[✔] 5. 真実 [TRUTH] : The Prolog

By tx421cph

3.2M 443K 752K

The Prolog of J's Universe ❝Tentang cinta yang murni, keserakahan, hingga pertumpahan darah yang membawa peta... More

Pembukaan
Tokoh : Bagian 1
Tokoh : Bagian 2
Tokoh : Bagian 3
00
01. Para Giok Kerajaan
02. Nyanyian Naga Emas
03. Tangisan Hutan Neraka
04. Amarah Zamrud Hijau
05. Dewi Penjaga Lembah Surga
06. Kisah Kelam Anak Raja
07. Dongeng Sang Penyair
08. Punggung Putih Sang Peony
09. Pangeran Yang Diberkati
10. Sang Matahari Menaruh Hati Pada Peony
11. Bertanya Pada Roh
12. Dewi Kemalangan
13. Aku Mencintaimu
14. Payung Merah
15. Hati Sang Naga
16. Kasih Tak Sampai
17. Tangisan Para Adam
18. Terikatnya Benang Merah
19. Aliansi
20. Pedang Bermata Dua
21. Perangkap
22. Pilar Yang Patah
23. Setetes Darah Di Telaga Surgawi
24. Yin
25. Kekalahan Yang
26. Bencana Surgawi
27. Istana Para Iblis
28. Naga Emas VS Yin
29. Ksatria Terbuang
30. Kisah Janji-Janji Lampau
31. Sekat Terkutuk
32. Serpihan Setangkai Bakung
33. Mimpi Buruk Putra Naga
34. Pedang Bermata Dua
35. Darah Di Ujung Pedang
36. Menyingsingnya Matahari
37. Awal Mula Kehancuran
38. Zamrud Beracun
39. Kubangan Berdarah
41. Peony Berdarah
42. Pion-Pion Yang Patah
43. Sang Pembelot
44. Pion terakhir
45. Permata Tersembunyi
46. Pelarian Panjang
47. Aliansi Terdesak
48. Rubah Di Balik Jubah
49. Sebuah Janji
50. Keturunan Sang Naga
[Final - Bagian I] Pedang Dan Bunga
[Final - Bagian II] Tangisan Terakhir Merak Putih
[Final - Bagian III] Akhir Para Legenda
Son of The Dragon
The J's Universe
Mother of The Dragon

40. Tawanan Raja

24.1K 3.9K 4.3K
By tx421cph


"Bahkan jika kau menangis darah, aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Selamat Membaca

"Bandit Gwanaksan telah dibantai oleh kerajaan!"

"Akhirnya! Akhirnya! Desa kita sudah aman!"

"Hah! Tapi bukankah kelompok Gwanaksan selalu menolong desa kita saat kekurangan pangan?! Aku sering mendengar itu!"

"Bukankah itu hanya rumor yang dibuat-buat?! Mana mungkin mereka berbuat baik seperti itu!"

"Menyedihkan saat tahu jika mereka mencoba untuk menipu warga Goryeo! Menyedihkan!"

Songak digemparkan oleh kedatangan rombongan kerajaan yang baru saja kembali dari gunung Gwanak. Mereka berkerumunun untuk melihat Raja yang berada di barisan paling depan, memimpin jalan dari atas kudanya yang berwarna hitam. Sebilah pedang legenda Yin berada tepat di belakang punggungnya, sempat membuat beberapa warga desa merinding.

Di belakang Raja, terlihat seonggok mayat yang diikat di sebuah kayu dan dibawa oleh empat orang prajurit. Guan Yu dengan Zamrud Hijau di punggungnya menjaga dari belakang, menambah kesan mencekam yang membuat seluruh warga langsung mundur.

Jika biasanya rombongan kerajaan selalu disambut oleh sorak sorai warga desa ketika berhasil memberantas sarang bandit, namun saat ini semuanya sangat berbeda. Mereka semua terdiam, tidak tahu harus merasa senang atau marah, mereka hanya terkejut dan menahan suara di tenggorokan.

Ada yang percaya jika bandit Gwanksan adalah penyebab dari kekacauan Goryeo, ada yang percaya jika sebenarnya kelompok itulah yang selalu membantu rakyat kecil dari kelaparan secara diam-diam.

Dan sekarang kini mereka melihat bagaimana pemimpin Gwanaksan itu mati dengan sangat mengenaskan di tangan Raja mereka. Untuk pertama kalinya pula mereka melihat bagaimana rupa pemimpin bandit itu, seorang pria yang dirumorkan memiliki bekas luka codet di matanya, dan bekas luka yang ditinggalkan oleh Panglima Hwang Je No itu memang benar-benar ada di sana.

Tubuh mayat itu diikat pada sebuah tongkat kayu, dan kepalanya yang hampir putus membuat semua orang merinding.

~~~


"AKU INGIN MEMAKAMKAN JASAD WANG JIN!! MENYINGKIR KALIAN SEMUA!!"

"Maaf Hwangja-nim, sesuai perintah Raja kami tidak bisa membiarkan siapapun menyentuh jasad Pangeran Wang Jin."

"APA KALIAN SUDAH GILA?! BAGAIMANA MUNGKIN KALIAN TIDAK MEMAKAMKAN ANGGOTA KELUARGA KERAJAAN DENGAN LAYAK?! WANG JIN ADALAH PANGERAN TERTUA SETELAH WANG YEOL!!"

Perdebatan antara para pangeran dan prajurit kerajaan terlihat sangat menegangkan. Ini hari kedua Wang Hun dan Wang Han memaksa para prajurit yang menjaga kepala Wang Jin untuk dimakamkan di pemakaman istana, dan lagi-lagi semua berakhir seperti kemarin. Mereka tidak bisa menerobos begitu saja dan merebut kepala kakak mereka yang digantung tanpa belas kasihan. Apalagi Sang Raja masih belum kembali dari perburuannya, prajurit-prajurit itu semakin tak berani untuk melanggar.

Mereka harus tega, atau mereka sendiri yang kepalanya berakhir digantung seperti Wang Jin.

Penasihat Seon dan pengajar kerajaan pun tak bisa membantu, apalagi Hwang Je No. Semenjak Wang Jae menjadi Raja, tak seorang pun dari mereka yang bisa berkutik di dalam situasi tragis ini.

"PERSETAN DENGAN PERINTAH RAJA! AKU TIDAK PEDULI! AKU TIDAK PEDULI DENGAN SELURUH ANCAMANNYA! DIA HANYALAH WANG JAE! DAN AKU SAMA SEKALI TIDAK TAKUT!!" Wang Han dengan tenggorokannya yang terasa sangat kering, berteriak di depan para prajurit tersebut.

"Dia hanyalah Wang Jae?"

Mimpi buruk datang ketika orang yang mereka bicarakan sejak tadi mendadak muncul dari belakang tanpa pemberitahuan apapun, para prajurit itu langsung menegakkan tubuhnya dengan kaku dan meneguk ludahnya, takut setengah mati.

Wang Jae yang masih mengenakan pakaian mewah Raja dengan jubah hitam yang biasa ia kenakan untuk berburu, terlihat berdiri menjulang tak jauh di belakang kedua saudaranya.

Sempat memandangnya dengan tajam, kemudian menyeringai tipis dengan khas.

Wang Hun nyaris saja ingin menarik kerah pakaian Raja, namun Han sejak tadi tak berhenti menggenggam tangan kakaknya, meminta Hun untuk tidak bertingkah ceroboh dan berakhir nyawalah yang melayang.

Han sangat marah, namun ia sadar sama sekali jika mereka tak berdaya.

"Pyeha..."

"Jadi kalian sama sekali tidak takut denganku?" Wang Jae masih tenang, mengedikkan sepasang alisnya. "Itu menarik, tapi aku seharusnya tidak terkejut," dia lantas tertawa kecil. "Lihatlah, aku memiliki sesuatu untuk kalian semua yang sedang menungguku di sini."

Dua prajurit yang mengikutinya sejak tadi dari belakang, maju dua langkah ketika Wang Jae menggeser tubuhnya. Mereka membuka kain hitam yang menutupi sesuatu yang mereka bawa, hingga saat benda yang rupanya adalah jasad itu dilemparkan ke atas tanah, semua orang nyaris memekik.

Seorang pria bersimbah darah dengan kepala yang nyaris putus.

Hwang Je No tak bisa menahan keterkejutannya, tangannya yang mencengkeram Pedang Naga Emas terlihat mengerat hingga buku-buku jarinya memutih. Panglima itu nyaris tidak bernapas ketika dia melihat bekas luka yang pernah ia torehkan di atas wajah jasad tersebut, dia nyaris tidak memercayai bahwa pria tak bernyawa itu benar-benar Yoon Gi,

Wang Jae tidak pernah bermain-main dalam setiap kata-katanya, dia tidak bercanda ketika mengatakan ingin membantai seluruh kelompok Gwanaksan tanpa sisa.

"Yoon Gi..." gumaman Je No hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri, seperti tubuhnya berubah menjadi patung batu, gravitasi bumi mendadak seolah membesar.

Hwang Je No sangat terkejut sampai ia tak bisa menggambarkan bagaimanakah perasaannya saat ini.

"Wang Jae. Aku merasa... kehadirannya bukanlah suatu pertanda baik. Kau boleh percaya atau tidak tentang yang satu ini, tapi aku merasa bisa saja Wang Jae adalah salah satu bencana bagi Goryeo. Bahkan mungkin malapetaka besar."

Sesungguhnya Hwang Je No tidak pernah melupakan apa yang dikatakan Yoon Gi padanya hari itu. Firasat yang sangat diyakini oleh Yoon Gi, yang sayangnya Je No mencoba untuk tidak pernah memercayainya.

Sekarang siapa yang bisa ia salahkan?

Ia dan pedangnya sendiri tidak bisa menghentikan bencana yang sudah terjadi ini.

"Lihatlah," suara lantang Sang Raja terdengar, "dia dan anak-anak telantar yang tak berguna lainnya adalah kutukan untuk ibuku, mereka tak pantas untuk hidup lagi setelah ibuku meninggal. Lihatlah! Lihatlah sebuah contoh kecil ini!"

Wang Jae menunjuk jasad Yoon Gi dengan Pedang Yin secara terang-terangan, pedang hitam yang mengkilat, dengan bau anyir darah yang masih melekat, menusuk indra penciuman dengan tajam.

"Jika kalian mencoba untuk memberontak, melawanku, atau mengancam kedudukanku!" Serunya dengan nada tinggi, "ingatlah, aku tidak pernah memiliki belas kasihan untuk mengampuni nyawa seseorang."

Dengan begitulah, semua orang termasuk para petinggi kerajaan sama sekali tak berani berkutik bahkan berkedip. Raja bengis dengan pedang legenda paling mematikan berada di hadapan mereka, menyeringai dan menyerukan ancaman berkedok perintah yang membuat mereka semua tunduk tanpa ampun.

Raja Gwangjong telah tiada, Pangeran Mahkota Wang Yeol tak ada lagi, dan Pangeran Wang Jin kini tak lagi bernyawa. Lantas, kepada siapa mereka bisa menaruh harapan dan meminta perlindungan dari diktator bengis ini?

Hwang Je No mulai berkeringat dengan napas yang pendek-pendek sembari memandangi mayat Yoon Gi, hingga dia merasa sebuah pedang tajam diarahkan kepadanya.

Raja bersuara, "kini saatnya kau berurusan denganku, Hwang Je No."

***

"Yoon Gi... dibunuh? Jasad yang dibawa orang-orang kerajaan adalah Tuan Yoon Gi?"

Son Je Ha merasa lututnya sangat lemas, meski dia tak diijinkan untuk keluar dari gyobang sama sekali, kabar mengenai rombongan Raja yang baru kembali tetap sampai ke telinganya.

Dia sudah sangat terkejut ketika tahu jika Wang Jae berhasil membantai habis markas Gwanaksan, namun jasad yang lehernya hampir putus itu membuat Son Je Ha nyaris tak bisa bernapas.

"Menjauhlah dari Wang Jae sebelum terlambat, aku tahu dia adalah putra dari seseorang yang sangat ku hormati, tapi Wang Jae adalah orang tak berhati."

"Wang Jae... dia membunuh Raja dan juga pemimpinku."

"Larilah Son Je Ha, sejauh mungkin dan secepat mungkin, karena kaulah tujuan terakhir Wang Jae."

"Son Je Ha! Nak!"

Wanita muda itu menarik napas sepanjang mungkin, nyaris tersedak. Bulir keringat dingin memenuhi dahi dan garis rambutnya, wajahnya sedikit pucat dengan kantung mata yang melebar, membuatnya nampak seperti orang sakit.

Dia menatap Yoon Hyang, gisaeng haengsu itu terlihat begitu khawatir dan tangannya tak lepas dari lengan Je Ha, takut wanita muda itu ambruk kapan saja.

"Nyonya Yoon, b-bagaimana ini... Tuan Yoon Gi telah terbunuh..." dia berkata dengan gemetaran.

"Semuanya telah habis, rumah Na Yoon pun tak lagi ada, nak."

Nyonya Yoon menangis, air matanya mengalir begitu saja tatkala ia merengkuh lembut tubuh ringkih wanita yang jauh lebih muda darinya. Tubuh itu gemetar, menggigil seperti kedinginan.

Dia khawatir, bukannya menjaga kesehatan saat kehamilannya, Son Je Ha malah terlihat semakin ringkih seperti bisa mati dan keguguran kapan saja.

"Tak bisakah aku pergi dari sini?" Perempuan itu menderu, mencengkeram pelan hanbok Nyonya Yoon. "Aku takut, takut... Nyonya Yoon mari kita pergi..."

Jangankan seorang gisaeng haengsu seperti Yoon Hyang, para petinggi kerajaan dari klan bangsawan terpandang pun sama sekali tidak berkutik. Wanita itu menghembuskan napas pelan mendengar permintaan menyedihkan anak angkat tercintanya, terus membisikkan kata-kata penenang yang tidak berguna.

"Yang Mulia Raja tidak akan membunuhmu, nak," ujar Nyonya Yoon, "dia tidak akan... membunuhmu, kau akan selamat. Jangan takut, jangan takut."

Ini bukan masalah Son Je Ha takut Wang Jae akan membunuhnya, dia hanya—

BRAKK!!!!

Pintu rumah gyobang digebrak dengan keras— tidak, seseorang baru saja menendang pintu utama gyobang hingga hancur. Kedua perempuan di dalamnya terkejut setengah mati, dan Yoon Hyang secara refleks menyembunyikan Son Je Ha di belakang tubuhnya.

Pria bertubuh jangkung dengan perawakan bongsor. Berpakaian serba hitam dengan sebilah pedang bermata hijau terkutuk di belakang punggungnya. Berwajah sedingin dataran Arktik dengan ikat kepala di dahinya.

Tatapan dingin namun penuh hawa membunuh itu langsung tertuju ke arah perempuan yang lebih muda.

"Persiapkan wanita muda ini, Yang Mulia Raja akan segera datang."

Yoon Hyang terkejut, "a-apa?!"

Guan Yu langsung meliriknya tajam, "apakah kurang jelas?"

"M-mengapa Raja ingin membawanya sekarang?! B-bukankah seharusnya setelah Son Je Ha melahirkan bayinya?!" Wanita itu masih menghalangi Son Je Ha dari jangkauan pandangan Sang Eksekutor.

Pria menakutkan itu memicing, "mengapa tidak kau tanyakan saja pada Raja secara langsung? Aku hanya menjalankan perintahnya."

"Ini... ini tidak seperti apa yang telah disepakati sebelumnya!" Kini gisaeng haengsu itu yang gemetar.

"Memangnya kau siapa berhak untuk menuntut? Perintah Raja adalah mutlak, apa pedulimu meski dia melanggar kesepakatan? Dia bisa mengubah keputusan apapun sesuka hatinya."

Mendengarnya, Son Je Ha merasa seperti bahwa ini adalah akhir dari hidupnya. Dia benar-benar tidak tertolong, dan tidak akan ada seorang pun yang mampu untuk menolongnya.

Namun, perempuan itu terus berdoa tanpa henti sembari mengusap benang merah di jarinya dengan gelisah.

"Persiapkan dia dengan tampilan lebih layak dan kenakan pakaian terbaik, atau aku akan menjambaknya dan menyeretnya keluar dari sini."

~~~

Pintu dan jendela ditutup rapat-rapat, tak ada orang ketiga di antara dua orang yang tengah bersitegang di aula Raja kala itu. Suasana masih sunyi senyap, namun hawa membunuh yang sangat kental membuat tempat tersebut seolah bagai neraka.

Hwang Je No masih berdiri di tempatnya dengan tubuh kaku. Rasa syoknya akibat melihat jasad Yoon Gi masih tersisa, dan ia sama sekali tak berani untuk angkat bicara di depan Wang Jae yang duduk dengan santai di singgasana kebesarannya.

Entah, sepertinya Wang Jae sengaja. Cukup lama ia memandangi Panglima Perang kerajaan yang kini nampak seperti tikus ketakutan yang menyedihkan, dan pemandangan itu membuat Raja merasa sangat puas.

Wang Jae menarik napas, berdiri sembari menautkan tangannya di belakang punggung. Jubah hitam yang selalu ia kenakan kini telah tanggal, menyisakan gwanbok Raja bersulam phoenix dari emas.

"Seharusnya kau sudah tahu apa yang akan ku katakan, bukan?"

Hwang Je No masih diam saja meski Raja telah melontarkan pertanyaan kepadanya, tapi tentu saja dia tahu persis apa yang dimaksud oleh Sang Raja disini. Dia tahu betul akan kemana pembicaraan ini mengarah, dan pilihan Sang Panglima hanyalah diam dan patuh menunggu kalimat selanjutnya.

Dia tak akan coba-coba untuk menyulut api kepada matahari.

Selang beberapa saat, terdengarlah tawa ringan di dalam ruangan itu. Hwang Je No tak berani untuk mengangkat pandangannya, namun dia tahu Wang Jae mulai berjalan turun dari singgasana dan mendekat ke arahnya.

Tanpa berbasa-basi, berkatalah pria yang lebih muda. "Guan Yu akan segera membawa Son Je Ha kemari," ujarnya pelan.

Sang Panglima masih tak bereaksi, bahkan untuk mengepalkan tangan saja ia tak bisa. Hanya sorot pandangnya yang berubah menjadi lebih nanar, maupun detak jantungnya yang berpacu lebih cepat.

"Hwang Je No, Hwang Je No," Raja tertawa lagi, "seharusnya kau benar-benar bersyukur karena aku masih mengampuni setelah tahu kau berhubungan dengan perempuan itu di belakangku," seringai khasnya terlukis di wajah tampan itu, "seharusnya kau berysukur."

Hwang Je No masih berdiri tegak dengan Pedang Naga Emas di punggungnya, terus diam seperti batu.

Wang Jae berjalan mengitari Je No, meletakkan telapak tangannya di bahu Sang Panglima dan berkata dari belakang. "Aku di sini untuk memberimu peringatan, bukan untuk bernegosiasi, Hwang Yong-Geum. Kau masihlah kesayangan para rakyat bukan? Jadi jagalah gelar dan topengmu itu."

Ayo, lawanlah Hwang Yong-Geum! Lawanlah!

Itulah yang ingin Hwang Je No lakukan sejak tadi. Dia ingin memberontak, dia ingin menarik Naga Emas di punggungnya, dia ingin berteriak bahwa meski dia hanyalah seorang Panglima Perang dirinya juga patut melindungi seseorang yang sangat dia cintai.

Sayangnya, semua itu hanya bisa tertahan di ujung bibir. Je No menelan semua keinginannya dengan mentah-mentah.

"Bayi itu... adalah anakku," hanya itu kalimat yang meluncur dari bibir Hwang Je No kemudian.

Dan kata-kata itu menarik perhatian Wang Jae, Raja segera menggulir obsidian kelamnya. Dengan tangan tertaut di belakang punggung, dia berjalan dan berpindah posisi ke hadapan Sang Panglima Perang.

"Aku tahu," entengnya, "apakah kau khawatir aku akan mengklaim janin itu?"

Je No diam, namun kini dia balas menatap.

Tertawalah Raja sekali lagi, "tidak kok, tenang saja, lagipula aku tidak membutuhkan seorang anak haram."

Hwang Je No segera mengepalkan tangannya, "dia adalah anakku," sahutnya cepat dengan nada yang sedikit menusuk, "tidak ada yang namanya anak haram di dunia ini, semua manusia lahir dengan berkah dari Tuhan."

"Wow wow apakah kau tersinggung?" Raja mengangkat kedua tangannya, kemudian tertawa kecil, "maaf aku kelepasan sedikit hahaha."

Sepasang alis Panglima Perang berkedut cepat, "Son Je Ha dan anakku bukan sesuatu yang bisa anda jadikan sebagai candaan."

"Ahh," Wang Jae melemaskan otot-otot lehernya, bertingkah seperti tak peduli. "Baik baik Hwang Je No, kau sungguh sensitif haha."

Hwang Je No tak begitu banyak berekspresi— lebih tepatnya dia mencoba untuk mengendalika diri dan menyadari posisinya di sini.

Raja itu kembali membalikkan badan, "tapi bagaimana pun, jalang itu adalah milikku—"

"Pyeha," nada Hwang Je No terdengar lebih tinggi dari sebelumnya.

"Dia adalah milikku dan kau tak bisa melakukan apapun atau memberiku tawaran lain," Wang Jae tak peduli, terus berbicara. "Sesuai kesepakatan yang telah ku setujui sebelumnya, aku sesungguhnya ingin membunuh bayi itu namun aku merasa kasihan padamu," decihnya.

Benar-benar butuh kekuatan besar bagi Je No untuk mengendalikan dirinya.

"Aku akan membiarkan dia melahirkan bayi itu, lalu bawalah anakmu itu pergi dari istana bersamamu, maka Son Je Ha akan aman bersamaku."

***

"AKU TIDAK MAU PERGI!!!"

Guan Yu sudah mengangkat tangannya, bersiap untuk melayangkan sebuah tamparan ke wajah perempuan gisaeng yang kini telah menggunakan hanbok terbaik dari kerajaan, namun sepersekian detik ia berhenti, mengurungkan niatnya.

Son Je Ha terus berteriak dan memberontak, membuat Guan Yu merasa sangat kesal setengah mati. Jika saja wanita ini bukan calon istri Raja, dia pasti benar-benar sudah membunuhnya sejak lama.

Perempuan yang sangat menyusahkan.

"ARGH!!"

Eksekutor kerajaan itu terkejut setengah mati ketika Je Ha menggigit lengannya kuat-kuat, cengkeramannya pada wanita muda itu terlepas hingga kemudian Son Je Ha berlari menghampiri Nyonya Yoon Hyang di belakang.

"Jalang brengsek!" Guan Yu mengumpat tertahan.

"Nyonya Yoon! Nyonya Yoon aku tidak mau pergi! Aku tidak ingin pergi dari sini!" Perempuan itu menangis, "biarlah aku menjadi gisaeng selamanya di gyobang, tapi aku tidak ingin menjadi istri Raja!!"

Seperti seorang anak kecil yang tidak ingin dipisahkan dengan paksa dari ibunya, Son Je Ha tak mau melepaskan cengkeramannya di lengan Sang gisaeng haengsu. Dia terus menangis dan itu membuat Nyonya Yoon sungguh tak sampai hati.

"Nak, mereka tidak akan menyakitimu, percayalah padaku," wanita itu mencoba untuk tersenyum. Sebuah senyuman menyakitkan.

"Aku tidak mau! Aku tidak mau berpisah denganmu, Nyonya Yoon!!"

Menarik napas kuat-kuat, Nyonya Yoon lantas menghambur. Memeluk wanita muda secantik Dewi yang selalu ia perlakukan seperti putrinya sendiri. Ia rengkuh tubuh itu dengan lembut, dengan cukup hati-hati. Pelukan yang hangat dan sarat kasih, mampu untuk menenangkan Son Je Ha sedikit.

"Nak, kau bisa memercayaiku, mereka tidak akan menyakitimu maupun bayimu, kau hanya akan tinggal di istana, kau tidak akan dibunuh atau pun di sakiti. Aku bersumpah, percayalah," wanita yang lebih tua berbisik, memejamkan matanya dan berusaha untuk menahan diri agar air matanya tak tumpah.

"Aku takut..." tubuh itu masih gemetaran.

"Kau akan baik-baik saja, ya? Tidak ada yang perlu kau takutkan, kau dan bayimu akan aman," Nyonya Yoon menangkup wajah cantik itu setelah melepaskan rengkuhannya.

Perempuan itu masih terisak, "Nyonya Yoon, aku— aku masih ingin tinggal denganmu huhuu aku takut... aku tidak mau pergi..."

Kemudian, Yoon Hyang berbisik, lebih pelan dari sebelumnya, "ku harap kelak kau akan berbahagia dengan Hwang Yong-Geum."

Merasa keduanya terlalu lama berbicara, Guan Yu merotasikan netranya, kemudian menghampiri Yoon Hyang dan Son Je Ha, menarik perempuan yang lebih muda untuk menjauh.

"T-Tuan Guan! Jangan kasar terhadapnya!" Seru Nyonya Yoon.

Guan Yu menghembuskan napas kasar, "maka suruhlah perempuan ini diam dan menurut, aku tidak mau Yang Mulia Raja menunggu lebih lama."

"Nak, pergilah, pergi!"

Son Je Ha merasa seperti kakinya terpaku di atas tanah bumi, namun dia tetap mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri dan memercayainya semua yang dikatakan Nyonya Yoon sebelumnya jika ia akan baik-baik saja, dan Raja tidak akan melakukan apapun pada bayi yang sedang dikandungnya.

Meski hidup menjadi seorang gisaeng adalah sebuah ketidakberuntungan dalam hidupnya, menjadi istri seorang diktator seperti Wang Jae sungguh seperti sebuah kutukan.

"Pergilah, dan berjanjilah kepadaku untuk terus berjalan dan jangan melihat ke belakang."

Guan Yu membawanya, menarik Son Je Ha dan membawanya pergi meninggalkan tanah gyobang. Perempuan itu masih tak bergeming, suara terakhir Nyonya Yoon barusan, masih terngiang di telinganya sampai ia keluar dari gerbang gyobang.

Suara pedang yang ditarik, hiruk pikuk penderitaan yang melolong di langit Goryeo, semuanya membuat Son Je Ha merasa sangat sesak. Guan Yu terus menariknya untuk pergi dengan paksa, meski Yoon Hyang menyuruhnya untuk tidak berlaku kasar, namun pria itu tetap melakukannya.

Semuanya seperti terjadi begitu lambat, Son Je Ha masih ingat betul bagaimana ia memberontak dan meraung dalam genggaman Sang Eksekutor, bagaimana air matanya semakin turun seperti hujan badai di tengah malam.

Para prajurit itu menebas Nyonya Yoon Hyang.

Wanita itu dieksekusi tanpa ampun.

Son Je Ha bahkan masih sempat melihat wajah terakhir Nyonya Yoon yang mencoba untuk tersenyum ke arahnya dengan tubuh bersimbah darah hingga akhirnya wanita itu ambruk ke atas tanah.

"Saya mohon, jangan pernah sakiti Son Je Ha, Pyeha!"

"Hahaha entahlah, aku tidak bisa berjanji."

"Apapun! Apapun akan saya lakukan asalkan Yang Mulia berjanji untuk tidak pernah menyakitinya maupun bayinya! Saya mohon biarkanlah mereka tetap selamat!"

"Apapun? Lalu... apa yang akan kau berikan padaku untuk menukar keselamatannya?"

"Saya... tidak cukup yakin apakah saya bisa menukarnya dengan hidup saya."

"Menukar nyawamu untuk jaminan keselamatan Son Je Ha dan bayinya? Menarik, Yoon Hyang."





Bersambung...


.
.
.




maaf ya lama...

hehe 😅😅😅

Continue Reading

You'll Also Like

507K 96.7K 56
When I hate you, aku cuman aktingㅡcinderèyna, 2O2O
26.8M 2.6M 52
[Telah dibukukan, tidak tersedia di gramedia] ❝Percayakah kau akan sebuah reinkarnasi? Sebuah pengulangan tragedi kisah cinta yang dikenang sepanjang...
32.8K 3.5K 24
Teruntuk, Jung Jaehyun. Sincerely, Satu di antara jutaan hati yang memilihmu.
33.3K 5.2K 171
Lu Gu menikah atas nama saudara laki-lakinya dan menikah dengan pemburu ganas di Desa Qingxi. Betapapun bersalahnya dia, di bawah paksaan pemukulan...