LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]

By lunetha_lu

486K 31.4K 1.3K

Semula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang dita... More

Prolog
#1 Vanta Lollyta
#2 Lapangan Basket
#3 Pembalasan Berikutnya
#4 Boyfriend?
#5 So Embarrassed
#6 Jealousy
#7 Rencana Alvin
#8 Hate You 3000!
#9 Semua Orang Punya Rahasia
#10 Unexpected
#11 Bahan Gosip
#12 Panas Dingin (1)
#13 Panas Dingin (2)
#14 Stay
#15 Sleep Well
#16 Last War
#17 Soft Drink
#18 Black Rose
#19 Hide and Seek?
#20 About Her
#21 Rest in Love
#22 Jaminan
#23 New Begin
#24 Past
#25 Cheer Up
Announce
#26 Who is He?
#27 Bala Bantuan
#28 Vodka Beryls
#29 Bukan Pacar
#30 First Attempt
#31 Bertemu Lagi
#32 Teman Baik
#33 Permintaan Sulit
#34 Tentangnya
#35 Pilihan Tepat
#36 Once More
#37 Mulai Berpikir
#39 - Move Forward
#40 Perkara Status
#41 Yours
#42 Ungkapan
#43 Benda Keramat
#44 Momen Baru
#45 Namanya Cemburu
#46 Hidden Truth
#47 Tell the Truth
#48 Bucin Detected!
#49 Dilema
#50 Trurth or Lie
#51 Berawal dari Akhir
#52 Reason
#53 Gamon?
#54 Identitas Black Rose
#55 Dumbfounded
#56 Memulai
#57 Yang Sebenarnya
#58 D-Day
#59 Dajjal Kesayangan (END)

#38 Akhirnya Terucap

2K 268 7
By lunetha_lu


Menjauh dan menghindar adalah hal yang sungguh-sungguh dilakukan Vanta. Bahkan setiap kali melihat batang hidung salah satu teman Alvin dari jauh, dia langsung balik kanan angkat kaki ala paskibra. Vanta terus berada di kelas sampai ruangan digunakan mahasiswa kelas lain. Gadis itu juga menghindari pergi ke tangga, kantin, dan galeri. Apa dia harus menyelundup ke kelas Jessi? Sebenarnya dia kenapa sampai seperti ini sih?

Dikeluarkan ponselnya dari dalam tas. Mengernyit sekilas saat menemukan panggilan tak terjawab dari nomor tidak dikenal. Paling-paling sales yang ingin mempromosikan sesuatu. Biasanya juga begitu, kan.

Teringat tujuannya, ia buru-buru mengetik pesan singkat.

Vanta: Jes, gue bisa numpang nyusup ke kelas lo nggak?

Jessi: Jangan. Dosen killer, didamprat lo ntar.

Gadis berambut pendek itu menghela napas. Mana masih banyak sisa waktu sampai kelas berikutnya. Tidak mungkin pulang karena sudah beberapa kali absen. Kalau saja masih banyak sisa absennya, dia mungkin akan meminjam catatan *Ranetha, satu-satunya mahasiswi di kelas yang rajin mencatat. Padahal di kelas, anak itu berkawan dengan cewek-cewek gaul yang hobi berpesta. Nggak nyangka serajin itu.

(*Ranetha; baca 'Bukan Simpanan CEO')

"Lo ngapain ngendap-ngendap di sini kayak tikus?"

Hampir saja salto ke belakang, Vanta menengok ke sumber suara. Salah satu teman Alvin yang paling terlihat normal berdiri di belakangnya.

"Petak umpet," jawab Vanta asal.

Sepasang alis Toto menyatu, tapi tidak terlalu menggubrisnya. "Oh." Hanya sekata dia membalas, kemudian hendak berlalu meninggalkan Vanta.

Tapi kakinya berhenti menapak ketika mendadak Vanta memanggilnya.

"Umm, lo mau ke mana, To?"

Ada yang terasa menggelitik dari kalimat Vanta. Baru pertama cewek itu memanggil namanya. Laki-laki itu pun berbalik, kembali menghampiri Vanta.

***

Untuk sementara sepertinya Vanta aman. Tinggal bagaimana saat pulang nanti. Karena helmnya ada di motor cowok itu, tidak mungkin dia merepotkan orang dengan meninggalkan helmnya begitu saja.

Kalau kalian mau tahu di mana dia sekarang, Vanta ikut masuk kelas Toto karena mulut luwesnya lebih cepat bekerja di banding otak kecilnya.

"Gue bisa numpang kelas lo nggak?" tanya cewek itu ketika Toto bilang akan masuk kelas. "Gue mau ke kelas temen gue, tapi dosennya lagi nggak memungkinkan."

Toto menatap susunan ubin di lantai, tampak berpikir sebentar. Lalu kembali memandang lurus kepadanya sambil berkata, "Ikut gue."

Akhirnya, di sinilah Vanta berada. Duduk di sebelah Toto di barisan kedua dari belakang. Kenapa juga dia mengikuti orang yang tidak terlalu dikenalnya? Padahal biasa dia tidak pernah sok akrab begitu.

Para kating yang ada di kelas sempat melirik Vanta. Entah karena itu bukan tempatnya, atau karena dia sudah terkenal di kalangan anak jurusan DKV. Masa bodoh, yang penting dia nggak ketemu Alvin sampai pulang nanti.

Vanta mulai membuka tas dan melanjutkan tugas. Dosen yang mengajar juga tampak santai. Menjelaskan selama beberapa menit, kemudian duduk di bangkunya meladeni diskusi dengan kating yang mempersiapkan makalah.

"Still life?" tanya Toto dari balik laptopnya, melirik Vanta yang sibuk mengarsir gambar roti, cawan, dan kawan-kawan.

Still life adalah gambar dari objek benda mati yang disusun dengan tampilan menarik. Biasanya berupa gambar buah-buahan, sayuran, makanan, dan minuman.

"Iya."

"Gambar lo rapi. Kenapa nggak ngerjain di galeri atau kantin?"

Pipinya kontan merona. Ini kedua kalinya Vanta menerima pujian dari orang tak terduga. Yang pertama dari Alvin ketika mereka ke Taman Hiburan.

"Mm... lagi nggak nyaman di sana."

"Avoid somebody, hm?" tebak Toto sambil mengetik.

"Ah... itu..." Vanta heran, cowok ini selalu bisa menebak dengan tepat. Dia memang sedang menghindari seseorang. Dan jelas, orang itu tak lain adalah teman cowok ini. Apa Toto sejenis cenayang?

Tidak lama kemudian terdengar suara beberapa orang mengobrol dari luar. Disusul pintu kelas yang terbuka. Toto mengangkat kepala, tersenyum miring.

"Kayaknya lo salah pilih tempat." Dengan gaya tenangnya seperti biasa, dia berucap. Nada yang sedikit membingungkan, tapi kok terdengar menyebalkan di telinga Vanta. Fix, dia memang teman Alvin.

"Hm?" Vanta mengangkat kepala sedikit, menoleh menatapnya tidak mengerti.

Lalu mengikuti arah pandang cowok cool di sebelahnya. Saat itulah dia membelalak kaget menjatuhan pensil. Satu hal paling krusial yang dilupakannya.

Orang yang sedang ingin dihindarinya menangkap sosoknya. Menatap lurus ke arahnya dan Toto bergantian sebelum berjalan ke mejanya. Menarik bangku tepat di sebelah Vanta setelah memungut pensil yang terjatuh. Jadilah ia pusat perhatian lagi. Karena saat ini, dia tengah diapit oleh dua cowok yang masuk kategori 'most wanted guy' di kampus.

"Ngapain lo di sini?" Bahkan, hanya mendengar suaranya saja sukses menciptakan gemuruh di dada. Membuat Vanta terperanjat berdiri dari kursi.

Celaka.

Dia benar-benar lupa kalau Toto dan Alvin seangkatan bahkan satu penjurusan. Tentu saja ada kemungkinan kelas mereka sama. Bukan selamat, dia malah masuk perangkapnya sendiri.

Ta, Ta... Pinter amat sih lo. Niat menghindari singa, malah kabur ke kandangnya.

Alvin menarik pergelangan tangannya sekilas. Mengisyaratkan agar Vanta kembali duduk. Wajah dan seluruh tubuhnya mendadak panas. Tidak betah.

"Jadi, kenapa lo bisa masuk sini? Nggak mungkin nyari gue kan?" tanya cowok itu, duduk bersandar di bangku. Tangannya sudah melepas pergelangan Vanta. Mulutnya setia mengunyah permen karet seperti biasa.

"Mm... cuma numpang nugas." Rasanya dia tidak kuat meski hanya duduk bersebelahan. Segera Vanta membuang muka. Berusaha menyibukkan diri.

Dari ekor mata bisa dilihatnya Alvin mengubah posisi. Duduk menopang wajah, menatapnya terus menerus. Seperti ada api yang terpancar dari mata cowok itu, bikin gerah.

"Kenapa lo ngeliatinnya gitu?" Sudut bibir Vanta menukik turun.

"Masih pingin nanya. Tapi nanti aja omonginnya. Lo lanjutin dulu tugas lo."

Dan, tiga puluh menit berada dalam kelas itu terasa seperti selamanya.

***

Gara-gara salah pilih tempat bersembunyi, Vanta jadi harus terjebak di situasi yang pelik. Bayangkan saja, setelah kelas Penulisan selesai, Alvin malah ikut masuk ke kelasnya. Sekalian pulang, begitu alasannya. Tapi jantung Vanta sama sekali tidak bisa diajak kompromi setiap dekat cowok itu. Ditambah sekarang, mereka harus terjebak di depan sebuah ruko karena hujan turun. Tidak ada yang terpikr untuk membawa jas hujan.

"Kayaknya gue kurang beruntung. Pertama kali ke kampus naik motor langsung kena hujan," ujar cowok itu melepas helm. Sementara Vanta sudah lebih dulu melepasnya.

"Lagian gue bilang kan nggak usah jemput."

Di kelilingi pemandangan yang tertutup lebatnya hujan, hawa dingin menyelimuti mereka yang kebasahan. Berdiri bersisian di selasar ruko tak berpenghuni.

"Kenapa?" tiba-tiba Alvin bertanya tanpa subjek predikat objek.

Vanta yang saat itu sedang menengadahkan tangan merasakan tetes air dari langit menoleh singkat. "Kenapa apa?"

"Kenapa lo nggak mau gue jemput?"

" ... Repot kan, kalo lo harus bolak balik. Gue pikir lebih baik berangkat masing-masing aja kayak sebelumnya."

"Gue nggak merasa repot."

"Ohh..." Hanya itu jawaban Vanta.

"Kok tadi lo bisa ada di kelas Penulisan bareng Toto?"

"Mm... itu kebetulan ketemu. Gue butuh tempat buat ngerjain tugas."

"Lo kan bisa chat gue kalo mau nugas. Sejak kapan lo akrab sama dia?" Banyak sekali pertanyaan cowok itu, nggak seperti biasanya.

"Nggak sih, tapi dia kan temen lo," Alasan ini memang benar. Vanta mungkin nggak merasa asing dengan Toto karena sudah tahu cowok itu teman Alvin sejak sekolah.

Alvin malah menutupi wajahnya sendiri dengan sebelah tangan. Mendengkus pelan. "Ah, sial. Gue jealous."

"Apa?" Suara berisik air yang terus turun dari langit membuat Vanta tak begitu mendengar gumaman pemuda di sebelahnya.

"Kenapa seharian ini lo hindarin gue? Bikin kesel tau nggak?"

"Ini kan gue sebelah lo," Satu kaki Vanta sibuk berayun, sesekali menghentak-hentak lantai pelan. Bermain-main di bawah.

"Iya, tapi buang muka terus. Lo pikir gue nggak sadar?"

Alvin menarik satu tangan gadis itu agar menghadap ke arahnya. Nyatanya, Vanta masih tetap berusaha mengalihkan pandangan. "Coba jawab, kenapa? Ada masalah apa sama gue?"

"Nggak ada."

"Jangan bohong. Kita selesain sekarang."

"Nggak ada apa-apa!" Vanta mendadak berseru karena panik. Tangannya yang berada dalam genggaman Alvin meronta, ingin meloloskan diri. Tetapi cowok itu semakin mengeratkan jari-jarinya.

"Buktinya sekarang lo nggak mau liat gue."

"Gue cuma ..." Suara Vanta mendadak berubah pelan.

"Cuma apa?"

"Ng-nggak tau."

Sebelah alis Alvin terangkat. "Nggak tau?" Cowok itu mengulang kalimatnya dengan pertanyaan. Di balas anggukkan oleh Vanta. "Kok bisa nggak tau?"

"Ish! Orang nggak tau, ya nggak tau. Masih aja nanya!"

"Sini liat gue."

"Nggak bisaaa!" rengek Vanta emosi. Didesak begitu bikin dia semakin ingin menjauh.

Sementara Alvin terus memerhatikan dia yang menunduk dalam. Rona merah menghias kedua pipi gadis itu. Terjawab sudah pertanyaannya sejak tadi. Alasan mengapa Vanta terus menghindarinya seharian di kampus. Dia jelas melihat saat cewek itu berbalik pergi tiap kali mereka hampir berpapasan.

Mungkin upayanya telah membuahkan kemajuan yang berarti. Bukan lagi brotherzone atau friendzone yang dirasakan cewek itu. Alvin tersenyum miring waktu sadar sinyal-sinyal yang dikirimkannya sudah tertangkap dengan baik.

Wajah Vanta yang kian tersipu terlihat sangat menggemaskan di matanya. Dia pun tak bisa membendung pusaran perasaannya lagi.

"Lo udah pikirin saran gue waktu itu?" tanya Alvin masih setia menatapnya.

"Saran yang mana?"

"Buat coba move on."

Ketegangan yangdirasakan Vanta sedikit memudar berganti heran. "Itu kan baru berapa hari lalu. Kenapa emang?"

"Soalnya gue mau tancap gas,"

"Hm? Maksudnya?"

Lalu, kata-kata itu pun meluncur mulus begitu saja dari bibir Alvin. Di waktu dan tempat yang tak terduga. "Jadi pacar gue ya,"

Dalam sekejap, bola mata indah mengilap gadis itu membelalak. Dia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang didengarnya barusan.

=======================

Yang ditembak siapa, yang tahan napas siapa.

Akhirnya kode-kodean Alvin nggak sia-sia ya :'D

Continue Reading

You'll Also Like

87.8K 12.7K 36
Wira pernah mencoba menjadi fakboy, tapi gagal karena dia memang ditakdirkan untuk menjadi softboy. [Special Collaboration] Start : 02 April - 13 Oct...
85.2K 7.3K 36
#7 in timetravel, 11 April 2020. #6 in Majapahit, 5 Juni 2020. "Jujur, sampai sekarang, gue masih gak ngerti sama apa yang gue alami. Dan gue juga ga...
5.8M 307K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
4M 251K 43
Kirana, seorang news anchor muda berbakat, menjalin hubungan dengan Garin, seorang aktor layar lebar. Hubungan Kirana dan Garin yang menginjak usia 6...