The Red Hair Man

By elvabari

222K 20.6K 1.3K

[The Wattys 2022 winner - Fanfiction] Berawal dari rasa simpati dan kenaifanku, membawaku ke dalam kehidupan... More

[01] The Red Haired Man
[03] Kidnapped
[04] The Callenge
[05] What Are You?
[06] Revenge
[07] Amnesty
[08] More Than A Leader
[09] Villainous
[10] Crossed The Line
[11] Home
[12] Wrong Safe Place
[13] Another Warning
[14] Escape Plan
[15] Anger
[16] Conscience
[17] Pillow Talk
[18] Destroyed
[19] Don't...
[20] Don't Hold It
[21] Yours
[22] Explode
[23] If This Is Wrong
[24] If Everything Become Normal
[25] Trust
[26] Deadfall
[27] Bloodshed
[28] The End Of Ascendant
[29] Broken Promise
[30] The Only Perfect One
[Bonus Part] The Black Haired Groom

[02] Meet Again

10.8K 945 30
By elvabari

"Semoga kita benar-benar tidak bertemu lagi."

INI seperti sudah menjadi kebiasaanku. Setiap kali melewati gang itu, aku akan berhenti untuk menengok ke dalam sana sejenak. Meski hanya ada kekosongan seperti biasa yang kudapat.

Sudah hitungan minggu sejak kejadian itu. Aku sungguh tidak lagi melihat wujudnya. Seperti yang diharapkan di pesan singkatnya bahwa kita tidak akan bertemu lagi.

Tapi entah mengapa, aku masih saja memikirkannya.

Apa dia sudah mendapat perawatan lebih baik? Dia tidak mati, kan?

Aku masih memikirkan bagaimana dia bisa pergi secepat itu di saat luka di perutnya belum mengering. Aku benar-benar tidak konsisten padahal di sisi lain juga takut akan perawakannya yang menyeramkan itu.

Langkah kakiku membawa diriku masuk ke mini market di persimpangan. Seperti biasa, aku merasa enggan untuk sampai ke rumah dengan segera dan memilih untuk makan malam di sini.

Kubeli satu cup ramyun dan kimbab beserta minuman dingin. Setelah membayar, aku lekas ke sudut minimarket di mana meja makan berada.

Malam sudah cukup larut. Suasana yang pas sekali untuk menikmati makanan sederhana ini. Aku selalu merasa lebih nyaman di sini dibandingkan di rumah. Karena bagiku, rumah hanya berfungsi sebagai tempat beristirahat saja.

Juga demi menghindari kemungkinan Ibu sudah pulang.

"Ough, nikmat sekali," desahku setelah menyeruput kuah ramyun kesekian kalinya.

Sambil membuka bungkusan kimbab kedua, mataku berkelana ke luar jendela. Seseorang baru saja keluar dari mini market ini lalu duduk di salah satu kursi. Begitu saja aku memerhatikannya yang tengah menyulut sebatang rokok di mulutnya.

Rambut merah di balik tudung jaketnya terlihat familiar. Samar-samar ada tato di leher—

"Uhuk!!"

Aku tersedak kimbab yang baru saja kugigit. Segera meneguk minumanku banyak-banyak sebelum fokusku kembali ke orang itu.

Dia pria si rambut merah itu, bukan?!

Jantungku mendadak berdetak cepat. Padahal ramyun yang kumakan belum tandas tetapi nafsu makanku hilang begitu saja. Hanya karena melihat sosoknya ada di sini, di dekatku, dan mungkin saja akan melihatku!

Oh, dia sudah melihatku.

Mata tajam itu sudah menemukanku. Seperti maling yang tertangkap basah, tubuhku bergidik ketakutan melihat tatapannya seperti menghakimi keberadaanku.

Tapi aku sempat terpana dengan rupa wajahnya yang sudah bersih dari luka.

Meski terbingkai tudung jaketnya, kunilai bahwa wajah tegas itu bisa dikatakan menawan. Kulitnya putih pucat dengan kontur yang tidak terlihat seperti jenis wajah warga negara ini. Bibirnya terlihat penuh menyeimbangi bentuk hidungnya. Matanya bisa dikatakan sayu tetapi tidak mengalahkan cara tatapnya yang penuh mengintimidasi.

Aku harus segera pergi dari sini.

Mengabaikan makananku yang masih tersisa, aku melompat turun dan keluar dari minimarket. Sekeras mungkin tidak menoleh ke arahnya kala melewati meja tersebut lalu berjalan cepat menjauh diiringi debaran jantung yang sudah menggila.

"Semoga dia tidak mengingatku. Lebih bagus kalau dia memang benar-benar tidak mengenalku." Aku merapalkannya beberapa kali. Berharap dia memang tidak mengingatku apalagi menyusulku.

Karena entah mengapa, rasanya ada yang mengikutiku dari belakang.

Ketukan sepatunya terdengar berat dan semakin dekat. Aku pun mempercepat langkah, mengambil ancang-ancang begitu berbelok di persimpangan sepuluh meter lagi, aku harus mengambil langkah seribu.

Tapi niat itu kuurung begitu suara tercekat di belakang terdengar. Tepat setelah aku berbelok, seperti ada suara hantaman mengenai kulit disusul erangan sakit yang tertahan.

Seharusnya aku melarikan diri. Tetapi rasa penasaran dengan kurang ajar membawaku mengintip apa yang tengah terjadi.

Menyaksikan orang itu ditendang hingga tersungkur jatuh, lalu tidak lagi berdaya kala tinjuan bertubi-tubi menghadiahi wajahnya hingga darah mencuat dari mulutnya.

"I've told you to don't. Touch. Her."

Sosok yang menindihnya itu berkata penuh penekanan. Tak beriak tetapi sarat akan ancaman mengerikan. Mengiringi tiap pukulan yang dilayangkan tanpa ampun lalu menutupnya dengan tendangan di dada.

Aku gemetaran bukan main. Terlebih kemudian sosok itu memergoki keberadaanku, mengejutkanku bahwa ternyata dia adalah si rambut merah bertudung itu. Sertamerta aku berlari menjauh.

Kini aku tahu bahwa dia memang bukan pria baik-baik. Dari caranya memukul, seperti sudah menjadi kebiasaannya terlebih tidak ada raut bersalah atau takut setelah melakukannya.

Aku sudah menyelamatkan orang jahat....

"Akh!"

Mulutku dibekap setelah memekik kaget. Ada yang mencekal tanganku lalu merangkulku dari belakang. Aku meronta-meronta lantaran dia menarikku ke dalam gang lalu membawaku masuk ke sepetak bangunan gelap.

"Diam."

Menusuk tepat di telingaku hingga aku menegang dan membeku seketika. Tangan-tangannya seperti akan meremukkanku bila mencoba untuk melawan. Justru dibekap seperti ini, aku bisa menghirup aroma rokok bercampur anyir mengingat dia baru saja menghajar seseorang.

Di luar sana terdengar derap kaki yang cepat dan sepertinya lebih dari seorang. Mereka berhenti tepat di depan pintu ini kemudian mengumpat kesal.

"Sial! Mereka menghilang!"

"Si berengsek itu benar-benar tahu kalau gadisnya diawasi."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?"

"Beri tahu Bos kalau kita sudah mendapatkan informasi konkrit. Kita juga sudah mengantungi identitas gadis itu."

Setelahnya, derap kaki mereka menjauh. Menyisakan sunyi yang rasanya semakin mencekam hingga tubuhku semakin gemetaran.

Mereka sedang tidak membicarakan aku, kan, tadi...?

Dia akhirnya membebaskanku, memberiku kesempatan untuk menghadapnya. Meski aku tidak dapat melihat wajahnya lantaran ruangan ini terlalu gelap, aku yakin dia pasti sedang menatapku sekarang.

"T-tadi itu apa? Mereka siapa? A-apakah yang mereka bicarakan itu ... aku?"

"Aku sudah memperingatkanmu untuk pergi saat itu."

Suaranya dingin layaknya angin malam ini. Tubuhku bergidik mulai ketakutan. Sebab ternyata, dia masih mengingatku.

"T-tapi, kenapa...?"

Pintu di balik punggungnya terbuka. Sedikit cahaya dari luar menyusup masuk membias rambut merahnya yang samar-samar berterbangan. Dia menarikku untuk ikut keluar setelah memeriksa keadaan aman.

"Mereka siapa?"

Pertanyaanku berhasil membuatnya menoleh. Di saat begini, sempat-sempatnya aku terkesima dengan wajahnya. Bagaimana mungkin orang jahat seperti dia memiliki rupa semenawan ini?

"Sialan...."

Umpatannya masih bisa kudengar. Tapi mau bagaimana lagi? Aku hampir dalam bahaya dan sepertinya akan menghadapi hal ini lagi karenanya!

"Pulanglah. Biar aku yang atasi ini."

"Kau pikir aku bisa pulang dengan tenang dan menaruh percaya padamu bahwa mereka tidak akan mengincarku lagi?" tidak kusangka akan berani melontarkan pertanyaan dengan cepat.

"Kau yang membahayakan dirimu sendiri dan sekarang aku harus melindungimu. Haruskah aku mengatakan bahwa sesungguhnya kau ini merepotkan?"

Menusuk tepat ke batinku. Seketika ketakutanku hilang, berganti dengan kekesalan.

Jadi sekarang semua ini adalah salahku?

"Baiklah. Maaf karena sudah merepotkanmu. Maaf karena waktu itu aku terlalu baik untuk menolongmu! Seharusnya aku memang membiarkanmu mati kehabisan darah dan menjadi hantu saja!"

Rasanya baru kali ini aku berani menyumpahi seseorang untuk mati. Lupakan soal tampang. Dia memang sudah memberi pengaruh buruk padaku untuk bertindak kasar. Memang seharusnya dari awal aku tidak bersimpati padanya!

Aku berhenti di langkah ketiga untuk berbalik menatapnya. Tapi setidaknya, aku masih punya nurani untuk sedikit menghargainya.

"Terima kasih sudah menolongku. Aku harap kau benar-benar mengatasinya. Supaya kita benar-benar tidak bertemu lagi."

Tanpa menunggu jawaban, aku berlari keluar dari sini secepatnya. Menutup pagar rumah, sejenak aku melihat gang gelap itu dan menemukan sosoknya ternyata masih berdiri di tengah kegelapan sana. Seakan sedang mengawasi.

Ya, kali ini aku benar-benar berharap supaya tidak bertemu dengannya lagi.

    

[ The Red Hair Man ]

Meet the casts:

C.S.C

C.SR

Jangan bernapas lega dulu. Karena ini masih permulaan sebelum mara bahaya berdatangan :)

Ngarepnya sih jangan sampe ketemu lagi. Tapi kalo beneran ga ketemu lagi, ceritanya sampe sini aja dong? 😌

Jadi, sampai ketemu di part berikutnya yaa!

Oh ya

Untuk update, aku usahakan Sabtu & Minggu. Kalo responsnya bagus, bisa lah nambah Rabu emejing ehehe

Jadi jangan lupa vote dan komennya yaa 😉

 

Elvabari

January 30, 2022

Continue Reading

You'll Also Like

436K 34.2K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
3.6K 1K 22
(Masih tahap revisi, di revisi setelah End, dengan bantuan Author² lain yang koreksi nanti♥️) ••• Kisah 1Cewe And 4 Cowo. Kisah ini menceritakan Aure...
1.6M 151K 77
Ana-Maria Francise Taranu adalah seorang gadis muda penuh mimpi dari sebuah negara kecil di Eropa Timur yang bernama St. Monty. Demi impian dan cinta...
125K 15.7K 200
Dia adalah kepala keluarga aristokrat yang kuat dan berorientasi pada pengobatan. Melintasi milenium, dia berakhir di tubuh nona muda "tr * sh" Kedia...