji padamu, saya tidak akan pergi ke mana-mana."

"Tapi saya ingin sendiri."

"Hanya karena laki-laki itu kamu jadi begini?"

"Seharusnya kamu sadar, apa yang membuat saya seperti ini."

"Jadi ini semua salah saya?"

Kamala tidak menjawab pertanyaan Prabu, tapi dari tatapannya sudah jelas. Kamala menyalahkan Prabu untuk semua penghinaan yang sudah laki-laki itu lontarkan kepadanya.

"Mungkin ibumu benar, saya memang tidak pernah akan pantas untukmu. Kawin saja dengan laki-laki tadi, biar laki-laki itu yang mati demi kamu. Biar kamu tetap mempertahankan kehormatanmu sebagai priyayi. Kamu bahkan tidak bisa menolak setiap keinginan ibumu, kamu cuma boneka yang bisa diatur-atur."

"Dan kamu cuma laki-laki brengsek yang hanya mengincar tubuh saya. Laki-laki yang tidak mengerti sopan santun, dan tata krama. Benar katamu, saya memang boneka bagi ibu saya, tapi setidaknya saya tidak akan pernah sepicik kamu dalam menilai seseorang."

Kamala melangkahkan kakinya lagi, menjauh dari Prabu yang tidak bergeming di tempatnya berdiri. Sekarang yang tersisa hanya rasa sakit dan kekosongan yang memeluk Prabu.

*** 

Aduh, semua gara-gara Gama, eh, tapi Prabu juga harusnya nggak kaya gitu ya wkwkwk..

Aku sengaja up part ini biar kalian seneng. Seneng nggak? Jangan lupa votenya yaaaaa..

Continue Reading

You'll Also Like

AMERTA By Alis

Historical Fiction

241K 39K 44
Romansa Dewasa - Fantasi Sejarah Sebab bahwasanya leluhur tanah air telah menguasai ilmu alam yang tak pernah dibayangkan manusia modern. Alam tundu...
1.8M 26.8K 44
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
701K 6.6K 2
Sudah terbit di Karos Publisher "Apakah kelak cinta ini akan jadi cinta tak bertuan? Apakah kelak cinta ini takkan ada ujungnya dan terus berjalan ta...
15.2K 416 1
Dia wanita penggoda. Dia merayu semua orang. termasuk papaku. Dia wanita yang tidak tahu malu. aku bertekad akan menjauhinya dan menyingkirkan dari h...