Kamala (Sudah dinovelkan)

By AndienWintarii

63K 9K 631

Luka di hati Kamala Wungu atas kehilangan calon suaminya karena tragedi kecelakaan enam bulan lalu masih basa... More

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14
15
17
18
19
20
21
22
23
24
25
CARA PEMBELIAN NOVEL
Diskon Novel
Promo novel via Shopee
OPEN PO periode 2023

16

2.1K 330 23
By AndienWintarii

Hallo temen-temen, aku tau kalian pasti nunggu-nunggu banget part terbaru dari cerita Kamala ini. Sebelum melanjutkan bacanya, aku mau kasih sedikit pengumuman untuk kalian.

1. Cerita Kamala akan segera dinovelkan self publishing setelah tamat dari wattpad.  Lalu saat novelnya open PO, cerita ini akan diunpublish setengahnya. Cerita Kamala yang ada di wattpad adalah versi mentahnya, yang pastinya nanti akan berbeda dengan versi novelnya. Tentunya masih banyak typo di sini, tolong maafkan kelemahanku ini ya.

2. Ada satu nama tokoh dicerita ini aku rubah, awalnya nama Ibu kandung Kamala adalah Asmara, tapi aku ganti jadi Gayatri. Jadi semenjak part ini, kita sepakat untuk menerima perubahan nama tokohnya ya wkwkwk.

3. Rate cerita ini berubah jadi cerita 21+, aku akan menggunakan beberapa bahasa yang mungkin kurang cocok untuk kalian yang masih dibawah umur 21+, well, aku sudah memperingati ini ya, jadi aku nggak terima komplain apa-apa masalah plot ceritanya yang akan ada unsur basah-basahannya.

4. Kalau kalian mau terus update perkembangan novel Kamala, kalian bisa add instagram aku (Andien Wintari)

5. Enjoy ya sama jalan ceritanya, semoga selalu bisa menghibur kalian dan memberikan kesan baik yang mendalam. Jangan terbebani saat aku bilang cerita ini akan dinovelkan. Cerita ini akan tetap tamat di wattpad tapi versi novelnya juga akan lebih panjang.

Terimakasih banyak ya temen-temen sudah mau mampir diceritaku dan setia banget untuk nunggu kelanjutannya. Aku tau, dan sadar kalau aku masih kurang konsisten dalam menulis, itu karena aku masih punya baby yang harus kuurus sendiri. Aku harap kalian tetap mendukung aku untuk selalu berkarya.

I love you, gaes 💕

***

Prabu memutuskan dia akan tetap tinggal di samping Kamala sama seperti bayang-bayang. Sebenarnya hubungan mereka selama seminggu terakhir setelah kejadian itu sama sekali tidak ada kemajuan. Prabu menjaga jarak lebih dari sekedar cukup, dan tidak ada lagi kontak fisik di antara mereka untuk menghindari pikiran buruk Kamala tentang dirinya.

Prabu mematik korek api, dan disulutkannya ke rokok yang sudah mengapit di antara bibirnya. Pagi ini mendung, dan guntur puluhan kali terdengar dari arah langit. Prabu tengah bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana jeans belelnya saat Kamala keluar dari kamar.

"Saya harus pulang ke Solo."

Prabu menengok ke arah Kamala berbarengan dengan asap rokok yang keluar dari mulutnya. "Kenapa tiba-tiba?"

"Saya sudah memikirkan matang-matang. Saya harus mencari tau kebenaran tentang jati diri saya."

"Jadi apa yang kamu temukan?"

Kamala maju mendekati Prabu. "Saya harus bertemu dengan Mbok Berek untuk menanyakan sesuatu. Dia pengasuh saya waktu masih bayi."

Tangan Prabu memilin rokoknya. Apa sewaktu masih bayi, Kamala sudah secantik sekarang ini? Tubuhnya dibalut kebaya berwarna merah dengan potongan dada yang rendah. Prabu tau kalau Kamala mengenakan pakaian tambahan di balik kebaya itu, tapi rasanya dia bisa melihat betapa mulus kulit payudara Kamala.

"Apa yang dia tau tentang kamu?"

"Entahlah, mungkin dia lebih banyak tau tentang siapa saya ketimbang diri saya sendiri. Kenapa?"

"Tidak apa-apa."

Ya tentu dia kenapa-kenapa. Kejantanannya menegang, terasa tidak nyaman sekarang karena membayangkan tubuh Kamala yang bugil.

"Saya akan mengantarmu. Ayo, berangkat."

Prabu mengambil kemejanya yang tersampir di atas kursi dan langsung melangkah keluar.

"Kamu belum sarapan, kan?"

"Belum," jawab Prabu saat dia menyalakan mesin mobil.

"Kita harus sarapan dulu."

"Saya tidak mau sarapan dengan sepiring belatung. Kalau sarapan dengan tubuhmu, saya mau."

Kamala mengerti sekarang kenapa raut wajah Prabu begitu tegang saat dia mengajak laki-laki itu berbicara. Diam-diam Kamala mencermati penampilannya sendiri. Semua biasa-biasa saja menurutnya, kebaya yang dia kenakan sudah pernah dia kenakan di depan Prabu, tidak ada sesuatu yang spesial dari penampilannya pagi ini hingga mampu membuat Prabu menjadi bergairah seperti itu.

Mungkin karena mereka tidak pernah lagi mengadakan kontak fisik selama seminggu terakhir, dan seperti dugaannya, pekerjaan yang membutuhkan perhatian penuh tidak cukup kuat mengalihkan pikirannya terhadap Prabu. Dia selalu memikirkan laki-laki itu meski mereka tidak saling berdekatan. Selama seminggu yang muram, Kamala menjatuhkan diri untuk melanjutkan pesanan baju pengantin pesanan kliennya yang terbengkalai, dan Prabu sibuk melakukan ini dan itu tanpa dia tau dengan jelas apa yang laki-laki itu kerjakan sebenarnya.

Dia tidak mungkin jatuh cinta dengan Prabu, cintanya masih bersemi untuk Saputra. Jika dibandingkan, mereka berdua tidak berada dalam level yang sama. Saputra adalah laki-laki yang lembut, sedangkan Prabu justru sebaliknya. Meski begitu, Kamala masih bisa melihat bahwa dirinya sendiri tertarik dengan pembawaan Prabu yang sembrono. Prabu menghidupkan kembali alasannya untuk bertahan.

"Di mana rumah pengasuhmu itu?"

Kamala menengok ke arah Prabu. "Dekat pasar klewer, nanti saya tunjukkan jalannya."

"Ngomong-ngomong. Setelah kejadian kemarin itu, apa tidurmu nyenyak? Kamu tidak memimpikan hal-hal aneh? Atau mungkin punya firasat tertentu?"

"Sebenarnya saya tidak bisa tidur setiap mengingat kejadian itu."

"Kenapa?"

Kamala menggigit bibirnya sendiri. "Saya takut, kalau saya tertidur, saya akan bangun di tempat yang lain."

"Kan ada saya di dekatmu."

"Tidak betul-betul di samping saya. Kalau pun kamu tidur di samping saya, saya tidak yakin kamu akan sadar kalau saya menghilang. Kamu selalu mengorok lebih cepat dari seharusnya."

Tawa Prabu menggema, hatinya diliputi kegembiraan saat mengetahui bahwa Kamala memperhatikannya diam-diam, sedangkan dia sendiri juga begitu. Mengawasi Kamala setiap kali dia berlenggak-lenggok di depannya. Sehabis memasak, sehabis mandi dan bangun tidur. Prabu bahkan menikmati pemandangan saat Kamala sibuk dengan kain-kainnya. Mengukur dengan telaten, dan memotong dengan akurat. Kamala terlihat sangat cantik saat bekerja. Seperti terjebak dalam dunianya sendiri dan dia tidak sempat menyadari bahwa ada orang lain yang memperhatikannya dari kejauhan.

Semuanya terekam jelas oleh panca indra Prabu. Kamala benar-benar gadis yang tumbuh dengan kesempurnaan seorang gadis priyayi. Dibesarkan oleh didikan yang keras. Darahnya yang murni tidak ternodai oleh tuntutan hidup yang mengikat manusia pada uang. Satu-satunya yang mengikat Kamala hanya tradisi busuk yang mengekang kebahagiaan dan haknya dalam memilih.

"Maaf ya, saya tidak pernah sadar kalau saya mengorok sekencang itu."

"Tapi kenapa kamu selalu menanyakan hal yang sama ke saya mengenai mimpi-mimpi atau sebuah pertanda?"

"Saya penasaran, mungkin kamu juga punya kekuatan yang sama seperti ibumu. Bisa melihat sesuatu yang tidak orang lain lihat. Sama seperti saat kamu melihat belatung di piring makan saya, sedangkan saya hanya melihat potongan ayam goreng. Dan saat pertama kali kita bertemu, saat kamu mengakui kalau kita melakukannya, tapi rasanya saya hanya bermimpi. Seperti kejadian itu tidak pernah benar-benar terjadi."

"Maksudmu saya berbohong kalau kita berdua memang pernah melakukannya bersama? Bahwa kamu pernah meniduri saya dengan sangat bernafsu."

"Ah, ini sebenarnya terlalu mengada-ngada, tapi tidak ada yang lebih masuk akal dari yang saya pikirkan seminggu ke belakang."

"Coba jelaskan kepada saya dari sisi mana hal itu terlihat mengada-ngada bagimu." Kamala merubah posisi duduknya menghadap ke arah Prabu sedangkan laki-laki itu sibuk mengendarai mobilnya.

Prabu menghisap dalam-dalam rokoknya sebelum berbicara. "Laki-laki yang kita lihat mirip dengan saya. Menurutmu, siapa dia?"

"Saya tidak tau, tapi mungkin dia seorang yang terpandang. Kamu ingat caranya berpakaian? Dia tampak seperti seseorang yang punya kekuasaan."

"Hmm, saya juga berpikir begitu." Prabu tersenyum lebar, geli dengan pikiran yang terlintas di benaknya kini.

"Kenapa kamu tersenyum begitu? Ada yang lucu?"

"Pikiran saya."

"Kenapa pikiranmu?"

Gumpalan asap rokok Prabu keluar dari hidung dan mulutnya. Di mata Kamala saat ini, Prabu begitu maskulin dan mengundang. Laki-laki itu rajin bercukur, tapi sepertinya pagi ini dia melewatkan ritualnya itu. Ada jenggot dan kumis tipis yang menghiasi wajahnya. Mata Prabu yang jahil dan sembrono selalu membuat Kamala gelisah setiap laki-laki itu melihatnya dengan pandangan mesum.

Anehnya Kamala sama sekali tidak pernah tersinggung dengan hal itu. Dia justru menemukan dirinya sendiri terangsang dan semua emosi yang keluar dari mulutnya setiap kali sewot dengan prilaku Prabu, hanya sebagai bentuk rasa kesalnya terhadap diri sendiri yang tidak bisa bersikap tenang menghadapi pejantan seperti Prabu.

"Dia sangat berbeda dari saya. Secara penampilan dan pembawaan."

"Kamu betul, dia terlihat lebih gagah."

"Memangnya saya tidak terlihat seperti itu?"

"Kamu lebih terlihat seperti preman mesum."

"Sialan," jawabnya sambil tertawa. "Jangan salahkan saya jika bereaksi seperti itu terhadap tubuhmu."

"Jadi saya yang harus disalahkan di sini?"

"Bukan salahmu juga terlahir dengan wajah dan tubuh seperti itu."

"Menurutmu dia siapa?"

Prabu tidak menjawab pertanyaan Kamala karena dia sendiri tidak tau siapa nama laki-laki yang mirip dengannya. Mengetahui bahwa di dunia ini ada seseorang yang mirip dengannya saja sudah membuat Prabu terkejut bukan kepalang. Jika hanya mirip sekilas mungkin bisa dipahami, tapi laki-laki yang dia dan Kamala lihat, bukan hanya mirip secara sekilas, tapi benar-benar sangat mirip.

"Saya sudah memikirkan kemungkinan paling tidak masuk akal."

"Apa?" tanya Kamala penasaran.

"Mungkin kita berdua memang sudah sama-sama sinting."

Raut wajah Kamala luntur begitu saja, dia tidak menanggapi perkataan Prabu, tapi jelas semua kata-kata itu telah mempengaruhinya.

"Jangan cemberut seperti itu, kamu mengerti tidak, bibirmu itu semakin menarik saja saat-saat seperti ini. Apalagi bibir bawahmu."

Kamala memejamkan matanya untuk mengusir bayangan itu. Dia malu mengingat bagaimana Prabu memuaskannya dengan cara yang tidak biasa, terlebih-lebih saat dia melihat raut wajah Prabu yang sama sekali tidak menganggap hal yang dilakukannya itu hal adalah penting. Kamala tidak bisa menahan diri untuk tidak membayangkan Prabu sering melakukan hal itu kepada pelacur-pelacur yang ditidurinya. Membayangkannya saja membuat Kamala kesal.

"Saya pikir dia seorang panglima, atau mungkin pangeran, tidak mungkin dia seorang berandalan sepertimu, kan?"

Prabu menengok ke arah Kamala. "Kenapa tidak mungkin? Apa karena penampilannya?"

"Ya, memangnya karena apa? Lagi pula cara dia berjalan saja berbeda denganmu."

"Apa bedanya?"

"Entahlah, hanya terlihat berbeda saja."

Kamala membuang pandangannya ke luar jendela, kini dia duduk seperti semula. Meluruskan kaki, dan menyandarkan punggungnya ke jok mobil. Jalan-jalan masing lenggang, tidak banyak orang yang keluar rumah di hari minggu. Tampaknya hanya mereka saja yang berniat menghabiskan hari ini untuk mencari kebenaran.

Kamala bisa melihat dari kejauhan puncak gunung Merapi. Hawa dingin tiba-tiba saja merayapi tubuhnya, dia takut melihat ke arah sana. Meski semuanya sudah berlalu seminggu, Kamala masih bisa merasakan bagaimana kalutnya dia saat tidak tau caranya untuk kembali ke dunia tempat seharusnya dia berada.

Sepanjang perjalanan mereka hanya menghabiskan waktu dalam diam. Kamala membuka suaranya saat mobil sudah memasuki wilayak pasar Klewer. Dia memberikan petunjuk kepada Prabu untuk mengarahkan mobilnya menuju kediaman Mbok Berek.

Saat mobil sudah berhenti di sebuah tanah lapang yang paling luas di daerah itu. Kamala turun lebih dulu dari mobil, disusul oleh Prabu yang berjalan di belakangnya.

"Kulo nuwon."

Seseorang menjawab dari kejauhan, Kamala dan Prabu melihat seorang perempuan tua berjalan tergopoh-gopoh menggunakan tongkat menuju ke arah mereka, mengingatkan Prabu pada Ki Ageng. Perempuan tua berkebaya kutu baru itu mengenali siapa yang datang berkunjung. Mata abu-abunya jelas memancarkan kebahagiaan saat melihat Kamala.

Kamala mendekati Mbok Berek dengan kedua tangannya yang terbuka, dia memeluk Mbok Berek seperti memeluk neneknya sendiri. Dengan senyuman yang tersungging di wajah, Mbok Berek menarik Kamala untuk masuk ke dalam tanpa memperdulikan laki-laki yang kini lebih senang berada jauh-jauh dari mereka berdua.

"Cah ayu wis sue ora teko mrene ono opo?"

"Ngapunten,mbok. Kudune aku luwih kerep teko rene."

"Pie kabarmu?"

"Apik lan waras."

Mbok Berek menepuk-nepuk tangan Kamala. "Opo sing gowo koe rene nduk? Opo koe wis ketemu ibumu?"

"Sudah, Mbok. Aku mampir ke sini untuk bertanya sesuatu tentang jati diriku."

Tatapan sendu Mbok Berek menatap kecantikan di wajah Kamala. Kecantikan yang sama seperti kecantikan yang dimiliki ibu kandung gadis itu. Diusia yang sama seperti Kamala sekarang, Mbok Berek ingat dia lah orang yang membantu Gayatri melahirkan. Disaat yang bersamaan pula Gayatri harus kehilangan nyawanya setelah menatap untuk sesaat dan meninggalkan beberapa pesan untuk anak yang dilahirkannya.

Gayatri berambut hitam berikal seperti Kamala, tapi tubuhnya tidak semontok anaknya. Mbok Berek masih ingat ketika Gayatri datang menemuinya dengan raut wajah ketakutan dan dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan kehamilan pertamanya. Mbok Berek cepat memahami bahwa memang ada yang tidak beres dengan kehamilan Gayatri di bulan-bulan terakhir sebelum bayi itu dilahirkan. Kecurigaannya semakin beralasan saat melihat Srima yang selalu dekat-dekat dengan Gayatri. Mbok Berek tau siapa Srima, perempuan itu seorang penganut ilmu hitam.

"Opo sing pengen mbok ngerteni nduk?"

"Tentang semuanya. Bapak selalu melarangku untuk tau tentang Ibu, tapi sekarang aku sudah besar untuk tau semua masalah yang terjadi di dalam keluargaku sendiri. Kakak sepupuku mengatakan sesuatu yang tidak ingin aku percayai, tapi rasanya begitu sulit untuk berhenti memikirkan itu."

Mbok Berek tertawa dengan suaranya yang parau. Dia mengambil kotak kinangnya dan mulai membuat cemilan yang selalu digemarinya sejak dulu.

"Aku membantumu lahir, kamu sudah tau itu, tapi selebihnya aku tidak mengetahui apa-apa."

"Mbok, tolonglah aku, aku mengalami banyak kejadian aneh belakangan ini. Aku bahkan bertemu dengan orang-orang yang aku tidak yakin apa mereka semua manusia, atau justru siluman."

Tangan Mbok Berek yang tengah melipat daun sirih berhenti seketika setelah mendengar ucapan Kamala.

"Laki-laki yang ikut bersamaku itu, dia juga melihat apa yang aku lihat. Dia bahkan menyelamatkan aku dari kematian. Aku berhutang nyawa dengannya."

Mbok Berek menjatuhkan perhatiannya kepada Prabu yang masih asik merokok di luar. Laki-laki itu gagah, tapi warna kulitnya benar-benar kontras dengan warna kulit Kamala.

"Ibu tiriku selalu memaksa aku untuk menikahi laki-laki yang sepadan, tapi aku sendiri tidak mengerti laki-laki macam apa yang harus aku nikahi? Apa dia harus punya jabatan atau dia harus punya gelar sama seperti diriku?"

"Bukan laki-laki seperti itu yang ibu tirimu maksud."

Kedua mata Kamala terbuka lebar, "Mbok tau tentang sesuatu?"

"Tidak banyak, nduk."

"Tolong ceritakan padaku tentang apa yang Mbok tau."

Mbok Berek memasukan lipatan daun sirih yang sudah diisi dengan gambir, tembakau, dan kapur. Mbok Berek mengunyah beberapa kali sebelum dia mengusapkan sirih itu ke seluruh gigi sambil memutar kembali kenangan yang bertahun-tahun lalu sudah terlewati.

Malam itu langit tampak lebih terang karena bulan purnama bersinar. Gayatri ada di atas kasurnya yang nyaman, berseprai putih dan berkelambu berwarna senada. Ada dua orang yang membantu proses melahirkannya, dan seorang laki-laki yang mondar-mandir di luar menunggu dengan perasaan gelisah. Sedangkan Srima entah berada di mana, tidak seperti biasanya dimana dia selalu mengekori Gayatri.

"Sakit sekali, Mbok."

Mbok Berek mengintip sedikit ke balik kain jarik yang digunakannya untuk menyelimuti kedua kaki Gayatri yang mengangkang. Belum ada pembukaan setelah tujuh jam Gayatri berkelut dengan sakitnya kontaksi. Pembantu Gayatri bergerak cekatan menghapus peluh di kening majikannya.

Tatapan mata Mbok Berek dan pembantu itu saling beradu, seolah-olah memahami apa yang tidak beres dari persalinan yang mereka hadapi. Mbok Berek berjalan terburu-buru keluar kamar untuk menemui laki-laki yang masih saja mondar-mandir di sepanjang koridor rumah.

"Gusti."

"Bagaimana keadaan Gayatri, Mbok?"

"Proses melahirkannya sulit, saya tidak yakin Raden Ayu Gayatri bisa melewatinya."

Raut wajah Birawa tampak terkejut, tapi Mbok Berek mengatakan sesuatu yang membuatnya lebih terkejut lagi.

"Saya ingin bertanya kepada Gusti Pangeran, apa anak itu benar-benar dibuahi sesuai semestinya?"

Tidak, Birawa tidak mungkin mengatakan kepada dukun beranak itu tentang bagaimana Gayatri akhirnya dapat hamil setelah menunggu selama sepuluh tahun masa pernikahan mereka. Gayatri terlalu menginginkan anak itu, sedangkan Birawa tidak sanggup menguburkan mimpi gadis yang telah dia cintai sejak kecil.

Mata tua Mbok Berek menemukan apa yang tengah dia cari. Di balik rasa terkejut Birawa, Mbok Berek hendak kembali lagi ke dalam kamar karena mengetahui tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Mbok, tunggu."

Langkah tertatih-tatih Mbok Berek terhenti saat dia melihat Birawa menghadang langkahnya dengan kata-kata. Birawa berjalan menghadap ke Mbok Berek dengan kedua tangan yang tampak canggung di samping tubuhnya sendiri.

"Mbok harus menyelamatkan Gayatri bagaimana pun caranya."

Mbok Berek meludah sembarangan, dia tidak peduli bahwa sikapnya ini bisa saja membuatnya kehilangan kepala. Di depan seorang pangeran seperti Birawa seharusnya dia bersikap sopan.

"Seharusnya Gusti Pangeran memikirkan baik-baik apa akibat dari semua yang Gusti lakukan."

"Aku tidak bisa menolak permintaan, Gayatri. Dia selalu menyalahkan dirinya karena tidak mampu memberikanku anak."

Kemarahan tampak jelas di kedua mata kelabu Mbok Berek. Siapa pun yang menatap Mbok Berek malam itu pasti akan berubah menjadi batu saking takutnya, tapi tidak Birawa. Dia terlalu panik dan kalut untuk merasakan intimidasi yang dilakukan perempuan tua di depannya.

"Saya bisa membuat anak itu lahir dengan selamat, tapi soal Bandara Raden Ayu Gayatri, saya tidak berjanji. Entah apa yang dijanjikan Srima kepada kalian."

Birawa tidak ingin menduga-duga darimana Mbok Berek tau mengenai rahasia yang paling dia tutup rapat-rapat dari telinga dan keingintahuan orang lain yang terus saja menodongnya dengan pertanyaan bagaimana bisa dia dan Gayatri akhirnya dikaruniai anak setelah menikah selama sepuluh tahun.

"Malam itu aku meniduri gadis lain, yang masuk ke dalam tubuhnya. Begitu juga dengan apa yang terjadi padaku. Aku tidak pernah ingat meniduri Gayatri hingga menyebabkan dia hamil. Aku tidak peduli anak itu terlahir selamat atau tidak, yang terpenting bagiku hanya nyawa Gayatri."

Bibir Mbok Berek berdecik menghina laki-laki yang dipanggilnya Gusti Pangeran. Belum pernah Mbok Berek menatap orang lain sehina saat dia menatap Birawa malam itu. Seperti ada penyakit yang menular menjijikan dari diri Birawa yang mampu membunuh orang lain.

"Berharaplah agar Tuhan tidak mengutuk anak itu atas perbuatan kalian."

Mbok Berek meninggalkan Birawa meratapi nasib malangnya seorang diri. Sedangkan dia kembali masuk ke dalam kamar tempat Gayatri bertaruh nyawa demi anak yang dikandungnya.

***

Semoga hari kalian menyenangkan. Gimana nih untuk part ini? Masih menarik nggak? 😁

Kalau masih tunggu lanjutannya yaaaaa... Jangan lupa coment dan like.

Continue Reading

You'll Also Like

701K 6.6K 2
Sudah terbit di Karos Publisher "Apakah kelak cinta ini akan jadi cinta tak bertuan? Apakah kelak cinta ini takkan ada ujungnya dan terus berjalan ta...
173K 9.5K 26
NO COPAS/REMAKE!!! CERITA INI BELUM MENGALAMI REVISI EYD... Aku menemukan bidadari kecil. Sayang, bidadari itu tidak sempurna. Sayapnya patah. Ia tid...
98.6K 7.1K 25
"Sayangnya, aku tak berminat kepadamu!" - Keita Sato "Laki-laki itu seperti monster berwajah manusia." - Himeka Keinan Keita Sato adalah pemuda Jepa...
2.4M 177K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...